KONGENITAL SUSUNAN
MUSKULOSKELETAL
Kelompok 1
Tutor: dr. Cut Khairunnisa, M. Kes
1. Rahmi Safira: 180610011
2. Najwa Zakiyya: 180610085
3. Nur Sahira: 180610065
4. Aulia Salsabilla: 180610053
5. Rizki Akbar: 180610041
6. Mohd. Reza Bahlia: 180610025
7. Rizki Alfalah: 180610029
8. Yusfa Chairunnisa: 180610015
9. Khafifah Ali: 180610097
10. Afifah Aulia R: 180610035
11. Faiza Ardianti: 180610061
12. Yuanita Ananda: 180610069
MODUL 1
PERKEMBANGAN DAN KELAINAN KONGENITAL SUSUNAN
MUSKULOSKELETAL
SKENARIO 1 : Bahu Anakku Kok Tinggi Sebelah
Ibu A membawa anak nya yang berusia 6 Tahun ke Puskesmas karena bahunya tinggi
sebelah,sejak kecil, keluhan dirasakan semakin meninggi seiring bertambahnya usia. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tulang punggung anaknya bengkok ke kiri. Pasien kemudian di
rujuk ke RSUCM untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Dokter kemudian menyarankan untuk
di operasi karena saat ini anak sudah sulit bernafas.
• Komplikasi :
Kerusakan paru dan jantung jika bengkok lebih dari 70 derajat
Sakit tulang belakang
JUMP 4 : SKEMA
Kelainan kongenital
muskuloskeletal
Definisi,
etiologic,epidemiologi,ma
Pemeriksan nifestasinklinis
fisik
Primsip diagnostik
Prognosis dan
kompilkasi
JUMP 5 : LEARNING OBJECTIVE
1. Embriogenesis Muskuloskeletal
2. Peran faktor eksogen dan endogen dengan kejadian kongenital
3. Gangguan kongenital muskuloskeletal
LO 1
EMBRIOGENESIS MUSKULOSKELETAL
Sistem rangka berasal dari lapisan embriogenik mesoderem paraksial, lempeng lateral
dan sel-sel kista neuralis. Akhir minggu ke 3, mesoderem paraksial menjadi semacam
balok-balok yang disebut somit.
Somit terbagi 2 :
Dorsolateral
Disebut demomytome, bagian myotome membentuk myoblast, dermatom membentuk
dermis
Ventromedial
Disebut skleroton, pada akhir mingguke 4 akanmenjadi sel-sel mesenkim (jaringan
penyambung mudigah), kemudian berpindah dan berdiferensiasi menjadi fibroblas,
kondroblas, dan osteoblas.
Histogenesis Tulang dan Kartilago
Kartilago Muncul ketika embrio berumur 5 minggu Pertumbuhan dimulai dari sel-sel mesenkim yang mengalami kondensasi,
berprolerasi, dan berdiferensiasi menjadi condroblast. Condroblast mensekresikan serat-serat kolagen dan subtansi dasar
matric sehingga terbentuk condrosit.Selanjutnya condrosit akan terus menerus mengeluarkanmatriks sehingga condrosit yang
berdekatan akansaling mendorong sehingga kartilago bertambah panjang. Sel-sel mesenkim yang letaknya diperifer akan
berdiferensiasi menjadi fibroblast. Fibroblast akan membentuk suatu jaringan ikat kolagen, yaitu perichondrium.
Tulang
Pertumbuhan tulang berlangsung dengan 2 cara :
Osifikasi intramembranosa
Osifikasi intrakartilago/ endokondral
Perkembangan Sendi
Mulai terbentuk pada minggu ke 6 dan akhir mingguke 8 sendiyang terbentuk sudah seperti sendi orang dewasa.
