Anda di halaman 1dari 99

Laporan Kasus

Deep Vein Thrombosis Femoral et Popliteal Dextra + Melena due


to Heparin Induced + Shorthness of Breath + CKD Stage V On
Routine HD + Severe Anemia NN + Efusi Pleura + Hipertension
on Treatment

Oleh:

Theresa Tyra Sertani


NIM. 2230912320062

Pembimbing:
dr. Nanik Tri Wulandari, Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2023
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 3

BAB IiI LAPORAN KASUS............................................................ 43

BAB IV PEMBAHASAN ................................................................. 85

BAB V PENUTUP ........................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 93

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Pemeriksaan Laboratorium ......................................................... 50

3.2 Daftar Masalah ............................................................................ 59

3.3 Rencana Awal ............................................................................. 61

3.4 Follow Up ................................................................................... 63

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Gejala dan Tanda Gagal Jantung .............................................. 14

2.2 Manifestasi Klinis Gagal Jantung ............................................ 15

2.3 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA ............................. 16

2.4 Algoritma Diagnostik Gagal Jantung ....................................... 19

2.5 Rumus Kockroft Gault ............................................................. 24

2.6 Stadium Penyakit Ginjal Kronis ............................................... 24

2.7 Rencana Terapi CKD Berdasarkan Derajat Penyakit .............. 27

2.8 Klasifikasi Anemia ................................................................... 32

2.9 Pendekatan Awal Anemia ........................................................ 34

2.10 Diagnosis Anemia Normositer Normokromik ......................... 34

2.11 Diagnosis Anemia Mikrositer Hipokromik .............................. 35

2.12 Diagnosis Anemia Makrositer.................................................. 35

2.13 Klasifikasi Tekanan Darah ....................................................... 37

2.14 Algoritma Pemberian Obat Antihipertensi ............................... 42

3.1 Hasil Pemeriksaan Chest X-Ray .............................................. 54

3.2 Hasil Pemeriksaan EKG ........................................................... 55

3.3 Hasil Pemeriksaan USG Dopler Inferior.................................. 56

4.1 Kriteria Framingham ................................................................ 90

4.2 Klasifikasi Gagal Jantung......................................................... 91

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Deep vein thrombosis (DVT) adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam

vena dalam, biasanya di tungkai, tetapi dapat terjadi di lengan dan vena mesenterika

serta serebral.1 Diperkirakan kejadian tahunan DVT adalah 80 kasus per 100.000,

dengan prevalensi DVT ekstremitas bawah 1 kasus per 1000 penduduk.2

Presentasi klinis DVT ekstremitas bawah akut bervariasi dengan distribusi

anatomi, luas, dan derajat oklusi trombus. Gejala dapat berkisar dari asimtomatik

hingga pembengkakan masif dan sianosis dengan gangren vena. Tanda dan gejala

DVT ekstremitas bawah akut mungkin termasuk nyeri, edema, eritema, nyeri tekan,

demam, vena superfisial yang menonjol, nyeri dengan dorsofleksi kaki pasif

(Homan sign’s), dan sianosis perifer.3

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah

suatu proses patofisiologis yang didasari oleh etiologi yang beragam, yang

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal.9 Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumah

massa eritrosit, mulai dari hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit itu sendiri,

sehingga mengganggu transportasi oksigen ke jaringan perifer.11

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) sama atau melebihi

140 mmHg sistolik dan/sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik. Menurut

Riskesdas tahun 2018 penderita hipertensi di Indonesia mencapai 8,4% berdasarkan

diagnosa dokter pada penduduk umur ≥ 18 tahun. Berdasarkan hasil pengukuran

1
2

tekanan darah pada penduduk prevalensi penderita hipertensi di Indonesia adalah

sekitar 34,1%.12,13

Berdasarkan uraian diatas, penulis mengambil kasus dengan diagnosa

“Deep Vein Thrombosis Femoral et Popliteal Dextra + Melena due to Heparin

Induced + Shorthness of Breath + CKD Stage V On Routine HD + Severe Anemia

NN + Efusi Pleura + Hipertension on Treatment. Deep Vein Thrombosis (DVT)”

sebagai laporan kasus stase Ilmu Penyakit Dalam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deep Vein Thrombosis

1. Definisi

Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah.

Trombus atau bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung atau

mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli.

Trombosis vena dalam (DVT) adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam vena

dalam, biasanya di tungkai, tetapi dapat terjadi di lengan dan vena mesenterika serta

serebral. Trombosis vena dalam adalah penyakit yang umum dan penting.1

2. Epidemiologi

Angka kejadian DVT yang baru berkisar 50 per 100.000 penduduk,

sedangkan pada usia lebih dari 70 tahun diperkirakan 200 per 100,000 penduduk.

DVT biasanya melibatkan sistem vena ekstremitas bawah, dengan pembentukan

gumpalan yang berasal dari vena betis dalam dan menyebar secara proksimal.

Keterlibatan vena tergantung pada lokasi anatomi sebagai berikut, vena distal 40%,

poplitea 16%, femoralis 20%, umum femoralis 20%, dan vena iliaka 4%. Insidensi

dan prevalensi: Trombosis vena dalam sering terjadi dan sering tidak bergejala

sehingga tidak terdiagnosis atau hanya diketahui saat otopsi. Oleh karena itu,

insiden dan prevalensi sering diremehkan. Diperkirakan kejadian tahunan DVT

adalah 80 kasus per 100.000, dengan prevalensi DVT ekstremitas bawah 1 kasus

per 1000 penduduk. Setiap tahun di Amerika Serikat, lebih dari 200.000 orang

3
4

mengalami trombosis vena; dari jumlah tersebut, 50.000 kasus diperumit oleh

emboli paru.2

Usia: Trombosis vena dalam jarang terjadi pada anak-anak, dan risikonya

meningkat seiring bertambahnya usia, kebanyakan terjadi pada kelompok usia di

atas 40 tahun. Jenis Kelamin: Tidak ada konsensus tentang apakah ada bias jenis

kelamin dalam kejadian DVT. Etnis: Ada bukti dari Amerika Serikat bahwa

terdapat peningkatan kejadian DVT dan peningkatan risiko komplikasi pada orang

Afrika-Amerika dan orang kulit putih dibandingkan dengan orang Hispanik dan

Asia. Penyakit terkait: Di rumah sakit, kondisi yang paling sering dikaitkan adalah

keganasan, gagal jantung kongestif, penyakit saluran napas obstruktif, dan pasien

yang menjalani pembedahan.3

3. Etiologi dan Faktor Risiko

a. Faktor Risiko4

- Aliran darah berkurang: Imobilitas (tirah baring, anestesi umum, operasi,

stroke, penerbangan panjang).

- Peningkatan tekanan vena: Kompresi mekanis atau gangguan fungsional

yang menyebabkan berkurangnya aliran vena (neoplasma, kehamilan,

stenosis, atau anomali kongenital yang meningkatkan resistensi aliran

keluar).

- Cedera mekanis pada vena: Trauma, pembedahan, pemasangan kateter vena

perifer, DVT sebelumnya, penyalahgunaan obat intravena.

- Peningkatan kekentalan darah: Polycythaemia rubra vera, trombositosis,

dehidrasi.
5

- Variasi anatomi anatomi vena dapat menyebabkan trombosis.

b. Peningkatan Risiko Koagulasi5

- Defisiensi genetik: Protein antikoagulasi C dan S, defisiensi antitrombin III,

mutasi faktor V Leiden.

- Diperoleh: Kanker, sepsis, infark miokard, gagal jantung, vaskulitis, lupus

eritematosus sistemik dan antikoagulan lupus, penyakit radang usus, sindrom

nefrotik, luka bakar, estrogen oral, merokok, hipertensi, diabetes.

c. Faktor Konstitusional6

- Obesitas, kehamilan, usia lanjut di atas 60 tahun, operasi, rawat inap kritis,

dehidrasi, dan kanker adalah penyebab pasti dari DVT dan VTE. Obesitas

dikaitkan dengan status hiperkoagulabilitas melalui dua mekanisme, 1.

peningkatan kadar fibrinogen yang bahkan dapat melebihi dua kali lipat dari

nilai normal, dan 2. aliran sirkulasi vena yang lebih lambat di infra diafragma

dan terutama di tungkai bawah. Kedua faktor tersebut, terkait dengan

gangguan pada beberapa faktor koagulasi, mendukung munculnya trombosis

vena, tromboflebitis, dan kejadian tromboemboli, dan sebagian besar

tromboemboli paru (PE) yang fatal, yang merupakan penyebab utama

kematian pada pasien obesitas.

4. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair,

tetapi akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu

permukaan. Virchow mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar

terbentuknya trombus, yang dikenal sebagai Triad chow. Triad ini terdiri dari: 1).
6

gangguan pada darah yang mengakibatkan stasis, 2), gangguan pada keseimbangan

antara prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor

pembekuan, dan gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) menyebabkan

prokoagulan.3

Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan

mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi:3

- Gangguan sel endotel

- Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel

- Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor

von Willebrand.

- Aktivasi koagulasi

- Terganggunya fibrinolisis

- Stasis

Mekanisme protektif terdiri dari:

- Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh

- Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel

- Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor

- Pemecahan faktor pembekuan oleh protease

- Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trombosit yang beragregasi

oleh aliran darah

- Lisisnya trombus oleh sistem fibrinolisis

Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran

yang cepat, terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan
7

trombus vena terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan

fibrin dalam jumlah yang besar dan sedikit thrombosis.

5. Manifestasi Klinis

Presentasi klinis DVT ekstremitas bawah akut bervariasi dengan distribusi

anatomi, luas, dan derajat oklusi trombus. Gejala dapat berkisar dari asimtomatik

hingga pembengkakan masif dan sianosis dengan gangren vena. Tiga pola

trombosis biasanya dikenali: trombosis vena betis terisolasi (distal),

femoropopliteal, dan iliofemoral, dan gejalanya cenderung lebih parah karena

trombosis meluas lebih proksimal. Namun, hingga 50% pasien dengan DVT akut

mungkin tidak memiliki tanda atau gejala spesifik. Pasien pasca operasi, lebih

cenderung memiliki trombus kecil, asimptomatik, distal, non-oklusif. Jika ada,

tanda dan gejala DVT ekstremitas bawah akut mungkin termasuk nyeri, edema,

eritema, nyeri tekan, demam, vena superfisial yang menonjol, nyeri dengan

dorsofleksi kaki pasif (Homan sign’s), dan sianosis perifer.3

Pada kasus lebih lanjut, ditandai dengan hipertensi vena dengan trombosis

kolateral dan mikrovaskular, yang menyebabkan gangren vena. Gangren vena

terutama terkait dengan penipisan protein C yang dimediasi warfarin pada pasien

dengan kanker atau trombositopenia yang diinduksi heparin. Menentukan diagnosis

DVT hanya berdasarkan tanda dan gejala klinis sangat tidak akurat. Tanda dan

gejala DVT umumnya tidak spesifik. Mereka mungkin terkait dan salah didiagnosis

dengan gangguan ekstremitas bawah lainnya. Dengan demikian, limfedema,

trombosis vena superfisial, dan selulitis harus disingkirkan.3


8

6. Diagnosis

Keluhan:1

- Nyeri (50% pasien)

- Kemerahan

- Pembengkakan (70% pasien)

Pemeriksaan fisik:1

- Edema ekstremitas dapat unilateral atau bilateral jika trombus meluas ke vena

pelvis

- Kulit merah dan panas dengan pembuluh darah melebar

- Kelemahan

Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didapatkan peningkatan D-dimer

dan penurunan antitrombin. Peningkatan D-dimer merupakan indikator

adanyatrombosis yang aktif. Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidakspesifik dan

sebenarnya lebih berperan untuk menyingkirkan adanya trombosis jika hasilnya

negatif. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 93%, spesivisitas 77% dan nilai

prediksi negatif 98% pada DVT proksimal, sedangkan pada DVT daerah betis

sensitivitasnya 70%. Pemeriksaan laboratorium lain umumnya tidak terlalu

bermakna untuk mendiagnosis adanya trombosis, tetapi dapat membantu

menentukan faktor risiko.1

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan yang penting untuk

mendiagnosis trombosis. Pada DVT. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah

venografi/flebografi, ultrasonografi (USG) doppler (duplex scanning). USG

kompresi, Venous Impedance Plethysmo-graphy (IPG) dan Magnetic Resonance


9

Imaging (MRI). Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi doppler pada pasien dengan

DVT proksimal yang simtomatik adalah 94% dibandingkan dengan venografi,

sedangkan pada pasien dengan DVT pada betis dan asimtomatik, ketepatannya

rendah. Ultrasonografi kompresi (Real-Time B- mode compression ultrasound)

mempunyai sensitivitas 89% dan spesivisitas 97% pada DVT proksimal yang

simtomatik, sedangkan pada DVT di daerah betis, hasil negatif palsu dapat

mencapai 50%. Pemeriksaan duplex scanning mempunyai sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi untuk mendiagnosis DVT proksimal. Venografi atau

flebografi merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis DVT, baik pada

betis, paha, maupun sistem ileofemoral. Kerugiannya adalah pemasangan kateter

vena dan risiko alergi terhadap bahan radiokontras atau yodium. MRI umumnya

digunakan untuk mendiagnosis DVT pada perempuan hamil atau pada DVT di

daerah pelvis, iliaka dan vena kava di mana duplex scanning pada ekstremitas

bawah menunjukkan hasil negatif.1

7. Tata Laksana

Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah:1

- Menghentikan bertambahnya trombus

- Membatasi bengkak yang progresif pada tungkai

- Melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah

disfungsi vena atau sindrom pasca trombosis (post thrombotic syndrome) di

kemudian hari

- Mencegah emboli
10

Antikoagulan, Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang

sudah lama digunakan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal. Mekanisme

kerja utama heparin adalah: 1), meningkatkan kerja antitrombin Ill sebagai inhibitor

faktor pembekuan, dan 2). melepaskan tissue foctor pathway inhibitor (TFPI) dari

dinding pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80 lU/kg berat badan

(BB) intravena dilanjutkan dengan infus 18 IU/kgBB/jam dengan pemantauan nilai

Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk

mencapai target APTT 1,5-2,5 kali nilai kontrol dan kemudian dipantau sedikitnya

setiap hari. Sebelum memulai terapi heparin, APTT, masa protrombin (prothrombin

time/PT) dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan risiko

perdarahan yang tinggi atau dengan gangguan hati atau ginjal.1

Heparin berat molekul rendah (low molecular weight heparin/LMWH) dapat

diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan mempunyai efikasi yang

baik. Keuntungan LMWH adalah risiko perdarahan mayor yang lebih kecil dan

tidak memerlukan pemantauan laboratorium yang sering dibandingkan dengan

UFH, kecuali pada pasien-pasien tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk.1

