Anda di halaman 1dari 49

Laporan Kasus

Nausea + Sepsis Condition + AKI on CKD dd AKI Stage III post


HD + Anemia Mikrositik Hipokromik + Severe Hipoalbuminea +
DM tipe II on Insulin Therapy + Ulkus Dekubitus grade II

Oleh:

Syifa Salsabela Dzulfarida


NIM. 2030912320118

Pembimbing:
dr. Nanik Tri Wulandari, Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Februari, 2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN........................................................................... 22

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 42

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ................................................ 9

Tabel 2.2 Daftar Masalah .......................................................................... 15

Tabel 2.3 Rencana Awal ........................................................................... 16

Tabel 2.4 Follow Up ................................................................................. 18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Foto Elektrokardiogram (07/12/2021) .................................... 11

Gambar 2.2 Foto Thorax (13/12/2021) ...................................................... 12

Gambar 2.3 Foto Klinis (22/12/2021) ........................................................ 13

Gambar 3.1 Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007 .. 28

Gambar 3.2 Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN ................................... 28

Gambar 3.3 Klasifikasi RIFLE yang Sudah Dimodifikasi .......................... 29

Gambar 3.4 Faktor resiko AKI: Paparan dan Susceptibilitas pada AKI

Nonspesifik Menurut KDGIO 2012 ....................................... 30

Gambar 3.5 Komplikasi dan Penanganan pada AKI .................................. 35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Nausea atau mual adalah sebuah perasaan subjektif dan biasanya menjadi

istilah yang digunakan untuk menggambarkan sensasi sebelum muntah. Muntah

adalah pengeluaran isi lambung ke kerongkongan dan keluar melalui mulut. Mual

dan muntah adalah mekanisme protektif, dan dapat muncul secara akut atau

sebagai kondisi kronis. Mual seringkali terjadi berhubungan dengan penyakit lain

yang mendasarinya. Penyebabnya dapat berasal dari sistem gastrointestinal seperti

obstruksi mekanik, gangguan fungsional dan motilitas atau penyebab lainnya

seperti penggunaan obat-obatan, infeksi, penyakit endokrin dan sistem saraf

pusat.1

Penyakit di sistem endokrin yang dapat menimbulkan gejala mual adalah

uremik akibat gagal ginjal dan diabetes mellitus. Dimana hal ini berkaitan dengan

terjadinya disfungsi neurogenik sistem pencernaan. Penderita penyakit tersebut

sering mengeluhkan gejala gangguan saluran cerna atas tanpa sebab yang jelas.

Keadaan seperti ini dikenal dengan sebutan gatropati uremikum dan gastroparesis

diabetika.2

Spektrum klinis gangguan saluran cerna bagian atas pada pasien uremik

sangat bervariasi, karena dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat

keparahan gangguan fungsi ginjal, tingkat stres pasien, dan pengobatan yang

diberikan.3 Mekanisme yang mendasari dan faktor yang berkontribusi terhadap

perkembangan gastropati ini masih belum jelas. Pada gagal ginjal akut (GGA),

gastropati dianggap lebih mungkin terkait dengan stres fisiologis, disertai faktor

1
2

tambahan yang meningkatkan risiko perdarahan seperti NSAID, penyakit hati, dan

komorbiditas lainnya.4 Gastropati uremik dapat menjadi penyebab signifikan

morbiditas dan mortalitas, dikarenakan risiko yang cukup besar dari lesi GI atas

pada pasien uremik, yaitu, perdarahan GI atas akut. Peningkatan prevalensi tukak

lambung setelah transplantasi ginjal dilaporkan menjadi penyebab kematian

sebesar 4%.5

Sementara itu, gastroparesis diabetika merupakan komplikasi dari diabetes

mellitus yang kini semakin dikenal. Suatu studi menunjukkan bahwa diabetes

mellitus merupakan penyebab kedua tersering dari gastroparesis (24%) setelah

idiopatik (33%), sedang penyakit tersering lainnya adalah paska operasi lambung

(19%).2 Orang dengan diabetes memiliki kadar glukosa darah yang tinggi, juga

disebut gula darah. Seiring waktu, kadar glukosa darah yang tinggi dapat merusak

saraf vagus. Gejala gastroparesis yang paling umum adalah mual, perasaan

kenyang setelah makan hanya sedikit makanan, dan muntah makanan yang tidak

tercerna kadang beberapa jam setelah makan. Gejala umum lainnya termasuk

gastroesofageal refluks (GER), nyeri pada daerah perut, perut kembung, dan

kurang nafsu makan.6

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil kasus dari bangsal Tulip

lantai 3 RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis “Nausea + Sepsis Condition +

AKI on CKD dd AKI Stage III post HD + Anemia Mikrositik Hipokromik +

Severe Hipoalbuminea + DM tipe II on Insulin Therapy + Ulkus Dekubitus grade

II sebagai laporan kasus stase Ilmu Penyakit Dalam.


BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 42 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Tamban Sari Baru Rt.01

MRS : 11 Desember 2021

RMK : 1-48-41-72

B. Anamnesis

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Desember 2021 pada pukul 14.00

WITA.

Keluhan Utama : Mual

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Ansari Saleh yang sempat

dirawat di ICU selama 5 hari dengan diagnosa AKI dd CKD dengan riwayat

ensefalopati uremicum + DM II + sepsis. Selama di rawat di RS Ansari Saleh,

pasien dipasang selang hidung.

3
4

Keluhan utama pasien pada saat masuk rumah sakit adalah mual sejak 7

hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Mual pasien tidak dipicu makan, dan

pasien tidak muntah. Keluhan ini muncul mendadak, dirasakan hilang timbul, dan

memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan

mengalami penurunan berat badan ± 10 kg sejak 2 minggu lalu. Pasien makan 3

kali sehari dan dan hanya makan 2-3 sendok setiap kali makan.

Pasien juga mengeluhkan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Sesak dirasakan

mendadak, dan terus menerus. Sesak nafas pasien tidak memberat dengan

aktivitas. Sesak nafas pasien terkadang membuat pasien sering terbangun pada

malam hari. Sesak nafas pasien tidak disertai nyeri dada.

Pasien juga mengeluhkan lemas sejak 2 minggu SMRS. Pasien hanya

berbaring di tempat tidur sehingga muncul luka di area pampers bagian belakang

pasien. Luka pasien tidak berdarah dan tidak bernanah. Demam (-), batuk (-),

keringat malam (-).

Frekuensi buang air kecil (BAK) menurun menjadi 2 kali sehari. Keluhan

nyeri berkemih atau BAK tersendat-sendat disangkal pasien. Buang air besar

(BAB) pasien normal. Buang air besar terakhir pasien warna kuning kecoklatan,

konsistensi lembek, dan jumlahnya sedikit. Riwayat BAB hitam atau BAB disertai

darah disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak

memiliki riwayat hipertensi atau penyakit jantung.