Terdapat 3 jenis sendi berdasarkan materi penyusunnya yaitu :
Sendi fibrosa (sutura di kranium)
Sendi kartilago (simfisis pubis)
Sendi sinovial (sendi lutut)
Tulang Tengkorak Terdiri atas :
Neurokranium (batok pelindung disekitar otak)
Viserokranium (kerangka/tulang wajah)
Embriologi Tulang
Perkembangan tulang terjadi melalui dua tahap, yaitu :
1.Pada minggu kelima perkembangan embrio, tulang rawan terbentuk dari prakartilago, yang
terdiri atas tiga jenis tulang rawan, yaitu :
Tulang rawan hialin
Tulang rawan fibrin
Tulang rawan elastic
2. Setelah minggu ketujuh perkembangan embrio, tulang akan terbentuk melalui dua cara, yaitu :
Secara langsung. Pada proses ini tulang akan terbentuk secara langsung dari membrane dalam tulang
dalam bentuk lembaran-lembaran, misalnya pada tulang muka, pelvis, scapula dan tulang tengkorak.
Pada penulangan jenis ini dapat ditemukan satu atau lebih pusat-pusat penulangan membrane. Proses
penulangan ini ditandai dengan terbentuknya osteoblas yang merupakan rangka dari trabekula yang
penyebarannya secara radier
Secara tidak langsung. Pada proses ini tulang terbentuk dari tulang rawan dimana proses penulangan
dari tulang rawan terjadi melalui dua cara yaitu :
Osifikasi sentral. Osifikasi dari tulang terjadi melalui osifikasi endokondal
Osifikasi perifer. Osifikasi terjadi di bawah perikondrium/perikondrial atau osifikasi
periosteum/periosteal.
LO 3 : Gangguan Kongenital Musculoskeletal
Type III (mild, Kugelberg- >18 months Stand and Walk during
Welanderdisease)inadulthood aldulthood
Spinal Muscular Atrophy tipe 1 (penyakit Werdnig-Hoffmann) adalah yang paling banyak tipe
berat dan umum, yang menyumbang sekitar 50% pasien yang di diagnosis dengan Spinal
Muscular Atrophy. Bayi klasik dengan Spinal Muscular Atrophy tipe I memiliki onset tanda-
tanda klinis sebelum 6 bulan usia, tidak pernah mendapatkan kemampuan untuk duduk tidak
didukung dan,jika tidak ada intervensi yang disediakan, umumnya tidak bertahan melampaui 2
tahun pertama.Pasien-pasien ini memiliki hipotonia yang dalam, paralisis flaksid simetris,
dansering tidak ada kontrol kepala. Motilitas spontan umumnya buruk dan gerakan antigravitasi
anggota badan tidak biasanya diamati. Dalam bentuk yang palingparah, penurunan intrauterine
gerakan menunjukkan onset pranatal dari penyakit dan hadir dengan kelemahan parah dan
kontraktur sendi dikelahiran dan telah diberi label SMN 0. Beberapa dari anak-anak ini dapat
menunjukkan juga fraktur tulang kongenital dan sangat tulang rusuk tipis.
KELAINAN KONGENITAL SISTEM SKELETAL
A. Skoliosis kongenital
Tulang belakang atau kolumna vertebra berlokasi di bagian sentral atau
posterior dari tubuh. Merupakan bagian yang penting dari tubuh dan memiliki
banyak fungsi. Tulang belakang sangat diperlukan sebagai pembentuk struktur
tubuh, flexibilitas, menyokong dan pergerakan dari tubuh. Pergerakan dengan
melekat pada otot di bagian belakang, yang berada di bagian posterior tulang
iga. Tulang belakang juga berfungsi untuk menutupi dan melindungi sum-sum
tulang.
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung
arti kondisi patologi. Merupakan deformitas tulang belakang yang
menggambarkan deviasi vertebra ke arah lateral dan rotasional. Skoliosis
didefinisikan sebagai kelengkungan tulang belakang ke arah lateral yang
memiliki sudut Cobb lebih dari 10o. Kelengkungan yang abnormal tersebut
bisa terjadi karena kelainan kongenital, kelainan pembentukan tulang atau
kelainan neurologis, tapi pada sebagian kasus bersifat idiopatik.