Terapi trombolitik. Terapi ini bertujuan untuk melisiskan trombus secara

cepat dengan cara mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Terapi ini

umumnya hanya efektif pada fase awal dan penggunaannya harus benar-benar

dipertimbangkan secara baik karena mempunyai risiko perdarahan tiga kali Iipat

dibandingkan dengan terapi antikoagulan saja. Pada umumnya terapi ini hanya

dilakukan pada DVI dengan oklusi total, terutama pada iliofemoral.1


11

Tombektomi, terutama pada kasus dengan fistula arteriovena sementara,

harus dipertimbangkan pada trombosis vena iliofemoral akut yang kurang dari 7

hari denganharapan hidup lebih dari 10 tahun.1

Filter vena kava inferior. Filter ini digunakan pada trombosis di atas lutut

pada kasus di mana antikoagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah

emboli berulang.1

8. Komplikasi

Komplikasi DVT dapat terjadi baik pada fase akut maupun terjadi Komplikasi

yang umum terjadi pada DVT kronis yaitu post-thrombotic syndrome (25%-38%)

dan ulkus vena (9.8%). Emboli paru (6%-32%) terjadi lebih sering pada fase akut

dan dapat berakibat fatal pada 5-10% kasus. Komplikasi yang lebih jarang terjadi

yaitu chronic thromboembolic pulmonary hypertension, loss of limb, dan sudden

death. Pasien dengan DVT ipsilateral berulang, usia lanjut, indeks massa tubuh

yang tinggi, wanita, dan ukuran dan tempat dari thrombosis menjadi faktor yang

mempengaruhi terjadinya komplikasi.7

B. Heart Failure

1. Definisi

Gagal Jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung

atau fungsi yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mendistribusikan

oksigen ke seluruh tubuh. Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang bersifat

kompleks, dapat berakibat dari gangguan pada fungsi miokard (fungsi sistolik dan

diastolik), penyakit katup ataupun perikard, atau hal-hal yang dapat membuat

gangguan pada aliran darah dengan adanya retensi cairan, biasanya tampak sebagai
12

kongesti paru, edema perifer, dispnu, dan cepat lelah. Siklus ini dipicu oleh

meningkatnya regulasi neurohumoral yang awalnya berfungsi sebagai mekanisme

kompensasi untuk mempertahankan sistem Frank–Starling, tetapi justru

menyebabkan penumpukan cairan yang berlebih dengan gangguan fungsi jantung.8

2. Epidemiologi

World Health Organization (WHO) menggambarkan bahwa meningkatnya

jumlah penyakit gagal jantung di dunia, termasuk Asia diakibatkan oleh

meningkatnya angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan diabetes. Angka

kejadian gagal jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya usia. Menurut

studi yang dilakukan Framingham, insiden tahunan pada laki–laki dengan gagal

jantung (per 1000 kejadian) meningkat dari 3 pada usia 50 - 59 tahun menjadi 27

pada usia 80 – 89 tahun, sementara wanita memiliki insiden gagal jantung yang

relatif lebih rendah dibanding pada laki–laki (wanita sepertiga lebih rendah).9

3. Patofisiologi

Patofisiologi gagal jantung kompleks dan mencakup aktivasi mekanisme

struktural, neurohumoral, seluler, dan molekuler untuk mempertahankan fungsi

fisiologis (maladaptasi, hipertrofi miosit, kematian/apoptosis/regenerasi miosit, dan

remodeling). Kinerja fungsi LV dan stroke volume berada di bawah kontrol preload

(vena kembali dan volume akhir diastolik ventrikel), kontraktilitas miokard, dan

afterload (impedansi selama ejeksi dari aorta dan stres dinding). Kurva Frank-

Starling menjelaskan hubungan antara stroke volume/cardiac output dan left

ventricle end-diastolic pressure (LVEDP) atau pulmonary capillary wedge

pressure (PCWP) dimana terdapat hubungan yang curam dan positif antara
13

peningkatan tekanan pengisian jantung dan peningkatan stroke volume /curah

jantung. Hubungan ini bergeser ke kanan, mewakili penurunan kontraktilitas, dan

tekanan yang lebih tinggi diperlukan untuk mencapai curah jantung yang sama dan

diratakan pada penyakit lanjut, yang berarti augmentasi aliran balik vena dan

LVEDP gagal meningkatkan volume sekuncup.9

HFpEF memiliki proses patofisiologis yang sama dengan HFrEF tetapi

sebagai respons terhadap peningkatan kekakuan ventrikel dan perubahan relaksasi

daripada CO pada HFrEF. Kekakuan dan perubahan relaksasi ini menyebabkan

LVH konsentris (bukan LVH eksentrik seperti pada HFrEF) dan menggeser kurva

tekanan-volume ke kiri.9

Gagal jantung (HFrEF, HFpEF, and HFmrEF) menyebabkan aktivasi sistem

neurohumoral untuk mempertahankan perfusi organ vital: sympathetic nervous

systems (SNS), renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS), hormon

antidiuretik, dan zat vasoaktif lainnya (brain natriuretic peptide (BNP), nitric

oxide, dan endothelin). Gagal jantung menyebabkan penurunan respon baroreseptor

karotis, yang pada gilirannya meningkatkan aktivitas sympathetic nervous system

(SNS) dan menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung dan denyut jantung,

vasokonstriksi, dan peningkatan afterload. Aktivasi RAAS sebagai respons

terhadap perfusi ginjal yang rendah dari gagal jantung menyebabkan retensi

garam/air dan meningkatkan preload. Aktivasi RASS meningkatkan angiotensin II,

yang menyebabkan vasokonstriksi dan lebih banyak retensi garam dan air, yang

selanjutnya menekan dinding ventrikel dan menyebabkan dilatasi (remodeling) dan

memperburuk fungsi ventrikel, dan gagal jantung lebih lanjut. Mekanisme


14

kompensasi tersebut menyebabkan remodeling negatif jantung (peradangan,

apoptosis, hipertrofi, dan fibrosis) dan memperburuk fungsi ventrikel kiri.9

4. Manifestasi Klinis

Anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik harus diperoleh dan dilakukan

pada semua pasien dengan dugaan gagal jantung, Karena diagnosis didasarkan pada

gejala dan tanda klinis. Ini juga harus mencakup penilaian faktor risiko dan

kemungkinan etiologi gagal jantung. Gejala gagal jantung sama pada semua

klasifikasi EF. Gejala lebih parah dengan peningkatan aktifitas dan terhadap

akumulasi cairan (dispnea, ortopnea, edema, dan ketidaknyamanan perut akibat

kongesti hati dan asites pada gagal jantung kanan) atau karena penurunan curah

jantung (kelelahan, anoreksia, dan kelemahan).9

Gambar 2.1 Gejala dan Tanda Gagal Jantung9


15

Gambar 2.2 Manifestasi Klinis Gagal Jantung9

5. Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung dapat dijabarkan melalui dua kategori yakni

kelainan struktural jantung atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas

fungsional dari New York Heart Association (NYHA).9


16

Gambar 2.3 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA9

Klasifikasi gagal jantung menurut pengukuran fraksi ejeksi ventrikel kiri

(ejection fraction/EF), dan perbedaan antara jenis ini penting karena perbedaan

demografi, komorbiditas, dan respons terhadap terapi:9

- Heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF): EF kurang dari atau

sama dengan 40%.

- Heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF): EF lebih besar dari

atau sama dengan 50%.

- Heart failure with mid-range ejection fraction (HFmrEF) (nama lainnya

adalah: HFpEF-borderline dan HFpEF-improved ketika EF pada HFrEF


17

meningkat hingga lebih dari 40%): EF adalah 41% hingga 49% per pedoman

Eropa dan 40 hingga 49% per pedoman AS. Klasifikasi baru HF yang

diperkenalkan oleh pedoman European Society of Cardiology (ESC) 2016

untuk diagnosis dan pengelolaan HF. Kelas ini dikenal sebagai area abu-abu

antara HFpEF dan HFrEF dan sekarang memiliki entitas tersendiri dengan

memberinya nama HFmrEF.

6. Diagnosis

Diagnosis gagal jantung bisa menjadi sulit, terutama pada fase stadium dini.

Walaupun gejala akan membawa pasien untuk mencari pertolongan farmakologi,

banyak dari gejala gagal jantung yang tidak spesifik dan tidak membantu

menyingkirkan dan membedakan antara gagal jantung dan penyakit lainnya. Gejala

yang lebih spesifik jarang sekali bermanifestasi terutama pada pasien dengan gejala

ringan, oleh karenanya, gejala menjadi kurang sensitif sebagai landasan uji

diagnostik. Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung

dengan fraksi ejeksi rendah, sedangkan pada pasien dengan fraksi ejeksi normal,

uji diagnostik menjadi kurang sensitif. Ekokardiografi merupakan metode yang

paling berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik.8

a. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga

gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung.

b. Foto toraks

Foto toraks merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.

Foto toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura, dan
18

dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau

memperberat sesak nafas.9

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah

darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin,

estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR), glukosa, tes fungsi hepar, dan

urinalisa. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai gambaran

klinis. Gangguan hematologi atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai

pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diberikan terapi,

meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi

ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan

diuretik dan/atau ACE-I (angiotensin converting enzyme inhibitor), ARB

(angiotensin receptor blocker), ARNI (angiotensin receptor nephrilysin

inhibitor), atau antagonis aldosterone.9

d. Peptida natriuretik

Kadar plasma peptida natriuretik dapat digunakan untuk diagnosis, membuat

keputusan merawat atau memulangkan pasien, serta mengidentifikasi pasien-

pasien yang berisiko mengalami dekompensasi. Kadar peptida natriuretik

meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida

natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba

tekanan dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar peptida

natriuretik.9
19

e. Troponin I atau T

Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran

klinis disertai dengan dugaan sindrom koroner akut. Peningkatan ringan kadar

troponin kardiak sering terjadi pada gagal jantung berat atau selama episode

dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.

f. Ekokardiografi

Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan

pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada

pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk

membedakan antara HfrEF dan HFpEF.9

Gambar 2.4 Algoritma Diagnostik Gagal Jantung9

7. Tatalaksana

a. Nonfarmakologis9

1) Manajemen perawatan mandiri


20

Didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk Menjaga

stabilitas fisik, menghindari perilaku yangdapat memperburuk kondisi dan

mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.

2) Ketaatan pasien berobat

Ketaatan pasien untuk berobat dapat mempengaruhi morbiditas, mortalitas

dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20-60% pasien yang

taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.

3) Asupan cairan

Restriksi cairan 900 ml–1,2 liter/hari (sesuai berat badan) dipertimbangkan

terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.

4) Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan pasien obesitas dengan gagal jantung

dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi

gejala dan meningkatkan kualitas hidup

b. Farmakologis9

Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas

dan mortalitas. Tindakan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap

merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung.

Terapi pada fase akut meliputi:

1) Terapi Oksigen

- Berikan O2 nasal 2-4L/menit, disesuaikan dengan hasil pulseoxymetry. Bila

diperlukan, O2 dapat diberikan dengan masker nonrebreathing atau

rebreathing bila tidak membaikdalam waktu 1/2 jam


21

- Bila saturasi oksigen tetap rendah dengan mask atau ada distress pernafasan,

digunakan CPAP.

- Bila distress pernafasan tidak membaik dan atau tidak toleran dengan CPAP

dilakukan intubasi

2) Obat-obatan

- Furosemid intravena: Bolus 40 mg (bila tidak dalam pengobatan diuretic

sebelumnya), 2,5x dosis sebelumnya (bila sebelumnya sudah minum diuretik)

- Nitrogliserin infus, dimulai dari 5 microgram/menit, bila tekanan darah

sistolik >110 mmHg, atau ada kecurigaan sindroma koroner akut.

- Morphin Sulfat injeksi, 2 sd 4 mg bila masih takipnoe

- Dobutamin mulai 5 mcg/kgBB/menit bila tekanan darah <90 mmHg

- Dopamine mulai dari 5 mcg/kgbb/menit bila TDs <80 mmHg

- Noradrenaline mulai dari 0.02 mcg/kgbb/mnt bila TDs <70 mmHg

- Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium respon cepat, bias diulang tiap

4 jam hingga maksimal 1 mg

- Captopril mulai dari6.25mg bila fase akut telah teratasi

Terapi pada kasus kronis

- Diuretik: Furosemidoral / IV bila tanda dan gejala kongesti masih ada, dengan

dosis 1 mg/kg BB atau lebih

- ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada kontra indikasi; dosis

dinaikan bertahap sampai dosis optimal tercapai

- Beta blocker dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi, dosis naik bertahap

Bila dosis sudah optimal tetapi laju nadi masih cepat (>70x/menit), dengan:
22

Irama sinus, dapat ditambahkan Ivabradin mulai dosis kecil 2x2,5mg,

maksimal 2 X 5mg.

Irama atrialfibrilasi - respons ventrikel cepat serta fraksi ejeksi rendah, tetapi

fungsi ginjal baik, berikan digoxin dosis rumat 0,25mg pagi.

- Mineralocorticoid Receptor Blocker (Aldosterone Antagonist) dosis kecul

bila tidak ada kontraindikasi

8. Komplikasi

Gagal jantung dapat menyebabkan banyak komplikasi, termasuk namun tidak

terbatas pada:9

- Aritmia: Fibrilasi atrium (Afib) dapat menjadi penyebab atau akibat dari

gagal jantung dan dapat terjadi pada 10% sampai 50% pasien gagal jantung

kronis, dan pasien dengan gagal jantung dan Afib memiliki prognosis yang

buruk. Aritmia ventrikel maligna (seperti takikardia ventrikel monomorfik

berkelanjutan, takikardia ventrikel polimorfik berkelanjutan, dan torsades de

pointes) sering terjadi pada gagal jantung stadium akhir, terutama jika ada

faktor pemicu atau faktor seperti gangguan elektrolit, interval QT yang

berkepanjangan, dan toksisitas digoksin. Bradyarrhythmias juga dapat terjadi.

- Tromboemboli: HF adalah penyebab stroke pada 9% pasien. Antara 10 dan

24% pasien stroke mengalami gagal jantung. Ada risiko relatif tinggi untuk

deep vein thrombosis (DVT) dan emboli paru pada pasien gagal jantung,

terutama mereka yang berusia di bawah 60 tahun.

- Gastrointestinal: syok hati (hepatitis iskemik), sirosis hati, dan cachexia

jantung akibat penurunan aliran darah usus pada pasien dengan gagal jantung.
23

- Ginjal: fungsi ginjal dapat memburuk baik pada gagal jantung akut maupun

kronis, dan memprediksikan prognosis yang buruk, dan bahkan peningkatan

kreatinin sementara yang kecil akan relevan secara klinis.

- Pernapasan: kongesti paru, kelemahan otot pernapasan, dan hipertensi paru

C. Chronic Kidney Disease

1. Definisi dan Klasifikasi

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah

suatu proses patofisiologis yang didasari oleh etiologi yang beragam, yang

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai

dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel yang mencapai pada derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal tetap, yaitu dapat berupa dialisis atau

transplantasi ginjal.10

CKD menurut KDIGO 2012 adalah kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, baik berupa

kelainan struktural atau fungional yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan

laboratorium (proteinuria; Albumin-Creatinine-Ratio > 30 mg/g; total protein-

creatinine-ratio > 200 mg/g), abnormalitas sedimen urin, gangguan elektrolit atau

yang lain oleh karena gangguan pada tubulus, kelainan pada pemeriksaan histologi,

kelainan struktural yang terdeteksi melalui pemeriksaan radiologi, atau riwayat

transplantasi ginjal serta penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG < 60

ml/menit/1,73 m2) dalam waktu lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kelainan

struktural ginjal.11

Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut KDIGO pada tahun 2012 meliputi
24

kriteria penurunan LFG dan peningkatan rasio albuminuria dan serum kreatinin.

Kriteria pertama yang digunakan KDIGO untuk menentukan urgensi penyakit

ginjal kronis adalah LFG, yang dapat dihitung menggunakan rumus Kockroft Gault

sebagai berikut:11

Gambar 2.5 Rumus Kockroft Gault11

Hasil pengukuran dimasukkan pada klasifikasi atas dasar derajat penyakit

dapat dilihat di gambar berikut:11

Gambar 2.6 Stadium Penyakit Ginjal Kronis11

2. Patofisiologi

Chronic Kidney Disease disebabkan oleh adanya gangguan atau kerusakan

pada ginjal, terutama pada komponen filtrasi ginjal seperti membran basal
25

glomerulus, sel endotel, dan sel podosit. Kerusakan komponen ini dapat

disebabkan secara langsung oleh kompleks imun, mediator inflamasi, atau toksin

serta dapat pula disebabkan oleh mekanisme progresif yang berlangsung dalam

jangka panjang. Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walapun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya

peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas

tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron sebagian

diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas CKD

adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas

interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun

tubulointerstitial.10

3. Diagnosis

Pada sebagian pasien diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik


26

yang lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari evaluasi klinik dan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pencitraan ginjal.10

1) Gambaran klinis, meliputi:10

- Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti hipertensi, diabetes mellitus,

infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hiperurikemi, lupus

eritematosus sistemik dan lain sebagainya.

- Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

- Gejala komplikasinya antara lain, anemia, osteodistrofi renal, gagal jantung,

asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

klorida).

2) Gambaran laboratorium, meliputi:10

- Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

- Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin

serum, dan penurunan LFG.

- Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper

atau hipokloremia, hiperfosfatemia, asidosis metabolik.

- Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast,

isostenuria

3) Gambaran radiologis, meliputi:10

- Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak


27

- Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus dan bersifat toksik terhadap ginjal

- Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

- Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,

kalsifikasi

- Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

4. Tatalaksana

Perencanaan tatalaksana (action plan) CKD sesuai dengan derajatnya dapat

dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.7 Rencana Terapi CKD Berdasarkan Derajat Penyakit10

Penatalaksanaan CKD meliputi :10

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi.

Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap

penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.10

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Faktor komorbid tersebut antara lain gangguan keseimbangan cairan,


28

hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik,

bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.10

c. Memperlambat Perburukan (Progression) Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah hiperfiltrasi

glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah:

1) Restriksi Protein

Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG <60 ml/mnt, sedangkan

diatasnilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Pada

penderita CKD konsumsi protein yang direkomendasikan adalah 0,6-0,8

gr/kgBB/hari.

2) Terapi Farmakologis

Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil

risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk menghambat perburukan

kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi

glomerulus. Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan

derajat proteinuria. Proteinuria merupakan faktor risiko terjadinya perburukan

fungsi ginjal. ACE Inhibitor dan angiotension reseptor bloker adalah obat pilihan

untuk menurunkan proteinuria. Pada beberapa pasien, aldosterone-receptor

antagonist dapat menurutkan proteinuria. Diet kontrol protein serta penurunan

berat badan dapat memerikan manfaat dalam mengurani proteinuria. Terapi lainnya

adalah dengan menggunakan diuretik kuat seperti furosemide yang sebagian besar

digunakan untuk mengatasi kondisi udema pada pasien gagal ginjal (terutama jika

disertai dengan adanya gagal jantung kongestif) disamping sebagai terapi


29

kombinasi penanganan hipertensi.10

3) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit

kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,

hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan

elektrolit.10

4) Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

Secara garis besar, CaCO3 digunakan sebagai buffer dalam penanganan

kondisi asidosis metabolik yang terjadi pada hampir seluruh pasien gagal ginjal

karena kesulitan dalam proses eliminasi buangan asam hasil dari metabolisme

tubuh. CaCO3 juga digunakan dalam penanganan kondisi hiperfosfatemia pasien.

Terapi dengan asam folat digunakan dalam penanganan kondisi anemia yang

muncul pada pasien kondisi uremia, defisiensi asam folat, defisiensi besi, defisiensi

vitamin B12, dan akibat fibrosis sumsum tulang belakang. Pemberian eritropoetin

(EPO) merupakan hal yang dianjurkan dan status besi harus diperhatikan karena

EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Tujuan pemberian EPO adalah

untuk mengoreksi anemia renal sampai target Hb= 10g/dL. Target pencapaian Hb

dengan transfusi darah adalah 7-9g/dL. Pemberian transfusi darah pada pasien CKD

harus hati-hati dan hanya diberikan pada keadaan khusus yaitu: Perdarahan akut

dengan gejalagangguan hemodinamik; Hb <7g/dL dan tidak memungkinkan

menggunakan EPO; dan Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik.10


30

5) Terapi pengganti ginjal

Dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt.

Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi

ginjal. Pembuatan akses vaskular sebaiknya sudah dikerjakan sebelum klirens

kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses vaskular jika klirens

kreatinin telah dibawah 20 ml/menit.10

D. Anemia

1. Definisi

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumah massa eritrosit, mulai dari

hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit itu sendiri, sehingga mengganggu

transportasi oksigen ke jaringan perifer. Kadar hemoglobin dan eritrosit itu sendiri

bervariasi pada setiap orang tergantung jenis kelamin, usia dan tempat tinggal

(ketinggian dari permukaan laut). Pada dataran tinggi, kadar oksigen lingkungan

lebih rendah, sehingga tubuh mengompensasinya dengan meningkatkan massa

eritrosit sehingga hemoglobinnya cenderung lebih tinggi agar dapat mengangkut

oksigen dengan optimal.12

Menurut WHO, kriteria anemia adalah sebagai berikut:

- Laki-laki dewasa: Hb <13 g/dl

- Wanita dewasa tidak hamil: Hb <12 g/dl

- Wanita dewasa hamil: Hb <11 g/dl

2. Etiologi dan Patofisiologi

Anemia dapat terjadi karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum

tulang, kekurangan zat-zat yang diperlukan untuk pembentukan eritrosit,


31

kehilangan darah akibat perdarahan, hancurnya eritrosit sebelum waktunya

(hemolisis), dan idiopatik.12

Pada anemia, tubuh akan mengompensasi kehilangan darah yang diperlukan

untuk mengangkut oksigen dengan cara meningkatkan produksinya di sumsum

tulang, meningkatkan daya ikat besi untuk membentuk hemoglobin, dan

sebagainya. Namun, jika tubuh tidak mampu bahkan gagal untuk mengembalikan

keseimbangan itu, maka akan terjadi anoksia organ (kekurangan oksigen pada

organ perifer) sehingga tubuh menjadi lemas, lesu, dan pucat.12

3. Klasifikasi

Berdasarkan indeks sel darah merah, anemia dapat dibagi menjadi 3, yaitu:12

a. Anemia normositer normokromik

Normositik berarti ukuran eritrositnya normal. Normokrom berarti warna

eritrositnya normal. Anemia normositik normokrom ini ditemukan pada anemia

yang diakibatkan oleh perdarahan dan hemolisis. Jadi tidak mempengaruhi

morfologi eritrositnya. MCV (mean corpuscular volume) dan MCH (mean

corpuscular hemoglobin) masih normal (MCV 80 – 95 fl; MCH 27 – 34 pg).

Anemia ini meliputi: anemia pasca perdarahan akut, anemia aplastik, anemia

hemolitik, anemia akibat penyakit kronik, anemia pada gagal ginjal kronik, anemia

pada sindrom mielodisplastik dan pada keganasan hematologik.1

b. Anemia mikrositer hipokromik

Mikrositik berarti ukuran eritrositnya kecil (lebih kecil dari limfosit kecil).

Hipokrom berarti warna eritrositnya lebih pudar/lebih pucat (bagian pucat

eritrositnya lebih dari 1/3 diameter eritrosit). Biasanya mikrositik hipokrom ini
32

ditemukan pada anemia karena masalah pada hemoglobinnya, seperti kurang

penyusunnya (Fe), rapuh strukturnya (genetik), atau karena penyakit kronis

lainnya. MCV dan MCH nya kurang dari normal. (MCV <80 fl, MCH <27 pg).1

c. Anemia makrositer

Makrositik berarti ukuran eritrositnya besar. Biasanya karena proses

pematangan eritrositnya tidak sempurna di sumsum tulang. Kalau eritrosit yang

matang, ukurannya akan semakin kecil, tapi karena tidak matang, tampaklah ia

besar. Penyebabnya bisa karena bahan pematangannya tidak cukup, misalnya pada

defisiensi asam folat dan vitamin B12. Atau bisa juga karena gangguan hepar,

hormonal atau gangguan sumsum tulang dalam homopoiesis itu sendiri. MCV nya

meningkat (MCV >95 fl). Contoh: anemia megaloblastik dan anemia non-

megaloblastik.1

Gambar 2.8 Klasifikasi Anemia1

4. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu:1

a. Gejala umum
33

Gejala umum atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul karena iskemia

organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar

hemoglobin. Gejala ini muncul pada kasus anemia setelah penurunan hemoglobin

sampai kadar tertentu (Hb <7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu,

cepat lelah, telinga berdenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa

dingin, sesak napas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan tampak pucat, mudah dilihat

di konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku.

b. Gejala khas

Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Contohnya:1

- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan

kuku sendok (koilonychia).

- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin

B12.

- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegaly.

- Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi.

c. Gejala penyakit dasar

Gejala ini merupakan gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang

menyebabkan anemia. Misalnya, pada anemia akibat infeksi cacing tambang dapat

dijumpai sakit perut, pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak

tangan. Pada kasus tertentu, gejala penyakit dasar dapat lebih dominan, seperti pada

anemia akibat penyakit kronik.1

Pendekatan diagnosis lebih lanjut pada anemia dapat dilihat pada gambar:1
34

Gambar 2.9 Pendekatan Awal Anemia1

Gambar 2.10 Diagnosis Anemia Normositer Normokromik1


35

Gambar 2.11 Diagnosis Anemia Mikrositer Hipokromik1

Gambar 2.12 Diagnosis Anemia Makrositer1


36

5. Terapi

Terapi anemia sebaiknya dilakukan setelah didapat diagnosis pastinya dan

sesuai dengan indikasi yang jelas.1

- Terapi kegawatdaruratan, apabila anemia tersebut dikhawatirkan dapat

mengancam jiwa, sehingga harus ditransfusi segera dengan PRC (packed red

cells).

- Terapi khas, khusus untuk terapi terhadap anemia jenis tertentu. Seperti

anemia defisiensi besi dengan pemberian preparat besi, anemia megaloblastik

dengan memberi asam folat, dan sebagainya.

- Terapi untuk mengobati penyakit dasar, untuk mencegah berlangsungnya

anemia berkepanjangan. Misalnya karena penyakit perdarahan haid, atasi

dulu penyakit perdarahannya, atau seperti penyakit cacing tambang, atasi

dulu penyakit tersebut.

- Terapi ex juvantivus, yakni terapi yang diberikan sebelum ditegakkan

diagnosis pasti, namun dalam rangka menegakkan diagnosis tersebut. Terapi

ini harus dipantau dengan ketat, misalnya pada anemia defisiensi besi, diberi

preparat besi, lalu jika membaik berarti memang positif anemia defisiensi

besi, dan sebagainya.

E. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) sama atau melebihi

140 mmHg sistolik dan/sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik pada seseorang

yang tidak sedang minum obat antihipertensi. Penilaian awal klinis hipertensi
37

sebaiknya meliputi tiga hal yaitu klasifikasi hipertensi, menilai risiko

kardiovaskular pasien dan mendeteksi etiologi sekunder hipertensi yang

memerlukan penanganan lebih lanjut.13

Hipertensi ditegakkan apabila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau

tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau pada fasilitas

layanan kesehatan. Berdasarkan pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik,

maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:14

Gambar 2.13 Klasifikasi Tekanan Darah14

2. Epidemiologi

Menurut Riskesdas tahun 2018 penderita hipertensi di Indonesia mencapai

8,4% berdasarkan diagnosa dokter pada penduduk umur ≥ 18 tahun. Berdasarkan

hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk prevalensi penderita hipertensi di

Indonesia adalah sekitar 34,1%, sedangkan pada tahun 2013 hasil prevalensi

penderita hipertensi di Indonesia adalah sekitar 25,8%. Hasil prevalensi dari

pengukuran tekanan darah tahun 2013 hingga tahun 2018 dapat dikatakan

mengalami peningkatan yaitu sekitar 8,3%. Data dari Riskesdas tahun 2018 juga

mengatakan bahwa prevalensi hasil pengukuran darah pada penderita hipertensi

terdapat pada provinsi Kalimantan Selatan dengan prevalensi penderira sekitar


38

44,1% atau lebih tinggi dari rata-rata prevalensi hasil pengukuran darah di

Indonesia.14

3. Faktor Risiko

Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor yang tidak

dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

antara lain umur, jenis kelamin, dan genetik. Faktor risiko yang dapat diubah antara

lain kebiasaan merokok, konsumsi serat, stres, aktivitas fisik, konsumsi garam,

kegemukan, kebiasaan konsumsi alkohol dan dislipidemia.14

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah dimulai

dari jaras saraf simpatis yang berada dipusat vasomotor medula spinalis. Jaras saraf

simpatis dari medula spinalis berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna

medula spinalis menuju ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor disampaikan ke ganglia simpatis melalui impuls yang kemudian neuron

preganglion mengeluarkan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah. Pelepasan norepinefrin akan menyebabkan terjadinya

kontriksi pembuluh darah. Saraf simpatis sebagai perangsang pembuluh darah

sebagai respon terhadap emosi, juga mengakibatkan tambahan pada aktivitas

vasokonstriksi. Medula adrenal mengeluarkan epinefrin, kortisol, dan steroid

lainnya yang menyebabkan vasokonstriks. Vasokonstriksi merangsang pengeluaran

renin akibat penurunan aliran darah ke ginjal. Sekresi renin akan merangsang

pelepasan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angitensin II dan

merangsang korteks adrenal mengeluarkan aldosteron. Hormon aldosteron akan


39

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga meningkatkan

volume intravaskular. Semua mekanisme tersebut mencetuskan terjadinya

peningkatan tekanan darah.14,15

5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-

kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.

Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang

tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan

aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan

akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada

penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran

darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.14

6. Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat

asimptomatik. Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti

berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke arah

hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi

hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala paroksismal,

berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada

anamnesis dapat pula digali mengenai faktor resiko kardiovaskular seperti

merokok, obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dislipidemia, diabetes milletus,

mikroalbuminuria, penurunan laju GFR, dan riwayat keluarga.14


40

Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua

kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥

140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan.

Pemeriksaaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan

posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar.

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi yang telah atau

sedang terjadi seperti pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar

ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis.

Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung berupa elektrokardiografi,

funduskopi, USG ginjal, foto thoraks dan ekokardiografi. Pada kasus dengan

kecurigaan hipertensi sekunder dapat dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan

diagnosis banding yang dibuat.14

7. Tatalaksana

Salah satu pertimbangan untuk memulai terapi medikamentosa adalah nilai

atau ambang tekanan darah. Berdasarkan konsensus penatalaksanaan hipertensi

(PERHI) 2021, target tekanan darah dibagi menjadi 2 kelompok. Pertama target

esensial adalah target penurunan tekanan darah minimal 20/10 mmHg, idealnya

<140/90 mmHg. Kedua target optimal, yaitu apabila usia <65 tahun target tekanan

darahnya <130/80 mmHg jika dapat ditoleransi (idealnya >120/70mmHg). Apabila

usia >65 tahun maka target tekanan darah yakni <140/90 mmHg jika dapat

ditoleransi, pertimbangkan target tekanan darah secara individual dalam konteks

kerentanan pasien dan toleransi terhadap tatalaksana. Target tekanan darah


41

diharapkan dapat tercapai dalam 3 bulan.14 Algoritma terapi obat untuk hipertensi

yaitu:16

- Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat.

Bila memungkinkan dalam bentuk SPC, untuk meningkatkan kepatuhan

pasien.

- Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-

angiotensin system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau

diuretik.

- Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain dianjurkan

bila ada indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal jantung dan

untuk kontrol denyut jantung.

- Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko

rendah (TDS <150mmhg), pasien dengan tekanan darah normal-tinggi dan

berisiko sangat tinggi, pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau ringkih.

- Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau

ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.

- Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten, kecuali ada

kontraindikasi.

- Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum terkendali

dengan kombinasi obat golongan di atas.

Perlu diingat kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan.


42

Gambar 2.14 Algoritma Pemberian Obat Antihipertensi14


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. H

Umur : 40 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Banjar

Status : Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Banjarmasin

MRS : 21 April 2023

No. RMK : 01-50-xx-xx

Ruangan/Bed : Gedung Tulip Lt. III RSUD Ulin Banjarmasin/

PDP9

B. Anamnesis

Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan pada tanggal 16 Mei 2023

pukul 14.00 WITA di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin Gedung

Tulip III.

43
44

Keluhan Utama: Bengkak kedua kaki

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan bengkak di kaki

dan tangan sejak 1 hari SMRS. Bengkak muncul mendadak dan semakin membesar.

Bengkak tidak berkurang jika berduduk ataupun berbaring. Bengkak disertai

dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 bulan SMRS.

Sesak dirasa berkurang saat pasien duduk tetapi bertambah saat pasien berbaring.

Sesak muncul perlahan lahan dan semakin lama semakin memberat. Pasien merasa

dadanya terasa penuh. Pasien terdiagnosis gagal ginjal sejak 1 tahun yang lalu.

Rutin cuci darah 2x seminggu (selasa dan jum’at)

Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala hebat seperti ditekan pada kepala sejak

3 bulan SMRS. Nyeri kepala hilang timbul dan bisa berlangsung hingga 1-3 jam.

