Oleh:
Pembimbing:
dr. Nanik Tri Wulandari, Sp.PD
Halaman
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Deep vein thrombosis (DVT) adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam
vena dalam, biasanya di tungkai, tetapi dapat terjadi di lengan dan vena mesenterika
serta serebral.1 Diperkirakan kejadian tahunan DVT adalah 80 kasus per 100.000,
anatomi, luas, dan derajat oklusi trombus. Gejala dapat berkisar dari asimtomatik
hingga pembengkakan masif dan sianosis dengan gangren vena. Tanda dan gejala
DVT ekstremitas bawah akut mungkin termasuk nyeri, edema, eritema, nyeri tekan,
demam, vena superfisial yang menonjol, nyeri dengan dorsofleksi kaki pasif
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah
suatu proses patofisiologis yang didasari oleh etiologi yang beragam, yang
massa eritrosit, mulai dari hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit itu sendiri,
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) sama atau melebihi
140 mmHg sistolik dan/sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik. Menurut
1
2
sekitar 34,1%.12,13
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Trombus atau bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung atau
Trombosis vena dalam (DVT) adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam vena
dalam, biasanya di tungkai, tetapi dapat terjadi di lengan dan vena mesenterika serta
serebral. Trombosis vena dalam adalah penyakit yang umum dan penting.1
2. Epidemiologi
sedangkan pada usia lebih dari 70 tahun diperkirakan 200 per 100,000 penduduk.
gumpalan yang berasal dari vena betis dalam dan menyebar secara proksimal.
Keterlibatan vena tergantung pada lokasi anatomi sebagai berikut, vena distal 40%,
poplitea 16%, femoralis 20%, umum femoralis 20%, dan vena iliaka 4%. Insidensi
dan prevalensi: Trombosis vena dalam sering terjadi dan sering tidak bergejala
sehingga tidak terdiagnosis atau hanya diketahui saat otopsi. Oleh karena itu,
adalah 80 kasus per 100.000, dengan prevalensi DVT ekstremitas bawah 1 kasus
per 1000 penduduk. Setiap tahun di Amerika Serikat, lebih dari 200.000 orang
3
4
mengalami trombosis vena; dari jumlah tersebut, 50.000 kasus diperumit oleh
emboli paru.2
Usia: Trombosis vena dalam jarang terjadi pada anak-anak, dan risikonya
atas 40 tahun. Jenis Kelamin: Tidak ada konsensus tentang apakah ada bias jenis
kelamin dalam kejadian DVT. Etnis: Ada bukti dari Amerika Serikat bahwa
terdapat peningkatan kejadian DVT dan peningkatan risiko komplikasi pada orang
Afrika-Amerika dan orang kulit putih dibandingkan dengan orang Hispanik dan
Asia. Penyakit terkait: Di rumah sakit, kondisi yang paling sering dikaitkan adalah
keganasan, gagal jantung kongestif, penyakit saluran napas obstruktif, dan pasien
a. Faktor Risiko4
keluar).
dehidrasi.
5
c. Faktor Konstitusional6
- Obesitas, kehamilan, usia lanjut di atas 60 tahun, operasi, rawat inap kritis,
dehidrasi, dan kanker adalah penyebab pasti dari DVT dan VTE. Obesitas
peningkatan kadar fibrinogen yang bahkan dapat melebihi dua kali lipat dari
nilai normal, dan 2. aliran sirkulasi vena yang lebih lambat di infra diafragma
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair,
tetapi akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu
terbentuknya trombus, yang dikenal sebagai Triad chow. Triad ini terdiri dari: 1).
6
gangguan pada darah yang mengakibatkan stasis, 2), gangguan pada keseimbangan
prokoagulan.3
von Willebrand.
- Aktivasi koagulasi
- Terganggunya fibrinolisis
- Stasis
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran
yang cepat, terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan
7
trombus vena terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan
5. Manifestasi Klinis
anatomi, luas, dan derajat oklusi trombus. Gejala dapat berkisar dari asimtomatik
hingga pembengkakan masif dan sianosis dengan gangren vena. Tiga pola
trombosis meluas lebih proksimal. Namun, hingga 50% pasien dengan DVT akut
mungkin tidak memiliki tanda atau gejala spesifik. Pasien pasca operasi, lebih
tanda dan gejala DVT ekstremitas bawah akut mungkin termasuk nyeri, edema,
eritema, nyeri tekan, demam, vena superfisial yang menonjol, nyeri dengan
Pada kasus lebih lanjut, ditandai dengan hipertensi vena dengan trombosis
terutama terkait dengan penipisan protein C yang dimediasi warfarin pada pasien
DVT hanya berdasarkan tanda dan gejala klinis sangat tidak akurat. Tanda dan
gejala DVT umumnya tidak spesifik. Mereka mungkin terkait dan salah didiagnosis
6. Diagnosis
Keluhan:1
- Kemerahan
Pemeriksaan fisik:1
- Edema ekstremitas dapat unilateral atau bilateral jika trombus meluas ke vena
pelvis
- Kelemahan
negatif. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 93%, spesivisitas 77% dan nilai
prediksi negatif 98% pada DVT proksimal, sedangkan pada DVT daerah betis
sedangkan pada pasien dengan DVT pada betis dan asimtomatik, ketepatannya
mempunyai sensitivitas 89% dan spesivisitas 97% pada DVT proksimal yang
simtomatik, sedangkan pada DVT di daerah betis, hasil negatif palsu dapat
vena dan risiko alergi terhadap bahan radiokontras atau yodium. MRI umumnya
digunakan untuk mendiagnosis DVT pada perempuan hamil atau pada DVT di
daerah pelvis, iliaka dan vena kava di mana duplex scanning pada ekstremitas
7. Tata Laksana
kemudian hari
- Mencegah emboli
10
sudah lama digunakan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal. Mekanisme
kerja utama heparin adalah: 1), meningkatkan kerja antitrombin Ill sebagai inhibitor
faktor pembekuan, dan 2). melepaskan tissue foctor pathway inhibitor (TFPI) dari