Epidemiologi
Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang sering terjadi. Angka kejadiannya
tergantung pada sudut kelengkungan yang terbentuk. Menurut Kane diperkirakan bahwa
skoliosis ≥ 10o terjadi pada 25 per 1.000 penduduk. Penyebab yang paling sering ditemukan
masih idiopatik. Dan skoliosis yang terjadi pada anak-anak lebih berat dibandingkan dengan
dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan progresifitas pertumbuhan kelengkungan tulang belakang
pada anak-anak terjadi lebih cepat. Selain itu, insiden skoliosis juga meningkat pada
orangorang yang memiliki kelainan neuromuskuler atau faktor predisposisi lainnya.
Infantile idiopathic scoliosis atau idiopatik skoliosis pada bayi sering ditemukan pada
umur 6 bulan dan banyak terjadi pada laki-laki dan keturunan Eropa. Kelengkungannya
sering terjadi pada tulang belakang segmen thoraks dan melengkung ke arah kiri. Pada
banyak kasus, kelengkungan tersebut dapat diobati pada saat umur 3 tahun. Jumlah skoliosis
pada bayi berjumlah hanya 0,5% dari seluruh skoliosis yang idiopatik pada Amerika Serikat
dan 4% hingga 5% pada negara Eropa.
Juvenile idiopathic soliosis atau Skoliosis pada anak-anak hampir sama dengan dewasa.
Perempuan lebih banyak terkena pada tipe ini. Kelengkungan skoliosis pada anakanak
seringnya ke arah kanan. Karena tingginya rasio progresi kelengkungan dan perlunya operasi
maka skoliosis pada tipe ini disebut dengan malignansi subtipe dari adolescent idiopatik
skoliosis.
Etiologi
• Kelainan fisik
Ketidakseimbangan pertumbuhan tulang dan otot yang yang mengakibatkan
kecendrungan untuk terjadinya suatu Scoliosis. Ketidak seimbangan otot sekitar tulang
belakang yang mengakibatkan distrosi spinal atau perbedaan otot pada saat pertumbuhan.
Selain itu dapat disebabkan pula oleh gangguan pada tulang kaki, pinggul atau tulang
belakang. Tapi, beberapa orang yang bahunya miring belum tentu karena Scoliosis,
melainkan sekadar kebiasaan saja.
• Gangguan pada kelenjar Endokrin
Ketidakseimbangan pada hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, seperti pituitary
dan adrenal sebagai pendorong pertumbuhan otot dan tulang.
• Faktor Keturunan
Kelainan Scoliosis dapat ditimbulkan oleh gen, artinya bahwa seorang anak dari penderita
Scoliosis memiliki kemungkinan mengidap Scoliosis. Masalah pada Saraf
• Masalah pada saraf
Masalah pada saraf juga dapat menyebabkan timbulnya Scoliosis. Misalnya, karena
pembentukan urat saraf tulang belakang yang tidak normal dan terdapat benjolan di
sepanjang perjalanan saraf.
• Faktor Bawaan
Bentuk tulang belakang yang tidak normal atau bisa juga merupakan bentuk yang didapat,
misalnya karena patah atau bergesernya tulang belakang.
• Kebiasaan atau sikap tubuh yang buruk
• Kesalahan dalam posisi duduk atau pun dalam posisi tidur secara terus menerus akan
menyebabkan deformasi pada tulang belakang, terutama pada periode pertumbuhan. Faktor
ini pula yang dapat menyebabkan bertambahnya ukuran kurva pada penderita Scoliosis.
Seseorang yang berjalan miring demi mencegah rasa sakit sebagai akibat kelumpuhan atau
luka karena kecelakaan, juga dapat menyebabkan Scoliosis. Faktor kebiasaan atau kesalahan
dalam suatu posisi, seperti posisi duduk maupun posisi tidur adalah faktor pembentukan
Scoliosis pada seorang anak, karena kebiasaan seperti itu seringkali tidak disadari.