Nyeri kepala tidak banyak berkurang saat beristirahat. Nyeri kepala bertambah

berat saat beraktivitas.

Pasien dinyatakan mengalami hipertensi sejak 1 tahun yang lalu. Setelah

meminum obat hipertensi rutin, pasien mengeluhkan badan bengkak ke perawat di

kampung pasien. Kemudian perawat memberikan obat Furosemide untuk

menghilangkan bengkak, lalu pasien menjadi sering kencing dan bengkak

berkurang. Namun setelah itu pasien sempat mengalami kejang-kejang dengan

tekanan darah 236/180 dan dibawa ke IGD RSUD Ulin lalu dirawat selama 2 hari

2 malam. Pasien juga sempat dinyatakan mengalami penyakit jantung 1 tahun yang

lalu dan rawat jalan selama 2 bulan di poli jantung RSUD Ulin.
45

Pasien memiliki keluhan BAB hitam sejak hari perawatan ke-25 di RSUD

Ulin. Konsistensi lunak dan sedikit-sedikit. Pasien BAK hanya melalui kateter urin.

Keluhan BAK berdarah, BAB bercampur darah disangkal oleh pasien

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa (kaki bengkak) sebelumnya 1 tahun SMRS. Riwayat

rawat inap di RSUD Ulin karena kejang dan tekanan darah 236/180 mmHg.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi pada ayah pasien. Keluhan serupa pada keluarga

(bengkak) dan diabetes melitus di keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Pribadi

- Riwayat alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi

makanan, obat-obatan maupun lingkungan

- Riwayat imunisasi : Tidak tahu

- Hobi : Tidak ada hobi khusus

- Olahraga : Jarang olahraga

- Kebiasaan makan : Pasien suka makan-makanan asin

- Merokok : Tidak pernah

- Alkohol : Pasien tidak meminum alkohol

- Riwayat transfusi darah : Tidak pernah

- Riwayat pengobatan : Pasien rutin mengonsumsi Amlodipin 1x10

mg, CaCO3 3x500 mg, asam folat 1x5 mg


46

C. Pemeriksaan Fisik (16 Mei 2023)

1. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

GCS : E4V5M6

Antropometri : BB = 44 kg, TB = 155 cm

Status Gizi : Underweight, IMT = 18,3 kg/m2

2. Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Denyut Nadi : 85 kali/menit, regular, kuat angkat, isi cukup

Frekuensi Nafas : 25 kali/menit, regular

Temperatur Aksila : 36,6 oC

SpO2 : 98% on NC 2 LPM

3. Kulit

Inspeksi : Kulit tampak kuning langsat, tidak terdapat pigmentasi

yang berlebihan, turgor kulit kembali dalam 2 detik, ikterik (-), ptekie (-),

hematom (-), rambut terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.

Palpasi : Nodul (-), atrofi (-)

4. Kepala dan leher

Inspeksi : Bentuk kepala normosefali, pembengkakan leher (-)

Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-), nyeri tekan

pada tiroid dan KGB (-), JVP 5 + 1 cm H2O


47

Auskultasi : Bruit (-)

a. Telinga

Inspeksi : Serumen (+/+) minimal, keluar cairan (-/-)

Palpasi : Nyeri tekan tragus (-/-), massa (-)

b. Hidung

Inspeksi : Septum deviasi (-), mukosa hidung berwana merah muda,

sekret minimal dalam batas normal, perdarahan (-), polip (-)

Palpasi : Nyeri (-)

c. Rongga mulut dan tenggorokan

Inspeksi : Bibir lembab, tidak terdapat hiperemis, leukoplakia (-),

stomatitis (-)

Palpasi : Nyeri (-), massa (-)

d. Mata

Inspeksi : Edema palpebra (-/-), ptosis (-/-). Sklera ikterik (-/-),

konjungtiva pucat (+), mata cekung (-) refleks cahaya langsung dan tidak

langsung (+/+), produksi air mata c ukup, lapang pandang normal

5. Toraks

a. Toraks umum

Inspeksi : Bentuk dada normal, dinding dada tidak ada gerakan dada

yang tertinggal, tumor (-), sikatrik (-), hematom (-), venektasi (-)

Palpasi : Tidak teraba tumor, nyeri tekan (-)


48

b. Paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, pernapasan irama regular

Palpasi : Fremitus fokal

N N

N N

N N

Perkusi :

S S

S S

S S

Auskultasi : Suara napas

V V

V V

V V

Ronki
- -

- -

+ +

Wheezing
- -

- -
49

- -

c. Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra,

thrill (-)

Perkusi :

Batas kanan : ICS V linea parasternal dextra

Batas kiri : ICS VI linea midclavicularis sinistra

Pinggang jantung: ICS III linea parasternal sinistra

Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

6. Abdomen

Inspeksi : Datar, distensi (-), striae (-), sikatrik (-), caput medusae (-),

hernia (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (+) 10x/menit, bruit (-)

Perkusi : Shifting dullness (+), undulasi (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium, hepar, lien dan

massa tidak teraba

7. Ekstremitas

Inspeksi : Gerak sendi ROM B B

T T

palmar eritem (-), flapping tremor (-)


50

Kekuatan 5 5

5 5

edema - -

+ +

Palpasi : Akral hangat (+), nyeri (+/+)

Lingkar paha kanan : 43,5 cm; betis kanan : 34 cm; paha kiri : 41 cm; betis

kiri 25 cm.

8. Rectal Toucher

Massa (-), darah (-), feces (+) berwarna coklat kehitaman, tonus sfingter ani

normal, nyeri (-)

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 20/04/23 24/04/23 27/04/23 29/04/23 Nilai Rujukan

Hemoglobin (g/dl) 6.6 5.0 7.9 8.6 12.0-16.0


Leukosit (ribu/Ul) 5.8 5.6 7.7 7.7 4.0-10.5
Eritrosit (juta/Ul) 2.38 1.71 2.82 2.97 4.00-5.30
Hematokrit (%) 20.7 15.3 23.9 26.1 37.0-47.0
Trombosit (rb/ul) 214 231 225 233 150-450
RDW-CV (%) 18.5 16.5 15.4 14.9 12.1-14.0
MCV (Fl) 87.0 89.5 84.8 87.9 80.0-92.0
MCH (Pg) 27.7 29.2 28.0 29.0 28.0-32.0
MCHC (%) 31.9 32.7 33.1 33.0 33.0-37.0
Basofil% 0.5 0.5 0.5 0.1 0.0-1.0
Eosinofil% 1.7 18 2.1 0.0 1.0-3.0
Neutrofil% 66.8 78.3 81.1 89.9 50.0-81.0
Limfosit% 21.2 13.7 9.3 5.3 20.0-40.0
Monosit% 9.8 5.7 7.0 4.7 2.0-8.0
Basofil# 0.03 0.03 0.04 0.01 <1.00
Eosinofil# 0.10 0.10 0.16 0.00 <3.00
Neutrofil# 3.86 4.39 6.25 6.94 2.50-7.00
51

Limfosit# 1.23 0.77 0.72 0.41 1.25-4.00


Monosit# 0.57 0.32 0.54 0.36 0.30-1.00

Pemeriksaan 20/04/23 24/04/23 27/04/23 29/04/23 Nulai Rujukan


Albumin (g/dl) - - - - 3.5-5.2

SGOT (U/l) 36 - - - 5-34

SGPT (U/l) 23 - - - 0-55

Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu 170 - <200.00
Hepatitis dan Imunoserologi

HbsAg - - - - NR

Anti HCV - - - - NR

Anti HIV Rapid - - - - NR


Hemostasis

Hasil PT (detik) - 11.9 - 13.6 9.9-13.5

INR - 1.11 - 1.28

Control Normal PT - 10.8 - 10.8

Hasil APTT (detik) - 29.2 - 44.3 22.2-37.0

Control Normal APTT - 24.8 - 24.8

D-Dimer (mg/L) - - 3.33 - <0.22


Ginjal

Ureum (mg/dl) 61 - - - 0-50

Kreatinin(mg/dl) 4.47 - - - 0.72-1.25

Pemeriksaan 28/04/23 29/04//23 Nilai Rujukan


Natrium (Meq/L) 134 - 136-145
Kalium (Meq/L) 3.6 - 3.5-5.1
Chlorida (Meq/L) 104 - 98-107
Calcium (mg/dl) - - 8.4-10.0

Pemeriksaan 03/05/23 06/05/23 15/05/23 Nilai Rujukan

Hemoglobin (g/dl) 6.2 8.6 4.0 12.0-16.0


Leukosit (ribu/Ul) 8.1 11.7 16.2 4.0-10.5
Eritrosit (juta/Ul) 2.14 2.97 1.35 4.00-5.30
Hematokrit (%) 19.3 26.4 12.8 37.0-47.0
Trombosit (rb/ul) 257 202 212 150-450
RDW-CV (%) 15.3 15.2 21.0 12.1-14.0
MCV (Fl) 90.2 88.9 94.8 80.0-92.0
MCH (Pg) 29.0 29.0 29.6 28.0-32.0
MCHC (%) 32.1 32.6 31.3 33.0-37.0
52

Basofil% 0.5 0.2 0.1 0.0-1.0


Eosinofil% 1.5 0.4 0.1 1.0-3.0
Neutrofil% 85.6 86.6 93.9 50.0-81.0
Limfosit% 6.7 6.0 2.0 20.0-40.0
Monosit% 5.7 6.8 3.9 2.0-8.0
Basofil# 0.04 0.02 0.01 <1.00
Eosinofil# 0.12 0.05 0.01 <3.00
Neutrofil# 6.91 10.16 15.19 2.50-7.00
Limfosit# 0.54 0.71 0.32 1.25-4.00
Monosit# 0.46 0.80 0.63 0.30-1.00

Nulai
Pemeriksaan 01/05/23 03/05/23 04/05/23 05/05/23 06/05/23
Rujukan
Albumin (g/dl) - - - - 3.5-5.2

SGOT (U/l) - - - - 5-34

SGPT (U/l) - - - - 0-55


Diabetes

Glukosa Darah Sewaktu - - - - <200.00


Hepatitis dan Imunoserologi

HbsAg - - - - - NR

Anti HCV - - - - - NR

Anti HIV Rapid - - - - - NR


Hemostasis

Hasil PT (detik) 11.1 19.0 12.2 12.6 13.6 9.9-13.5

INR 1.03 1.76 1.11 1.18 1.28

Control Normal PT 10.8 10.8 10.8 10.8 10.8

Hasil APTT (detik) 29.3 26.8 40.0 63.6 24.8 22.2-37.0

Control Normal APTT 24.8 24.8 24.8 24.9 24.8

D-Dimer (mg/L) - - - - - <0.22


Ginjal

Ureum (mg/dl) 61 - - - - 0-50


Kreatinin(mg/dl) 4.47 - - - - 0.72-1.25

Nulai
Pemeriksaan 07/05/23 10/05/23 11/05/23 12/05/23 13/05/23
Rujukan
Albumin (g/dl) - - - 3.1 - 3.5-5.2

SGOT (U/l) - - - - - 5-34

SGPT (U/l) - - - - - 0-55


Diabetes

Glukosa Darah Sewaktu - - - - - <200.00


Hepatitis dan Imunoserologi

HbsAg - - - - - NR

Anti HCV - - - - - NR
53

Anti HIV Rapid - - - - - NR


Hemostasis

Hasil PT (detik) 15.1 30.9 29.5 31.7 71.9 9.9-13.5

INR 1.03 3.08 2.93 3.17 7.61

Control Normal PT 10.8 10.8 10.8 10.8 10.8

Hasil APTT (detik) 42.8 >100.0 32.9 >100.0 216.5 22.2-37.0

Control Normal APTT 24.8 24.8 24.8 24.9 24.8

D-Dimer (mg/L) - - - - - <0.22


Ginjal

Ureum (mg/dl) - - - - - 0-50


Kreatinin(mg/dl) - - - - - 0.72-1.25

Nulai Ruj
Pemeriksaan 14/05/23 10/05/23 11/05/23 12/05/23 13/05/23
ukan
Albumin (g/dl) - - - 3.1 - 3.5-5.2

SGOT (U/l) - - - - - 5-34

SGPT (U/l) - - - - - 0-55


Diabetes

Glukosa Darah Sewaktu - - - - - <200.00


Hepatitis dan Imunoserologi

HbsAg - - - - - NR

Anti HCV - - - - - NR

Anti HIV Rapid - - - - - NR


Hemostasis

Hasil PT (detik) 44.0 30.9 29.5 31.7 71.9 9.9-13.5

INR 4.49 3.08 2.93 3.17 7.61

Control Normal PT 10.8 10.8 10.8 10.8 10.8

Hasil APTT (detik) 201.4 >100.0 32.9 >100.0 216.5 22.2-37.0

Control Normal APTT 24.8 24.8 24.8 24.9 24.8

D-Dimer (mg/L) - - - - - <0.22


Ginjal

Ureum (mg/dl) - - - - - 0-50

Kreatinin(mg/dl) - - - - - 0.72-1.25
54

b. Chest X-Ray (26/04/23-RSUD Ulin)

Gambar 3.1 Hasil Pemeriksaan Chest X-Ray

Foto Thorax AP :

- Cor batas kanan berselubung


- Sinus diafragma kiri normal
- Pulmo :
- Hilus normal
- Corakan broncovascular normal
- Tak tampak infiltrate/konsolidasi/nodul
- Skeletal normal
- Soft tissue normal
Kesan : Efusi pleura kanan, tak tampak pneumonia
55

c. EKG (RSUD Ulin)

Gambar 3.2 Hasil Pemeriksaan EKG

Frekuensi 100x/menit, regular, irama sinus, normoaxis, gelombang P tinggi

0,02s, lebar 0.08s, interval PR normal, komplek QRS durasi sempit, Q

patologi (-), LBBB (-) RBBB (-), RVH (-), LVH (-), ST elevasi (-).

Kesimpulan: Frekuensi 100x/menit, irama sinus, normoaxis.


56

d. USG Doppler (09/05/23-RSUD Ulin)

Gambar 3.3 Hasil Pemeriksaan USG Dopler Inferior

Arteri :

SFFA proximal-distal: spectral triphasic SFFA proximal-distal, popliteal regular

flow.
57

Tak tampak stenosis/oklusi.

Vena-vena :

Vena femoralis communis, vena-vena femoralis superficial, v. popliteal non

compressible

Kesimpulan : DVT akut di daerah SFF vein dan popliteal vein dextra. Tak

tampak PAOD.

E. Resume Medik

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan bengkak di kaki

dan tangan sejak 1 hari SMRS. Bengkak muncul mendadak dan semakin membesar.

Bengkak tidak berkurang jika berduduk ataupun berbaring. Bengkak disertai

dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 bulan SMRS.

Sesak dirasa berkurang saat pasien duduk tetapi bertambah saat pasien berbaring.

Sesak muncul perlahan lahan dan semakin lama semakin memberat. Pasien merasa

dadanya terasa penuh. Pasien terdiagnosis gagal ginjal sejak 1 tahun yang lalu.

Rutin cuci darah 2x seminggu (selasa dan jum’at)

Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala hebat seperti ditekan pada kepala sejak

3 bulan SMRS. Nyeri kepala hilang timbul dan bisa berlangsung hingga 1-3 jam.

Nyeri kepala tidak banyak berkurang saat beristirahat. Nyeri kepala bertambah

berat saat beraktivitas.

Pasien dinyatakan mengalami hipertensi sejak 1 tahun yang lalu. Setelah

meminum obat hipertensi rutin, pasien mengeluhkan badan bengkak ke perawat di

kampung pasien. Kemudian perawat memberikan obat Furosemide untuk


58

menghilangkan bengkak, lalu pasien menjadi sering kencing dan bengkak

berkurang. Namun setelah itu pasien sempat mengalami kejang-kejang dengan

tekanan darah 236/180 dan dibawa ke IGD RSUD Ulin lalu dirawat selama 2 hari

2 malam. Pasien juga sempat dinyatakan mengalami penyakit jantung 1 tahun yang

lalu dan rawat jalan selama 2 bulan di poli jantung RSUD Ulin.