dinding pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80 lU/kg berat badan
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk
mencapai target APTT 1,5-2,5 kali nilai kontrol dan kemudian dipantau sedikitnya
setiap hari. Sebelum memulai terapi heparin, APTT, masa protrombin (prothrombin
time/PT) dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan risiko
diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan mempunyai efikasi yang
baik. Keuntungan LMWH adalah risiko perdarahan mayor yang lebih kecil dan
UFH, kecuali pada pasien-pasien tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk.1
umumnya hanya efektif pada fase awal dan penggunaannya harus benar-benar
dipertimbangkan secara baik karena mempunyai risiko perdarahan tiga kali Iipat
dibandingkan dengan terapi antikoagulan saja. Pada umumnya terapi ini hanya
harus dipertimbangkan pada trombosis vena iliofemoral akut yang kurang dari 7
Filter vena kava inferior. Filter ini digunakan pada trombosis di atas lutut
emboli berulang.1
8. Komplikasi
Komplikasi DVT dapat terjadi baik pada fase akut maupun terjadi Komplikasi
yang umum terjadi pada DVT kronis yaitu post-thrombotic syndrome (25%-38%)
dan ulkus vena (9.8%). Emboli paru (6%-32%) terjadi lebih sering pada fase akut
dan dapat berakibat fatal pada 5-10% kasus. Komplikasi yang lebih jarang terjadi
death. Pasien dengan DVT ipsilateral berulang, usia lanjut, indeks massa tubuh
yang tinggi, wanita, dan ukuran dan tempat dari thrombosis menjadi faktor yang
B. Heart Failure
1. Definisi
oksigen ke seluruh tubuh. Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang bersifat
kompleks, dapat berakibat dari gangguan pada fungsi miokard (fungsi sistolik dan
diastolik), penyakit katup ataupun perikard, atau hal-hal yang dapat membuat
gangguan pada aliran darah dengan adanya retensi cairan, biasanya tampak sebagai
12
kongesti paru, edema perifer, dispnu, dan cepat lelah. Siklus ini dipicu oleh
2. Epidemiologi
kejadian gagal jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya usia. Menurut
studi yang dilakukan Framingham, insiden tahunan pada laki–laki dengan gagal
jantung (per 1000 kejadian) meningkat dari 3 pada usia 50 - 59 tahun menjadi 27
pada usia 80 – 89 tahun, sementara wanita memiliki insiden gagal jantung yang
relatif lebih rendah dibanding pada laki–laki (wanita sepertiga lebih rendah).9
3. Patofisiologi
remodeling). Kinerja fungsi LV dan stroke volume berada di bawah kontrol preload
(vena kembali dan volume akhir diastolik ventrikel), kontraktilitas miokard, dan
afterload (impedansi selama ejeksi dari aorta dan stres dinding). Kurva Frank-
pressure (PCWP) dimana terdapat hubungan yang curam dan positif antara
13
tekanan yang lebih tinggi diperlukan untuk mencapai curah jantung yang sama dan
diratakan pada penyakit lanjut, yang berarti augmentasi aliran balik vena dan
LVH konsentris (bukan LVH eksentrik seperti pada HFrEF) dan menggeser kurva
tekanan-volume ke kiri.9
antidiuretik, dan zat vasoaktif lainnya (brain natriuretic peptide (BNP), nitric
terhadap perfusi ginjal yang rendah dari gagal jantung menyebabkan retensi
yang menyebabkan vasokonstriksi dan lebih banyak retensi garam dan air, yang
4. Manifestasi Klinis
pada semua pasien dengan dugaan gagal jantung, Karena diagnosis didasarkan pada
gejala dan tanda klinis. Ini juga harus mencakup penilaian faktor risiko dan
kemungkinan etiologi gagal jantung. Gejala gagal jantung sama pada semua
klasifikasi EF. Gejala lebih parah dengan peningkatan aktifitas dan terhadap
kongesti hati dan asites pada gagal jantung kanan) atau karena penurunan curah
5. Klasifikasi
kelainan struktural jantung atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas
(ejection fraction/EF), dan perbedaan antara jenis ini penting karena perbedaan
- Heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF): EF kurang dari atau
- Heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF): EF lebih besar dari
meningkat hingga lebih dari 40%): EF adalah 41% hingga 49% per pedoman
Eropa dan 40 hingga 49% per pedoman AS. Klasifikasi baru HF yang
untuk diagnosis dan pengelolaan HF. Kelas ini dikenal sebagai area abu-abu
antara HFpEF dan HFrEF dan sekarang memiliki entitas tersendiri dengan
6. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung bisa menjadi sulit, terutama pada fase stadium dini.
banyak dari gejala gagal jantung yang tidak spesifik dan tidak membantu
menyingkirkan dan membedakan antara gagal jantung dan penyakit lainnya. Gejala
yang lebih spesifik jarang sekali bermanifestasi terutama pada pasien dengan gejala
ringan, oleh karenanya, gejala menjadi kurang sensitif sebagai landasan uji
diagnostik. Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi rendah, sedangkan pada pasien dengan fraksi ejeksi normal,
a. Elektrokardiogram (EKG)
b. Foto toraks
Foto toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura, dan
18
c. Pemeriksaan laboratorium
estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR), glukosa, tes fungsi hepar, dan
pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diberikan terapi,
d. Peptida natriuretik
natriuretik.9
19
e. Troponin I atau T
klinis disertai dengan dugaan sindrom koroner akut. Peningkatan ringan kadar
troponin kardiak sering terjadi pada gagal jantung berat atau selama episode
f. Ekokardiografi
7. Tatalaksana
a. Nonfarmakologis9
dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20-60% pasien yang
3) Asupan cairan
b. Farmakologis9
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas
1) Terapi Oksigen
- Bila saturasi oksigen tetap rendah dengan mask atau ada distress pernafasan,
digunakan CPAP.
