Anda di halaman 1dari 41

Kepada Yth :

Diajukan tanggal :

Laporan Kasus
Anak Laki-laki 5 Tahun dengan Leukemia Limfoblastik Akut dengan Infiltrasi Ginjal
dan Vesika Urinaria

Oleh:
dr. Christa Levina Daniswara

Pembimbing:
dr. Farah Hendara Ningrum, Sp.Rad(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................................... ii


Daftar Tabel ..................................................................................................................... iii
Daftar Gambar ................................................................................................................. iv
Bab I Pendahuluan ............................................................................................................ 1
Bab II Laporan Kasus ....................................................................................................... 2
Bab III Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 11
Bab IV Pembahasan ........................................................................................................ 25
Bab V Simpulan dan Saran ............................................................................................. 35
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 36

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi WHO untuk Leukemia Limfositik Akut (LLA) ................................12


Tabel 2. Kelainan sitogenetik pada LLA ...........................................................................14
Tabel 3. Keterlibatan renal akibat infiltrasi leukemia melalui pemeriksaan CT-scan .......19
Tabel 4. Ukuran ginjal maksimum pada 12 anak leukemia dengan keterlibatan ginjal ....21
Tabel 5. Panjang ginjal normal berdasarkan usia melalui pemeriksaan USG ...................22
Tabel 6. Gambaran radiologi keterlibatan ginjal pada kelainan hematologi .....................26

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi sel blast untuk L1 dan L2 ................................................................. 12


Gambar 2. Radiografi ankle anak usia 7 tahun dengan LLA prekursol sel-B ..................... 15
Gambar 3. Radiografi thoraks pada anak usia 7 tahun dengan LLA prekursor sel-B ......... 16
Gambar 4. CT scan thoraks potongan coronal pada anak usia 13 tahun denga LLA sel-T . 16
Gambar 5. Pemeriksaan USG abdomen pada anak usai 6 tahun dengan LLA .................... 18
Gambar 6. Leukemia myelositik akut dengan infiltrasi ginjal pada anak usia 17 tahun ..... 19
Gambar 7. LLA sel-T dengan massa mediastinum pada anak usia 9 tahun ........................ 19
Gambar 8. Anak usia 3 tahun dengan LLA sel-T, pada pemeriksaan CT scan kontras ...... 20
Gambar 9. Anak 12 tahun dengan LLA sel-T relaps ........................................................... 20
Gambar 10. Anak 12 tahun dengan LMA ............................................................................ 21
Gambar 11. Potongan longitudinal pada anak 17 tahun dengan limfoma non-Hodgkin ..... 27
Gambar 12. Pemeriksaan MRI T2-WI dengan massa multiple pada ginjal ........................ 27
Gambar 13. Limfoma ginjal dari pemeriksaan CT-scan ...................................................... 28
Gambar 14. Limfoma non-Hodgkin dengan lesi multifokal pada kedua ginjal................... 28
Gambar 15. Limfoma renal dari pemeriksaan CT potongan axial....................................... 29
Gambar 16. Limfoma renal dari pemeriksaan CT dengan kontras ...................................... 29
Gambar 17. Diffuse large B-cell lymphoma dengan keterlibatan ginjal dan pankreas ........ 30
Gambar 18. Potongan oblik pemeriksaan USG pasien dengan nephroblastoma ................. 31
Gambar 19. Pemeriksaan USG ginjal kanan pasien dengan nephroblastomatosis .............. 31
Gambar 20. Anak usia 3 tahun dengan nephroblastomatosis difus ..................................... 32
Gambar 21. Pyelonephritis bakterial akut ............................................................................ 32
Gambar 22. Pemeriksaan USG ginjal pada kasus abses fungal ........................................... 33
Gambar 23. Abses ginjal pada anak melalui pemeriksaan CT-scan .................................... 33

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Leukimia limfoblastik akut (LLA) merupakan keganasan paling sering pada anak usia 2-
5 tahun.(1) Sebesar 60% kasus LLA terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun, kemudian
dapat terjadi pada dewasa diatas usia 50 tahun. Gejala yang muncul pada LLA merupakan
akibat transformasi maligna dan proliferasi tak terkontrol dari sel-sel progenitor hematopoiesis
yang berakibat meningkatnya jumlah sel-sel blastik, transformasi sel-sel sumsum tulang
menjadi sel maligna dan potensi infiltrasi sel leukemik ke organ-organ lainnya.(2) Gejala awal
pada LLA tidak spesifik dapat meliputi fatigue, demam, infeksi, nyeri tulang, organomegali
dan anemia akibat infiltrasi sel blastik ke sumsum tulang, darah perifer dan organ
ekstramedula.(1) Seiring dengan progresivitas penyakit, sel-sel leukimia dapat mengalami
infiltrasi ke organ-organ lainnya seperti sistem saraf pusat, mediastinum, liver, ginjal dan
testis.(3)
Meskipun sel leukemia dapat mengalami infiltrasi ke banyak sistem organ, infiltrasi sel
leukemia ke sistem traktus urinarius merupakan kasus yang jarang. Saat terjadi keterlibatan
sistem traktus urinarius, maka ginjal merupakan organ tersering yang terkena. Infiltrasi sel
leukemia ke vesica urinaria lebih jarang lagi dibandingkan ginjal.(4) Kirshbaum dan Preuss
melaporkan infiltrasi leukemik ke ginjal ditemukan pada 78 kasus dari 128 proses autopsi,
namun keterlibatan vesica urinaria ditemukan hanya pada 1 kasus.(5)
Pada laporan kasus kali ini, dilaporkan seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang sudah
terdiagnosis dengan leukemia limfoblastik akut sedang menjalani program kemoterapi siklus
ke-8 mengalami keluhan tidak spesifik seperti demam subfebris, tidak nafsu makan, muntah
dan nyeri pada kedua tangan kaki. Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan
MSCT abdomen dengan kontras. Dari kedua pemeriksaan tersebut ditemukan keterlibatan
organ sistem traktus urinarius seperti ginjal dan vesica urinaria. Laporan kasus ini dibuat untuk
memahami peran radiologi terutama pada kasus evaluasi pasien dengan leukemia limfoblastik
akut dan memperkirakan kemungkinan diagnosis banding lainnya pada kasus keterlibatan
sistem traktus urinarius pada kasus leukemia.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis dan Riwayat Penyakit Pasien


Data pasien:
Nama : An. FAP
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 09-07-2017
Usia : 5 tahun
No RM : C840926
Alamat : Tembalang-Semarang
DPJP : dr. Bambang Sudarmanto, Sp.A(K), MARS

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien rencana rawat inap untuk dilakukan program kemoterapi minggu ke-8. Saat ini
keluhan pasien berupa demam, tidak nafsu makan dan mual sejak 4 hari dan kedua tangan kaki
terasa kaku. Keluhan tanda-tanda pendarahan, nyeri saat BAK, dan gangguan saat buang air
kecil disangkal.

Riwayat penyakit dahulu:


Saat pasien berusia 3 tahun, pasien terdiagnosis dengan hernia inguinal lateral ireponibel
(dekstra) dan undesensus testis. Pasien kemudian menjalani beberapa operasi diantaranya
orchidopexy (kanan) dan herniotomi pada bulan Januari 2021 serta orchidopexy bilateral pada
September 2021.
Pada bulan November 2021, pasien mengalami perdarahan gusi hingga 1 bulan, benjolan
pada leher yang terasa nyeri, nyeri tulang kedua tangan kaki, dan demam. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan didapatkan Hb 4.7. Pasien pada saat ini didiagnosis sebagai
limfoma dengan bone marrow involvement sehingga direncanakan untuk pemeriksaan BMP.
Hasil pemeriksaan BMP sesuai gambaran leukemia limfoblastik akut (LLA-L1) dengan
limfoblas 64% dan immunophenotyping sesuai gambaran ALL line T-limfoid.

