PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lower back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah (NPB) merupakan
NPB akut, sub-akut, dan kronis. NPB akut merupakan bentuk yang paling sering
ditemui.2
Di Indonesia, LBP lebih sering dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara
keseluruhan, LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai dengan angka
prevalensi mencapai 49%. Akan tetapi, sekitar 80-90% dari mereka yang
timbulnya gejala tersebut. Dengan kata lain, hanya sekitar 10-20% dari mereka
penderita nyeri pinggang sebesar 18,37% dari seluruh pasien nyeri. Studi populasi
di daerah pantai utara Jawa ditemukan insidensi 8,2% pada pria dan 13,6% pada
12 bulan. Lebih lanjut, dalam enam bulan setelah episode akut, sedikitnya 60%
pasien akan mengalami relaps dan 16% di antaranya akan menjadi penyebab
1
Biasanya nyeri punggung membutuhkan waktu 6-7 minggu untuk
antaranya tidak mengalami perbaikan dalam kurun waktu tersebut. Hal ini pastilah
sangat mengganggu, bukan hanya menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit,
melakukan exercise atau latihan peregangan untuk otot perut dan punggung. Bila
otot abdomen dan otot punggung kuat, maka akan membantu untuk menjaga
postur tubuh dan tulang punggung berada pada posisi yang tepat.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
dan di atas lipat bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri
pada tungkai.1,4
nyeri yang terbatas pada region thoraco lumbal dan sacral, tetapi gejalanya lebih
merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks saja, namum secara luas berasal
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu akut, subakut, dan kronis. Nyeri punggung
bawah akut didefinisikan sebagai timbulnya episode nyeri punggung bawah yang
menetap dengan durasi kurang dari enam minggu. Untuk durasi antara 6-12
durasi lebih lama dari 12 minggu adalah nyeri punggung bawah kronis.5
2. Epidemiologi
Lebih dari 70% penduduk Negara berkembang akan mengalami LBP. Setiap
LBP lebih sering dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara keseluruhan, LBP
3
merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai dengan angka prevalensi
mencapai 49%. Akan tetapi, sekitar 80-90% dari mereka yang mengalami LBP
tersebut. Dengan kata lain, hanya sekitar 10-20% dari mereka yang mencari
18,37% dari seluruh pasien nyeri. Studi populasi di daerah pantai utara Jawa
ditemukan insidensi 8,2% pada pria dan 13,6% pada wanita. Di Rumah Sakit
3. Patofisiologi
elemen dari tulang lumbal (tulang, ligamen, tendon, otot, dan diskus) diyakini
sangat berperan dalam timbulnya gangguan. Sebagian besar dari elemen lumbal
memiliki inervasi sensorik, sehingga dapat memicu sinyal nosiseptif yang timbul
gangguan pada saraf, contohnya adalah skiatika. Pada kasus NPB kronis,
neurologis.7
Daerah lumbal, khususnya daerah LVSI memunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-
S1. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan
4
pada sendi LV-SI. Daerah lumbal terutama LV-SI merupakan daerah rawan,
posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.8
4. Faktor Risiko
Bandung menunjukkan penyebab NPB, antara lain ialah usia, jenis kelamin, body
mass index, kebiasaan merokok, kurang olahraga, dan posisi saat melakukan
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan
menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus.7
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
penderita adalah adanya keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.10
yang tidak simetris, dan adanya atrofi otot. Derajat gerakan (Range of
5
Motion – ROM) harus diperhatikan dan diperiksa. Palpasi dilakukan untuk
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada
tungkai bila ada hernia nucleus pulposus (HNP), karena adanya ketegangan
depan, ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral
6
6. Pemeriksaan Fisik Khusus / Neurologis
ketegangan pada saraf spinal khususnya LV atau SI. Adanya tanda Laseque
lebih menandakan adanya lesi pada LIV-V atau LV-SI daripada herniasi
lain yang lebih tinggi (LI-IV), dimana tes ini hanya positif pada 73,3%
penderita.
dari penderita dan tak jarang keliru, tetapi tetap penting arti diagnostiknya
• Pemeriksaan refleks
berguna pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk
adanya gangguan dari radiks LIV dan kurang dari LII dan LIII. Refleks
7
tumit predominan dari SI. Harus dicari pula refleks patologis seperti
7. Pemeriksaan Penunjang
tidak spesifik. Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau
dengan gejala LBP pada pasien, kecuali pada kondisi tertentu seperti gangguan
8. Penatalaksanaan NPB
yang diakibatkan oleh HNP) yaitu: Terapi konservatif meliputi tirah baring
disertai obat analgetik dan obat pelemas otot. Terapi non- medikamentosa berupa
8
BAB III
KESIMPULAN
nyeri yang terbatas pada region thoraco lumbal dan sacral, tetapi gejalanya lebih
merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks saja, namum secara luas berasal
Pemeriksaan fisik pada NPB terbagi menjadi pemeriksaan fisik umum dan
bila pasien tetap berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai
9
DAFTAR PUSTAKA
burden of low back pain: estimates from the global burden of disease 2010
Naskah Lengkap PIN 1 Kelompok Study Nueri Perdossi, Manado: 49- 50.
older adults: prevalence and risk factors for back pain onset.
6. Chou, R., & Huffman, L. H. (2007). Medications for Acute and Chronic
42
10
9. Wheeler AH, Stubbart J. Pathophysology of chronic back pain.
www.emedicine.com/neuro/topic516.htm
2007.
11. New Zealand Guidelines Group. New Zealand Acute Low Back Pain
Guide. 2004.
12. Tomita S, Arphorn S, Muto T, et al. Prevalence and risk factors of low
back pain among thai and myanmar migrant seafood processing factory
283–291.
13. Buckup K. Clinical Tests for the Musculoskeletal System. Thieme, 2004.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=340467&val=6570
11