- Bila distress pernafasan tidak membaik dan atau tidak toleran dengan CPAP
dilakukan intubasi
2) Obat-obatan
- Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium respon cepat, bias diulang tiap
- Diuretik: Furosemidoral / IV bila tanda dan gejala kongesti masih ada, dengan
- ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada kontra indikasi; dosis
- Beta blocker dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi, dosis naik bertahap
Bila dosis sudah optimal tetapi laju nadi masih cepat (>70x/menit), dengan:
22
maksimal 2 X 5mg.
Irama atrialfibrilasi - respons ventrikel cepat serta fraksi ejeksi rendah, tetapi
8. Komplikasi
terbatas pada:9
- Aritmia: Fibrilasi atrium (Afib) dapat menjadi penyebab atau akibat dari
gagal jantung dan dapat terjadi pada 10% sampai 50% pasien gagal jantung
kronis, dan pasien dengan gagal jantung dan Afib memiliki prognosis yang
pointes) sering terjadi pada gagal jantung stadium akhir, terutama jika ada
24% pasien stroke mengalami gagal jantung. Ada risiko relatif tinggi untuk
deep vein thrombosis (DVT) dan emboli paru pada pasien gagal jantung,
jantung akibat penurunan aliran darah usus pada pasien dengan gagal jantung.
23
- Ginjal: fungsi ginjal dapat memburuk baik pada gagal jantung akut maupun
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah
suatu proses patofisiologis yang didasari oleh etiologi yang beragam, yang
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel yang mencapai pada derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal tetap, yaitu dapat berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.10
CKD menurut KDIGO 2012 adalah kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, baik berupa
creatinine-ratio > 200 mg/g), abnormalitas sedimen urin, gangguan elektrolit atau
yang lain oleh karena gangguan pada tubulus, kelainan pada pemeriksaan histologi,
ml/menit/1,73 m2) dalam waktu lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kelainan
struktural ginjal.11
Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut KDIGO pada tahun 2012 meliputi
24
kriteria penurunan LFG dan peningkatan rasio albuminuria dan serum kreatinin.
ginjal kronis adalah LFG, yang dapat dihitung menggunakan rumus Kockroft Gault
sebagai berikut:11
2. Patofisiologi
pada ginjal, terutama pada komponen filtrasi ginjal seperti membran basal
25
glomerulus, sel endotel, dan sel podosit. Kerusakan komponen ini dapat
disebabkan secara langsung oleh kompleks imun, mediator inflamasi, atau toksin
serta dapat pula disebabkan oleh mekanisme progresif yang berlangsung dalam
jangka panjang. Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walapun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas CKD
tubulointerstitial.10
3. Diagnosis
yang lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari evaluasi klinik dan
- Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
klorida).
isostenuria
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
4. Tatalaksana
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
1) Restriksi Protein
gr/kgBB/hari.
2) Terapi Farmakologis
fungsi ginjal. ACE Inhibitor dan angiotension reseptor bloker adalah obat pilihan
berat badan dapat memerikan manfaat dalam mengurani proteinuria. Terapi lainnya
adalah dengan menggunakan diuretik kuat seperti furosemide yang sebagian besar
digunakan untuk mengatasi kondisi udema pada pasien gagal ginjal (terutama jika
elektrolit.10
kondisi asidosis metabolik yang terjadi pada hampir seluruh pasien gagal ginjal
karena kesulitan dalam proses eliminasi buangan asam hasil dari metabolisme
Terapi dengan asam folat digunakan dalam penanganan kondisi anemia yang
muncul pada pasien kondisi uremia, defisiensi asam folat, defisiensi besi, defisiensi
vitamin B12, dan akibat fibrosis sumsum tulang belakang. Pemberian eritropoetin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan dan status besi harus diperhatikan karena
EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Tujuan pemberian EPO adalah
untuk mengoreksi anemia renal sampai target Hb= 10g/dL. Target pencapaian Hb
dengan transfusi darah adalah 7-9g/dL. Pemberian transfusi darah pada pasien CKD
harus hati-hati dan hanya diberikan pada keadaan khusus yaitu: Perdarahan akut
Dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt.
D. Anemia
1. Definisi
transportasi oksigen ke jaringan perifer. Kadar hemoglobin dan eritrosit itu sendiri
bervariasi pada setiap orang tergantung jenis kelamin, usia dan tempat tinggal
(ketinggian dari permukaan laut). Pada dataran tinggi, kadar oksigen lingkungan
sebagainya. Namun, jika tubuh tidak mampu bahkan gagal untuk mengembalikan
keseimbangan itu, maka akan terjadi anoksia organ (kekurangan oksigen pada
3. Klasifikasi
Berdasarkan indeks sel darah merah, anemia dapat dibagi menjadi 3, yaitu:12
Anemia ini meliputi: anemia pasca perdarahan akut, anemia aplastik, anemia
hemolitik, anemia akibat penyakit kronik, anemia pada gagal ginjal kronik, anemia
Mikrositik berarti ukuran eritrositnya kecil (lebih kecil dari limfosit kecil).
eritrositnya lebih dari 1/3 diameter eritrosit). Biasanya mikrositik hipokrom ini
32
lainnya. MCV dan MCH nya kurang dari normal. (MCV <80 fl, MCH <27 pg).1
c. Anemia makrositer
matang, ukurannya akan semakin kecil, tapi karena tidak matang, tampaklah ia
besar. Penyebabnya bisa karena bahan pematangannya tidak cukup, misalnya pada
defisiensi asam folat dan vitamin B12. Atau bisa juga karena gangguan hepar,
hormonal atau gangguan sumsum tulang dalam homopoiesis itu sendiri. MCV nya
meningkat (MCV >95 fl). Contoh: anemia megaloblastik dan anemia non-
megaloblastik.1
a. Gejala umum
33
Gejala umum atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul karena iskemia
organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin. Gejala ini muncul pada kasus anemia setelah penurunan hemoglobin
sampai kadar tertentu (Hb <7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu,
dingin, sesak napas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan tampak pucat, mudah dilihat
b. Gejala khas
- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
B12.