Riwayat operasi:
- Orchidopexy dekstra dan herniotomi (Januari 2021)
- Orchidopexy bilateral (September 2021)

2
Riwayat pengobatan:
- Kemoterapi ALL (mulai November 2021)

Riwayat penyakit keluarga:


Tidak ada keluarga dengan riwayat dan keluhan serupa.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 17 kg
Tinggi badan : 100 cm
Tanda-tanda vital : Nadi : 92 x / menit
RR: 22 x /menit
Suhu: 37,5 C
Nadi: isi tegangan cukup
Mata : konjunctiva anemis (-/-), ikterik (-/-), pupil isokor
Hidung : nafas cuping (-)
Mulut : sianosis (-), sariawan (-), perdarahan mukosa (-)
Leher : tak teraba pembesaran KGB
Axilla : tak teraba pembesaran KGB
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo : sonor (+/+), SD veskuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, hepar dan lien tak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT kurang dari 2 detik, turgor kult kembali dengan
cepat

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Klinik (8 April 2022)
Hemoglobin 9.6 g/dl (Normal 10.7-14.7) L
Hematokrit 29.8 % (Normal 32-62) L
Eritrosit 3.51 x 10^6 /uL (Normal 3-5.4)
MCH 27.4 pg (Normal 23-31)
MCV 84.9 fL (Normal 77-101)

3
MCHC 32.2 g/dl (Normal 29-36)
Leukosit 5.2 x 10^3 /uL (Normal 5-14.5)
Trombosit 30 x 10^3 /uL (Normal 150 -400) L
RDW 16.6 % (Normal 11.6 – 14.8) H

Hitung jenis
Eusinofil 1% (Normal 3-5) L
Basofil 0% (Normal 0 – 0)
Batang 0% (Normal 2-5) L
Segmen 13 % (Normal 40-50) L
Limfosit 71% (Normal 27-57) H
Monosit 4% (Normal 4-9)
Blast 7%
AMC 4%
Eritrosit berinti 1/100 leukosit

Gambaran darah tepi


Eritrosit Sebaran eritrosit tampak longgar, anisitosis sedang, normosit beberapa
Poikilositosis sedang, ovalosit, pear shape cell, eritrosit muda (+)
Trombosit Estimasi jumlah trombosit menurun dan jumlah normal
Leukosit Estimasi jumlah leukosit normal, limfositosis, ditemukan sel blast 7%
dengan ratio inti sitoplasma besar, kromatin longgar, anak inti 1-2
KESAN: KEGANASAN HEMATOLOGI

Kimia klinik
SGOT 130 (Normal 15-30) H
SGPT 58 (Normal 15-60)
Ureum 32 (Normal 15-39)
Kreatinin 0.5 (Normal 0.6-1.3)
Asam urat 11.6 (Normal 3.5-7.2) H
Calcium 1.6 (Normal 2.12-2.52) L
Phosphat anorganik 4.1 (Normal 2.4-5.1)
Elektrolit
Natrium 141 (Normal 136-145)

4
Kalium 3.9 (Normal 3.5-5.0)
Chlorida 102 (Normal 102)

Koagulasi
Plasma prothrombin time (PPT)
Waktu prothrombin 14.9
PPT Kontrol 10.7
Partial thromboplastin time (PTTK)
Waktu thromboplastin 23.2
APTT kontrol 24.9

Urine Lengkap
Warna Kekuningan -
Kejernihan Jernih -
Berat Jenis 1.004 (Normal: 1.003-1.025)
pH 7.4 (Normal: 4.8-7.4) H
Protein Negatif (Normal: negatif)
Reduksi Negatif (Normal: negatif)
Urobilinogen Normal (Normal: negatif)
Bilirubin Negatif (Normal: negatif)
Aseton Negatif (Normal: negatif)
Nitrit Negatif (Normal: negatif)
Sedimen
Epitel 0.0 / uL (Normal: 0-40)
Epitel tubulus 0.0 / uL (Normal: 0-6)
Leukosit 0.4/ uL (Normal: 0-20)
Eritrosit 1.2/ uL (Normal: 0-25)
Kristal 0.0/ uL (Normal: 0-10)
Silinder patologi 0.00/ uL (Normal: 0.0 – 0.5)
Granula kasar Negatif/LPK (Normal: negatif)
Granula halus Negatif/LPK (Normal: negatif)
Silinder hyalin 0.00/uL (Normal: negatif)
Silinder epitel Negatif/LPK (Normal: negatif)
Silinder eritrosit Negatif/LPK (Normal: negatif)

5
Silinder leukosit Negatif/LPK (Normal: negatif)
Mucus 0.00/uL (Normal: 0.0-0.50)
Yeast cell 0.00 (Normal: 0.0 – 25.0)
Bakteri 2817.2 (Normal: 0-100) H
Sperma 0.0/uL (Normal: 0.0 – 3.0)
Kepekatan 5.4 mS/cm (Normal: 3-27)

X-foto thoraks tanggal 13 November 2021

Kesan:
- Cor tak membesar
- Pulmo tak tampak kelainan
- Tak tampak gambaran massa mediastinum

USG Traktus Urinarius tanggal 8 Maret 2021

6
Kesan:
- Pelviektasis ringan ginjal kanan
- Sonografi ginjal kiri dalam batas normal
- Penebalan dinding vesika urinaria (ukuran 0.75 cm) -> curiga cystitis

MSCT Abdomen tanggal 13 Agustus 2021

7
Kesan:
- Ukuran ginjal kanan (8.0 cm) dan ginjal kiri (7.6 cm)
- Struktur testis kanan kiri masih berada pada canalis inguinalis kanan kiri → sesuai
gambaran undesensus testis

USG Abdomen tanggal 18 November 2021

8
Kesan:
- Hepatosplenomegaly dengan parenkim homogen, tak tampak nodul
- Ukuran ginjal kanan kiri tampak besar disertai pelviektasis
- Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ intraabdomen diatas

MSCT Abdomen dengan kontras tanggal 7 April 2022

9
Kesan:
- Mild hepatosplenomegaly dengan parenkim hepar lebih rendah dibandingkan lien
- Ukuran ginjal kanan kiri membesar disertai multifocal lesi solid pada parenkim ginjal
kanan (ukuran terbesar AP 3.37 x LL 3.94 x CC 4.86 cm)
- Penebalan fokal pada aspek dinding anterior-posterior vesica urinaria (tebal maksimal
0.87 cm pada aspek posterior)
- Multiple limfadenopati pada paraaorta, interaortocaval dan parailiaca kanan kiri
(ukuran terbesar AP 2.05 x LL 1.66 x CC 3.21 cm pada parailiaca kiri)
➔ Mendukung gambaran leukemic infiltration

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pendahuluan dan Epidemiologi


Penyakit limfoproliferatif merupakan subgrup keganasan hematologi yang terdiri dari
empat tipe keganasan yang berbeda: limfoma non-Hodgkin, penyakit Hodgkin, leukemia
limfositik (akut atau kronik) dan multiple myeloma. Limfoma non-Hodgkin dan penyakit
Hodgkin lebih sering melibatkan struktur nodal dan ekstranodal pada regio abdomen dan
pelvis. Sedangkan leukemia limfostik dan multiple myeloma lebih sering menyebabkan lesi
pada tulang dan pembesaran kelenjar getah bening, namun sering tidak melibatkan organ
abdomen-pelvis.(6)
Leukemia merupakan keganasan tersering pada anak, diikuti oleh limfoma pada urutan ketiga.
Leukemia dan limfoma berasal dari jalur sel yang mirip sehingga memiliki gambaran radiologi
/ pencitraan yang tumpang tindih. Leukemia pada anak selalu dalam bentuk akut. Leukemia
secara sitologi, imunohistokimia dan sitogenetik terbagi menjadi leukemia limfoblastik akut
(LLA) dan leukemia myeloid akut (LMA). Insiden anak dengan LLA sekitar 3.5 per 100.000
anak di Amerika Serikat. Di Indonesia, LLA merupakan kanker anak terbanyak dengan total
insiden mencapai 2.5-4.0 per 100.000 anak dengan perikiraan sekitar 2000 – 3200 per tahun.(7)
LLA lima kali lebih sering terjadi dibandingkan LMA, dengan sekitar 3-4 kasus baru
ditemukan per 100.000 anak. LLA terjadi terbanyak pada usia 2-3 tahun, sedangkan LMA usia
puncak ditemukan pada 2 tahun pertama kehidupan dan meningkat pada usia remaja. Studi di
Rumah Sakit Dharmais dan Rumah Sakit Dr. Sardjito melaporkan 5-year survival rate kasus
ALL sekitar 28.9% dan 31.8%, dibandingkan dengan studi pada Amerika Serikat dan sebagian
besar negara Eropa mencapai 90% dan 85%. Perbedaan yang cukup signifikan ini diperkirakan
akibat tingginya tingkat kambuh dan toxic death selama terapi. Pada negara-negara
berkembang, beberapa faktor diketahui menjadi faktor penentu keberhasilan terapi LLA
diantaranya diagnosis yang tidak adekuat dan terlambat, keterbatasan akses pelayanan
kesehatan, ketidakpatuhan terapi dan terapi suportif masih suboptimal.(7) Oleh karena itu,
melalui laporan kasus ini diharapkan pemeriksaan radiologi sebagai penegakkan diagnosi
maupun evaluasi terapi dapat memberikan manfaat bagi klinisi dan terutama bagi pasien.