Patofisiologi
Kelainan bentuk tulang punggungyang disebut skoliosis ini berawal dari adanya syaraf-
syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas-ruas tulang belakang. Tarikan ini
berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal.
Yang bentuknya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal diantaranya
kebiasaan duduk yang miring membuat syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus
berulang menjadi kebiasaan maka syaraf itu bahkan mati. Ini berakibat pada
ketidakseimbangan tarikan pad aruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang
menderita skoliosis itu bengkok atau seperti huruf S atau huruf C.
Manifestasi Klinis
Ketidaklurusan tulang belakang ini akhirnya akan menyebabkan nyeri persendian di
daerah tulang belakang pada usia dewasa dan kelainan bentuk dada, hal tersebut
mengakibatkan :
• Penurunan kapasitas paru, pernafasan yang tertekan, penurunan level oksigen akibat
penekanan rongga tulang rusuk pada sisi yang cekung.
• Pada skoliosis dengan kurva kelateral atau arah lengkungan ke kiri, jantung akan bergeser
kearah bawah dan ini akan dapat mengakibatkan obstruksi intrapulmonal atau
menimbulkan pembesaran jantung kanan, sehingga fungsi jantung akan terganggu.
Di bawah ini adalah efek skoliosis terhadap paru dan jantung meliputi:
• Efek Mild skoliosis (kurang dari 20otidak begitu serius, tidak memerlukan
tindakan dan hanya dilakukan monitoring)
• Efek Moderate skoliosis (antara 25 – 40o ), tidaklah begitu jelas , namun suatu
study terlihat tidak ada gangguan, namun baru ada keluhan kalau dilakukan
exercise.
• Efek Severeskoliosis (> 400 ) dapat menimbulkan penekanan pada paru,
pernafasan yang tertekan, dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas paru
dapat berkurang sampai 80%. Pada keadaan ini juga dapat terjadi gangguan
terhadap fungsi jantung.
• Efek Very Severe skoliosis (Over 1000 ). Pada keadaan ini dapat terjadi trauma
pada pada paru dan jantung, osteopenia and osteoporosis .
B. CTEV (Congenital Talipes Equinovarus)
CTEV, bisa disebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu kombinasi
deformitas yang terdiri dari supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal,
heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke
medial terhadap lutut . Deviasi pedis ke medial ini akibat angulasi neck talus
dan sebagian internal tibial torsion
Kata talipes equinovarusberasal dari bahasa Latin, dimana talus (ankle), pes
(foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkatseperti kuda, dan varus berarti
inversidan adduksi (inverted and adducted)
Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi subtalar,
adduksi pada sendi talonavicular, danequinus pada ankle joint.Komponen yang
diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot adduction, dan
hindfoot varus.
Epidemiologi
CTEV rata-rata muncul dalam 1-2:1000 kelahiran bayi di dunia dan
merupakan salah satu defek saat lahir yang paling umum pada system
musculoskeletal.
Insidensi CTEV beragam pada beberapa Negara, di Amerika Serikat
2,29:1000 kelahiran; pada ras Kaukasia 1,6:1000 kelahiran; pada ras Oriental
0,57:1000 kelahiran; pada orang Maori 6,5- 7,5:1000 kelahiran; pada orang
China 0,35:1000 kelahiran; pada ras Polinesia 6,81:1000 kelahiran; pada orang
Malaysia 1,3:1000 kelahiran; dan 49:1000 kelahiran pada orang Hawaii.
Terdapat predominansi laki-laki sebesar 2:1 terhadap perempuan, dimana
50% kasusnya adalah bilateral. Pada kasus unilateral, kaki kanan lebih sering
terkena. (Bergerault et al, 2013).