Gejala ini merupakan gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan anemia. Misalnya, pada anemia akibat infeksi cacing tambang dapat
dijumpai sakit perut, pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak
tangan. Pada kasus tertentu, gejala penyakit dasar dapat lebih dominan, seperti pada
Pendekatan diagnosis lebih lanjut pada anemia dapat dilihat pada gambar:1
34
5. Terapi
mengancam jiwa, sehingga harus ditransfusi segera dengan PRC (packed red
cells).
- Terapi khas, khusus untuk terapi terhadap anemia jenis tertentu. Seperti
ini harus dipantau dengan ketat, misalnya pada anemia defisiensi besi, diberi
preparat besi, lalu jika membaik berarti memang positif anemia defisiensi
E. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) sama atau melebihi
140 mmHg sistolik dan/sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik pada seseorang
yang tidak sedang minum obat antihipertensi. Penilaian awal klinis hipertensi
37
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau pada fasilitas
2. Epidemiologi
Indonesia adalah sekitar 34,1%, sedangkan pada tahun 2013 hasil prevalensi
pengukuran tekanan darah tahun 2013 hingga tahun 2018 dapat dikatakan
mengalami peningkatan yaitu sekitar 8,3%. Data dari Riskesdas tahun 2018 juga
44,1% atau lebih tinggi dari rata-rata prevalensi hasil pengukuran darah di
Indonesia.14
3. Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor yang tidak
dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
antara lain umur, jenis kelamin, dan genetik. Faktor risiko yang dapat diubah antara
lain kebiasaan merokok, konsumsi serat, stres, aktivitas fisik, konsumsi garam,
4. Patofisiologi
dari jaras saraf simpatis yang berada dipusat vasomotor medula spinalis. Jaras saraf
simpatis dari medula spinalis berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis menuju ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
renin akibat penurunan aliran darah ke ginjal. Sekresi renin akan merangsang
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga meningkatkan
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-
kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang
tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan
akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.14
6. Diagnosis
asimptomatik. Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti
berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke arah
berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua
kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥
140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan.
Pemeriksaaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan
posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar.
ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis.
funduskopi, USG ginjal, foto thoraks dan ekokardiografi. Pada kasus dengan
7. Tatalaksana
(PERHI) 2021, target tekanan darah dibagi menjadi 2 kelompok. Pertama target
esensial adalah target penurunan tekanan darah minimal 20/10 mmHg, idealnya
<140/90 mmHg. Kedua target optimal, yaitu apabila usia <65 tahun target tekanan
usia >65 tahun maka target tekanan darah yakni <140/90 mmHg jika dapat
diharapkan dapat tercapai dalam 3 bulan.14 Algoritma terapi obat untuk hipertensi
yaitu:16
- Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat.
pasien.
- Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-
angiotensin system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau
diuretik.
- Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain dianjurkan
bila ada indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal jantung dan
berisiko sangat tinggi, pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau ringkih.
- Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau
ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.
kontraindikasi.
- Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum terkendali
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Alamat : Banjarmasin
PDP9
B. Anamnesis
pukul 14.00 WITA di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin Gedung
Tulip III.
43
44
dan tangan sejak 1 hari SMRS. Bengkak muncul mendadak dan semakin membesar.
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 bulan SMRS.
Sesak dirasa berkurang saat pasien duduk tetapi bertambah saat pasien berbaring.
Sesak muncul perlahan lahan dan semakin lama semakin memberat. Pasien merasa
dadanya terasa penuh. Pasien terdiagnosis gagal ginjal sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala hebat seperti ditekan pada kepala sejak
3 bulan SMRS. Nyeri kepala hilang timbul dan bisa berlangsung hingga 1-3 jam.
Nyeri kepala tidak banyak berkurang saat beristirahat. Nyeri kepala bertambah
tekanan darah 236/180 dan dibawa ke IGD RSUD Ulin lalu dirawat selama 2 hari
2 malam. Pasien juga sempat dinyatakan mengalami penyakit jantung 1 tahun yang
lalu dan rawat jalan selama 2 bulan di poli jantung RSUD Ulin.
45
Pasien memiliki keluhan BAB hitam sejak hari perawatan ke-25 di RSUD
Ulin. Konsistensi lunak dan sedikit-sedikit. Pasien BAK hanya melalui kateter urin.
rawat inap di RSUD Ulin karena kejang dan tekanan darah 236/180 mmHg.
1. Status Generalis
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4V5M6
2. Tanda Vital
3. Kulit
yang berlebihan, turgor kulit kembali dalam 2 detik, ikterik (-), ptekie (-),
a. Telinga
b. Hidung
stomatitis (-)
d. Mata
konjungtiva pucat (+), mata cekung (-) refleks cahaya langsung dan tidak
5. Toraks
a. Toraks umum
Inspeksi : Bentuk dada normal, dinding dada tidak ada gerakan dada
yang tertinggal, tumor (-), sikatrik (-), hematom (-), venektasi (-)
b. Paru
N N
N N
N N
Perkusi :
S S
S S
S S
V V
V V
V V
Ronki
- -
- -
+ +
Wheezing
- -
- -
49
- -
c. Jantung
thrill (-)
Perkusi :
6. Abdomen
Inspeksi : Datar, distensi (-), striae (-), sikatrik (-), caput medusae (-),
hernia (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium, hepar, lien dan
7. Ekstremitas
T T
Kekuatan 5 5
5 5
edema - -
+ +
Lingkar paha kanan : 43,5 cm; betis kanan : 34 cm; paha kiri : 41 cm; betis
kiri 25 cm.