3.2 Klasifikasi Leukemia Limfositik Akut (LLA)


Berdasarkan French-American-British (FAB) tahun 1976, klasifikasi LLA berdasarkan
pada morfologi dan tiga tipe dari sel blast yang terdiri dari(8):

11
- Sel blast kecil homogen dengan nukleus bentuk bulat dan sedikit sitoplasma (L1)
- Sel blast ukuran lebih besar dengan nukleus bentuk ireguler dan sitoplasma lebih
banyak (L2)
- Sel basofilik dengan vakuol sitoplasma yang prominen (L3) yang saat ini lebih sering
diklasifikasikan sebagai limfoma Burkitt.

Gambar 1. Morfologi sel blast untuk L1 (kiri) dan L2 (kanan)(9)


WHO kemudian melakukan revisi klasifikasi dari FAB berdasarkan pemeriksaan
immunophenotyping lebih lanjut. LLA yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai L1 dan L2
diklasifikasikan menjadi subtipe prekursor sel B dan prekursor sel T, dimana sel B merupakan
bentuk yang tersering.. Sedangkan L3 diklasifikasikan sebagai limfoma Burkitt.(10)

Tabel 1. Klasifikasi WHO untuk Leukemia Limfositik Akut (LLA)(11)


LLA dengan prekursor sel B terjadi pada 80-85% kasus LLA pada anak. Sekitar 12% kasus
LLA berasal dari sel-T, berkaitan dengan usia lebih tua, jenis kelamin laki-laki, leukositosis
dan massa mediastinum. LLA yang berasal dari sel-T dibedakan dari limfoma limfoblastik sel-
T dari segi fenotipe malignansi, pendekatan terapi dan pola relaps. Sekitar 2% kasus LLA
berasal dari sel-B matur dan merupakan bentuk dari limfoma Burkitt.(12) LLA termasuk

12
bagain dari gangguan limfoproliferatif yang merupakan subgrup dari hematologi malignansi
yang terdiri dari limfoma non-Hodgkin, Hodgkin limfoma, leukemia limfositik akut dan
multiple myeloma.(6) LLA terjadi saat sel hematopoetik progrenitor menginvasi sel normal
dalam meregulasi pertumbuhan, diferensiasi dan apoptosis sel. Mekanisme yang mendasari
dapat berupa translokasi kromosom, ekspresi protooncogenes dan hiperploidi. Hal ini akan
mengakibatkan perubahan sel-sel progenitor dan berkurangnya sel-sel nornal.(3)

3.3 Diagnosis Limfositik Leukemia Akut (LLA)


Diagnosis LLA didapatkan melalui anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium
yang mendukung. Secara umum gejala yang akan timbul akibat gangguan proses
hematopoiesis seperti:
• Anemia dapat bermanifestasi seperti fatigue, kelemahan, pucat, malaise, sesak
setelah beraktivitas, takikardi dan nyeri dada setelah aktivitas.
• Trombositopenia dapat menyebabkan pendarahan mukosa, mudah memar, purpura
/ ptekie, epistaksis, pendarahan gusi maupun menorrhagia / metroragia.
• Granulocytopenia / neutropenia mengakibatkan pasien lebih rentan mengalami
infeksi baik bakteri, fungal maupun virus. Pasien dapat mengalami demam maupun
infeksi rekuren.
Selain gangguan proses hematopoiesis, sel-sel leukemia dapat menginfiltrasi organ-organ
seperti liver, lien dan kelenjar getah bening. Infiltrasi sel-sel leukemi ke organ-organ tertentu
tentunya akan memberikan manifestasi klinis yang bervariasi pula. Pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dapat berupa pemeriksaan darah lengkap dan sediaan apusan perifer,
pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan histokimia, sitogenetik dan
immunophenotyping. Diagnosis ditegakkan ketika ditemukan sel blastik limfoid lebih dari 20%
atau lebih dari 20% sel non-erythroid saat komponen erytrhroid lebih dari 50%.
• Pemeriksaan darah lengkap dan apusan darah tepi
Merupakan pemeriksaan yang paling awal dilakukan, adanya pansitopenia dan sel blast
perifer mengarah ke diagnosis leukemia akut. Sel blast pada apusan darah tepi dapat
mencapai 90% dari jumlah sel darah putih. Pansitopenia dapat ditemukan pada kondisi
lain misalnya anemia aplastik, infeksi virus, defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam
folat. Reaksi leukemoid dari sumsum tulang normal seperti jumlah leukosit > 50.000
akibat kondisi penyakit infeksi tidak disertai dengan jumlah blast yang tinggi. Auer
rods ditemukan pada LMA, namun tidak pernah ditemukan pada LLA.

13
• Pemeriksaan sumsum tulang
Dilakukan melalui aspirasi atau biopsi jarum. Sel blast akan ditemukkan dalam rentang
25-95%.
• Pemeriksaan histokimia, sitogenetik dan immunophenotyping
Pemeriksaan ini mampu membedakan sel blast dari LMA, LLA maupun penyakit
lainnya. Pemeriksaan histokimia termasuk terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT)
yang ditemukan positif pada sel-sel yang lymphoid-origin. Deteksi marker
immunophenotypical seperti CD3 (sel lymphoid dari sel T) dan CD19, CD 20 dan CD
22 (sel lymphoid dari sel B) esensial untuk klasifikasi leukemia akut. Kelainan
sitogenetik pada ALL yang umum ditemukan adalah t(9:22) dan t(12;21) pada dewasa
dan high hyperploidy pada anak-anak.

Tabel 2. Kelainan sitogenetik pada LLA(2)

3.4 Manifestasi Klinis LLA


LLA sel T
Pasien pada umumnya anak laki-laki dengan massa mediastinum (50-75%) atau limfadenopati
cervical, axilla maupun supraclavicula (50%). Massa mediastinum akan menimbulkan gejala
sindrom vena kava, obstruksi trakea dan efusi pericardium. Penyebaran ekstranodal umumnya
jarang pada tahap awal, gejala yang timbul dapat berupa demam, keringat malam hari dan
penurunan berat badan. Pada tipe ini umumnya pasien memiliki insiden cukup tinggi infiltrasi
ke sistem saraf pusat dan memerlukan pemeriksaan cairan serebrospinal untuk
mengindentifikasi keterlibatan sistem saraf pusat.
LLA sel B
Pasien dengan LLA tipe sel B umumnya sering dalam bentuk leukemik dengan gejala berupa
fatigue, infeksi dan mudah mengalami lebam akibat infiltrasi ke sumsum tulang sehingga
mengakibatkan anemia, neutropenia dan trombositopenia. Gejala pada tipe sel B ini lebih
sering namun ringan. Keterlibatan sistem saraf pusat juga cukup sering.(3)

14
3.5 Gambaran Radiologi LLA
Demam, ptekie, lethargi, dan pucat akibat adanya supresi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia sering ditemukan. Pada pemeriksaan rontgen thoraks dapat ditemukan massa
mediastinum (terutama pada LLA sel-T), kardiomegali dan plethora (akibat anemia),
opasifikasi pada lapangan paru (disebabkan adanya infeksi, pendarahan maupun leukostasis),
penebalan pleura, splenomegali dan kelainan skeletal.
Lebih dari sepertiga anak dengan leukemia mengalami keluhan ketidakseimbangan saat
berjalan, nyeri tulang, atralgia, atau keluhan lain berkaitan dengan ekstremitas maupun tulang
belakang. Sekitar 40% anak dengan leukemia akut setidaknya memiliki 1 kelainan radiologi
skeletal. Jumlah keterlibatan tulang yang terlihat melalui pemeriksaan radiologi berhubungan
dengan tingkat keparahan nyeri, namun gejala yang dirasakan jarang berhubungan dengan
lokasi dari kelainan skeletal yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi, lebih sering
asimptomatik terutama pada area non-weight-bearing. Kelainan skeletal pada leukemia yang
dapat ditemukan melalui pemeriksaan radiologi diantaranya lusensi transversal metafisis,
demineralisasi difus, erosi korteks tulang subperiosteal, reaksi periosteal, lesi litik tulang,
osteosklerosis dan fraktur patologis.(12)

Gambar 2. Radiografi ankle anak usia 7 tahun dengan LLA prekursol sel-B
menunjukkan lusensi transversal (leukemic lines) pada metafisis tibia dan fibula distal
proksimal dari zona provisional kalsifikasi(12)

Gambar 3. Radiografi thoraks AP dan lateral pada anak usia 7 tahun dengan LLA
prekursor sel-B menunjukkan resorpsi subperiosteal dari korteks (medial) dan lusensi

15
transversal pada metafisis proksimal humerus, serta demineralisasi difus pada corpus
vertebra.(12)

Selain keterlibatan skeletal, keterlibatan leukemi pada organ solid terutama pada lien dan
timus sering ditemukan. Keterlibatan ini akan bermanifestasi sebagai organomegali akibat
infiltrasi difus maupun sebagai massa fokal.