Pasien memiliki keluhan BAB hitam sejak hari perawatan ke-25 di RSUD

Ulin. Konsistensi lunak dan sedikit-sedikit. Pasien BAK hanya melalui kateter urin.

Keluhan BAK berdarah, BAB bercampur darah disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa (kaki bengkak) sebelumnya 1 tahun SMRS. Riwayat

rawat inap di RSUD Ulin karena kejang dan tekanan darah 236/180 mmHg.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi pada ayah pasien. Keluhan serupa pada keluarga

(bengkak) dan diabetes melitus di keluarga disangkal oleh pasien.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, IMT normal,

tekanan darah 110/70, denyut nadi 85x/menit, kuat angkat, regular, frekuensi napas

25 x/menit, temperatur aksila 36.6 oC dan SpO2 98% on NK 2 lpm, JVP 5 + 1 cm

H2O, kepala leher dalam batas normal. Konjungtiva anemis ODS. Pemeriksaan

auskultasi paru suara nafas (VVV/VVV), ronkhi (- - + / - - +). Ekstremitas: ROM

ekstremitas bawah terbatas, nyeri tekan (+/+), edema ekstremitas bawah (+/+),

lingkar paha kanan : 43,5 cm; betis kanan : 34 cm; paha kiri : 41 cm; betis kiri 25

cm. Rectal toucher feces (+) berwarna coklat kehitaman.


59

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normositik normokromik,

pemanjangan faal hemostasis, peningkatan fungsi ginjal. Pemeriksaan chest X-Ray

efusi pleura kanan. Pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus, frekuensi 100

x/menit, regular, irama sinus, normoaxis, kesan normal. Hasil USG Doppler

menunjukkan DVT akut di daerah SFF vein dan popliteal vein dextra. Tak tampak

PAOD.

F. Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

pasien di diagnosis dengan “Deep Vein Thrombosis Femoral et Popliteal Dextra +

Melena due to Heparin Induced + Shorthness of Breath + CKD Stage V On Routine

HD + Severe Anemia NN + Efusi Pleura + Hipertension on Treatment”

G. Daftar Masalah

Tabel 3.2. Daftar Masalah

No. Masalah Data Pendukung


1. Deep vein thrombosis femoral et Anamnesis:
popliteal dekstra Bengkak di kaki dan tangan sejak 1 hari
SMRS. Bengkak muncul mendadak
dan semakin membesar. Bengkak tidak
berkurang jika berduduk ataupun
berbaring.
Pemeriksaan Fisik:
Ekstremitas: ROM ekstremitas bawah
terbatas, nyeri tekan (+/+), edema
ekstremitas bawah (+/+), lingkar paha
kanan : 43,5 cm; betis kanan : 34 cm; paha
kiri : 41 cm; betis kiri 25 cm.
Pemeriksaan Penunjang:
USG Doppler menunjukkan DVT akut di
daerah SFF vein dan popliteal vein dextra.
Tak tampak PAOD.
60

2. Melena dt heparin induced Anamnesis:


Pasien BAB hitam sejak hari perawatan
ke-25 di RSUD Ulin. Konsistensi lunak
dan sedikit-sedikit.
Pemeriksaan Fisik:
Rectal Toucher: feces (+) coklat kehitaman

3. Short of Breathness Anamnesis:


3.1. Dt pulmonary embolism Sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 bulan
3.2. ADHF SMRS. Sesak dirasa berkurang saat pasien
3.3. Dt severe anemia duduk tetapi bertambah saat pasien
berbaring. Sesak muncul perlahan lahan
dan semakin lama semakin memberat.
Pasien merasa dadanya terasa penuh.
Pasien terdiagnosis gagal ginjal sejak 1
tahun yang lalu. Rutin cuci darah 2x
seminggu (selasa dan jum’at)
Pemeriksaan Fisik:
Pulmo (auskultasi): ronkhi (- - + / - - +)
Pemeriksaan Penunjang:
USG Doppler menunjukkan DVT akut di
daerah SFF vein dan popliteal vein dextra.
Tak tampak PAOD.
Ur/Cr (20/04/2023) : 61/4.47
Hb (15/05/23): 4.0 g/dl
4. CKD stage V on routine HD Anamnesis:
Pasien terdiagnosis gagal ginjal sejak 1
tahun yang lalu. Rutin cuci darah 2x
seminggu (selasa dan jum’at).
Pemeriksaan Penunjang:
Ur/Cr (20/04/2023) : 61/4.47
5. Severe anemia normocytic Anamnaesis:
normochromic Pasien memiliki keluhan BAB hitam sejak
5.1. Blood loss hari perawatan ke-25 di RSUD Ulin.
5.2. Renal disease Konsistensi lunak dan sedikit-sedikit.
Pemeriksaan Fisik:
Konjungtiva pucat (+), rectal toucher:
feces (+) coklat kehitaman
Pemeriksaan Penunjang:
Hb (15/05/23): 4.0 g/dl
6. Efusi pleura Anamnaesis:
Sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 bulan
SMRS. Sesak dirasa berkurang saat pasien
duduk tetapi bertambah saat pasien
berbaring. Sesak muncul perlahan lahan
dan semakin lama semakin memberat.
Pemeriksaan Fisik
Pulmo (auskultasi): ronkhi (- - + / - - +)

Pemeriksaan Penunjang:
61

X-Ray toraks kesan efusi pleura kanan

7. Hipertensi on treatment Anamnesis


Pasien dinyatakan mengalami hipertensi
sejak 1 tahun yang lalu. Setelah meminum
obat hipertensi rutin.
Pasien memiliki riwayat mengalami
kejang-kejang dengan tekanan darah
236/180 dan dibawa ke IGD RSUD
Ulin
Pemeriksaan Fisik
TD: 110/70 mmHg

H. Rencana Awal

Tabel 3.3. Rencana Awal

No Masalah Rencana Rencana Rencana Rencana Edukasi


. Diagnosis Terapi Monitoring
1. Deep vein - - Drip Heparin - Monitoring KIE pasien dan
thrombosis 600 IU/jam keluhan keluarga untuk
femoral et utama mengenai kondisi
popliteal dekstra (bengkak pasien dan
pada tatalaksana yang
ekstremitas diberikan
bawah) KIE pasien dan
- Monitoring keluarga
Tanda vital mengenai
dan tanda- komplikasi yang
tanda mungkin terjadi
perdarahan akibat penyakit
dan pengobatan
2. Melena dt Endoskopi Nonfarmakolo - Cek KIE pasien
heparin induced gi keadaan mengenai
- Pasang NGT umum dan penyebab
tanda vital penyakit
(TD, HR)
- Monitoring
Farmakologi pucat dan
- Drip BAB hitam
lansoprazole
6mg/jam

3. Short of - Pulmonary Nonfarmakolo Monitoring KIE pasien dan


Breathness angiograph gi RR dan keluarga
y - O2 (SpO2 keluhan sesak mengenai kondisi
>95%)
62

3.1. Dt - Echocardio Farmakologi pasien dan terapi


pulmonary graphy - Drip Heparin yang diberikan
embolism - 600 IU/jam
3.2. ADHF -
3.3. Dt severe
anemia
4. CKD stage V on - - Diet : - Monitoring KIE pasien dan
routine HD Diet Renal dan TTV pasien keluarga
DM 1500 - Cek UL mengenai kondisi
kkal/hari evaluasi pasien
Diet rendah - Monitoring KIE pasien dan
garam <5 urine keluarga untuk
g/hari output, memantau
Diet protein 1- balance minum/cairan
1.2 cairan yang dikonsumsi
g/kgBB/hari - Monitoring
Ur/Cr/K
PO: - Monitoring
CaCO3 EKG
3x500mg
Asam folat
1x5 mg

Terapi lain:
HD rutin
(selasa dan
jum’at
5. Severe anemia - - transfusi -Tanda dan KIE pasien dan
normocytic PRC 4 kolf gejala anemis keluarga
normochromic -Evaluasi Hb mengenai kondisi
5.1. Blood post koreksi pasien
loss
5.2. Renal
disease
6. Efusi pleura - O2 (SpO2 - Monitoring - Edukasi pasien
<95%0 keluhan dan keluarga
Pungsi pleura sesak mengenai kondisi
- Monitoring pasien
tanda vital
(RR, SpO2)
7. Hipertensi on - PO amlodipin -Monitoring Edukasi pasien
treatment 1x10mg tanda vital dan keluarga
PO uperio (tensi) mengenai kondisi
2x50 mg pasien.
63

I. Follow Up

Tabel 3.4. Follow Up

20/04/23 (HP0) 21/04/23 (HP1)

Subjective Sesak (+), kaki kanan bengkak Sesak (<), nyeri pada paha kanan (+)
(+), batuk (+), mual muntah (+)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 130/80 mmHg Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit Nadi : 73 x/menit
Frek. Nafas: 26 x/menit Frek. Nafas: 18 x/menit
Suhu : 36,5 oC Suhu : 37,1 oC
SpO2 : 96% room air SpO2 : 100% on NC 5 LPM
Input : 600 cc
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik UO : 400 cc
(-) IWL : 660 cc
Tho: Rh di basal paru (+/+), wh BC : -460 cc/24 jam
(-), S1 S2 tunggal, murmur (-),
gallop (-) K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
Abd: BU (+), NT (-), shifting Tho: Rh di basal paru (+/+), wh (-), S1
dullnes (+), undulasi (-). S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Eks: akral hangat (+), edema Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
ekstremitas inferior (+/+), (+), undulasi (-).
hematoma a/r femur D Eks: akral hangat (+), edema
RT: Massa (-), darah (-), feces ekstremitas inferior (+/+), hematoma
(+), tonus sfingter ani normal, a/r femur D
nyeri (-)

Assesment 1. SoB 1. SoB


1.1 Efusi pleura 1.1 Efusi pleura
1.2 ADHF wet warm Forester 1.2 ADHF wet warm Forester II
II 1.3 Related to anxietas
1.3 Related to anxietas 2. HfrEF (EF 35%) FC III
2. HfrEF (EF 35%) FC III 3. Anemia NN dt renal disease
3. Anemia NN dt renal 4. Pain + hematoma a/r femur
disease dextra dt HD
4. Pain + hematoma a/r femur 5. CKD stage V on HD 2x
dextra dt HD seminggu (Selasa-Jumat)
5. CKD stage V on HD 2x 6. HT on treatment
seminggu (Selasa-Jumat) 7. GAD on treatment
6. HT on treatment
7. GAD on treatment
Planning - O2 NC 2-4 LPM, target SpO2 - O2 NC 2-4 LPM, target SpO2
>95% >95%
64

- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari


- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Transfusi PRC 1 kolf pre HD - Transfusi PRC 1 kolf pre HD, 2
- Inj. Lansoprazole 30 mg/24 kolf durante HD
jam - Inj. Lansoprazole 30 mg/24 jam
- Inj. Metocloperamide 10 mg - Inj. Metocloperamide 10 mg KP
KP - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. CPG 1x75 mg
- Po. CPG 1x75 mg - Po. PCT 500 mg KP
- Po. PCT 500 mg KP - Salep trombopop 2x1
- Salep trombopop 2x1 - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
- Terapi psikiatri: Po. 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
Risperidon 1x1 mg + fluoxetine 1x10 mg
lorazepam 1x20 mg + Plan:
fluoxetine 1x10 mg - Raber Nefro
- Co. pulmo untuk pertimbangan
pungsi cairan pleura
- Kompres hangat a/r femur D

22/04/23 (HP2) 23/04/23 (HP3)

Subjective Sesak berkurang Sesak berkurang

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 140/90 mmHg Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 81 x/menit Nadi : 72 x/menit
Frek. Nafas: 26 x/menit Frek. Nafas: 20 x/menit
Suhu : 36,2 oC Suhu : 37,6 oC
SpO2 : 97% on NC 3 LPM SpO2 : 100% on NC 10 LPM
GDS : 131 GDS : 91
Input : 440 Input : 200 cc
UO : 0 UO : 0
IWL : 660 cc IWL : 660 cc
BC : -220 cc/24 jam BC : -460 cc/24 jam

K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
(-) Tho: Rh di basal paru (+/+), wh (-), S1
Tho: Rh di basal paru (+/+), wh S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
(-), S1 S2 tunggal, murmur (-), Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
gallop (-) (+), undulasi (-).
Abd: BU (+), NT (-), shifting
dullnes (+), undulasi (-).
65

Eks: akral hangat (+), edema Eks: akral hangat (+), edema
ekstremitas inferior (+/+), ekstremitas inferior (+/+), hematoma
hematoma a/r femur D a/r femur D

Assesment 1. SoB 1. SoB


1.1 Efusi pleura 1.1 Efusi pleura
1.2 ADHF wet warm Forester 1.2 ADHF wet warm Forester II
II 1.3 Related to anxietas
1.3 Related to anxietas 2. HfrEF (EF 35%) FC III
2. HfrEF (EF 35%) FC III 3. Anemia NN dt renal disease
3. Anemia NN dt renal disease 4. Pain + hematoma a/r femur
4. Pain + hematoma a/r femur dextra dt HD
dextra dt HD 5. CKD stage V on HD 2x
5. CKD stage V on HD 2x seminggu (Selasa-Jumat)
seminggu (Selasa-Jumat) 6. HT on treatment
6. HT on treatment 7. GAD on treatment
7. GAD on treatment
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Transfusi PRC 1 kolf pre HD, - Tramadol drip 100 mg/8 jam KP
2 kolf durante HD - Po. Asam folat 1x5 mg
- Inj. Lansoprazole 30 mg/24 - Po. CaCO3 3x500 mg
jam - Po. Uperio 3x50 mg
- Inj. Metocloperamide 10 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
KP - Po. CPG 1x75 mg
- Tramadol drip 50 mg KP - Po. PCT 500 mg KP
- Po. Asam folat 1x5 mg - Salep trombopop 2x1
- Po. CaCO3 3x500 mg - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
- Po. Uperio 3x50 mg 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
- Po. Amlodipin 1x10 mg fluoxetine 1x10 mg
- Po. CPG 1x75 mg Plan:
- Po. PCT 500 mg KP - Raber nefro
- Salep trombopop 2x1 - Kompres hangat a/r femur D
- Terapi psikiatri: Po. - HD Senin
Risperidon 1x1 mg +
lorazepam 1x20 mg +
fluoxetine 1x10 mg
Plan:
- Cek cairan pleura
- Cek albumin
66

24/04/23 (HP4) 25/04/23 (HP5)

Subjective Sesak berkurang, nyeri Sesak berkurang


berkurang, bengkak di paha
kanan berkurang

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 160/100 mmHg Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 90 x/menit Nadi : 72 x/menit
Frek. Nafas: 22 x/menit Frek. Nafas: 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC Suhu : 37,6 oC
SpO2 : 98% on NC 3 LPM SpO2 : 100% on NC 10 LPM
GDS : 147 GDS : 91
Input : 200 cc
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik UO : 0
(-) IWL : 660 cc
Tho: Rh di basal paru (+/+), wh BC : -460 cc/24 jam
(-), S1 S2 tunggal, murmur (-),
gallop (-) K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
Abd: BU (+), NT (-), shifting Tho: Rh di basal paru (+/+), wh (-), S1
dullnes (+), undulasi (-). S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Eks: akral hangat (+), edema Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
ekstremitas inferior (+/+), (+), undulasi (-).
hematoma a/r femur D Eks: akral hangat (+), edema
ekstremitas inferior (+/+), hematoma
a/r femur D

Assesment 1. SoB 1. SoB


1.1 Efusi pleura 1.1 Efusi pleura
1.2 ADHF wet warm Forester 1.2 ADHF wet warm Forester II
II 1.3 Related to anxietas
1.3 Related to anxietas 2. HfrEF (EF 35%) FC III
2. HfrEF (EF 35%) FC III 3. Anemia NN dt renal disease
3. Anemia NN dt renal disease 4. Pain + hematoma a/r femur
4. Pain + hematoma a/r femur dextra dt HD
dextra dt HD 5. CKD stage V on HD 2x
5. CKD stage V on HD 2x seminggu (Selasa-Jumat)
seminggu (Selasa-Jumat) 6. HT on treatment
6. HT on treatment 7. GAD on treatment
7. GAD on treatment
Planning - O2 supp - O2 spp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Transfusi PRC 1 kolf pre HD, - Transfusi PRC 1 kolf pre HD, 2
2 kolf durante HD kolf durante HD
- Inj. Lansoprazole 30 mg/24 jam
67