8. Rectal Toucher
Massa (-), darah (-), feces (+) berwarna coklat kehitaman, tonus sfingter ani
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.1. Pemeriksaan Laboratorium
Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu 170 - <200.00
Hepatitis dan Imunoserologi
HbsAg - - - - NR
Anti HCV - - - - NR
Nulai
Pemeriksaan 01/05/23 03/05/23 04/05/23 05/05/23 06/05/23
Rujukan
Albumin (g/dl) - - - - 3.5-5.2
HbsAg - - - - - NR
Anti HCV - - - - - NR
Nulai
Pemeriksaan 07/05/23 10/05/23 11/05/23 12/05/23 13/05/23
Rujukan
Albumin (g/dl) - - - 3.1 - 3.5-5.2
HbsAg - - - - - NR
Anti HCV - - - - - NR
53
Nulai Ruj
Pemeriksaan 14/05/23 10/05/23 11/05/23 12/05/23 13/05/23
ukan
Albumin (g/dl) - - - 3.1 - 3.5-5.2
HbsAg - - - - - NR
Anti HCV - - - - - NR
Kreatinin(mg/dl) - - - - - 0.72-1.25
54
Foto Thorax AP :
patologi (-), LBBB (-) RBBB (-), RVH (-), LVH (-), ST elevasi (-).
Arteri :
flow.
57
Vena-vena :
compressible
Kesimpulan : DVT akut di daerah SFF vein dan popliteal vein dextra. Tak
tampak PAOD.
E. Resume Medik
dan tangan sejak 1 hari SMRS. Bengkak muncul mendadak dan semakin membesar.
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 bulan SMRS.
Sesak dirasa berkurang saat pasien duduk tetapi bertambah saat pasien berbaring.
Sesak muncul perlahan lahan dan semakin lama semakin memberat. Pasien merasa
dadanya terasa penuh. Pasien terdiagnosis gagal ginjal sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala hebat seperti ditekan pada kepala sejak
3 bulan SMRS. Nyeri kepala hilang timbul dan bisa berlangsung hingga 1-3 jam.
Nyeri kepala tidak banyak berkurang saat beristirahat. Nyeri kepala bertambah
tekanan darah 236/180 dan dibawa ke IGD RSUD Ulin lalu dirawat selama 2 hari
2 malam. Pasien juga sempat dinyatakan mengalami penyakit jantung 1 tahun yang
lalu dan rawat jalan selama 2 bulan di poli jantung RSUD Ulin.
Pasien memiliki keluhan BAB hitam sejak hari perawatan ke-25 di RSUD
Ulin. Konsistensi lunak dan sedikit-sedikit. Pasien BAK hanya melalui kateter urin.
rawat inap di RSUD Ulin karena kejang dan tekanan darah 236/180 mmHg.
Pemeriksaan Fisik
tekanan darah 110/70, denyut nadi 85x/menit, kuat angkat, regular, frekuensi napas
H2O, kepala leher dalam batas normal. Konjungtiva anemis ODS. Pemeriksaan
ekstremitas bawah terbatas, nyeri tekan (+/+), edema ekstremitas bawah (+/+),
lingkar paha kanan : 43,5 cm; betis kanan : 34 cm; paha kiri : 41 cm; betis kiri 25
Pemeriksaan Penunjang
efusi pleura kanan. Pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus, frekuensi 100
x/menit, regular, irama sinus, normoaxis, kesan normal. Hasil USG Doppler
menunjukkan DVT akut di daerah SFF vein dan popliteal vein dextra. Tak tampak
PAOD.
F. Diagnosis
G. Daftar Masalah
Pemeriksaan Penunjang:
61
H. Rencana Awal
Terapi lain:
HD rutin
(selasa dan
jum’at
5. Severe anemia - - transfusi -Tanda dan KIE pasien dan
normocytic PRC 4 kolf gejala anemis keluarga
normochromic -Evaluasi Hb mengenai kondisi
5.1. Blood post koreksi pasien
loss
5.2. Renal
disease
6. Efusi pleura - O2 (SpO2 - Monitoring - Edukasi pasien
<95%0 keluhan dan keluarga
Pungsi pleura sesak mengenai kondisi
- Monitoring pasien
tanda vital
(RR, SpO2)
7. Hipertensi on - PO amlodipin -Monitoring Edukasi pasien
treatment 1x10mg tanda vital dan keluarga
PO uperio (tensi) mengenai kondisi
2x50 mg pasien.
63
I. Follow Up
Subjective Sesak (+), kaki kanan bengkak Sesak (<), nyeri pada paha kanan (+)
(+), batuk (+), mual muntah (+)
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
(-) Tho: Rh di basal paru (+/+), wh (-), S1
Tho: Rh di basal paru (+/+), wh S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
(-), S1 S2 tunggal, murmur (-), Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
gallop (-) (+), undulasi (-).
Abd: BU (+), NT (-), shifting
dullnes (+), undulasi (-).
65
Eks: akral hangat (+), edema Eks: akral hangat (+), edema
ekstremitas inferior (+/+), ekstremitas inferior (+/+), hematoma
hematoma a/r femur D a/r femur D
Subjective Akses CDL kemarin hanya Sesak (-), nyeri pada tungkai kiri,
berlangsung 1 jam karena akses bengkak membesar
CDL tersumbat. Nyeri di paha
kanan (+)
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (-), skl. ikterik (-)
(-) Tho: Rh di basal paru (+/-), wh (-), S1
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
) (+), undulasi (-).