Gambar 4. CT scan thoraks potongan coronal pada anak usia 13 tahun denga LLA sel-T
menunjukkan massa mediastinum dari infiltrasi sel leukemia difus ke organ timus.(12)

Splenomegali dan massa mediastinum dari infiltrasi timus bukan menjadi faktor prediktor
terjadinya tumor lysis syndrome. Selain organ-organ yang sudah disebutkan diatas, infiltrasi
leukemia pada ginjal juga dapat ditemukan, ditandai dengan adanya nefromegali. Nefromegali
dapat disebabkan adanya infiltrasi leukemia maupun trombosis vena renalis akibat leukostasis
intravaskular. Selain nefromegali, massa renal leukemia fokal juga dapat ditemukan,
ditunjukkan dengan lesi multifokal, bilateral, rendah atenuasi dari pemeriksaan CT-scan dan
lesi hipoekoik dari pemeriksaan ultrasound. Lesi fokal infiltrasi leukemia ini harus dapat
dibedakan dari limfoma, nephroblastomatosis dan infeksi. Infiltrasi ginjal lebih sering
ditemukan pada LLA sel-T dan LMA subtipe M4-M5. Infiltrasi leukemia pada ginjal jarang
mengakibatkan gagal ginjal akut maupun disfungsi tubular ginjal. (12)

3.5.1 Ginjal
Pada neonatus dan infant, ginjal memiliki medulla lebih besar dengan volume korteks
ginjal lebih kecil dibandingkan anak usia lebih dewasa. Pada pemeriksaan ultrasonografi,
korteks ginjal neonatus tampak hiperekoik moderat mendekati ekogenisitas liver dan lien,
bahkan lebih hiperekoik dibandingkan liver pada bayi baru lahir atau bayi prematur. Piramid

16
ginjal akan tampak relatif hipoekoik, sehingga batas kortikomeduler tampak jelas. Diantara
usia 3 bulan hingga 2 tahun, ekogenisitas medulla dan korteks akan menyerupai ginjal usia
dewasa. Ginjal akan disuplai oleh arteri tunggal yang berasal dari aorta abdominalis. Setelah
arteri renalis memasuki hilus ginjal dan terletak lebih superior terhadap vena renalis, arteri
renalis terbagi menjadi cabang anterior dan posterior. Vena renalis kiri lebih panjang dari pada
kanan, melewati anterior aorta dan menerima darah dari suprarenal ipsilateral dan vena gonadal
sebelum memasuki inferior vena cava. Panjang ginjal diukur secara morfologi dipengaruhi oleh
usia, berat badan dan tinggi badan. Ginjal kiri relatif lebih panjang dari pada ginjal kanan.
Ketebalan ginjal sekitar 50% dari panjang ginjal dan pada neonatus relatif lebih tebal
dibandingkan anak-anak. Pada pole atas ginjal ketebalan korteks lebih tebal dibandingkan pole
bawah ginjal.
Ginjal dan jaringan perirenal dapat terpengaruh dalam berbagai kondisi kelainan
hematologi, terutama dalam kondisi dengan keterlibatan multisistem. Dalam berbagai kelainan
hematologi, pencitraan radiologi memiliki peran dalam mengevaluasi perluasan penyakit,
petunjuk biopsi atau monitoring penyakit dan respon terapi. Kelainan hematologi yang sering
melibatkan jaringan renal dan perirenal diantaranya adalah limfoma, leukemia dan mutlipel
myeloma. Namun pola gambaran / pencitraan dari keterlibatan jaringan renal dan perirenal
dapat tidak spesifik sehingga dalam suatu kondisi yang sama dapat bermanifestasi dengan
gambaran berbeda dan tidak jarang tumpang tindih. Oleh karena itu sebagai radiolog harus
familiar dengan pola gambaran / pencitraan dikombinasikan dengan gejala klinis dan
histopatologi sehingga dapat mempersempit diagnosis banding dan menentukan tata laksana
yang terbaik bagi pasien.(13)
Gangguan ginjal dapat terjadi pada kondisi kelainan hematologi diantaranya seperti
anemia, disfungsi leukosit dan koagulopati. Hal ini disebabkan aliran darah yang cukup besar
(20% dari keluaran jantung) dan jaringan kapiler yang kompleks sehingga kondisi kelainan
hematologi akan menimbulkan gangguan pada ginjal. Mekanisme tersering keterlibatan ginjal
dalam kondisi kelainan hematologi adalah infiltrasi sel neoplastik baik secara hematogenous
maupun limfatik, injuri akibat produk nefrotoksik dari sel neoplastik dan efek samping
terapi.(13)
Keterlibatan ginjal pada pasien dengan leukemia terjadi sekitar 60-90% dari pemeriksaan
autopsi, namun pencitraan radiologi yg menunjukkan keterlibatan ginjal hanya sekitar 5%. Hal
ini disebabkan leukemia secara umum tidak memerlukan pemeriksaan radiologi secara rutin,
keterlibatan ginjal lebih sering ditemukan secara insidentil dimana pemeriksaan radiologi
dilakukan untuk mengevaluasi adanya kemungkinan penyakit lain.

17
Kelainan ginjal lebih sering terjadi pada leukemia limfoblastik kronis, leukemia limfositik akut
(sel T) dan leukemia myeloblastik akut (subtipe M4 dan M5). Secara umum, keterlibatan ginjal
yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi akan disertai keterlibatan ektrameduler lainnya.
Infiltrasi leukemia pada ginjal lebih sering ditemukan pada tahap akhir LLA dan
dilaporkan terjadi pada 7-24% kasus leukemia anak. Dari pemeriksaan USG maupun CT-scan
akan didapatkan nefromegali difus bilateral dengan hilangnya diferensiasi kortikomeduler(14)
Nefromegali dapat melibatkan satu atau kedua ginjal, akibat adanya infiltrasi parenkim difus
atau nodular dari sel leukemia. Kelainan parenkim fokal dapat terjadi dan paling lebih mudah
terlihat menggunakan pemeriksaan radiologi dengan kontras. Kelainan yanng dapat timbul
berupa nodul tunggal maupun multipel dengan wedge-shaped atau geographic areas yang
kurang menyangat dibandingkan parenkim ginjal normal setelah administrasi kontras
intravena. Kelainan ginjal pada leukemia biasanya tidak terdeteksi melalui pemeriksaan
radiologi, sehinggai adanya kelainan fokal pada ginjal harus meningkatkan kecurigaan
terhadap kondisi lainnya seperti pyelonefritis fungal maupun bakterial. Hal ini perlu
dikorelasikan dengan gejala klinis seperti demam, disuria maupun nyeri pinggang dan hasil
pemeriksaan gram dan kultur pada urin untuk menegakkan diagnosis dengan tepat.

Gambar 5. Pemeriksaan USG abdomen pada anak usai 6 tahun dengan LLA
menunjukkan pembesaran kedua ginjal hingga mencapai ukuran ginjal dewasa, ginjal kanan
berukuran 8.6 cm dan ginjal kiri berukuran 8.8 cm. Tampak pula peningkatan ekogenisitas
difus pada kedua ginjal dengan nodul hipoekoik multipel terlihat pada kedua ginjal.
Splenomegali juga ditemukan.(14)

18
Gambar 6. Leukemia myelositik akut dengan infiltrasi ginjal pada anak usia 17 tahun. Pada
pemeriksaan CT scan dengan kontras potongan coronal (kiri) tampak pembesaran ginjal difus
yang kurang menyangat disertai lesi fokal berbatas tak tegas yang kurang menyangat
dibandingkan parenkim ginjal (kanan) (13)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hilmes et al, berikut akan disebutkan
gambaran CT-scan dari infiltrasi leukemic pada ginjal yang dapat ditemukan.(15)

Tabel 3. Keterlibatan renal akibat infiltrasi leukemia melalui pemeriksaan CT-scan(15)


• Massa multipel low-attenuation bilateral (42%)
• Area low-attenuation wedge-shaped dan geographic luas bilateral (25%)
• Massa low-attenuation multipel yang berkonglomerasi unilateral (8%)
• Massa low-attenuation soliter pada ginjal unilateral (8%)
• Massa low-attenuation soliter bilateral (8%)
• Area berbatas tak tegas bilateral (8%)

Gambar 7. LLA sel-T dengan massa mediastinum pada anak usia 9 tahun.
Pemeriksaan CT dengan kontras potongan aksial menunjukkan massa low-attenuation kecil
bilateral dan splenomegali (S).(15)

19
Gambar 8. Anak usia 3 tahun dengan LLA sel-T, pada pemeriksaan CT scan kontras
potongan aksial menunjukkan massa low-attenuation multipel bilateral. Tampak pembesaran
kelenjar bening retroperitoneal.(15)

Gambar 9. Anak 12 tahun dengan LLA sel-T relaps, pada pemeriksaan CT scan
kontras menunjukkan area geografik low-attenuation pada kedua ginjal. Tampak pula
nefromegali pada kedua ginjal (dominan kiri) serta kelenjar getah bening retroperitoneal yang
berkonglomerasi.(15)

Pada pemeriksaan MRI, infiltrasi leukemia pada ginjal paling sering akan menunjukkan
gambaran nefromegali dengan hilangnya diferensiasi kortikomeduler serta massa renal soliter
maupun multipel juga dapat ditemukan.(16)

20
Gambar 10. Anak 12 tahun dengan LMA. (A) T1-weighted fat-suppressed
menunjukkan lesi heterogen dan besar yang menyangat kurang dari renal parenkim
disekitarnya (B) T1-weighted image menunjukkan lemak makroskopik pada lower pole ginjal
kanan (C) TSE fat-suppressed T2-weighted image menunjukkan sinyal hipointens pada lesi
dibandingkan jaringan ginjal disekitarnya.