Insidensi akan semakin meningkat (pada 25% kasus) bila ada riwayat
keluarga yang menderita CTEV. Kemungkinan munculnya CTEV bila ada
riwayat keluarga yaitu sekitar 1:35 kasus, dan sekitar 1:3 (33%) bila anak
terlahir kembar identic (Noordin et al, 2002).
Etiologi
Ada beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan etiologi CTEV, yaitu(Nordin,
2002):
• Faktor mekanik in utero
Teori ini merupakan yang pertama dan tertua, diutarakan oleh Hippocrates. Dia
percaya bahwa kaki tertahan pada posisi equinovarus akibat adanya kompresi dari luar
uterus. Namun Parker pada 1824 dan Browne pada 1939 mengatakan bahwa
keadaandimana berkurangnya cairan amnion, seperti oligohidramnion, mencegah
pergerakan janin dan rentan terhadap kompresi dari luar. Amniocentesis dini
diperkirakan memicu deformitas ini.
• Defek neuromuskuler
Beberapa peneliti masih berpendapat bahwa equinovarus adalah akibat dari adanya
defek neuromuskuler, walaupun ada beberapa studi yang menemukan gambaran
histologis normal.Peneliti menemukan adanya jaringan fibrosis pada otot, fascia,
ligament dan tendon sheath pada clubfoot, hal ini diperkirakan mengakibatkan kelainan
pada tulang(Maranho et al, 2011).Adanya jaringan fibrosis ini ditandai dengan
terekspresinya TGF-beta dan PDGF pada pemeriksaan histopatologis, keadaan ini juga
berperan dalam kasus-kasus resisten.
• Primary germ plasma defect
Irani dan Sherman telah melakukan diseksi pada 11 kaki equinovarus dan 14 kaki normal,
mereka menemukan neck talus selalu pendek dengan rotasi ke medial dan plantar. Mereka
berpendapat hal ini karena adanya defek pada primary germ plasma.
• Arrested fetal development
Intrauterina Heuter dan Von Volkman pada 1863 mengemukakan bahwa adanya gangguan
perkembangan dini pada usia awal embrio adalah penyebab clubfoot kongenital.
Pengaruh lingkungan Beberapa zat seperti agen teratogenik (rubella dan thalidomide) serta
asap rokok memiliki peran dalam terbentuknya CTEV, dimana terjadi temporary growth
arrest pada janin
• Herediter
Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase fibula (6,5 –7 minggu
kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu kehamilan). Ketika terjadi gangguan perkembangan
saat kedua fase tersebut, maka kemungkinan terjadinya CTEV akan meningkat.
Semua teori di atas belum dapat menjelaskan secara pasti etiologi dari CTEV, namun kita
dapat menyimpulkan bahwa penyebab CTEV adalah multifactorial dan proses kelainan telah
dimulai sejak limb bud development.
Diagnosis
Diagnosis clubfoot dapat ditegakkan sejak prenatal, setidaknya paling cepat
pada trimester kedua. Biasanya diagnosis terbukti saat kelahiran bayi yang
ditandai dengan adanya heel equinus dan inverted foot terhadap tibia.True
clubfoot harus dibedakan dengan postural clubfoot, dimana kaki tidak dapat
sepenuhnya dikoreksi secara pasif
Postural clubfoot terjadi karena posisi janin saat di dalam uterus.Pada kelainan
ini tidak didapatkan kontraktur yang signifikan, skin creases yang dalam atrofi dan
rigiditas ekstremitas.
Dalam pemeriksaan kita harus menyingkirkan juga apakah kasus yang dihadapi
idiopatik atau non idiopatik. Pada kasus non idiopatik akan memiliki prognosis
yang lebih buruk dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. CTEV dengan
arthrogryposis, diastrophic dysplasia, Mobius atau Freeman-Sheldon syndrome,
spina bifidadan spinal dysraphism, serta fetal alcohol syndrome penanganannya
hampir pasti meliputi tindakan operatif. Terkecuali CTEV dengan Down syndrome
dan Larsen syndrome, penanganan seringkali hanya secara nonoperatif.