68
Subjective Sesak (+), nyeri pada kaki Bengkak berkurang, nyeri bertambah,
berkurang perdarahan (+)
Subjective Sesak berkurang, kaki bengkak Sesak napas, lemas, pucat, akses CDL
(+), nyeri berkurang. Akses macet
CDL bermasalah saat HD
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (+/-), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
) (+/-)
Abd: BU (+), NT (-), shifting
dullnes (+), undulasi (-).
Eks: akral hangat (+/-), edema
ekstremitas inferior (+/-), nyeri
tekan (+)
Assesment 1. CKD stage V on HD routine 1. CKD stage V on HD routine 2x
2x (Selasa-Jumat) (Selasa-Jumat)
2. ADHF wet warm Forrester II 2. ADHF wet warm Forrester II
(improved) (improved)
3. HFrEF (35%) Stage FC III 3. HFrEF (35%) Stage FC III
4. Efusi pleura D post pungsi 4. Efusi pleura D post pungsi
5. Unilateral leg swelling 5. Unilateral leg swelling
5.1 DVT 5.1 DVT
5.2 CVI 5.2 CVI
6. Anemia NN 6. Anemia NN
7. HT on treatment 7. HT on treatment
8. GAD on treatment 8. GAD on treatment
9. CDL malfunction 9. CDL malfunction
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Extra drip tramadol 100 mg - Extra drip tramadol 100 mg KP
KP - Inj. Heparin bolus 4000 IU IV,
- Inj. Heparin 2x5000 IU lanjut drip continuous 900 IU/jam
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. CPG 1x75 mg - Po. CPG 1x75 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. PCT 3x500 mg
- Po. Tramadol 3x50 mg - Po. Tramadol 3x50 mg
- Terapi psikiatri: Po. - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
Risperidon 1x1 mg + 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
lorazepam 1x20 mg + fluoxetine 1x10 mg
fluoxetine 1x10 mg Plan:
- Cek PT, aPTT
- HD besok
- Transfusi 1 kolf pre HD dan 2 kolf
durante HD
- USG doppler (06/06/23)
73
Subjective Sesak (-), tanda perdarahan (-) Tanda perdarahan (-), HD tuntas,
bengkak kaki kanan (+)
Subjective Nyeri pada tungkai (+), bengkak Sesak napas hilang timbul, gejala
berkurang, sesak (-), demam (-) perdarahan (-)
Subjective Nyeri pada tungkai (+), bengkak Sesak napas (+), tanda perdarahan (-),
(+), sesak (+), demam (-) kaki bengkak (+)
Subjective Sesak napas berkurang, kaki Sesak napas (+), tanda perdarahan (-),
bengkak (+), nyeri (+) kaki bengkak (+), nyeri berkurang
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
(-) Tho: SN Ves, rh basal paru (+/+), wh
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (-)
) Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
Abd: BU (+), NT (-), shifting (+), undulasi (-).
dullnes (+), undulasi (-). Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
Eks: Inf.: akral hangat (+/-), (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
edema (+/+), nyeri tekan (+/-), (+/-)
ROM terbatas (+/-) Lingkar
Lingkar Paha kanan : 48 cm
Paha kanan : 46,5 cm Betis kanan : 36 cm
Betis kanan : 38 cm
Paha kiri : 42,5 cm
Betis kiri : 26,5 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D 1. DVT femoral et popliteal D
2. CKD stage V on HD routine 2. CKD stage V on HD routine 2x
2x (Selasa-Jumat) (Selasa-Jumat)
3. HFrEF (35%) Stage FC III 3. HFrEF (35%) Stage FC III
4. Efusi pleura D post pungsi 4. Efusi pleura D post pungsi
78
Subjective Perdarahan (-), nyeri berkurang, Sesak napas (+), pucat (+), tampak
mengantuk, banyak tidur mengantuk
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
(-) Tho: SN Ves, rh basal paru (+/+), wh
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (-)
) Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
Abd: BU (+), NT (-), shifting (+), undulasi (-).
dullnes (+), undulasi (-). Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
Eks: Inf.: akral hangat (+/-), (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
edema (+/-), nyeri tekan (+/-), (+/-)
ROM terbatas (+/-) Lingkar
Lingkar Paha kanan : 43,5 cm
Paha kanan : 42,5 cm Betis kanan : 41 cm
Betis kanan : 37 cm Paha kiri : 34 cm
Paha kiri : 34 cm Betis kiri : 25 cm
Betis kiri : 24 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D 1. DVT femoral et popliteal D
2. SoB 2. Melena dt heparin induced
2.1 dt PE 3. SoB
2.2 dt ADHF et warm Forrester 3.1 dt PE
III 3.2 dt ADHF et warm Forrester III
3. CKD stage V on HD 3.3 dt Severe anemia NN dt blood loss
routine2x (Selasa-Jumat) dd renal disease
4. Efusi pleura D post pungsi 4. AFI day 2 dt HAP
5. Moderate anemia NN ec 5. CKD stage V on HD routine2x
blood loss dd renal disease (Selasa-Jumat)
6. HT on treatment 6. Severe anemia NN ec blood loss dd
7. GAD on treatment renal disease
8. Post CDL repair 7. Efusi pleura D post pungsi
9. HFrEF (35%) Stage FC III 8. HT on treatment
10. DOC 9. GAD on treatment
10.1 Drug induced 10. Post CDL repair
10.2 Sepsis 11. DOC (improved) ec drug induced
10.3 Uremic encepalopathy
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Drip heparin 600 IU/jam - Drip lansoprazole 6 mg/jam
- Po. Asam folat 1x5 mg - Inf. Moxifloxacin 400 mg/24 jam
- Po. CaCO3 3x500 mg - Transfusi PRC 4 kolf, 2 kolf pre
- Po. Uperio 3x50 mg HD, 2 kolf durante HD
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Drip tramadol 100 mg/8 jam
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. ISDN 3x5 mg - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. PCT 3x500 mg - Po. Uperio 3x50 mg
80
K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik K/L: Konj. pucat (+), skl. ikterik (-)
(-) Tho: SN Ves, rh basal paru (+/+), wh
Tho: SN Ves, rh (-), wh (-), S1 (-), S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
S2 tunggal, murmur (-), gallop (- (-)
) Abd: BU (+), NT (-), shifting dullnes
Abd: BU (+), NT (-), shifting (-), undulasi (+).