Selain ditunjukkan dengan adanya massa / area low-attenuation baik pada salah satu
ginjal maupun kedua ginjal, keterlibatan leukemia pada ginjal dapat ditunjukkan dengan
nefromegali. Nefromegali pada kasus infiltrasi leukemia dapat ditemukan pada pemeriksaan
ultrasound, urografi ekstretori (BNO-IVP) maupun pemeriksaan CT-scan. Penelitian yang
dilakukan Hilmes et. al menunjukkan 10 dari 12 pasien mengalami pembesaran ginjal
unilateral maupun bilateral. Namun perlu diingat bahwa abnormalitas parenkim ginjal fokal
lebih sering ditemukan dibandingkan nefromegali. Berikut akan digambarkan ukuran ginjal
maksimum pada 12 pasien dengan leukimia beserta standar deviasinya.

Tabel 4. Ukuran ginjal maksimum pada 12 anak dengan leukemia dengan keterlibatan
ginjal(15)

21
Panjang ginjal (cm)
Usia Panjang (SD) Usia Panjang (SD)
0-1 minggu 4.5 (0.3) 8-9 tahun 8.9 (0.9)
1 minggu – 4 bulan 5.3 (0.7) 9-10 tahun 9.2 (0.9)
4 – 8 bulan 6.2 (0.7) 10-11 tahun 9.2 (0.8)
8 – 12 bulan 6.2 (0.6) 11-12 tahun 9.6 (0.6)
1-2 tahun 6.6 (0.5) 12-13 tahun 10.4 (0.9)
2-3 tahun 7.4 (0.5) 13-14 tahun 9.8 (0.8)
3-4 tahun 7.4 (0.6) 14-15 tahun 10.0 (0.6)
4-5 tahun 7.9 (0.5) 15-16 tahun 11.0 (0.8)
5-6 tahun 8.1 (0.5) 16-17 tahun 10.0 (0.9)
6-7 tahun 7.8 (0.7) 17-18 tahun 10.5 (0.3)
7-8 tahun 8.3 (0.5) 18-19 tahun 10.8 (1.1)
Tabel 5. Panjang ginjal normal berdasarkan usia melalui pemeriksaan USG(17)

Keterlibatan ginjal pada leukemia biasanya tidak secara signifikan mengakibatkan


gangguan pada fungsi ginjal meskipun pada infiltrasi masif. Gagal ginjal lebih sering
diakibatkan adanya komplikasi terkait terapi misalnya efek nefrotoksik kemoterapi dan tumor
lysis syndrome. Kemoterapi akan memicu nekrosis sel tumor dengan cepat dan apoptosis
sehingga mengakibatkan kelainan metabolik seperti hiperkalemia, hiperurecemia,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia.(15) Tumor lysis syndrome merupakan suatu kegawatan
onkologi setelah inisasi kemoterapi untuk keganasan limfoproliferatif seperti leukemia
limfositik akut dan limfoma Burkitt. Kondisi ini akan ditandai dengan ganggauan elektrolit
seperti hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia dan hiperuricemia akibat nekrosis sel
tumor secara masif. Gagal ginjal pada tumor lysis syndrome akibat peningkatan secara drastis
ekskresi asam urat dan obstuksi pada tubulus renal akibat kristal asam urat. Tingginya serum
fosfat juga memicu pembentukkan kompleks kalsium-fosfat pada jaringan intestisial dan
sistem tubuler. Secara pencitraan radiologi, tumor lysis syndrome akan digambarkan sebagai
nefromegali, nefrolithiasis dan nefrokalsinosis.(13) Penyebab tidak langsung lainnya dari gagal
ginjal adalah hiperuricemia, sepsis, hemolisis dan paraproteinemia dengan deposit paraprotein.
Adanya kondisi cyroglobulinemia, formasi amyloid, nefrosis dan nefritis juga dapat
berperan.(3)

22
Pada pasien dengan leukemia, keterlibatan ginjal dapat terdeteksi dengan adanya gagal
ginjal akut meskipun jarang ditemukan. Pasien juga dapat mengalami keluhan hematuria atau
proteinuria. Adanya pembesaran ginjal dapat disertai keluhan nyeri pinggang atau perut terasa
penuh. Pasien dengan peningkatan jumlah sel darah putih dapat mengalami gagal ginjal akut
akibat leukostasis. Sel leukemi dapat mengoklusi kapiler peritubular dan glomerulus sehingga
menyebabkan penurunan glomerulus filtration rate. Pasien dapat mengalami oliguria namun
fungsi ginjal dapat membaik setelah pemberian terapi leukopheresis atau kemoterapi.
Leukostasis dapat ditemukan pada leukemia akut maupun kronis.(18)
Pada sebagian besar kelainan hematologi, keterlibatan ginjal berhubungan dengan
abnormalitas dari parenkim dan jaringan perirenal yang terdeteksi melalui pencitraan radiologi.
Secara umum, manifestasi pada ginjal akan terdeteksi pada kondisi dengan keterlibatan
multisistem. Oleh karena itu, interpretasi kelainan ginjal dari penemuan radiologi harus
mempertimbangkan kondisi klinis, laboratorium dan kelainan organ lain.(13) Penetapan
adanya infiltrasi leukemia sebagai penyebab gangguan ginjal harus mampu menyingkirkan
diagnosis lain yang mungkin menjadi penyebab gangguan ginjal.(18)

3.5.2 Vesica urinaria


Sistitis pada pasien penderita kanker dapat disebabkan oleh beberapa kondisi diantaranya
invasi direk, kemoterapi atau radioterapi dan infeksi. Sistitis akibat infeksi pada pasien
imunokompromais dapat disebabkan oleh bakteri patogen tipikal seperti E-coli, Proteus,
Klebsiella dan Staphylococcus saprophyticus. Pasien leukemia dengan gejala traktus urinarius
umumnya diberikan terapi sebagai sistitis akibat infeksi, pada kasus pasien gagal respon
terhadap terapi maka penyebab lain sistitis yang lebih jarang dapat dicurigai.(19) Pada pasien
dengan leukemia yang mengalami hematuria, maka pemeriksaan traktus urinarius dan evaluasi
hematologi harus dilakukan. Diagnosis banding dapat terdiri dari infeksi saluran kemih,
trombositopenia atau koagulopati, malignansi (limfoma) dan siklofosfamid atau ifosfamide
induced hemorrhagic cystitis. Chang et al melaporkan kasus pasien dengan infiltrasi leukemia
pada vesica urinaria, yang secara klinis digambarkan dengan klinis hematuria, sel darah merah
ditemukan pada pemeriksaan urin serta dari pemeriksaan MS3CT-abdomen ditemukan adanya
penebalan difus dinding vesica urinaria hingga 2.0 cm dan blood clot pada intravesica urinaria
dan ekstraperitoneal yang mengindikasikan adanya perdarahan intra dan ekstra vesica.(5)

Infiltrasi leukemia pada traktus urinarius relatif jarang, namun infiltrasi leukemia pada
vesica urinaria lebih jarang dibandingkan ginjal. Studi review dari tahun 1966 hingga 2002