- Inj. Lansoprazole 30 mg/24 - Inj. Metocloperamide 10 mg KP


jam - Tramadol drip 100 mg/8 jam KP
- Inj. Metocloperamide 10 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
KP - Po. CaCO3 3x500 mg
- Tramadol drip 100 mg/8 jam - Po. Uperio 3x50 mg
KP - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. CPG 1x75 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. PCT 500 mg KP
- Po. Uperio 3x50 mg - Salep trombopop 2x1
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
- Po. Amlodipin 1x10 mg 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
- Po. CPG 1x75 mg fluoxetine 1x10 mg
- Po. PCT 3x500 mg Plan:
- Salep trombopop 2x1 - Raber nefro
- Terapi psikiatri: Po. - Kompres hangat a/r femur D
Risperidon 1x1 mg + - HD Senin
lorazepam 1x20 mg +
fluoxetine 1x10 mg
Plan:
- Raber nefro ->HD Kembali
seperti semula
- Kompres hangat pada
bagian femoral
- Raber pulmo
- DR post transfusi

26/04/23 (HP6) 27/04/23 (HP7)

Subjective Akses CDL kemarin hanya Sesak (-), nyeri pada tungkai kiri,
berlangsung 1 jam karena akses bengkak membesar
CDL tersumbat. Nyeri di paha
kanan (+)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 170/110 mmHg Tekanan darah : 160/120 mmHg
Nadi : 89 x/menit Nadi : 88 x/menit
Frek. Nafas: 23 x/menit Frek. Nafas: 21 x/menit
Suhu : 36,6 oC Suhu : 36,8 oC
SpO2 : 98% on SM 8 LPM SpO2 : 99% on NC 5 LPM
GDS : 120 GDS : 112

K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik (-)
(-) Tho: Rh di basal paru (+/-), wh (-), S1
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
) (+), undulasi (-).
68

Abd: BU (+), NT (-), shifting Eks: akral hangat (+), edema


dullnes (+), undulasi (-). ekstremitas inferior (+/-), nyeri (+)
Eks: akral hangat (+), edema
ekstremitas inferior (+/-),
terpasang CDL a/r subclavia D,
hematoma a/r femur D
Assesment 1. SoB 1. SoB
1.1 ADHF wet warm Forester 1.1 ADHF wet warm Forester II
II 1.2 Efusi pleura D post pungsi
1.2 Efusi pleura D post pungsi 2. HfrEF (EF 35%) FC III
2. HfrEF (EF 35%) FC III 3. CKD stage V on HD
3. Anemia NN dt renal disease 4. Anemia NN dt renal disease
4. Pain + hematoma a/r femur 5. Unilateral leg swelling
dextra dt HD 5.1 DVT
5. CKD stage V on HD 2x 5.2 Lymphedema
seminggu (Selasa-Jumat) 6. HT on treatment
6. HT on treatment 7. GAD on treatment
7. GAD on treatment
8. Pain a/r CDL dt CDL
malfunction
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Transfusi PRC 1 kolf post - Tramadol drip 100 mg/8 jam KP
HD - Inj. Heparin 5000 IU/12 jam
- Inj. Metocloperamide 10 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
KP - Po. CaCO3 3x500 mg
- Tramadol drip 100 mg/8 jam - Po. Uperio 3x50 mg
KP - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. CPG 1x75 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. PCT 500 mg KP
- Po. Uperio 3x50 mg - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
- Po. Clonidin 3x0,15 mg 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
- Po. Amlodipin 1x10 mg fluoxetine 1x10 mg
- Po. CPG 1x75 mg Plan:
- Po. PCT 3x500 mg - Raber pulmo
- Salep trombopop 2x1 - Cek DR dan D-Dimr
- Terapi psikiatri: Po. - HD besok
Risperidon 1x1 mg +
lorazepam 1x20 mg +
fluoxetine 1x10 mg
Plan:
- Raber pulmo
- Konsul ulang anestesi u/
evaluasi patensi CDL
- Ro thorax post HD untuk
evaluasi efusi
69

28/04/23 (HP8) 29/04/23 (HP9)

Subjective Sesak (+), nyeri pada kaki Bengkak berkurang, nyeri bertambah,
berkurang perdarahan (+)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 140/100 mmHg Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 87 x/menit Nadi : 112 x/menit
Frek. Nafas: 23 x/menit Frek. Nafas: 23 x/menit
Suhu : 36,6 oC Suhu : 36,7 oC
SpO2 : 99% on NC 8 LPM SpO2 : 99% on NC 5 LPM
GDS : 122 GDS : 108
UO : 50 cc/24 jam
Diu : 0,04 cc/kg/jam K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik (-)
Tho: SN Ves, rh (-) wh (-), S1 S2
K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik tunggal, murmur (-), gallop (-)
(-) Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 (+), undulasi (-).
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- Eks: akral hangat (+), edema
) ekstremitas inferior (+/-), nyeri tekan
Abd: BU (+), NT (-), shifting (+)
dullnes (+), undulasi (-).
Eks: akral hangat (+/-), edema
ekstremitas inferior (+/-), nyeri
tekan (+)
Assesment 1. SoB 1. SoB
1.1 ADHF wet warm Forester 1.1 ADHF wet warm Forester II
II 1.2 Efusi pleura D post pungsi
1.2 Efusi pleura D post pungsi 2. HfrEF (EF 35%) FC III
2. HfrEF (EF 35%) FC III 3. CKD stage V on HD
3. CKD stage V on HD 4. Anemia NN dt renal disease
4. Anemia NN dt renal disease 5. Unilateral leg swelling
5. Unilateral leg swelling 5.1 DVT
5.1 DVT 5.2 CVI
5.2 CVI 6. HT on treatment
6. HT on treatment 7. GAD on treatment
7. GAD on treatment
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Tramadol drip 100 mg/8 jam - Inj. Heparin 5000 IU/12 jam
- Inj. Heparin 5000 IU/12 jam - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
70

- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg


- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. CPG 1x75 mg
- Po. CPG 1x75 mg - Po. PCT 3x500 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. MST 3x10 mg
- Terapi psikiatri: Po. - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
Risperidon 1x1 mg + 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
lorazepam 1x20 mg + fluoxetine 1x10 mg
fluoxetine 1x10 mg Plan:
Plan: - Raber pulmo
- Raber pulmo - R/ USG doppler extr. Bawah D
- HD hari ini - PT/APTT/INR cito
- R/ USG doppler

01/05/23 (HP11) 02/05/23 (HP12)

Subjective Sesak berkurang, kaki bengkak, Bengkak berkurang, nyeri bertambah,


perdarahan tidak ada lagi perdarahan (+)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 120/90 mmHg Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 72 x/menit Nadi : 91 x/menit
Frek. Nafas: 18 x/menit Frek. Nafas: 21 x/menit
Suhu : 36,6 oC Suhu : 36,5 oC
SpO2 : 99% on NC 8 LPM SpO2 : 98% on SM 10 LPM
GDS : 100 GDS : 231
Input : 400 cc
Output : 710 cc K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik (-)
BC : -310 cc Tho: SN Ves, rh (-) wh (-), S1 S2
tunggal, murmur (-), gallop (-)
K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
(-) (+), undulasi (-).
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 Eks: akral hangat (+), edema
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- ekstremitas inferior (+/-), nyeri tekan
) (+)
Abd: BU (+), NT (-), shifting
dullnes (+), undulasi (-).
Eks: akral hangat (+/-), edema
ekstremitas inferior (+/-), nyeri
tekan (+)
Assesment 1. SoB 1. SoB
1.1 ADHF wet warm Forester 1.1 ADHF wet warm Forester II
II 1.2 Efusi pleura D post pungsi
1.2 Efusi pleura D post pungsi 2. HfrEF (EF 35%) FC III
2. HfrEF (EF 35%) FC III 3. CKD stage V on HD
3. CKD stage V on HD 4. Anemia NN dt renal disease
4. Anemia NN dt renal disease 5. Unilateral leg swelling
71

5. Unilateral leg swelling 5.1 DVT


5.1 DVT 5.2 CVI
5.2 CVI 6. HT on treatment
6. HT on treatment 7. GAD on treatment
7. GAD on treatment
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. CPG 1x75 mg - Po. CPG 1x75 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. PCT 3x500 mg
- Po. MST 3x10 mg - Po. MST 3x10 mg
- Terapi psikiatri: Po. - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
Risperidon 1x1 mg + 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
lorazepam 1x20 mg + fluoxetine 1x10 mg
fluoxetine 1x10 mg Plan:
- Profilaksis heparin post HD
- Lacak jadwal USG doppler

03/05/23 (HP13) 04/05/23 (HP14)

Subjective Sesak berkurang, kaki bengkak Sesak napas, lemas, pucat, akses CDL
(+), nyeri berkurang. Akses macet
CDL bermasalah saat HD

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 130/80 mmHg Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 73 x/menit Nadi : 80 x/menit
Frek. Nafas: 20 x/menit Frek. Nafas: 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC Suhu : 37,0 oC
SpO2 : 99% on NC 3 LPM SpO2 : 98% on NC 2 LPM
GDS : 107 UO : 50 cc/24 jam
Input : 450 cc BC : -210 cc
Output : 710 cc
BC : -260 cc K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
Tho: SN Ves, rh (-) wh (-), S1 S2
K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik tunggal, murmur (-), gallop (-)
(-) Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
(+), undulasi (-).
72

Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (+/-), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
) (+/-)
Abd: BU (+), NT (-), shifting
dullnes (+), undulasi (-).
Eks: akral hangat (+/-), edema
ekstremitas inferior (+/-), nyeri
tekan (+)
Assesment 1. CKD stage V on HD routine 1. CKD stage V on HD routine 2x
2x (Selasa-Jumat) (Selasa-Jumat)
2. ADHF wet warm Forrester II 2. ADHF wet warm Forrester II
(improved) (improved)
3. HFrEF (35%) Stage FC III 3. HFrEF (35%) Stage FC III
4. Efusi pleura D post pungsi 4. Efusi pleura D post pungsi
5. Unilateral leg swelling 5. Unilateral leg swelling
5.1 DVT 5.1 DVT
5.2 CVI 5.2 CVI
6. Anemia NN 6. Anemia NN
7. HT on treatment 7. HT on treatment
8. GAD on treatment 8. GAD on treatment
9. CDL malfunction 9. CDL malfunction
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Extra drip tramadol 100 mg - Extra drip tramadol 100 mg KP
KP - Inj. Heparin bolus 4000 IU IV,
- Inj. Heparin 2x5000 IU lanjut drip continuous 900 IU/jam
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. CPG 1x75 mg - Po. CPG 1x75 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. PCT 3x500 mg
- Po. Tramadol 3x50 mg - Po. Tramadol 3x50 mg
- Terapi psikiatri: Po. - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
Risperidon 1x1 mg + 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
lorazepam 1x20 mg + fluoxetine 1x10 mg
fluoxetine 1x10 mg Plan:
- Cek PT, aPTT
- HD besok
- Transfusi 1 kolf pre HD dan 2 kolf
durante HD
- USG doppler (06/06/23)
73

05/05/23 (HP15) 06/05/23 (HP16)

Subjective Sesak (-), tanda perdarahan (-) Tanda perdarahan (-), HD tuntas,
bengkak kaki kanan (+)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 160/100 mmHg Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 93 x/menit Nadi : 70 x/menit
Frek. Nafas: 19 x/menit Frek. Nafas: 24 x/menit
Suhu : 36,0 oC Suhu : 37,0 oC
SpO2 : 99% on NC 2 LPM SpO2 : 95% on NC 5 LPM
GDS : 99 Intput : 650 cc/24 jam
Input : 650 cc Output : 750 cc/24 jam
Output : 710 cc BC : -60 cc
BC : -60 cc
K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik (-)
K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik Tho: SN Ves, rh (-) wh (-), S1 S2
(-) tunggal, murmur (-), gallop (-)
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (+), undulasi (-).
) Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
Abd: BU (+), NT (-), shifting (+/-), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
dullnes (+), undulasi (-). (+/-)
Eks: Inf.: akral hangat (+/-),
edema (+/-), nyeri tekan (+/-),
ROM terbatas (+/-)
Assesment 1. CKD stage V on HD 1. CKD stage V on HD routine 2x
routine 2x (Selasa-Jumat) (Selasa-Jumat)
2. ADHF wet warm Forrester 2. Unilateral leg swelling
II (improved) 2.1 DVT
3. HFrEF (35%) Stage FC III 2.2 CVI
4. Efusi pleura D post pungsi 3. HFrEF (35%) Stage FC III
5. Unilateral leg swelling 4. Efusi pleura D post pungsi
5.1 DVT 5. Anemia NN ec blood loss dd renal
5.2 CVI disease
6. Anemia NN 6. HT on treatment
7. HT on treatment 7. GAD on treatment
8. GAD on treatment 8. Post CDL repair
9. CDL malfunction
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Extra drip tramadol 100 mg - Extra drip tramadol 100 mg KP
KP - Drip heparin 1400 IU 30 tpm
mikrodrip
74

- Drip heparin 1400 IU 30 tpm - Po. Asam folat 1x5 mg


mikrodrip - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. CPG 1x75 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. PCT 3x500 mg
- Po. CPG 1x75 mg - Po. Warfarin 3x500 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
- Po. Warfarin 3x500 mg 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
- Terapi psikiatri: Po. fluoxetine 1x10 mg
Risperidon 1x1 mg + Plan:
lorazepam 1x20 mg + - Co. BTKV
fluoxetine 1x10 mg
Plan:
- Cek PT, aPTT
- USG doppler (06/06/23)
- DR evaluasi besok

08/05/23 (HP18) 09/05/23 (HP19)

Subjective Nyeri pada tungkai (+), bengkak Sesak napas hilang timbul, gejala
berkurang, sesak (-), demam (-) perdarahan (-)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 170/100 mmHg Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 105 x/menit Nadi : 95 x/menit
Frek. Nafas: 24 x/menit Frek. Nafas: 24 x/menit
Suhu : 36,9 oC Suhu : 36,9 oC
SpO2 : 98% on NC 5 LPM SpO2 : 99% on NC 2 LPM
GDS : 102 Intput : 650 cc/24 jam
Input : 600 cc Output : 750 cc/24 jam
Output : 710 cc BC : -60 cc
BC : -110 cc
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik Tho: SN Ves, rh (-) wh (-), S1 S2
(-) tunggal, murmur (-), gallop (-)
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (+), undulasi (-).
) Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
Abd: BU (+), NT (-), shifting (+/-), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
dullnes (+), undulasi (-). (+/-)
Eks: Inf.: akral hangat (+/-),
edema (+/-), nyeri tekan (+/-),
ROM terbatas (+/-)
75

Assesment 1. CKD stage V on HD 1. CKD stage V on HD routine 2x


routine 2x (Selasa-Jumat) (Selasa-Jumat)
2. Unilateral leg swelling 2. Unilateral leg swelling
2.1 DVT 2.1 DVT
2.2 CVI 2.2 CVI
3. HFrEF (35%) Stage FC III 3. HFrEF (35%) Stage FC III
4. Efusi pleura D post pungsi 4. Efusi pleura D post pungsi
5. Moderate anemia NN ec 5. Moderate anemia NN ec blood loss
blood loss dd renal disease dd renal disease
6. HT on treatment 6. HT on treatment
7. GAD on treatment 7. GAD on treatment
8. Post CDL repair 8. Post CDL repair
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Extra drip tramadol 100 mg - Extra drip tramadol 100 mg KP
KP - Drip heparin 4000 IU, lanjut drip
- Drip heparin 1400 IU 30 tpm 900 IU/jam
mikrodrip - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. ISDN 3x5 mg
- Po. CPG 1x75 mg - Po. PCT 3x500 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. Warfarin 0-0-2 mg
- Po. Warfarin 3x500 mg - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
- Terapi psikiatri: Po. 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
Risperidon 1x1 mg + fluoxetine 1x10 mg
lorazepam 1x20 mg + Plan:
fluoxetine 1x10 mg - Obs TTV
Plan: - Cek PT, aPTT
- Co. BTKV - HD hari ini
- Cek PT, aPTT
- HD besok
- Evaluasi tanda perdarahan
- USG doppler lacak hasil