5

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa. Riwayat hipertensi,

diabetes mellitus, penyakit jantung dan hati di keluarga pasien disangkal.

Riwayat Pribadi :

- Riwayat alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan,

lingkungan, maupun obat – obatan.

- Riwayat imunisasi : Tidak pernah mendapatkan imunisasi

- Hobi : Tidak ada hobi khusus

- Olahraga : Jarang berolahraga

- Kebiasaan makan : Pasien makan 3 kali sehari, tidak ada diet khusus.

Pasien suka memakan makanan bersantan dan

manis.

Nafsu makan pasien turundalam 2 minggu terakhir.

Pasien hanya makan 2-3 sendok tiap kali makan.

- Merokok : Pasien tidak merokok

- Minum alkohol : Pasien tidak memiliki riwayat minum minuman

beralkohol

- Riwayat transfusi darah : Tidak pernah

- Riwayat pengobatan : Tidak pernah

C. Pemeriksaan Fisik (22 Desember 2021)

1. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis


6

GCS : E4 V5 M6

VAS : 2-3

Antropometri : BB = 45 kg TB = 155 cm

Status Gizi : Normal, IMT = 18,7 kg/m2

2. Tanda Vital

Tekanan darah : 110/60 mmHg

Denyut nadi : 105 x/menit, kuat angkat, reguler

Frekuensi nafas : 20 x/menit, reguler

Temperatur aksila : 36.4oC

Saturasi oksigen : 96% on room air

3. Kulit

Inspeksi : Kulit tampak sawo matang, tidak terdapat pigmentasi yang

berlebihan, turgor kulit baik (kembali cepat), ikterik (-),

petekie (-), hematom (-), rambut terdistribusi merata, tidak

mudahrontok. Luka (+) ukuran 4x5 cm di regio sacaralis, dasar

luka kulit, tidak berdarah. Palmar pucat (+)

Palpasi : Nodul (-), atrofi (-)

4. Kepala dan Leher

Inspeksi : Bentuk kepala normosefali, pembengkakan leher (-)

Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), nyeri tekan pada

tiroid dan KGB (-)

Auskultasi : Bruit (-)


7

a. Telinga

Inspeksi : Serumen (+/+) minimal, keluar cairan (-/-)

Palpasi : Nyeri tekan (-/-), massa (-/-)

b. Hidung

Inspeksi : Septum deviasi (-), mukosa hidung berwarna merah muda,

sekret minimal dalam batas normal, perdarahan (-), polip (-)

Palpasi : Nyeri (-)

c. Rongga mulut dan tenggorokan

Inspeksi : Bibir lembab, mukosa pucat (-), leukoplakia maupun kelainan lain

pada rongga mulut (-)

Palpasi : Nyeri (-), massa (-)

d. Mata

Inspeksi : Edema palpebra (-), ptosis (-/-), sklera ikterik (-), konjungtiva

pucat (-), refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+),

produksi air mata cukup, lapang pandang normal

5. Toraks

a. Toraks umum

Inspeksi : Bentuk dada normal, dinding dada tidak ada gerakan dada yang

tertinggal, tumor (-), sikatrik (-), hematom (-), venektasi (-)

Palpasi : Tidak teraba tumor, nyeri tekan (-)


8

b. Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, tidak ada gerakan dada yang tertinggal,

tumor (-), sikatrik (-), hematom (-)

Palpasi : Tidak teraba tumor, nyeri tekan (-), fremitus taktil normal

Perkusi : Sonor pada semua lapang paru

Inspeksi : Suara nafas vesicular pada semua lapang paru, ronkhi (---/---),

wheezing (---/---)

c. Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis anterior

sinistra, thrill (-)

Perkusi : Batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra, batas kanan ICS

V linea parasternalis dextra, pinggang jantung ICS III linea

parasternalis dextra.

Auskultasi : S1-S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-), suara jantung

tambahan (-).

6. Abdomen

Inspeksi : Abdomen tampak cekung, striae (-), sikatrik (-), venektasi (-),

spider nevi (-), hernia (-)

Auskultasi : Bising usus (+) 5 x/menit, bruit (-)

Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen, undulasi (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepatomegali (-), massa (-),

splenomegali (-)
9

7. Ekstremitas

Inspeksi : Gerak sendi B B


B B

Motorik : 5 5 Edema - -
5 5 + +

Palpasi : Akral hangat (+), Nyeri (-)

8. Neurologi

Hasil : Tremor (-/-)

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

HASIL HASIL HASIL HASIL HASIL HASIL NILAI


PEMERIKSAAN SATUAN
11/12 12/12 13/12 14/12 17/12 21/12 RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.5 9.4 - 8.4 6.8 11.7 14.0 – 18.0 g/dl
Leukosit 42.6 36.4 - 34.3 21.0 11.7 4.0 – 10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.33 3.52 - 3.16 2.55 4.20 4.10 – 6.00 juta/ul
Hematokrit 32.2 27.1 - 24.3 20.5 33.7 42.0 – 52.00 %
Trombosit 164 226 - 410 508 473 150 – 450 ribu/ul
RDW-CV 14.9 15.1 - 14.4 14.2 13.2 12.1 – 14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 74.4 77.0 - 76.9 80.4 80.2 75.0 – 96.0 Fl
MCH 26.6 26.7 - 26.6 26.7 27.9 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 35.7 34.7 - 34.6 33.2 34.7 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.1 - - 0.1 0.1 0.3 0.0 – 1.0 %
Eosinofil% 0.1 - - 0.3 0.3 0.1 1.0 – 3.0 %
Neutrofil% 89.1 100.0 - 88.6 85.9 92.0 50.0 – 81.0 %
Limfosit% 3.6 0.0 - 5.6 8.4 5.6 20.0 – 40.0 %
Monosit% 7.1 - - 5.4 5.3 2.0 2.0 – 8.0 %
Basofil# 0.03 - - 0.05 0.03 0.03 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.04 - - 0.09 0.07 0.01 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 37.99 36.40 - 30.35 17.97 10.80 2.50 – 7.00 ribu/ul
10