23
juga menunjukkan keterlibatan vesica urinaria pada leukemia akut sangat jarang baik pada
kasus dewasa maupun anak-anak. Dari studi ini, keterlibatan vesica urinaria lebih didominasi
oleh pasien laki-laki dengan rasio 2:1. Keterlibatan vesica urinaria hampir selalu terjadi pada
kasus dengan keterlibatan sumsum tulang baik pada waktu diagnosis awal maupun kasus
relaps. Gejala tersering yang ditemukan adalah hematuria atau gejala traktus urinarius lainnya.
Leukemia dapat melibatkan traktus urinarius pada level maupun derajat manapun yang
mengakibatkan peningkatan risiko perdarahan atau fenomena obstruksi dengan gejala
sekunder.(5) Pada tahun 1971 Givler et. al melakukan studi retrospektif dengan autopsi pada
pasien dengan leukemia dan limfoma menunjukkan infiltrasi vesica urinaria terjadi hanya 2.8
% dari 703 pasien. Infiltrasi vesica urinaria secara mikroskopik ditemukan sebagian besar pada
lamina propria disertai edema atau perdarahan namun ulserasi pada epitel jarang ditemukan.
Infiltrasi noduler diskret serta keterlibatan lapisan serosa dapat terjadi pada kasus leukemia
maupun limfoma, namun lebih sering terjadi pada kasus limfoma. Keterlibatan vesica urinaria
ini biasanya terjadi akibat ekstensi invasif dari massa limfoma regional dibandingkan dari
metastasis vesica urinaria secara intrinsik. Infiltrasi leukemia secara intrinsik ini selalu terjadi
pada kasus infiltrasi luas ekstrameduler pada organ-organ seperti leptomeninges, liver, ginjal
maupun testis.(20)

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, gejala awal yang dialami pasien adalah benjolan pada leher yang
kemudian pasien terdiagnosis dengan limfadenopati colli. Ibu pasien juga mengeluhkan
terdapat benjolan pada kedua lipat paha saat pasien berusia 3 tahun. Pasien kemudian menjalani
pemeriksaan MSCT abdomen dan dinyatakan mengalami undesensus testis bilateral. Pasien
kemudian menjalani beberapa operasi yakni orchidopexy dan herniotomi untuk undesensus
testis. Kemudian pada bulan November 2021, pasien mengalami perdarahan gusi hingga 1
bulan, benjolan pada leher yang terasa nyeri, nyeri tulang kedua tangan kaki, dan demam.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan didapatkan Hb 4.7. Gejala-gejala ini yang
menjadikan adanya kecurigaan terhadap keganasan hematologi. Dari hasil BMP dan
immunophenotyping didapatkan pasien menderita ALL line T-limfoid.
Berdasarkan literatur, ALL sel-T gejala tersering berupa massa mediastinum, dimana pada
pasien ini tidak ditemukan. Gejala yang mengarah seperti vena cava sindrom akibat massa
mediastinum seperti bengkak pada wajah, distensi vena leher, batuk, sesak maupun bengkak
pada ekstremitas superior tidak ditemukan. Pasien sempat mengeluhkan nyeri pada kedua
tangan dan kaki yang memungkinkan keterlibatan tulang akibat leukemia namun tidak
dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi yang sesuai. Gejala lain yang mendukung kearah
leukemia ditemukan seperti demam dan limfadenopati yang ditemukan pada regio colli.
Pasien menjalani pemeriksaan USG pada tanggal 8 Maret 2021 dan MSCT abdomen pada
tanggal 13 Agustus 2021 menunjukkan belum ada kelainan dan ukuran masih normal pada
kedua ginjal. Sejak bulan November 2021 hingga bulan April 2022 pasien kemudian rutin
datang ke RSDK untuk melakukan kemoterapi. Pada bulan tanggal 5 April 2022, pasien
melakukan pemeriksaan USG abdomen dan didapatkan pembesaran kedua ginjal dengan
mutliple lesi hipekoik didalamnya yang mencurigakan suatu infiltrasi leukemia. Pasien tidak
mengalami keluhan terkait traktus urinarius seperti nyeri saat berkemih, frekuensi maupun
hematuria. Dari pemeriksaan fungsi ginjal seperti ureum dan kreatinin juga tidak ditemukan
ada kelainan, dimana pada infiltrasi leukemia pada ginjal sebagian besar tidak mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal. Kemudian untuk memastikan diagnosis dan evaluasi terhadap organ
intraabdomen lainnya dilakukan pula pemeriksaan MSCT abdomen. Dari pemeriksaan MSCT
abdomen didapatkan penemuan serupa dimana terdapat pembesaran ukuran kedua ginjal
dengan multifokal lesi solid pada parenkim ginjal yang mendukung gambaran infiltrasi akibat
leukemia. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan biopsi pada ginjal.

25
Pada pasien dengan keganasan hematologi seperti leukemia, limfoma maupun multipel
myeloma dapat ditemukan keterlibatan ginjal yang dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 6. Gambaran radiologi keterlibatan ginjal pada kelainan hematologi(13)

Berikut akan dibahas mengenai gambaran radiologi pada beberapa diagnosis banding
multifokal lesi solid pada parenkim kedua ginjal seperti yang ditemukan pada pasien.

1. Limfoma
Limfoma merupakan termasuk grup penyakit neoplasma yang menyerang sel limfoid,
secara umum dibagi menjadi limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin. Limfoma Hodgkin memiliki
karakter berupa adanya sel Reed-Sternberg. Subtipe limfoma non-Hogkin pada anak terdiri
dari limfoma Burkitt, diffuse large B-cell lymphoma, anaplastic large cell lymphoma dan
limfoma limfoblastik. Limfoma hodgkin dan limfoma non-Hodgkin terjadi pada 10-15% kasus
keganasan pada anak. Limfoma Hodgkin jarang terjadi pada anak dengan usia yang muda,
melainkan lebih sering pada anak dengan usia lebih tua dan remaja. Sedangkan limfoma non-
Hodgkin lebih sering terjadi pada anak usia dibawah 10 tahun dengan didominasi oleh jenis
kelamin laki-laki dan ras kaukasian.(10)
Secara umum, adanya massa mediastinum merupakan ciri khas dari limfoma Hodgkin dengan
pembesaran timus lebih sering ditemui pada limfoma non-Hodgkin. Namun pada anak-anak
dengan limfoma yang mengalami keluhan nyeri perut, pemeriksaan dengan USG merupakan
modalitas pertama yang dapat dilakukan. Penemuan dari USG dapat berupa limfadenopati

26
abdominal, splenomegali, nefromegali maupun penebalan dinding usus bergantung dari
keterlibatan organ.

Gambar 11. Potongan longitudinal pada anak 17 tahun dengan limfoma non-Hodgkin
tampak pembesaran ginjal hingga 15.5 cm dan massa hipoekoik multipel(10)

Gambar 12. Pemeriksaan MRI T2-WI potongan coronal menunjukkan massa multiple pada
ginjal yang relatif hipointense terhadap parenkim ginjal normal(10)

Keterlibatan ginjal pada limfoma lebih sering terjadi pada non-Hodgkin, terutama dengan
diffuse large B-cell disertai keterlibatan ekstranodal. Jaringan limfoid pada ginjal seperti pada
limfoma ginjal primer merupakan kondisi yang jarang dan hanya ditemui pada kurang dari 1%
kasus limfoma ekstranodal.(13) Sekitar 7-14% pasien dengan limfoma non-Hodgkin akan
berkembang menjadi renal lymphoma yang disebabkan penyebaran limfoma retroperitoneal
atau penyebaran hematogen.(6) Keterlibatan ginjal pada kasus limfoma sebesar 30%
ditemukan pada pemeriksaan autopsi dan hanya 10% yang ditemukan dari pemeriksaan

27
radiologi, hal ini disebabkan keterlibatan ginjal pada sebagian besar pasien bersifat
mikroskopik.(13)
Infiltrasi secara difus sering terjadi pada 20% kasus pada limfoma renal dan mengenai ginjal
bilateral. Proliferasi limfoma dimulai dari jaringan interstisial ginjal mengakibatkan
nefromegali dengan kontur ginjal yang masih baik. Pembesaran ginjal dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologi, namun infiltrasi tumor dapat menyelimuti sinus renal. Pencitraan yang
diambil dengan pemberian kontras intravena dapat menunjukkan area dengan kurang
menyangat kontras.(6)

Gambar 13. Limfoma ginjal. Pemeriksaan CT potongan axial dengan kontras fase
corticomedullary menunjukkan stranding renal hilum dan perirenal fat. Ginjal tampak
heterogen minimal dengan korteks dan piramid ginjal mulai kabur.(6)

Pola tersering keterlibatan ginjal pada kasus limfoma berupa lesi parenkim multiple pada 50-
60% dan sebagian besar bilateral akibat penyebaran hematogen pada kondisi ini.(13) Lesi
biasanya homogen dan kecil (1-3 cm) dengan penyangatan yang kurang dibandingkan
parenkim ginjal normal. Setelah kemoterapi dapat ditemukan area heterogen dengan
penyangatan kurang pada intralesi yang menunjukkan nekrosis tumor.(6)

Gambar 14. Limfoma non-Hodgkin dengan lesi multifokal pada kedua ginjal. Potongan
axial pada fase nefrogenik menunjukkan nodul hipoatenuasi multipel pada kedua ginjal.(6)