dullnes (-), undulasi (-). Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema
Eks: Inf.: akral hangat (+/-), (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
edema (+/-), nyeri tekan (+/-), (+/-)
ROM terbatas (+/-) Lingkar
Lingkar Paha kanan : 43 cm
Paha kanan : 40 cm Betis kanan : 35 cm
Betis kanan : 36 cm Paha kiri : 41 cm
Paha kiri : 41 cm Betis kiri : 33 cm
81
Betis kiri : 30 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D 1. DVT femoral et popliteal D
2. Melena dt heparin induced 2. SoB
(improved) 2.1 dt PE
3. SoB 2.2 dt HAP
3.1 dt PE 2.3 dt anemia
3.2 dt ADHF et warm Forrester 3. HAP (improved)
III 4.CKD stage V on HD routine2x
3.3 dt Severe anemia NN dt (Selasa-Jumat)
blood loss dd renal disease 5. Melena dt heparin induced
4. HAP (improved) (improved)
5. CKD stage V on HD 6. Moderate anemia NN ec blood loss
routine2x (Selasa-Jumat) dd renal disease
6. Severe anemia NN ec blood 7. Efusi pleura D post pungsi
loss dd renal disease 8. HFrEF 35%
7. Efusi pleura D post pungsi 9. GAD on treatment
8. HT on treatment 10. HT on treatment
9. GAD on treatment 11. Post CDL repair
10. Post CDL repair 12. Ascites gr III dt CKD
11. HFrEF 35%
Planning - O2 supp - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari - Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari - Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari - Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon - Venflon
- Drip lansoprazole 6 mg/jam - Drip lansoprazole 6 mg/jam
- Drip tramadol 100 mg/8 jam - Drip tramadol 100 mg/8 jam
- Inf. Moxifloxacin 400 mg/24 - Inf. Moxifloxacin 400 mg/24 jam
jam (H3) (H5)
- Transfusi PRC 1 kolf, target - Po. Asam folat 1x5 mg
Hb >8 - Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Asam folat 1x5 mg - Po. Uperio 3x50 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg - Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Uperio 3x50 mg - Po. CPG 1x75mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg - Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. CPG 1x75mg - Po. ISDN 3x5 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg - Po. PCT/codein 3x500 mg/20 mg
- Po. ISDN 3x5 mg - Po. Warfarin 1x2 mg
- Terapi psikiatri: Po. - Terapi psikiatri: Po. Risperidon
Risperidon 1x1 mg + 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
lorazepam 1x20 mg + fluoxetine 1x10 mg
fluoxetine 1x10 mg Plan:
Plan: - HD hari ini
- Transfusi PRC 1 kolf hari ini - Cek PT, aPTT
- HD sesuai jadwal - Usul pungsi ascites post HD
- Obs. Tanda perdarahan
Subjective Sesak napas (-), tanda Riwayat perdarahan dari bekas pungsi
perdarahan (-)
23/05/23 (HP33)
Eks: Inf.: akral hangat (+/-), edema (+/+), nyeri tekan (+/-), ROM terbatas
(+/-)
Lingkar
Paha kanan : 46 cm
Betis kanan : 41 cm
Paha kiri : 45,5 cm
Betis kiri : 35 cm
Assesment 1. DVT femoral et popliteal D
2. SoB (improved)
2.1 dt PE
2.2 dt HAP
2.3 dt anemia
3. HAP (resolved)
4.CKD stage V on HD routine2x (Selasa-Jumat)
5. Ascites post pungsi
6. Melena dt heparin induced (resolved)
7. Efusi pleura D post pungsi
8. Severe anemia NN ec blood loss dd renal disease
9. HFrEF 35%
9. GAD on treatment
10. HT on treatment
11. Post CDL repair
Planning - O2 supp
- Diet renal 1500 kkal/hari
- Diet RG<5 gr/hari
- Diet protein 1,2 gr/kgBB/hari
- Venflon
- Drip lansoprazole 6 mg/jam
- Drip tramadol 100 mg/8 jam
- Inj. Vit K 10 mg/8 jam
- Transfusi FFP 5 kolf+ PRC 3 kolf
- Po. Asam folat 1x5 mg
- Po. CaCO3 3x500 mg
- Po. Uperio 3x50 mg
- Po. Clonidin 3x0,15 mg
- Po. Amlodipin 1x10 mg
- Po. ISDN 3x5 mg
- Po. PCT/codein 3x500 mg/20 mg
- Terapi psikiatri: Po. Risperidon 1x1 mg + lorazepam 1x20 mg +
fluoxetine 1x10 mg
Plan:
- Tunda pemberian warfarin
- HD hari ini
- Evaluasi perdarahan
BAB IV
PEMBAHASAN
bengkak kedua kaki yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Ulin
Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam vena
dalam, biasanya di tungkai, tetapi dapat terjadi di lengan dan vena mesenterika serta
serebral. Bekuan darah dapat menghambat darah dari tungkai bawah kembali ke
jantung. Trombus vena merupakan deposit intravaskuler yang tersusun dari fibrin
dan sel darah merah disertai berbagai komponen trombosit dan leukosit.1
terjadinya DVT hal ini berdasarkan konferensi ketujuh American College of Chest
tingkat menjadi resiko rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Klasifikasi dibuat
berdasarkan umur, jenis operasi, durasi operasi, durasi immobilisasi dan faktor
a. Resiko rendah: Durasi operasi kurang dari 30 menit, umur lebih dari 40 tahun,
85
86
c. Resiko tinggi: Umur lebih dari 60 tahun, atau umur 40 – 60 tahun dengan
d. Resiko sangat tinggi: Operasi arthroplasty lutut dan panggul, operasi fraktur
panggul, operasi open fracture pada tungkai bawah, trauma pada spinal cord,
berbagai resiko tambahan (umur lebih dari 40 tahun, sebelumnya ada riwayat
tekan (+/+), edema ekstremitas bawah (+/+), lingkar paha kanan : 43,5 cm; betis
kanan : 34 cm; paha kiri : 41 cm; betis kiri 25 cm. Gejala yang dapat ditemui pada
pasien DVT adalah pembengkakan pada ekstremitas (tungkai / lengan), otot kaku,
nyeri pada betis saat pedis di posiskan dorsofleksi dan sendi lutut dalam kondisi