10/05/23 (HP20) 11/05/23 (HP21)

Subjective Nyeri pada tungkai (+), bengkak Sesak napas (+), tanda perdarahan (-),
(+), sesak (+), demam (-) kaki bengkak (+)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
76

Tekanan darah : 180/120 mmHg Tekanan darah : 170/110 mmHg


Nadi : 100 x/menit Nadi : 90 x/menit
Frek. Nafas: 28 x/menit Frek. Nafas: 26 x/menit
Suhu : 36,2 oC Suhu : 36,6 oC
SpO2 : 99% on SM 7 LPM SpO2 : 98% on SM 6 LPM
GDS : 101 Intput : 500 cc/24 jam
Input : 600 cc Output : 710 cc/24 jam
Output : 710 cc BC : -210 cc
BC : -110 cc
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik Tho: SN Ves, rh (-) wh (-), S1 S2
(-) tunggal, murmur (-), gallop (-)
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (+), undulasi (-).
) Eks: akral hangat (+), edema
Abd: BU (+), NT (-), shifting ekstremitas inferior (+/+), nyeri tekan
dullnes (+), undulasi (-). (+)
Eks: Inf.: akral hangat (+/-),
edema (+/-), nyeri tekan (+/-),
ROM terbatas (+/-)
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D 1. DVT femoral et popliteal D
2. CKD stage V on HD routine 2. CKD stage V on HD routine 2x
2x (Selasa-Jumat) (Selasa-Jumat)
3. HFrEF (35%) Stage FC III 3. HFrEF (35%) Stage FC III
4. Efusi pleura D post pungsi 4. Efusi pleura D post pungsi
5. Moderate anemia NN ec 5. Moderate anemia NN ec blood loss
blood loss dd renal disease dd renal disease
6. HT on treatment 6. HT on treatment
7. GAD on treatment 7. GAD on treatment
8. Post CDL repair 8. Post CDL repair
9. SoB 9. SoB
9.1 dt PE 9.1 dt PE
9.2 dt edema paru 9.2 dt edema paru
9.3 GAD 9.3 GAD
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Extra drip tramadol 100 mg - Extra drip tramadol 100 mg KP
KP - Drip heparin 4000 IU, lanjut drip
- Drip heparin 4000 IU, lanjut 900 IU/jam
drip 900 IU/jam - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. ISDN 3x5 mg
- Po. ISDN 3x5 mg - Po. PCT 3x500 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. Warfarin 0-0-2 mg
77

- Po. Warfarin 0-0-2 mg - Terapi psikiatri: Po. Risperidon


- Terapi psikiatri: Po. 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
Risperidon 1x1 mg + fluoxetine 1x10 mg
lorazepam 1x20 mg + Plan:
fluoxetine 1x10 mg - Obs TTV
Plan: - Cek PT, aPTT
- Co. BTKV ulang
- Cek PT, aPTT
- HD besok

12/05/23 (HP22) 13/05/23 (HP23)

Subjective Sesak napas berkurang, kaki Sesak napas (+), tanda perdarahan (-),
bengkak (+), nyeri (+) kaki bengkak (+), nyeri berkurang

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 110/70 mmHg Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 55 x/menit Nadi : 100 x/menit
Frek. Nafas: 20 x/menit Frek. Nafas: 24 x/menit
Suhu : 37,3 oC Suhu : 36,6 oC
SpO2 : 97% on room air SpO2 : 98% on NC 2 LPM
GDS : 151 GDS : 160
Input : 310 cc Intput : 350 cc/24 jam
Output : 710 cc Output : 710 cc/24 jam
BC : -400 cc BC : -360 cc

K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
(-) Tho: SN Ves, rh basal paru (+/+), wh
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (-)
) Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
Abd: BU (+), NT (-), shifting (+), undulasi (-).
dullnes (+), undulasi (-). Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
Eks: Inf.: akral hangat (+/-), (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
edema (+/+), nyeri tekan (+/-), (+/-)
ROM terbatas (+/-) Lingkar
Lingkar Paha kanan : 48 cm
Paha kanan : 46,5 cm Betis kanan : 36 cm
Betis kanan : 38 cm
Paha kiri : 42,5 cm
Betis kiri : 26,5 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D 1. DVT femoral et popliteal D
2. CKD stage V on HD routine 2. CKD stage V on HD routine 2x
2x (Selasa-Jumat) (Selasa-Jumat)
3. HFrEF (35%) Stage FC III 3. HFrEF (35%) Stage FC III
4. Efusi pleura D post pungsi 4. Efusi pleura D post pungsi
78

5. Moderate anemia NN ec 5. Moderate anemia NN ec blood loss


blood loss dd renal disease dd renal disease
6. HT on treatment 6. HT on treatment
7. GAD on treatment 7. GAD on treatment
8. Post CDL repair 8. Post CDL repair
9. SoB 9. SoB
9.1 dt PE 9.1 dt PE
9.2 dt edema paru 9.2 dt edema paru
9.3 GAD
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Po. Asam folat 1x5 mg - Bolus heparin 1000 IU/jam
- Po. CaCO3 3x500 mg - Drip Fasorbid 200 mg/24 jam
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. ISDN 3x5 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. Warfarin 0-0-2 mg - Po. ISDN 3x5 mg
- Po. MST 3x10 mg - Po. PCT 3x500 mg
- Po. Laktulosa 3x10 cc - Po. Warfarin 0-0-2 mg
- Terapi psikiatri: Po. - Po. MST 3x10 mg
Risperidon 1x1 mg + - Po. Laktulosa 3x10 cc
lorazepam 1x20 mg + - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
fluoxetine 1x10 mg 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
Plan: fluoxetine 1x10 mg
- Cek PT, aPTT Plan:
- Obs. Tanda perdarahan - HD hari ini
- USG doppler extr. Bawah - Cek PT, aPTT
kanan - Obs. Tanda perdarahan

15/05/23 (HP25) 16/05/23 (HP26)

Subjective Perdarahan (-), nyeri berkurang, Sesak napas (+), pucat (+), tampak
mengantuk, banyak tidur mengantuk

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 150/100 mmHg Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 87 x/menit Nadi : 85 x/menit
Frek. Nafas: 28 x/menit Frek. Nafas: 25 x/menit
Suhu : 36,7 oC Suhu : 36,6 oC
SpO2 : 98% on NC 3 LPM SpO2 : 98% on NC 2 LPM
GDS : 135 GDS : 140
79

Input : 450 cc Intput : 420 cc/24 jam


Output : 710 cc Output : 710 cc/24 jam
BC : -260 cc BC : -290 cc

K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
(-) Tho: SN Ves, rh basal paru (+/+), wh
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (-)
) Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
Abd: BU (+), NT (-), shifting (+), undulasi (-).
dullnes (+), undulasi (-). Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
Eks: Inf.: akral hangat (+/-), (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
edema (+/-), nyeri tekan (+/-), (+/-)
ROM terbatas (+/-) Lingkar
Lingkar Paha kanan : 43,5 cm
Paha kanan : 42,5 cm Betis kanan : 41 cm
Betis kanan : 37 cm Paha kiri : 34 cm
Paha kiri : 34 cm Betis kiri : 25 cm
Betis kiri : 24 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D 1. DVT femoral et popliteal D
2. SoB 2. Melena dt heparin induced
2.1 dt PE 3. SoB
2.2 dt ADHF et warm Forrester 3.1 dt PE
III 3.2 dt ADHF et warm Forrester III
3. CKD stage V on HD 3.3 dt Severe anemia NN dt blood loss
routine2x (Selasa-Jumat) dd renal disease
4. Efusi pleura D post pungsi 4. AFI day 2 dt HAP
5. Moderate anemia NN ec 5. CKD stage V on HD routine2x
blood loss dd renal disease (Selasa-Jumat)
6. HT on treatment 6. Severe anemia NN ec blood loss dd
7. GAD on treatment renal disease
8. Post CDL repair 7. Efusi pleura D post pungsi
9. HFrEF (35%) Stage FC III 8. HT on treatment
10. DOC 9. GAD on treatment
10.1 Drug induced 10. Post CDL repair
10.2 Sepsis 11. DOC (improved) ec drug induced
10.3 Uremic encepalopathy
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Drip heparin 600 IU/jam - Drip lansoprazole 6 mg/jam
- Po. Asam folat 1x5 mg - Inf. Moxifloxacin 400 mg/24 jam
- Po. CaCO3 3x500 mg - Transfusi PRC 4 kolf, 2 kolf pre
- Po. Uperio 3x50 mg HD, 2 kolf durante HD
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Drip tramadol 100 mg/8 jam
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. ISDN 3x5 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. Uperio 3x50 mg
80

- Po. Warfarin 0-0-2 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg


- Po. Laktulosa 3x10 cc - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Terapi psikiatri: Po. - Po. ISDN 3x5 mg
Risperidon 1x1 mg + - Po. PCT 3x500 mg
lorazepam 1x20 mg + - Po. Warfarin 0-0-2 mg
fluoxetine 1x10 mg - Po. Laktulosa 3x10 cc
Plan: - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
- Observasi kesadaran 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
fluoxetine 1x10 mg
Plan:
- HD hari ini
- Cek ro thorax evaluasi
- USG doppler hari ini

17/05/23 (HP27) 19/05/23 (HP29)

Subjective Sesak berkurang, pucat Sesak napas berkurang, perut


berkurang, nyeri berkurang, membesar (+), BAB hitam (-), tanda
BAB hitam (-), penurunan perdarahan lain (-)
kesadaran (-)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 140/90 mmHg Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit Nadi : 88 x/menit
Frek. Nafas: 26 x/menit Frek. Nafas: 24 x/menit
Suhu : 36,7 oC Suhu : 36,7 oC
SpO2 : 98% on NC 3 LPM SpO2 : 98% on SM 7 LPM
GDS : 174 GDS : 165
Input : 600 cc Intput : 500 cc/24 jam
Output : 710 cc Output : 710 cc/24 jam
BC : -110 cc BC : -210 cc

K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
(-) Tho: SN Ves, rh basal paru (+/+), wh
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (-)
) Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
Abd: BU (+), NT (-), shifting (-), undulasi (+).
dullnes (-), undulasi (-). Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
Eks: Inf.: akral hangat (+/-), (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
edema (+/-), nyeri tekan (+/-), (+/-)
ROM terbatas (+/-) Lingkar
Lingkar Paha kanan : 43 cm
Paha kanan : 40 cm Betis kanan : 35 cm
Betis kanan : 36 cm Paha kiri : 41 cm
Paha kiri : 41 cm Betis kiri : 33 cm
81

Betis kiri : 30 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D 1. DVT femoral et popliteal D
2. Melena dt heparin induced 2. SoB
(improved) 2.1 dt PE
3. SoB 2.2 dt HAP
3.1 dt PE 2.3 dt anemia
3.2 dt ADHF et warm Forrester 3. HAP (improved)
III 4.CKD stage V on HD routine2x
3.3 dt Severe anemia NN dt (Selasa-Jumat)
blood loss dd renal disease 5. Melena dt heparin induced
4. HAP (improved) (improved)
5. CKD stage V on HD 6. Moderate anemia NN ec blood loss
routine2x (Selasa-Jumat) dd renal disease
6. Severe anemia NN ec blood 7. Efusi pleura D post pungsi
loss dd renal disease 8. HFrEF 35%
7. Efusi pleura D post pungsi 9. GAD on treatment
8. HT on treatment 10. HT on treatment
9. GAD on treatment 11. Post CDL repair
10. Post CDL repair 12. Ascites gr III dt CKD
11. HFrEF 35%
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Drip lansoprazole 6 mg/jam - Drip lansoprazole 6 mg/jam
- Drip tramadol 100 mg/8 jam - Drip tramadol 100 mg/8 jam
- Inf. Moxifloxacin 400 mg/24 - Inf. Moxifloxacin 400 mg/24 jam
jam (H3) (H5)
- Transfusi PRC 1 kolf, target - Po. Asam folat 1x5 mg
Hb >8 - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. CPG 1x75mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. CPG 1x75mg - Po. ISDN 3x5 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. PCT/codein 3x500 mg/20 mg
- Po. ISDN 3x5 mg - Po. Warfarin 1x2 mg
- Terapi psikiatri: Po. - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
Risperidon 1x1 mg + 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
lorazepam 1x20 mg + fluoxetine 1x10 mg
fluoxetine 1x10 mg Plan:
Plan: - HD hari ini
- Transfusi PRC 1 kolf hari ini - Cek PT, aPTT
- HD sesuai jadwal - Usul pungsi ascites post HD
- Obs. Tanda perdarahan

20/05/23 (HP30) 22/05/23 (HP32)


82

Subjective Sesak napas (-), tanda Riwayat perdarahan dari bekas pungsi
perdarahan (-)

Objective KU: Tampak sakit sedang KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
Tekanan darah : 140/90 mmHg Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 89 x/menit Nadi : 83 x/menit
Frek. Nafas: 22 x/menit Frek. Nafas: 22 x/menit
Suhu : 36,5 oC Suhu : 36,8 oC
SpO2 : 98% on room air SpO2 : 98% on SM 6 LPM
GDS : 165 GDS : 160
UO : 50 cc Intput : 540 cc/24 jam
BC : -200 cc Output : 710 cc/24 jam
UO ; 50 cc
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik BC : -170 cc
(-)
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- Tho: SN Ves, rh basal paru (+/+), wh
) (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
Abd: BU (+), NT (-), shifting (-)
dullnes (-), undulasi (+). Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
Eks: Inf.: akral hangat (+/-), (-), undulasi (+).
edema (+/-), nyeri tekan (+/-), Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
ROM terbatas (+/-) (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
Lingkar (+/-)
Paha kanan : 43 cm Lingkar
Betis kanan : 36,5 cm Paha kanan : 46 cm
Paha kiri : 42,5 cm Betis kanan : 40 cm
Betis kiri : 36,5 cm Paha kiri : 45 cm
Betis kiri : 35,5 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D 1. DVT femoral et popliteal D
2. SoB 2. SoB (improved)
2.1 dt PE 2.1 dt PE
2.2 dt HAP 2.2 dt HAP
2.3 dt anemia 2.3 dt anemia
3. HAP (improved) 3. HAP (improved)
4.CKD stage V on HD routine2x 4.CKD stage V on HD routine2x
(Selasa-Jumat) (Selasa-Jumat)
5. Melena dt heparin induced 5. Melena dt heparin induced
(improved) (improved)
6. Moderate anemia NN ec 6. Severe anemia NN ec blood loss dd
blood loss dd renal disease renal disease
7. Efusi pleura D post pungsi 7. Efusi pleura D post pungsi
8. HFrEF 35% 8. HFrEF 35%
9. GAD on treatment 9. GAD on treatment
10. HT on treatment 10. HT on treatment
11. Post CDL repair 11. Post CDL repair
12. Ascites gr III dt CKD 12. Ascites gr III dt CKD
83

Planning - O2 supp - O2 supp


- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Drip lansoprazole 6 mg/jam - Drip lansoprazole 6 mg/jam
- Drip tramadol 100 mg/8 jam - Drip tramadol 100 mg/8 jam
- Transfusi PRC 1 kolf, target - Inj. Vit K 10 mg/8 jam
Hb >8 - Transfusi FFP 5 kolf+ PRC 3 kolf
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. CPG 1x75mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. ISDN 3x5 mg
- Po. ISDN 3x5 mg - Po. PCT/codein 3x500 mg/20 mg
- Po. Warfarin 1x2 mg - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
- Terapi psikiatri: Po. 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
Risperidon 1x1 mg + fluoxetine 1x10 mg
lorazepam 1x20 mg + Plan:
fluoxetine 1x10 mg - Tunda pemberian warfarin
Plan: - Evaluasi perdarahan
- Pungsi ascites hari ini

23/05/23 (HP33)

Subjective Nyeri tungkai kanan (+), bengkak

Objective KU: Tampak sakit sedang


GCS E4V5M6
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 77 x/menit
Frek. Nafas: 24 x/menit
Suhu : 36,8 oC
SpO2 : 99% on NC 3 LPM
GDS : 157
Input : 430 cc/24 jam
Output : 710 cc/24 jam
UO : 50 cc/24 jam
BC : -280 cc

K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)


Tho: SN Ves, rh basal paru (+/+), wh (-), S1 S2 tunggal, murmur (-),
gallop (-)
Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes (-), undulasi (+).
84

Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
(+/-)
Lingkar
Paha kanan : 46 cm
Betis kanan : 41 cm
Paha kiri : 45,5 cm
Betis kiri : 35 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D
2. SoB (improved)
2.1 dt PE
2.2 dt HAP
2.3 dt anemia
3. HAP (resolved)
4.CKD stage V on HD routine2x (Selasa-Jumat)
5. Ascites post pungsi
6. Melena dt heparin induced (resolved)
7. Efusi pleura D post pungsi
8. Severe anemia NN ec blood loss dd renal disease
9. HFrEF 35%
9. GAD on treatment
10. HT on treatment
11. Post CDL repair
Planning - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon
- Drip lansoprazole 6 mg/jam
- Drip tramadol 100 mg/8 jam
- Inj. Vit K 10 mg/8 jam
- Transfusi FFP 5 kolf+ PRC 3 kolf
- Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. ISDN 3x5 mg
- Po. PCT/codein 3x500 mg/20 mg
- Terapi psikiatri: Po. Risperidon 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
fluoxetine 1x10 mg
Plan:
- Tunda pemberian warfarin
- HD hari ini
- Evaluasi perdarahan
BAB IV
PEMBAHASAN

Dilaporkan kasus seorang perempuan berusia 40 tahun dengan keluhan utama

bengkak kedua kaki yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Ulin

Banjarmasin dengan diagnosis Deep Vein Thrombosis Femoral et Popliteal Dextra

+ Melena due to Heparin Induced + Shorthness of Breath + CKD Stage V On

Routine HD + Severe Anemia NN + Efusi Pleura + Hipertension on Treatment.

Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam vena

dalam, biasanya di tungkai, tetapi dapat terjadi di lengan dan vena mesenterika serta

serebral. Bekuan darah dapat menghambat darah dari tungkai bawah kembali ke

jantung. Trombus vena merupakan deposit intravaskuler yang tersusun dari fibrin

dan sel darah merah disertai berbagai komponen trombosit dan leukosit.1

Pasien berusia 40 tahun memiliki keluhan bengkak pada kedua tungkai.

Pasien kurang beraktivitas sehari-harinya. Pasien dikategorikan risiko tinggi

terjadinya DVT hal ini berdasarkan konferensi ketujuh American College of Chest

Physicians (ACCP), pasien yang melakukan operasi diklasifikasikan menjadi 4

tingkat menjadi resiko rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Klasifikasi dibuat

berdasarkan umur, jenis operasi, durasi operasi, durasi immobilisasi dan faktor

resiko lainnya. 17,18

a. Resiko rendah: Durasi operasi kurang dari 30 menit, umur lebih dari 40 tahun,

perbaikan dari fraktur kecil.

85
86

b. Resiko sedang: Umur 40 – 60 tahun, arthroscopy atau perbaikan fraktur

tunkai bagian bawah, penggunaan plaster cast post-operasi.

c. Resiko tinggi: Umur lebih dari 60 tahun, atau umur 40 – 60 tahun dengan

adanya faktor resiko tambahan, immobilisasi lebih dari 4 hari.

d. Resiko sangat tinggi: Operasi arthroplasty lutut dan panggul, operasi fraktur

panggul, operasi open fracture pada tungkai bawah, trauma pada spinal cord,

berbagai resiko tambahan (umur lebih dari 40 tahun, sebelumnya ada riwayat

mengalami DVT, kanker, dan hypercoagulable state).

Pasien ditemukan keluhan pembengkakan pada kedua ekstremitas.

Pemeriksaan fisik didapatkan Ekstremitas: ROM ekstremitas bawah terbatas, nyeri

tekan (+/+), edema ekstremitas bawah (+/+), lingkar paha kanan : 43,5 cm; betis

kanan : 34 cm; paha kiri : 41 cm; betis kiri 25 cm. Gejala yang dapat ditemui pada

pasien DVT adalah pembengkakan pada ekstremitas (tungkai / lengan), otot kaku,

nyeri pada betis saat pedis di posiskan dorsofleksi dan sendi lutut dalam kondisi

ekstensi penuh (Homan’s sign), sianosis, vena superficial tampak jelas akibat

dilatasi vena kolateral superfisialis. Beberapa thrombus dapat mengalami perbaikan

secara spontan dan membentuk jaringan parut disekitar katup. Jaringan parut yang

terbentuk dapat merusak fungsi katup pada pembuluh vena di tungkai bawah yang

mengakibatkan thrombosis vena dalam kronis berulang (post phebitic syndrome).19

Pada pasien dilakukan pemeriksaan USG Doppler dengan hasil DVT akut di

daerah SFF vein dan popliteal vein dextra. Pemeriksaan radiologis merupakan

pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis trombosis. Pada DVT pemeriksaan

radiologis yang dapat dilakukan berupa venografi/flebografi, ultrasonografi (USG)

86
87

doppler (duplex scanning). USG kompresi, Venous Impedance Plethysmo-graphy

(IPG) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).1

Tatalaksana pada pasien DVT bertujuan untuk menghentikan bertambahnya

trombus, membatasi bengkak yang progresif pada tungkai, melisiskan atau

membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi vena atau sindrom

pasca trombosis (post thrombotic syndrome) di kemudian hari dan mencegah

emboli. Pasien mendapatkan terapi Drip heparin 600 IU/jam. Unfractionated

heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang sudah lama digunakan untuk

penatalaksanaan DVT pada saat awal. Mekanisme kerja utama heparin adalah

meningkatkan kerja antitrombin Ill sebagai inhibitor faktor pembekuan dan

melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah.1

Pasien BAB hitam sejak hari perawatan ke-25 di RSUD Ulin. Konsistensi

lunak dan sedikit-sedikit. Selama perawatan pasien mendapatkan terapi heparin

untuk DVT. Pemeriksaan fisik dilakukan rectal toucher dijumpai feces berwarna

coklat kehitaman. Melena adalah tinja yang berwarna hitam atau gelap akibat

perdarahan di saluran cerna bagian atas. Salah satu efek samping dari penggunaan

heparin adalah perdarahan. Insidensi perdarahan hebat bervariasi tergantung

indikasi penggunaan, dosis, dan rute pemberian. Sekitar 2% pasien tromboemboli

vena yang mendapat terapi unfractionated heparin (UFH) mengalami perdarahan

mayor.20

Pada pemeriksaan pasien didapatkan Konjungtiva pucat (+), rectal toucher:

feces (+) coklat kehitaman. Pemeriksaan penunjang hemoglobin (15/05/23): 4.0

g/dl. Anemia timbul apabila pemecahan atau pengeluaran eritrosit lebih besar

87
88

daripada pembentukan atau pembentukannya sendiri yang menurun. Pasien

tergolong anemia berat (severe anemia). Anemia dapat dikategorikan menjadi

ringan, sedang, dan berat menurut Klasifikasi WHO yaitu anemia ringan

(hemoglobin 9,0–10,9 g/dL) anemia sedang (hemoglobin 7,0–8,9 g/dL), dan

anemia berat (hemoglobin <7,0 g/dL).21

Pasien mengeluhkan sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 bulan SMRS. Sesak

dirasa berkurang saat pasien duduk tetapi bertambah saat pasien berbaring. Sesak

muncul perlahan lahan dan semakin lama semakin memberat. Pemeriksaan fisik

pulmo (auskultasi didapatkan ronki pada basal paru. Komplikasi utama dari DVT

adalah Pulmonary Embolism (PE). Emboli paru adalah ketika gumpalan darah

(trombus) bersarang di arteri di paru-paru dan menghalangi aliran darah ke paru-

paru. Emboli paru muncul ditandai dengan dispnea, nyeri dada pleuritik, batuk,

takikardi, takipnea, ronki, sinkop dan hipoksia.19,22

Pasien terdiagnosis gagal ginjal sejak 1 tahun yang lalu. Rutin cuci darah 2x

seminggu (selasa dan jum’at). Hasil laboratorium ureum/creatinine (20/04/2023) :

61/4,47. Secara definisi, penyakit ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal

secara kronis yang ditandai dengan penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

<60 ml/min/1.73mm selama 3 bulan atau lebih. Namun untuk mendiagnosis CKD

dapat dilakukan secara objektif dan dapat dipastikan melalui tes laboratorium tanpa

mengidentifikasi penyebab penyakit.23

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik (CKD), terjadi kehilangan

daya cadang ginjal (renal reverse), pada keadaan mana basal LFG masih normal

atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan

88
89

fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan

serum kreatinin. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan

keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan serum

kreatinin. Sampai pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,

nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.

Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia

yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme

fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah

terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau

hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.

Pada LFG 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien

sudah memerlukan terapi penganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi

ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai stadium gagal ginjal.24

Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun SMRS dan rutin berobat,

saat ini pasien diberikan terapi amlodipine dan uperio. Berdasarkan hasil

pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 110/70 mmHg. Diagnosis

hipertensi ditegakkan bila tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan/atau

tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau layanan

kesehatan. Terapi pada pasien hipertensi didasarkan pada inisiasi pengobatan pada

sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat. Kombinasi dua obat yang sering

digunakan adalah RAS blocker (Renin-angiotensin system blocker), yakni ACEi

atau ARB, dengan CCB atau diuretik. Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri

89
90

dari RAS blocker (ACEi atau ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol

oleh kombinasi dua obat. Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi

resisten, kecuali ada kontraindikasi. Penambahan obat golongan lain pada kasus

tertentu bila TD belum terkendali dengan kombinasi obat golongan di atas.13

Berdasarkan hasil anamnesis ditemukan adanya tanda gagal jantung yaitu

keluhan sesak yang dirasakan sejak 2 bulan SMRS. Sesak memberat dengan

aktivitas dan di malam hari dan membuat pasien sering terbangun karena sesak.

Sesak membaik dengan perubahan posisi dari berbaring menjadi duduk didukung

pemeriksaan fisik auskultasi pulmu didapatkan ronkhi bilateral pada lapang paru

bawah dan gambaran efusi pleura dekstra. Diagnosis gagal jantung dapat

ditegakkan berdasarkan kriteria klinis menggunakan kriteria klasik Framingham (2

kriteria mayor atau 1 dan 2 kriteria minor). Dimana dari data diatas ditemukan

pasien pada kasus ini memenuhi 2 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.25,26

Gambar 4.1 Kriteria Framingham

Pada pemeriksaan foto thoraks AP ditemukan adanya dan efusi pleura dekstra

pada pasien disertai gejala sesak yang membuat keterbatasan pada aktivitas fisik

sehari-hari pasien. Gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan kelainan

90
91

struktural pada jantung dan/atau bersarkan keterbatasan dalam aktivitas fisik

diakibatkan gejala dari gagal jantung.27

Gambar 4.2 Klasifikasi Gagal Jantung28

91
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus Ny. H usia 40 tahun datang ke RSUD Ulin

pada tanggal 21 April 2023 dengan keluhan utama bengkak kedua kaki sejak 1 hari

SMRS. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang

dilakukan pada pasien, maka didapatkan bahwa diagnosis awal pasien ini adalah

“Deep Vein Thrombosis Femoral et Popliteal Dextra + Melena due to Heparin

Induced + Shorthness of Breath + CKD Stage V On Routine HD + Severe Anemia

NN + Efusi Pleura + Hipertension on Treatment”. Pada pasien diberikan terapi

berupa diet renal 1500 kkal/hari, diet rendah garam < 2 gr/hari, diet protein 1,2

gr/kgBB/hari, venflont, Drip Heparin 600 IU/jam, PO amlodipin 1x10mg, PO uperio

2x50 mg, PO asam folat 1x5 mg, PO CaCO3, 3x500 mg, transfusi PRC 4 kolf.

92
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam (edisi VI). Jakarta:Interna Publishing. 2014.).

2. Huang Y, Ge H, Wang X, Zhang X. Association Between Blood Lipid


Levels and Lower Extremity Deep Venous Thrombosis: A Population-Based
Cohort Study. Clin Appl Thromb Hemost. 2022.

3. Waheed SM, Kudaravalli P, Hotwagner DT. Deep vein thrombosis. 2023.

4. Belcaro G, Cornelli U, Dugall M, Hosoi M, Cotellese R, Feragalli B. Long-


haul flights, edema, and thrombotic events: prevention with stockings and
Pycnogenol® supplementation (LONFLIT Registry Study). Minerva
Cardioangiol. 2018.

5. Senst B, Tadi P, Basit H, Jan A. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing;


Treasure Island (FL): Sep 26, 2022.

6. Goktay AY, Senturk C. Endovascular Treatment of Thrombosis and


Embolism. Adv Exp Med Biol. 2017;906:195-213.

7. Stubbs MJ MMTM. Deep vein thrombosis. BM. 2018;360.

8. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Pedoman


Tatalaksana Gagal Jantung (edisi pertama). Jakarta:PERKI. 2020.

9. Hajouli S, Ludhwani D. Heart failure and ejection fraction. InStatPearls


[Internet] 2022 Aug 22.

10. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 1035-1040.

93
11. Eknoyan G, Lameire N, Kasiske BL, dkk. Official Journal of The
international Society Of Nephrology. KDIGO 2012 clinical practice
guideline for evaluation and management of CKD. 2013;3(1).

12. Soliman A, De Sanctis V, Kalra S. Anemia and growth. Indian J Endocrinol


Metab. 2014;18:S1–5.

13. Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., & L. Tahapany, D.
Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam : Panduan Praktik Klinis.
Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. 2016.

14. PERHI. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2021 : Update Konsensus


PERHI 2019. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indones. Jakarta: 2021.

15. Price, S. A., & Wilson, L.M.Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit, 6 ed. vol. 1. Alih bahasa : Pendit BU, et al. Editor : Hartanto, H., et
al. Jakarta: EGC. 2012.

16. ESH and ESC. 2013. ESH/ESC Guidelines For the Management Of Arterial
Hypertension. Journal Of hypertension 2013, vol 31, 1281-1357.

17. Baksa I. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006.

18. Deitelzweig S et al. Prevention of venous Thromboembolism in The


Ortopedic Surgery Patient. Cleve Clin J Med. 2008;75(3):27–36.

19. Kearon C et al. Antithrombotic Therapy for Venous Thromboemboli


Disease : American College of Chest Physicians Evidence-Based Practice
Guidline ( 8th Edition). Journal of American Colleg of Chest Physicians.
2008;133(10):475–510.

20. FDA. Heparin Sodium Chloride Injection. 2017.

21. Azam B URSIMAMAOSANMMM. A reliable auto-robust analysis of blood


smear images for classification of microcytic hypochromic anemia using
gray level matrices and gabor feature bank. Entropy. 2020 Sep 17;22(9).

94
22. Daniel R Ouellette. Pulmonary Embolism (PE).
https://emedicine.medscape.com/article/300901-overview. 2020.

23. Wong E. Chronic Kidney Disease. Lancet. 2012;379(8911):80–165.

24. Basile DP AMST. Pathophysiology of acute kidney injury. Compr Physiol.


2012;2(2):1303–53.

25. Umara AF PEUU. Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian


Rawat Inap Ulang pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSU Kabupaten
Tangerang. JKFT. 2017;1(2).

26. Karakteristik Pasien Gagal Jantung di RS BUMN di Kota Malang.


Karakteristik Pasien Gagal Jantung di RS BUMN di Kota Malang.
2018;45(9).

27. Nurkhalis ARJ. Manifestasi dan Tatalaksana Gagal Jantung. Jurnal


Kedokteran Nanggroe Medika. 2020;3(3).

28. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular indonesia. Pedoman


Tatalaksana Gagal Jantung. PERKI; 2020.

95

Anda mungkin juga menyukai