Limfosit# 1.53 0.00 - 1.93 1.76 0.66 1.25 – 4.00 ribu/ul


Monosit# 3.04 - - 1.84 1.12 0.24 0.30 – 1.00 ribu/ul
MID% - 0.0 - - - /ul
MID% - 0.0 - - - %
HEMOSTATIS
Hasil PT 12.9 - - - - - 9.9-13.5 Detik
INR 1.20 - - - - - -
Control Normal PT 10.8 - - - - - -
Hasil APTT 27.7 - - - - - 22.2-37.0 Detik
Control Normal APTT 24.8 - - - - - -
KIMIA -
Gula Darah Sewaktu 218 - - - - - <200.00 Mg/dl
Gula Darah Puasa - - 286 - - - 80 - 115 Mg/dl
HbA1c - - - 12.1 - - 4.0 – 6.9 %
HATI DAN
PANKREAS
Bilirubin Total - - - 0.43 0.50 0.31 0.20-1.20 mg/dl
Bilirubin Direk - - - 0.29 0.31 0.20 0.00-0.20 mg/dl
Bilirubin Indirek - - - 0.14 0.19 0.11 0.20-0.80 mg/dl
Albumin 1.9 2.0 2.3 2.3 3.5- 5.2 g/dl
SGOT 49 - - 22 22 15 5 – 34 U/L
SGPT 21 - - 10 8 9 0 – 55 U/L
GINJAL
Ureum 374 219 - 148 71 58 0 – 50 mg/dl
Kreatinin 6.38 4.28 - 3.61 3.60 2.63 0.72 – 1.25 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 142 - - 141 137 135 136 – 145 Meq/L
Kalium 4.7 - - 3.7 3.5 3.9 3.5 – 5.1 Meq/L
Klorida 110 - - 110 106 101 98 – 107 Meq/L
IMUNO -
SEROLOGI
HBsAg Non - - - - Non reaktif
reaktif
Anti HCV Non - - - - <1.00
s/co
reaktif
Anti HIV Rapid Non - - - - Non reaktif
UI/ml
reaktif

Hasil 11/12 HASIL 11/12 NILAI


PEMERIKSAAN SATUAN
(12.01 WITA) (23.44 WITA) RUJUKAN
GAS DARAH
Suhu 36.3 36.4 Celcius
pH 7.232 7.473 7.350 - 7.450
PCO2 17.7 20.0 35.0 – 45.0 MmHg
11

TCO2 10.0 15.0 22.0 – 29.0 mEq/L


PO2 98.0 110.0 80.0 – 100.0 MmHg
HCO3 9.2 14.8 22.0 – 26.0 mEq/L
O2 Saturasi 98.0 99.0 75.0 – 99.00 %
Base Excess (BE) -17.0 -9.0 -2.0 – 3.0 mEq/L
%FIO2 37 29 %

2. Hasil Pemeriksaan Elektrokardiogram

Gambar 2.1 Foto Elektrokardiogram (07/12/2021)


Gambar 2.1 Foto Elektrokardiogram (07/12/2021)

Irama sinus, regular, frekuensi 115 x/menit, left axis deviation, gelombang

P tinggi 0,01 mV dan lebar 0.04s, interval PR normal 0.16, komplek QRS durasi

sempit 0.04s, Q patologi (-), LBBB (-) RBBB (-), RVH (-), LVH (-), ST elevasi (-

), T inversi (-), QTc normal 0.443.

Kesimpulan : irama sinus takikardi dengan frekuensi 115 x/menit, left axis

deviation
12

3. Pemeriksaan Thorax

Gambar 2.2 Foto Thorax (13/12/2021)


Ukuran cor tidak membesar (CTR 47%). Tampak selang CDL setinggi

vertebra thoracalis 7. Kranialisasi (-), aortic arch normal, trachea di tengah. Sinus

costphrenicus dan hemidiaphragma kanan dan kiri normal. Pulmo: hilus normal,

tidak tampak infiltrate/nodul/konsolidasi. Skeletal normal, soft tissue normal.

Kesan: Cordan pulmo dalam batas normal


13

E. Foto Klinis

Gambar 2.3 Foto Klinis (22/12/2021)

F. Resume Medik

Pasien merupakan rujukan dari RS Ansari Saleh yang sempat dirawat di

ICU selama 5 hari dengan diagnosa AKI dd CKD dengan riwayat ensefalopati

uremicum + DM II + sepsis. Selama dirawat di RS Ansari Saleh, pasien dipasang

selang hidung. Keluhan utama pasien pada saat masuk rumah sakit adalah mual

sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Mual pasien tidak dipicu

makan. Keluhan ini muncul mendadak, dan dirasakan hilang timbul, namun

memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan

mengalami penurunan berat badan ± 10 kg sejak 2 minggu lalu. Pasien makan 3

kali sehari dan dan hanya makan 2-3 sendok setiap kali makan. Pasien juga

mengeluhkan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Sesak dirasakan pasien mendadak,

dan terus menerus. Sesak nafas pasien terkadang membuat pasien sering

terbangun pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak 2 minggu

SMRS. Pasien hanya berbaring di tempat tidur sehingga muncul luka di area
14

pampers bagian belakang pasien. Frekuensi BAK pasien menurun menjadi 2 kali

sehari. Buang air besar pasien normal.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit

sedang dengan VAS 2-3, dan denyut nadi pasien 105 x/menit. Pada pemeriksaan

kulit ditemukan luka berukuran 4x5 cm di regio sacralis, dengan dasar luka kulit,

tidak berdarah/bernanah. Ditemukan palmar pucat. Pada pemeriksaan abdomen

ditemukan nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan

pitting edema ekstremitas inferior.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan kesan anemia

normositik hipokromik, lukositosis, trombositosis, eosinopenia, neutrositosis,

limfopenia, hiperglikemia, hipobilirubinemia, hipoalbuminea, azotemia, dan

asidosis metabolik. Pada pemeriksaan elektrokardiogram ditemukan irama sinus

takikardi dengan frekuensi 115 x/menit, dan left axis deviation. Pemeriksaan foto

thorax dalam batas normal.

G. Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

maka dapat ditegakkan diagnosis penyakit pasien ini adalah Nausea + Sepsis

condition + AKI on CKD dd AKI Stage III post HD + Anemia mikrositik

hipokromik + Severe Hipoalbuminea + DM tipe II on Insulin Therapy + Ulkus

Dekubitus grade II.