28
Massa soliter dapat ditemukan pada 10-25% kasus dan sulit dibedakan dengan renal cell
carcinoma (RCC).(13) Massa soliter ini umumnya homogen dan hipovaskular dengan
penyangatan minimal. Hal ini dapat dibedakan dengan RCC yang menunjukkan massa
heterogen dan menyangat dengan cepat. Massa limfoma ginjal ini bervariasi dari kecil hingga
besar, dan massa yang cukup besar dapat merubah kontur ginjal. Limfoma renal juga dapat
menginvasi perirenal space atau hilum ginjal.(6)

Gambar 15. Limfoma renal. Pemeriksaan CT potongan axial dengan kontras menunjukkan
massa batas tegas hypoattenuating pada ginjal kiri.(6)
Keterlibatan perirenal yang bukan sekunder akibat penyakit retroperitoneal jarang terjadi.
Keterlibatan perirenal akan tampak sebagai jaringan homogen yang meliputi parenkim ginjal
tanpa menyebabkan penurunan fungsi ginjal signifikan. Pada kasus yang lebih ringan akan
ditemukan penebalan fascia renal atau nodul pada perirenal space. Diagnosis banding dari
kondisi ini dapat berupa sarkoma kapsul renal, hematoma perirenal, fibrosis retroperitoneal,
amyloidosis dan hematopoiesis ekstrameduler.(21)

Gambar 16. Limfoma renal. Pada pemeriksaan CT dengan kontras pada potongan axial dan
coronal tampak keterlibatan perirenal pada limfoma. Tampak tumor perirenal hipovaskular
yang menginfiltrasi parenkim ginjal (panah).(21)

29
Gambaran tipikal pada RCC diantaranya penyangatan heterogen pada fase arteri, perubahan
kistik dan tumor trombus). Jika tidak ditemukan gambaran tipikal RCC ini maka diperlukan
tindakan biopsi untuk dibedakan dengan limfoma.
Pemberian kontras intravena pada pemeriksaan CT dan MRI diperlukan untuk mendeteksi lesi
parenkim infiltratif yang tidak menyebabkan distorsi kontur renal. Deposit sel limfoma akan
mengakibatkan penyangatan kurang dibandingkan jaringan ginjal normal, hal ini disebabkan
kurangnya struktur tubulus kolektivus dan kurangnya kemampuan mengkonsentrasi bahan
kontras yang terekskresi. Penggunaan kontras intravena ini memungkinkan pencitraan yang
jelas vaskular retroperitoneal sehingga mampu membedakan antara struktur normal
retroperitoneal dan pembesaran kelenjar getah bening. Limfoma akan memberikan sinyal low-
intermediate pada T1 maupun T2-WI, high signal intensity pada diffusion-weighted MR
images dan low signal intensity pada apparent diffusion coefficient maps.
Fungsi ginjal akan menunjukkan normal pada pasien dengan renal limfoma, namun fungsi
dapat terganggu apabila ada infiltrasi difus pada renal parenkim dan uropati obstruktif akibat
infiltrasi ke pelvis renalis dan ureter dari limfadenopati retroperitoneal.

Gambar 17. Diffuse large B-cell lymphoma dengan keterlibatan ginjal dan pankreas pada
pasien usia 34 tahun. Pada pemeriksaan CT tanpa kontras tampak pembesaran kedua ginjal
(kiri). Pada pemberian kontras tampak mutliple lesi hypoenhancing (kanan) yang tidak
terlihat pada pemeriksaan tanpa kontras(13)

2. Nephroblastomatosis
Nephroblastomatosis merupakan keterlibatan ginjal baik secara difus maupun mutlifokal
dengan adanya jaringan embryogenik nefrogenik persisten. Sisa jaringan nefrogenik berupa
jaringan blasternal primitif yang menetap pada ginjal lebih dari 36 minggu gestasi memiliki
potensi untuk bertransformasi maligna menjadi tumor Wilmms. Nephroblastomatosis ditandai
dengan adanya sisa nefrogenik difus maupun multifokal. Sisa jaringan nefrogenik ini

30
ditemukan pada 41% pasien dengan tumor Wilmms.(12) Nephroblastomatosis selain
merupakan prekursor tumor Wilmms juga menjadi prekursor sindrom lainnya seperti Beck-
Wiedemann, Perlman dan trisomi 18.(16)
Pencitraan radiologi menggambarkan pembesaran ginjal dengan massa parenkim
multifokal dengan ekogenisitas abnormal pada USG. Evaluasi pasien nephrobastomatosis
dengan USG kurang sensitif dibandingkan dengan CT-scan atau MRI. Ginjal dapat membsar
dan batas kortikomeduler menjadi kabur. Area dengan hilangnya ekogenisitas maupun
hipoekoik secara difus dapat ditemukan berkaitan dengan nephroblastomatosis fokal maupun
difus.(12)

Gambar 18. Potongan oblik pemeriksaan USG menunjukkan lesi hipoekoik ovoid
multiple ginjal kiri pada pasien dengan nephrobastomatosis(22)

Gambar 19. Pemeriksaan USG pada ginjal kanan menunjukkan lesi hipoekoik batas tak
tegas korteks ginjal kanan pada pasien dengan nephroblastomatosis(22)

Pemeriksaan CT-scan dengan kontras akan menunjukkan lesi yang kurang menyangat
pada bagian perifernya. Pada kasus, diffuse hyperplastic perilobar nephroblastomatosis

31
(DHPLN) akan menunjukkan pembesaran ginjal dengan penyangatan homogen yang kurang
dibandingkan dengan jaringan ginjal normal.(12) CT scan juga dapat memberikan gambaran
massa dengan tepi ireguler.(23) Pada pemeriksaan MRI akan tampak sebagai lesi hipointens
yang terlihat pada T1 maupun T2-weighted image dan lebih baik mendeteksi lesi fokal multipel
dibandingkan melalui pemeriksaan CT. Tumor akan memiliki kemiripan dengan limfoma,
namun penemuan lainnya seperti limfadenopati generalisata akan menjadi penanda diagnosis
untuk limfoma.(16)

Gambar 20. Anak usia 3 tahun dengan nephroblastomatosis difus. Tampak kedua ginjal
membesar dengan sisa jaringan nefrogenik yang ditandai dengan lesi yang kurang menyangat
dibandingkan jaringan ginjal normal dan tepi yang tebal.(12)

3. Infeksi
Infeksi saluran kemih pada anak dapat ditemui dalam bentuk pyelonephritis akut.
Pemeriksaan menggunakan USG akan menunjukkan area penurunan atau peningkatan
ekogenisitas fokal maupun global, diferensiasi kortikomeduler kabur dan penebalan dari sinus
ginjal.(24) Perubahan ekogenisitas parenkim ginjal dapat berupa hipoekoik akibat edema
maupun hiperekoik akibat adanya perdarahan. Selain itu, edema juga dapat mengakibatkan
hilangnya lemak pada sinus ginjal, pembentukkan abses maupun area hipoperfusi dari
pemeriksaan power Doppler.(25)

Gambar 21. Pyelonephritis bakterial akut. Pada pemeriksaan USG tampak area hiperekoik
wedge-shaped pada upper pole dengan penurunan flow pada pemeriksaan Doppler(25)

32
Infeksi mengakibatkan morbiditas dan mortalitas cukup signifikan pada anak dengan kanker.
Sektiar 20% anak dengan kanker meninggal akibat infeksi. Sekitar 17% infeksi pada anak pada
kanker disebabkan oleh organisme fungal. Spesies Candida merupakan patogen tersering yang
ditemukan pada pasien kanker dengan infeksi fungal invasif. Keterlibatan ginjal biasanya
terjadi sekunder akibat sepsis Candida dengan atau tanpa keterlibatan organ lain. Ginjal juga
dapat terinfeksi melalui mekanisme retrograde dari cystitis Candida. Candidiasis ginjal akan
muncul bermanifestasi dalam bentuk pyelonephritis, abses ginjal pada parenkim maupun
pebentukkan fungus ball yang dapat menyebabkan hidronefrosis. Selain dari ditemukannya
fungus ball pada sistem pelviocalyces atau ureter yang akan tampak sebagai filling defect
radiolusen ireguler, gambaran radiologi dari kandidiasis ginjal tidak spesifik. Abses ginjal
dapat ditandai dengan massa fokal hipoekoik, dari pemeriksaan CT-scan tampak sebagai massa
low-attenuated.(26)

Gambar 22. Pemeriksaan USG menunjukkan multiple nodul hipoekoik parenkim ginjal pada
kasus abses fungal(26)

Gambar 23. Abses ginjal pada anak melalui pemeriksaan CT-scan pada pasien berbeda(27)

33
Dari pemeriksaan MSCT abdomen tanggal 7 April 2022 juga ditemukan adanya
penebalan fokal dinding anterior dan posterior vesica urinaria. Penebalan dinding vesica
urinaria pada kasus pasien dengan keganasan hematologi dapat disebabkan akibat infeksi,
invasi sel malignansi, serta efek kemoterapi maupun radiasi. Infiltrasi leukemia pada vesica
urinaria digambarkan dengan adanya penebalan difus dinding vesica urinaria dan secara klinis
sering disertai adanya hematuria. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya hematuria. Dari
pemeriksaan urin tanggal 4 Juni 2022 ditemukan bakteri 2.817 / uL (nilai normal: 0-100 / uL)
menjadikan penebalan dinding vesica urinaria yang ditemukan pada pasien masih mungkin
disebabkan proses infeksi.