ekstensi penuh (Homan’s sign), sianosis, vena superficial tampak jelas akibat
secara spontan dan membentuk jaringan parut disekitar katup. Jaringan parut yang
terbentuk dapat merusak fungsi katup pada pembuluh vena di tungkai bawah yang
Pada pasien dilakukan pemeriksaan USG Doppler dengan hasil DVT akut di
daerah SFF vein dan popliteal vein dextra. Pemeriksaan radiologis merupakan
86
87
membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi vena atau sindrom
penatalaksanaan DVT pada saat awal. Mekanisme kerja utama heparin adalah
melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah.1
Pasien BAB hitam sejak hari perawatan ke-25 di RSUD Ulin. Konsistensi
untuk DVT. Pemeriksaan fisik dilakukan rectal toucher dijumpai feces berwarna
coklat kehitaman. Melena adalah tinja yang berwarna hitam atau gelap akibat
perdarahan di saluran cerna bagian atas. Salah satu efek samping dari penggunaan
mayor.20
g/dl. Anemia timbul apabila pemecahan atau pengeluaran eritrosit lebih besar
87
88
ringan, sedang, dan berat menurut Klasifikasi WHO yaitu anemia ringan
Pasien mengeluhkan sesak nafas dirasakan pasien sejak 2 bulan SMRS. Sesak
dirasa berkurang saat pasien duduk tetapi bertambah saat pasien berbaring. Sesak
muncul perlahan lahan dan semakin lama semakin memberat. Pemeriksaan fisik
pulmo (auskultasi didapatkan ronki pada basal paru. Komplikasi utama dari DVT
adalah Pulmonary Embolism (PE). Emboli paru adalah ketika gumpalan darah
paru. Emboli paru muncul ditandai dengan dispnea, nyeri dada pleuritik, batuk,
Pasien terdiagnosis gagal ginjal sejak 1 tahun yang lalu. Rutin cuci darah 2x
61/4,47. Secara definisi, penyakit ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal
secara kronis yang ditandai dengan penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
<60 ml/min/1.73mm selama 3 bulan atau lebih. Namun untuk mendiagnosis CKD
dapat dilakukan secara objektif dan dapat dipastikan melalui tes laboratorium tanpa
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik (CKD), terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reverse), pada keadaan mana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
88
89
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
serum kreatinin. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan serum
kreatinin. Sampai pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
Pada LFG 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi penganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai stadium gagal ginjal.24
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun SMRS dan rutin berobat,
saat ini pasien diberikan terapi amlodipine dan uperio. Berdasarkan hasil
hipertensi ditegakkan bila tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan/atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau layanan
kesehatan. Terapi pada pasien hipertensi didasarkan pada inisiasi pengobatan pada
sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat. Kombinasi dua obat yang sering
atau ARB, dengan CCB atau diuretik. Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri
89
90
dari RAS blocker (ACEi atau ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol
resisten, kecuali ada kontraindikasi. Penambahan obat golongan lain pada kasus
keluhan sesak yang dirasakan sejak 2 bulan SMRS. Sesak memberat dengan
aktivitas dan di malam hari dan membuat pasien sering terbangun karena sesak.
Sesak membaik dengan perubahan posisi dari berbaring menjadi duduk didukung
pemeriksaan fisik auskultasi pulmu didapatkan ronkhi bilateral pada lapang paru
bawah dan gambaran efusi pleura dekstra. Diagnosis gagal jantung dapat
kriteria mayor atau 1 dan 2 kriteria minor). Dimana dari data diatas ditemukan
pasien pada kasus ini memenuhi 2 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.25,26
Pada pemeriksaan foto thoraks AP ditemukan adanya dan efusi pleura dekstra
pada pasien disertai gejala sesak yang membuat keterbatasan pada aktivitas fisik
90
91
91
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus Ny. H usia 40 tahun datang ke RSUD Ulin
pada tanggal 21 April 2023 dengan keluhan utama bengkak kedua kaki sejak 1 hari
SMRS. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang
dilakukan pada pasien, maka didapatkan bahwa diagnosis awal pasien ini adalah
berupa diet renal 1500 kkal/hari, diet rendah garam < 2 gr/hari, diet protein 1,2
2x50 mg, PO asam folat 1x5 mg, PO CaCO3, 3x500 mg, transfusi PRC 4 kolf.
92
DAFTAR PUSTAKA
10. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 1035-1040.
93
11. Eknoyan G, Lameire N, Kasiske BL, dkk. Official Journal of The
international Society Of Nephrology. KDIGO 2012 clinical practice
guideline for evaluation and management of CKD. 2013;3(1).
13. Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., & L. Tahapany, D.
Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam : Panduan Praktik Klinis.
Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. 2016.
16. ESH and ESC. 2013. ESH/ESC Guidelines For the Management Of Arterial
Hypertension. Journal Of hypertension 2013, vol 31, 1281-1357.
94
22. Daniel R Ouellette. Pulmonary Embolism (PE).
https://emedicine.medscape.com/article/300901-overview. 2020.
95