15

H. Daftar Masalah

Tabel 2.2 Daftar Masalah

No. Masalah Data Pendukung


1. Nausea (improved) Anamnesis
1.1 Gastropathy uremicum Pasien mengeluhkan mual sejak 7 hari sebelum masuk
1.2 Gastroparesis DM rumah sakit (SMRS). Mual pasien tidak dipicu makan.
Keluhan ini muncul mendadak, dan dirasakan hilang
timbul, namun memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien
mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami
penurunan berat badan ± 10 kg sejak 2 minggu lalu.
Pasien makan 3 kali sehari dan dan hanya makan 2-3
sendok setiap kali makan. Pasien merupakan rujukan
dari RS Ansari Saleh yang sempat dirawat di ICU
selama 5 hari dengan diagnosa AKI dd CKD dengan
riwayat ensefalopati uremicum + DM II + sepsis.
Pemeriksaan Fisik
VAS 2-3
Palpasi abdomen : Nyeri tekan (+) epigastrium
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
GDS : 218 (11/12)
GDP : 286 (13/12)
HbA1c : 12.1 (14/12)
Ureum : 374, 219, 148, 71, 58 (11,12,14,17,21/12)

2. Sepsis Condition (resolved) Anamnesis


Pasien merupakan rujukan dari RS Ansari Saleh yang
sempat dirawat di ICU selama 5 hari dengan riwayat
sepsis. Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 5 hari
SMRS.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
HR : 105 x/menit
3. AKI on CKD dd AKI stage III Anamnesis
post HD Pasien merupakan rujukan dari RS Ansari Saleh yang
sempat dirawat di ICU selama 5 hari dengan diagnosa
AKI dd CKD dengan riwayat sepsis. Frekuensi BAK
pasien menurun menjadi 2 kali sehari.
Pemeriksaan Fisik
Pitting edema ekstremitas inferior (+)
Pemeriksaan Penunjang
pH : 7.232, 7.437 (11/12)
Ur: 374 (11/12)
Cr: 6.38,4.28,3.61,3.60,2.63(11,12,14,17,21/12)
pH : 7.232, 7.473 (11/12)
PCO3 : 17.7, 20 (11/12)
HCO3 : 9.2, 14.8 (11/12)
4. Anemia Mikrositik Hipokromik Anamnesis
1.1 Blood loss Pasien mengeluhkan lemas sejak 2 minggu SMRS
1.2 Anemia of chronic disease Pemeriksaan Fisik
Palmar pucat (+)
Pemeriksaan Penunjang
Hb: 11.5,9.4,8.4,6.8,11.7 (11,12,14,17,21/12)
16

MCV:74.4 (11/12)
MCH : 26.6, 26.7, 26.6, 26.7, 27.9 (11,12,14,17,21/1/2)
5. Severe Hipoalbuminea Anamnesis
4.1.Hiperkatabolikstate Pasien mengeluhkan lemas sejak 2 minggu SMRS
4.2.Renal loss Pemeriksaan Fisik
Pitting edema ekstremitas inferior (+)
Pemeriksaan Penunjang
Albumin :1.9, 2.0, 2.3, 2.3 (11,14,17,21/12)
6. DM tipe II on Insulin Therapy Anamnesis
Pasien merupakan rujukan dari RS Ansari Saleh yang
sempat dirawat di ICU selama 5 hari dengan riwayat
DM tipe II. Pasien suka memakan makanan manis
Pemeriksaan Fisik
-
Pemeriksaan Penunjang
GDS: 218 (11/12)
GDP : 286 (13/12)
HbA1c : 12.1 (14/12)
7. Ulkus decubitus grade II Anamnesis
Dikarenakan pasien mengeluhkan lemas sejak 2 minggu
SMRS, pasien hanya berbaring di tempat tidur sehingga
muncul luka di area pampers bagian belakang pasien.
Pemeriksaan Fisik
Kulit : Luka berukuran 4x5 cm di regio sacralis, dengan
dasar luka kulit, tidak berdarah/bernanah

I. Rencana Awal

Tabel 2.3 Rencana Awal

Rencana Rencana Rencana Rencana


No. Problem List
Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
1. Nausea - Endoskopi - Diet Nephrisol - Monitoring - KIE pasien dan
(improved) - Gastric 3x100 cc keluhan keluarga
1.1 Gastropathy Emptying - Diet lunak pasien mengenai kondisi
Uremicum test - Inj. - Cek kadar pasien
1.2 Gastroparesis Metoclopramid ureum - KIE pasien dan
Diabetik 10 mg (k/p) - Cek kadar keluarga tentang
- Inj. GDS, GDP rencana terapi
Lansoprazole dan monitoring
1x30 mg pada pasien
2. Sepsis Condition - - IVFD NaCl 0.9 - Monitoring - KIE pasien dan
(resolved) % 1500 cc/24 keluhan keluarga
jam pasien (sesak mengenai kondisi
- Inj. Meropenem nafas) pasien
2x500 mg - Monitoring - KIE pasien dan
tanda vital keluarga tentang
pasien (Suhu, rencana terapi
TD, HR, RR, dan monitoring
SpO2) pada pasien
3. AKI on CKD dd USG - Konsul nefro Monitoring - KIE pasien dan
AKI stage III post Abdomen untuk rencana kadar ureum keluarga
HD HD cito dan kreatinin mengenai kondisi
17

pasien pasien
- KIE pasien dan
keluarga tentang
rencana terapi
dan monitoring
pada pasien
4. Anemia Mikrositik Hitung Transfusi PRC 2 Cek darah - KIE pasien dan
Hipokromik retikulosit kolf durante HD lengkap Hb/72 keluarga
1.1 Blood loss jam mengenai kondisi
1.2 Anemia of pasien
chronic disease - KIE pasien dan
keluarga tentang
rencana terapi
dan monitoring
pada pasien
- KIE pasien
mengenai efek
samping obat
5. Severe - Transfusi albumin Monitoring - KIE pasien dan
Hipoalbuminea 20% 100 cc kadar keluarga
4.1. albumin/72 mengenai kondisi
Hiperkatabolik jam pasien
state - KIE pasien dan
4.2 Renal loss keluarga tentang
rencana terapi
dan monitoring
pada pasien
6. DM tipe II on - - Injeksi subcutan Monitoring - KIE pasien dan
Insulin Therapy Novorapid 3x14 kadar GDS, keluarga
IU GDP, HbA1C mengenai kondisi
- Injeksi subcutan pasien
Levemir 1x18 - KIE pasien dan
IU keluarga tentang
rencana terapi
dan monitoring
pada pasien
7. Ulkus decubitus - - Perawatan luka Monitoring Edukasi pasien
grade II dengan kompres keluhan pasien dan keluarga
NaCl 0.9% 2x1 (luka) pasien mengenai
- Mobilisasi cara
Bertahap memposisikan
pasien
18