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan keganasan tersering pada anak dengan
total insiden di Indonesia mencapai 2.5-4.0 per 100.000 anak dengan perkiraan sekitar 2000 –
3200 per tahun.(7) Pada laporan kasus ini dijabarkan mengenai anak usia 4 tahun dengan LLA
dengan gejala klinis tidak spesifik seperti demam subfebris dan nyeri tulang pada ekstremitas.
Pasien sudah terdiagnosis dengan leukemia sejak bulan November 2021 dan saat ini masih
menjalani kemoterapi. Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan saluran kemih. Dari
pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia, trombositopenia dan neutropenia yang masih
mengarah ke leukemia. Pemeriksaan fungsi ginjal menunjukkan nilai normal. Dari
pemeriksaan urin ditemukan bakteri yang cukup prominen.
Dari pemeriksaan USG abdomen dan MSCT-abdomen didapatkan pembesaran ginjal
dan multiple lesi fokal pada kedua ginjal. Penemuan ini sesuai gambaran infiltrasi leukemia
pada ginjal. Namun, multiple lesi hipoekoik pada ginjal dapat ditemukan pada kondisi lain
misalnya infiltrasi limfoma, nephroblastomatosis dan abses ginjal. Diagnosis leukemia pada
pasien yang sudah tegak serta adanya multiple lesi fokal pada kedua ginjal menjadikan infiltrasi
leukemia pada kedua ginjal merupakan diagnosis yang sesuai. Selain multiple lesi fokal pada
kedua ginjal, pada pasien juga ditemukan penebalan fokal pada dinding vesica urinaria.
Penebalan dinding pada vesika urinaria pada pasien dengan keganasan hematologi masih dapat
disebabkan beberapa kondisi diantaranya invasi malignansi, efek kemoterapi dan radiasi atau
infeksi. Pada pasien ini ditemukan bakteri cukup signifikan dari pemeriksaan urin menjadikan
penebalan dinding vesica urinaria tersebut masih mungkin disebabkan oleh infeksi. Pada pasien
ini tidak dilakukan biopsi ginjal maupun vesica urinaria untuk membuktikan infiltrasi
leukemia.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Thakore P, Aljabari S, Turner C, Vasylyeva TL. Acute Lymphocytic Leukemia with


Bilateral Renal Masses Masquerading as Nephroblastomatosis. Case Reports in
Pediatrics. 2015 Nov 3;2015:e806494.
2. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) - Hematology and Oncology [Internet]. MSD
Manual Professional Edition. [cited 2022 May 5]. Available from:
https://www.msdmanuals.com/professional/hematology-and-oncology/leukemias/acute-
lymphoblastic-leukemia-all
3. Arrigan M, Smyth L, Harmon M, Flynn C, Sheehy N. Imaging findings in recurrent
extramedullary leukaemias. Cancer Imaging. 2013 Feb 24;13(1):26–35.
4. Suriya OM, Aleem A. Frank hematuria as the presentation feature of acute leukemia.
Saudi J Kidney Dis Transpl. 2010 Sep;21(5):940–2.
5. Chang CY, Chiou TJ, Hsieh YL, Cheng SN. Leukemic infiltration of the urinary bladder
presenting as uncontrollable gross hematuria in a child with acute lymphoblastic
leukemia. J Pediatr Hematol Oncol. 2003 Sep;25(9):735–9.
6. Leite NP, Kased N, Hanna RF, Brown MA, Pereira JM, Cunha R, et al. Cross-sectional
Imaging of Extranodal Involvement in Abdominopelvic Lymphoproliferative
Malignancies. RadioGraphics. 2007 Nov;27(6):1613–34.
7. Perdana AB, Saputra F, Aisyi M. Update on Diagnosis of Childhood Acute
Lymphoblastic Leukemia (ALL) in Indonesia. Indonesian Journal of Cancer. 2020 Dec
28;14(4):115–6.
8. French-American-British Classification - an overview | ScienceDirect Topics [Internet].
[cited 2022 Jun 19]. Available from: https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-
and-dentistry/french-american-british-classification
9. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) - General Information | Flow Cytometry
[Internet]. [cited 2022 Jun 19]. Available from: https://wiki.clinicalflow.com/acute-
lymphoblastic-leukemia-all-general-information
10. Averill LW, Acikgoz G, Miller RE, Kandula VVR, Epelman M. Update on pediatric
leukemia and lymphoma imaging. Semin Ultrasound CT MR. 2013 Dec;34(6):578–99.
11. Terwilliger T, Abdul-Hay M. Acute lymphoblastic leukemia: a comprehensive review
and 2017 update. Blood Cancer J. 2017 Jun;7(6):e577.
12. Faerber EN. Pediatric Oncology Imaging. Radiologic Clinics of North America. 2011
Jul;49(4):xi–xii.
13. Purysko AS, Westphalen AC, Remer EM, Coppa CP, Leão Filho HM,
Herts BR. Imaging Manifestations of Hematologic Diseases with Renal and
Perinephric Involvement. RadioGraphics. 2016 Jul;36(4):1038–54.
14. Grover SB, Antil N, Rajani H, Grover H, Kumar R, Mandal AK, et al. Approach to
pediatric renal tumors: an imaging review. Abdom Radiol. 2019 Feb 1;44(2):619–41.
15. Hilmes MA, Dillman JR, Mody RJ, Strouse PJ. Pediatric renal leukemia: spectrum of CT
imaging findings. Pediatr Radiol. 2008 Apr 1;38(4):424–30.
16. Stanescu AL, Acharya PT, Lee EY, Phillips GS. Pediatric Renal Neoplasms:: MR
Imaging–Based Practical Diagnostic Approach. Magnetic Resonance Imaging Clinics.
2019 May 1;27(2):279–90.

36
17. Rosenbaum DM, Korngold E, Teele RL. Sonographic assessment of renal length in
normal children. AJR Am J Roentgenol. 1984 Mar;142(3):467–9.
18. Finkel KW. Chapter 10 - Renal Effects of Leukemia and Lymphoma. In: Finkel KW,
Howard SC, editors. Renal Disease in Cancer Patients [Internet]. Academic Press; 2014
[cited 2022 May 5]. p. 161–5. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780124159488000106
19. Ramadan KMA, Kyle A, Mcmanus D, O’Rourke D, Cuthbert RJG. Urinary bladder
infiltration with chronic B-lymphocytic leukemia:Two cases with unusual presentation.
Leukemia & Lymphoma. 2006 Jan 1;47(6):1184–7.
20. Givler RL. Involvement of the Bladder Inleukemia and Lymphoma. Journal of Urology.
1971 May;105(5):667–70.
21. Fajardo L, Ramin G de A, Penachim TJ, Martins DL, Cardia PP, Prando A. Abdominal
manifestations of extranodal lymphoma: pictorial essay. Radiol Bras. 2016 Dec;49:397–
402.
22. Eurorad.org [Internet]. Eurorad - Brought to you by the ESR. [cited 2022 Jun 12].
Available from: https://www.eurorad.org/case/2207
23. Blickman JG, Parker BR, Barnes PD. Pediatric Radiology: The Requisites. Elsevier
Health Sciences; 2009. 374 p.
24. Kawashima A, LeRoy AJ. Radiologic evaluation of patients with renal infections.
Infectious Disease Clinics. 2003 Jun 1;17(2):433–56.
25. Pyelonephritis: Radiologic-Pathologic Review | RadioGraphics [Internet]. [cited 2022 Jun
12]. Available from: https://pubs.rsna.org/doi/10.1148/rg.281075171
26. Kurucu N, Kul S, Tosun İ, Erduran E, Köksal İ. Fungemia and renal fungus ball formation
with Candida norvegensis in a child with acute lymphoblastic leukemia. 53(4):5.
27. Linder BJ, Granberg CF. Pediatric renal abscesses: A contemporary series. Journal of
Pediatric Urology. 2016 Apr 1;12(2):99.e1-99.e5.

37

Anda mungkin juga menyukai