J. Follow Up

Tabel 2.4 Follow Up

Tanggal Subjective Objective Assessment Planning


(S) (O) (A) (P)
11/12/21 Mual (+) TD : 145/80 1.Nausea 1. HD Cito
Nyeri ulu mmHg 1.1 Gastropathy 2. IVFD NaCl 0.9
hati (+) SpO2 : 100% uremicum % 1500 cc/24 jam
Sesak (+) NC 3 lpm 1.2 Gastroparesis 3. Inj. Meropenem
Ulkus decubitus DM 2x500 mg
uk. 4x5 cm (+) 2. Sepsis 4. Inj. Metoclopramid
Nyeri tekan Condition 10 mg (k/p)
epigastrium (+) (resolved) 5. Inj. Lansoprazole
Pitting edema 3. AKI on CKD 1x30 mg
(+) dd AKI stage 6. Inj. subcutan
Hb: 11.5 III Novorapid 3x14 IU
MCV:74.4 4. Anemia 7. Inj. subcutan \
MCH : 26.6 Mikrositik Levemir 1x18 IU
GDS : 218 Hipokromik 8. Transfusi albumin
Ureum : 374 4.1 Blood loss 20% 100 cc
Cr : 6.38 4.2 Anemia of 9. PO Amlodipin 1x5
Albumin :1.9 chronic mg
disease
5. Severe
Hipoalbuminea
5.1.Hiperkataboli
kstate
5.2.Renal loss
6. DM tipe II on
Insulin Therapy
7. Ulkus
decubitus grade
II

12/12/21 Mual (<) TD : 130/60 1.Nausea + 1. IVFD NaCl 0.9


Nyeri ulu mmHg (improved) % 1500 cc/24 jam
hati (+) SpO2 : 99% 1.1 Gastropathy 2. Inj. Meropenem
Sesak (-) NC 3 lpm uremicum 2x500 mg
Lemas (+) Ulkus decubitus 1.2 Gastroparesis 3. Inj. Metoclopramid
uk. 4x5 cm (+) DM 10 mg (k/p)
Nyeri tekan 2. Sepsis 4. Inj. Lansoprazole
epigastrium (+) Condition 1x30 mg
Pitting edema (resolved) 5. Inj. subcutan
(+/+) 3. AKI on CKD Novorapid 3x14 IU
Hb: 9.4 dd AKI stage 6. Inj. subcutan \
MCV:77.0 III post HD Levemir 1x18 IU
MCH : 26.7 4. Anemia 7. Transfusi albumin
Ureum : 219 Mikrositik 20% 100 cc
Cr : 4.28 Hipokromik 8. PO Amlodipin 1x5
4.1 Blood loss mg
4.2 Anemia of 9. Perawatan luka
chronic dengan kompres
disease NaCl 0.9% 2x1
19

5. Severe
Hipoalbuminea
5.1.Hiperkataboli
kstate
5.2.Renal loss
6. DM tipe II on
Insulin Therapy
7. Ulkus
decubitus grade
II
14/12/21 Mual (<) TD : 120/70 1.Nausea + 1. IVFD NaCl 0.9
Nyeri ulu mmHg (improved) % 1500 cc/24 jam
hati (-) SpO2 : 99% 1.1 Gastropathy 2. Inj. Meropenem
Sesak (-) NC 2 lpm uremicum 2x500 mg
Lemas (+) Ulkus decubitus 1.2 Gastroparesis 3. Inj. Metoclopramid
Batuk (+) uk. 4x5 cm (+) DM 10 mg (k/p)
Nyeri tekan 2. Sepsis 4. Inj. Lansoprazole
epigastrium (-) Condition 1x30 mg
Pitting edema (resolved) 5. Inj. subcutan
(+/+) 3. AKI on CKD Novorapid 3x14 IU
Hb: 8.4 dd AKI stage 6. Inj. subcutan \
MCV:76.9 III post HD Levemir 1x18 IU
MCH : 26.6 4. Anemia 7. Transfusi albumin
Ureum : 148 Mikrositik 20% 100 cc
Cr : 3.61 Hipokromik 8. Diet Nephrisol 3x100
Albumin : 2.0 4.1 Blood loss cc
4.2 Anemia of 9. Diet lunak
chronic 10. PO Amlodipin 1x5
disease mg
5. Severe 11. Perawatan luka
Hipoalbuminea dengan kompres
5.1.Hiperkataboli NaCl 0.9% 2x1
kstate
5.2.Renal loss
6. DM tipe II on
Insulin Therapy
7.Ulkus decubitus
\ grade II
17/12/21 Mual (<) TD : 120/60 1.Nausea + 1. IVFD NaCl 0.9
Lemas (+) mmHg (improved) % 1500 cc/24 jam
Batuk (<) SpO2 : 97% on 1.1 Gastropathy 2. Inj. Meropenem
room air uremicum 2x500 mg
Ulkus decubitus 1.2 Gastroparesis 3. Inj. Metoclopramid
uk. 4x5 cm (+) DM 10 mg (k/p)
Pitting edema (- 2. Sepsis 4. PO. Lansoprazole
/-) Condition 1x30 mg
Hb: 6.8 (resolved) 5. Inj. subcutan
MCV:80.4 3. AKI on CKD Novorapid 3x14 IU
MCH : 26.7 dd AKI stage 6. Inj. subcutan \
Ureum : 71 III post HD Levemir 1x18 IU
Cr : 3.60 4. Anemia 7. Transfusi albumin
Albumin : 2.3 Mikrositik 20% 100 cc
Hipokromik 8. Diet Nephrisol 3x100
4.1 Blood loss cc
4.2 Anemia of 9. Diet lunak
20

chronic 10. HD lanjutan


disease (16/12/21)
5. Severe 11. Transfusi PRC 2 kolf
Hipoalbuminea durante HD
5.1.Hiperkataboli 12. PO Amlodipin 1x5
kstate mg
5.2.Renal loss 13. Perawatan luka
6. DM tipe II on dengan kompres
Insulin Therapy NaCl 0.9% 2x1
7.Ulkus decubitus
\ grade II
21/12/21 Mual (-) TD : 110/70 1.Nausea + 1. IVFD NaCl 0.9
Lemas (<) mmHg (improved) % 1500 cc/24 jam
Batuk (<) SpO2 : 96% on 1.1 Gastropathy 2. Inj. Meropenem
Makan (+) room air uremicum 2x500 mg
Gatal (+) Ulkus decubitus 1.2 Gastroparesis 3. Inj. Metoclopramid
uk. 4x5 cm (+) DM 10 mg (k/p)
Pitting edema (- 2. Sepsis 4. PO. Lansoprazole
/-) Condition 1x30 mg
Hb: 11.7 (resolved) 5. Inj. subcutan
MCV:80.2 3. AKI on CKD Novorapid 3x14 IU
MCH : 27.9 dd AKI stage 6. Inj. subcutan \
Ureum : 58 III post HD Levemir 1x18 IU
Cr : 2.63 4. Anemia 7. Transfusi albumin
Albumin : 2.3 Mikrositik 20% 100 cc
Hipokromik 8. Diet Nephrisol 3x100
4.1 Blood loss cc
4.2 Anemia of 9. Diet lunak
chronic 10. HD lanjutan
disease (20/12/21)
5. Severe 11. PO Lisinopril 1x5
Hipoalbuminea mg
5.1.Hiperkataboli 12. Perawatan luka
kstate dengan kompres
5.2.Renal loss NaCl 0.9% 2x1
6. DM tipe II on
Insulin Therapy
7.Ulkus decubitus
\ grade II
23/12/21 Lemas (-) TD : 130/70 1.Nausea + BLPL
Batuk (<) mmHg (improved) Obat Pulang:
Makan (+) SpO2 : 98% on 1.1 Gastropathy 1. Novorapid 3x14
room air uremicum unit/SC
Ulkus decubitus 1.2 Gastroparesis 2. Levemir 0-0-10 unit/SC
uk. 4x5 cm (+) DM 3. PO Lisinopril 1x5 mg
Pitting edema (- 2. Sepsis 4. USG abdomen
/-) Condition (17/01/22)
(resolved) 5. Kontrol poli ginjal dan
3. AKI on CKD endokrin (28-29/12/21)
dd AKI stage 6. Cek DR sebelum
III post HD kontrol (27/12/21)
4. Anemia
Mikrositik
Hipokromik
4.1 Blood loss
21

4.2 Anemia of
chronic
disease
5. Severe
Hipoalbuminea
5.1.Hiperkataboli
kstate
5.2.Renal loss
6. DM tipe II on
Insulin Therapy
7.Ulkus decubitus
\ grade II
BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

maka dapat ditegakkan diagnosis penyakit pasien ini adalah Nausea + Sepsis

condition + AKI on CKD dd AKI Stage III post HD + Anemia mikrositik

hipokromik + Severe Hipoalbuminea + DM tipe II on Insulin Therapy + Ulkus

Dekubitus grade II.

Nausea atau mual adalah sebuah perasaan subjektif dan biasanya menjadi

istilah yang digunakan untuk menggambarkan sensasi sebelum muntah. Mual

adalah mekanisme protektif, dan dapat muncul secara akut atau sebagai kondisi

kronis. Penyebabnya dapat berasal dari sistem gastrointestinal seperti obstruksi

mekanik, gangguan fungsional dan motilitas atau penyebab lainnya seperti

penggunaan obat-obatan, infeksi, penyakit endokrin dan sistem saraf pusat.

Penyakit di sistem endokrin yang dapat menimbulkan gejala mual adalah uremik

akibat gagal ginjal dan diabetes mellitus. Dimana hal ini berkaitan dengan

terjadinya disfungsi neurogenik sistem pencernaan.1,2,3

Pada pasien ini keluhan mual dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah

sakit (SMRS). Mual pasien tidak dipicu makan dan pasien tidak muntah. Keluhan

ini muncul mendadak dan dirasakan hilang timbul, yang memberat sejak 2 hari

SMRS. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami

penurunan berat badan ± 10 kg sejak 2 minggu lalu. Pasien makan 3 kali sehari

dan dan hanya makan 2-3 sendok setiap kali makan. Pasien sebelumnya sempat

dirawat di ICU selama 5 hari dengan diagnosa AKI dd CKD dengan riwayat

22
23

ensefalopati uremikum, diabetes melitus tipe 2 dan sepsis. Hal ini sesuai dengan

teori yang menyatakan bahwa salah satu penyebab mual berasal dari sistem

endokrin.

Pada keadaan uremik kondisi ini disebut dengan gastropati uremikum.

Gastropati uremik adalah istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan

tanda-tanda saluran cerna bagian atas dan perubahan histopatologi yang terkait

dengan uremia, akibat gagal ginjal. Spektrum klinis gangguan saluran cerna

bagian atas pada pasien uremik sangat bervariasi, karena dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti tingkat keparahan gangguan fungsi ginjal, tingkat stres

pasien, dan pengobatan yang diberikan. Pendarahan gastrointestinal (GI) dan

gejala dispepsia, seperti anoreksia, muntah, mulas, dan rasa penuh setelah makan,

sering terjadi pada pasien, meskipun mereka mungkin tidak memiliki gejala.4,5,6

Mekanisme yang mendasari dan faktor yang berkontribusi terhadap

perkembangan gastropati ini masih belum jelas. Pada gagal ginjal akut (GGA),

gastropati mungkin terkait dengan stres fisiologis, dengan faktor tambahan yang

meningkatkan risiko perdarahan seperti NSAID, penyakit hati, dan komorbiditas

lainnya. Pada kasus ini rasa mual muncul setelah pasien sempat dirawat karena

adanya riwayat ensefalopati uremicum dan sepsis disertai diabetes melitus tipe 2

yang menimbulkan adanya stress fisiologis pada pasien. Hipergastrinemia,

dismotilitas gastrointestinal, dan perubahan sekresi asam merupakan faktor dalam

patofisiologi lesi gastrointestinal pada pasien dengan gagal ginjal kronis.

Kemungkinan mekanisme dismotilitas termasuk peningkatan kadar hormon yang

terlibat dalam modulasi motilitas gastrointestinal (misalnya, kolesistokinin,


24

gastrin, dan neurotensin) dan gangguan humoral lainnya (hiperkalsemia,

hipokalemia, dan asidosis), yang terutama dianggap akibat dari penurunan klirens

ginjal dan juga disfungsi sistem saraf otonom. Mekanisme yang menyebabkan

hipergastrinemia biasanya dikaitkan dengan penurunan klirens ginjal tetapi

mungkin juga karena mekanisme umpan balik dari netralisasi asam lambung

dengan amonia lambung. 7,8

Prevalensi gastropati uremik pada pasien uremik cukup bervariasi, berkisar

antara 7% sampai 100%. Prevalensi uremia dan gastropati uremik lebih umum

pada orang dewasa yang lebih tua dan lebih sering terjadi pada laki-laki

dibandingkan perempuan dengan rasio 1,2:1. Laki-laki juga memili faktor risiko

yang lebih tinggi. Hingga 67% dari pasien uremik terjadi di lambung dan

duodenum, dengan lesi lambung terutama di antrum. Pengobatan gastropati

uremik bergantung pada resolusi uremia, yang dapat dicapai dengan pengobatan

medis untuk kelainan metabolik dan elektrolit terkait, seperti anemia,

hiperkalemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme, dan defisiensi besi. Ketika

pengobatan ini gagal, terapi pengganti ginjal dengan hemodialisis, dialysis

peritoneal, atau transplantasi ginjal adalah pengobatan pilihan. Intervensi

terapeutik lainnya termasuk perubahan pola makan dan prosedur hemostatik,

dalam kasus perdarahan uremik. Pada kasus ini pasien diberikan obat simptomatik

untuk mengurangi mual dan mengurangi nyeri epigastrium yaitu injeksi

metoclopramid 10 mg. Obat ini merangsang kontraksi otot lambung untuk

membantu mengosongkan makanan serta juga membantu mengurangi mual dan

muntah. Metoclopramide diminum 20 hingga 30 menit sebelum makan dan


25

sebelum tidur. Efek samping obat ini adalah kelelahan, kantuk, dan terkadang

depresi, kecemasan, dan masalah dengan gerakan fisik. Selain itu juga dilakukan

dialisis pada pasien karena komorbid lain yaitu GGA/Acute Kidney Injury (AKI)

yang juga diderita pasien.7

Selain gastropati uremikum, diagnosis banding penyebab mual pada pasien

ini adalah gastroparesis diabetika/gastroparesis DM, dikarenakan pasien juga

menderita diabetes melitus tipe 2 dalam terapi insulin. Gastroparesis DM

disebabkan oleh neuropati pada nervus vagus yang mempersarafi lambung

sehingga pengosongan lambung terganggu akibat menurunnya peristaltik

lambung. Jika saraf vagus rusak, otot-otot perut dan usus tidak bekerja secara

normal, dan pergerakan makanan menjadi lambat atau terhenti. Adanya

gastroparesis DM patut dicurigai pada penderita diabetes yang mengalami gejala-

gejala saluran cerna atas seperti misalnya mual, muntah dan cepat kenyang, juga

pada penderita diabetes yang tanpa gejala namun didapati keadaan seperti sulitnya

mencapai kendali gula darah yang baik. Harus diingat bahwa tidak ada gejala

yang khas untuk gastroparesis sehingga perlu dilakukan ekslusi dari kelainan-

kelainan lain seperti ulkus peptic, esophagitis maupun lesi-lesi lainnya dengan

menggunkan test-test diagnostik rutin seperti endoskopi. Dengan studi barium

ataupun endoskopi bisa dijumpai bukti tak langsung dari gastroparesis yaitu

adanya retensi ataupun dilatasi lambung, namun hal ini belum membuktikan

adanya gastroparesis, dan disamping itu temuan yang normal tidak pula

menyingkirkan adanya kelainan motorik lambung. 6


26

Tujuan pengobatan utama untuk gastroparesis yang berhubungan dengan

diabetes adalah untuk mendapatkan kembali kontrol kadar glukosa darah.

Perawatan termasuk insulin, obat-obatan oral, perubahan apa dan kapan waktu

makan, dan, dalam kasus yang parah, selang makanan dan makanan intravena.

Penting untuk dicatat bahwa dalam banyak kasus. Pada penderita gastroparesis,

makanan akan diserap lebih lambat. Untuk mengontrol glukosa darah, maka

disarankan untuk menggunakan insulin lebih sering, Beberapa dokter

menyarankan untuk menggunakan dua suntikan insulin intermediate setiap hari

dan suntikan kerja cepat sesuai kebutuhan sesuai dengan pemantauan glukosa

darah. Insulin terbaru, lispro insulin (Humalog), adalah insulin kerja cepat yang

mungkin bermanfaat bagi penderita gastroparesis. Insulin ini mulai bekerja dalam

5 hingga 15 menit setelah injeksi dan mencapai puncaknya setelah 1 hingga 2 jam,

ia menurunkan kadar glukosa darah setelah makan sekitar dua kali lebih cepat dari

insulin reguler yang bekerja lebih lambat. Tatalaksana yang diberikan kepada

pasien ini adalah obat simptomatik dan terapi insulin untuk causatifnya berupa

injeksi subcutan novorapid 3x14 IU dan injeksi subcutan levemir 1x18 IU serta

monitoring kadar GDS dan GDP secara rutin.6

Kondisi uremik yang dialami pasien disebabkan karena AKI yang juga

diderita pasien yang menimbulkan komplikasi gastropati uremikum sehingga

menimbulkan gejala mual. Pasien sempat dirawat di ICU selama 5 hari dengan

diagnosa AKI dd CKD dengan riwayat sepsis. Saat datang ke IGD pasien

mengeluhkan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Sesak dirasakan mendadak, dan

terus menerus, tidak memberat dengan aktivitas. Frekuensi BAK pasien menurun
27

menjadi 2 kali sehari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pitting edema pada

kedua ekstremitas inferior. Hal ini juga ditunjang dengan hasil pemeriksan

penunjang yang menunjukkan peningkatan kada ureum (374 mg/dl) dan kreatinin

yaitu (6.34 mg/dl).

Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga

minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,

diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/

tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute kidney injury (AKI)

ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang terjadi dalam beberapa

jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas dasar adanya kreatinin serum

yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun,

meskipun terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum

kreatinin dapat mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari

ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal. 9

Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) mengeluarkan sistem klasifikasi

AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan

kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan

beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis

gangguan ginjal.10
28

Gambar 3.1 Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 200711

Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi

nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE.

AKIN mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi. 12

Gambar 3.2 Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN12


29

Gambar 3.3 Klasifikasi RIFLE yang Sudah Dimodifikasi11

AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission

patient dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif

(ICU). AKI juga menjadi komplikasi medis di Negara berkembang, terutama

pasien dengan latar belakang adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti

malaria, leptospirosis, dan bencana alam seperti gempa bumi. Insidennya

meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak 1988 dan diperkirakan terdapat

500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini bahkan lebih tinggi dari insiden

stroke. Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara 0,5-

0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 36-

67% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan 5-6% Pasien

ICU dengan AKI memerlukan Terapi Penggantian Ginjal (TPG atau Replacement

Renal Therapy (RRT)).13


30

Pemahaman terhadap faktor resiko yang dimilki individu dapat membantu

untuk mencegah terjadinya AKI. Hal ini terutama berguna di rumah sakit, dimana

bisa dilakukan penilaian faktor risiko terlebih dahulu sebelum adanya paparan

seperti operasi atau adiministrasi agen yang berpotensi nefrotoksik.

Gambar 3.4 Faktor resiko AKI: Paparan dan Susceptibilitas pada AKI
Nonspesifik Menurut KDGIO 201214

Pasien ini didiagnosis dengan AKI on CKD dd AKI stage III dengan

riwayat dirawat di ruang ICU akibat sepsis. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa sepsis menjadi salah satu faktor risiko munculnya AKI. Pasien

juga menderita diabetes melitus yang merupakan susceptibilitas AKI. 10

Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif

konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua

mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah:

1. Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen.


31

2. Timbal balik tubuloglomerular

Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat

mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan

oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan

darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya

mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang

pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan Mekanisme tubuh

untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral.

Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah

ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang

dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta

vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan

ET-1. Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :

1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)

2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)

3. Obstruksi renal akut (post renal)

- Bladder outlet obstruction (post renal)

- Batu, trombus atau tumor di ureter

Sepsis-associated AKI merupakan penyebab AKI yang penting terutama di

Negara berkembang. Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan tidak

terjadi hipotensi, walaupun kebanyakan kasus sepsis yang berat terjadi kolaps

hemodinamik yang memerlukan vasopressor. Sementara itu, diketahui tubular

injury berhubungan secara jelas dengan AKI pada sepsis dengan manifestasi
32

adanya debris tubular dan cast pada urin. Efek hemodinamik pada sepsis dapat

menurunkan LFG karena terjadi vasodilatasi arterial yang tergeneralisir akibat

peningkatan regulasi sitokin yang memicu sintesis NO pada pembuluh darah. Jadi

terjadi vasodilatasi arteriol eferen yang banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi

renal pada sepsis yang berlanjut akibat aktivasi sistem nervus simpatis, sistem

renin-angiotensus-aldosteron, vasopressin dan endothelin. Sepsis bisa memicu

kerusakan endothelial yang menghasilkan thrombosis microvascular, aktivasi

reaktif oksigen spesies serta adesi dan migrasi leukosit yang dapat merusak sel

tubular renal.14

Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang

telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut

memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada Penyakit Ginjal

Kronis (PGK)/Chronic Kidney Injury (CKD). Beberapa patokan umum yang dapat

membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi

penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan

penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Pasien ini memiliki diagnosis

banding AKI on CKD dan AKI stage III. Dicurigai merupakan proses akut pada

CKD dikarenakan pasien sudah mengalami gejala anemia seperti lemas dan pada

pemeriksaan fisik didapatkan konjunctiva anemis yang didukung dengan

penurunan kadar Hb (11.5 g/dl) serta penurunan MCV (74.4 fl) dan MCH (26.6 pg)

yang menunjukkan tipe anemia mikrositik hipokromik. Tipe anemia ini sering

terjadi pada pasien dengan penyakit kronis. Selain itu adanya gejala mual dan
33

riwayat ensefalopati uremikum juga mendukung untuk mengarahkan bahwa

kondisi ini adalah kondisi akut dari CKD. 15

Untuk mendiagnosis AKI diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal

yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada

GGA berat dengan berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan garam

berkurang sehingga dapat menimbulkan edema, bahkan sampai terjadi

kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi asam yang berkurang

juga dapat menimbulkan asidosis metabolik dengan kompensasi pernapasan

Kussmaul. Umumnya manifestasi GGA lebih didominasi oleh faktor-faktor

presipitasi atau penyakit utamanya. Kondisi ini sesuai dengan yang dialami pasien

yaitu edema pitting dan sesak yang dirasakan pasien. 16

Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA prerenal akibat

hipovolemia harus disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang hilang.

Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi dengan packed red cells,

sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk ringan sampai

sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar, pankreatitis). Cairan

kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi dalam komposisi namun

biasanya hipotonik. Solusi hipotonik (misalnya, saline 0,45%) biasanya

direkomendasikan sebagai pengganti awal pada pasien dengan GGA prerenal

akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih atau gastrointestinal, walaupun

salin isotonik mungkin lebih tepat dalam kasus yang parah. Terapi berikutnya

harus didasarkan pada pengukuran volume dan isotonik cairan yang

diekskresikan. Kalium serum dan status asam-basa harus dimonitor dengan


34

hatihati. Gagal jantung mungkin memerlukan manajemen yang agresif dengan

inotropik positif, preload dan afterload mengurangi agen, obat antiaritmia, dan

alat bantu mekanis seperti pompa balon intraaortik. Pemantauan hemodinamik

invasif mungkin diperlukan untuk memandu terapi untuk komplikasi pada pasien

yang penilaian klinis fungsi jantung dan volume intravaskular sulit. Pada kasus ini

pasien diberikan terapi cairan normal saline dan untuk anemianya dilakukan

transfuse Packed Red Cell (PRC).16

Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait

AKI yang ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya

saat awal. Pada tabel berikut dijelaskan komplikasi yang sering terjadi dan

penangannya untuk AKI.17


35

Gambar 3.5 Komplikasi dan Penanganan pada AKI17


36

Pada penyakit ginjal kronik kehilangan protein melalui urin dapat

menyebabkan terjadinya penurunan kadar albumin serum atau hipoalbuminemia.

Dimana keluarnya albumin melalui urin adalah karena peningkatan permeabilitas

di tingkat glomerulus yang menyebabkan protein lolos ke dalam filtrat

glomerulus. Kadar serum albumin rendah merupakan prediktor penting dari

mordibitas dan mortalitas. Setiap penurunan 10 g/L serum albumin, angka

kematian meningkat sebesar 137% dan morbiditas meningkat 89%.6 Di

Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50% pasien mengalami

hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia, 12% diantaranya

hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien dengan hospital malnutrisi

menunjukkan 90% lebih lama daripada pasien dengan gizi baik.

Dikatakan hipoalbuminemia jika kadar albumin darah kurang dari 3,5 g/dL.

Albumin (69 kDa) merupakan protein utama dalam plasma manusia (3,4-4,7

g/dL), dan membentuk sekitar 60% protein plasma total. Sekitar 40% albumin

terdapat dalam plasma, dan 60% sisanya terdapat di ruang ekstrasel.8 Albumin

berperan dalam membantu mempertahankan tekanan osmotik koloid darah (75-

80% tekanan osmotik plasma), sebagai protein transpor

dari beberapa macam substansi antara lain metal, bilirubin, enzim, hormon, obat-

obatan. Kadar serum albumin yang kurang dibedakan menjadi tiga tingkatan,

yaitu hipolbuminemia ringan (3.3-3.5 g/dl), hipoalbumin sedang (2.8-3.3 g /dl)

dan hipoalbuminemia berat (<2.8 g/dl). Pasien pada kasus ini juga mengalami

severe hipoalbuminemia dengan kadar albumin 1.9 g/dl yang merupakan akibat

dari CKD yang diderita pasien.18,19


37

Transfusi albumin menjadi salah satu pilihan tatalaksana yang telah

dipakai selama lebih dari 60 tahun pada keadaan dimana kadar albumin dalam

plasma menurun. Albumin eksogen yang digunakan sebagai transfusi albumin

merupakan sediaan steril protein plasma yang tidak kurang dari 95% protein

albumin. Sediaan ini mengandung protein plasma namun tidak mengandung

faktor pembekuan darah maupun antibodi golongan darah. Sediaan albumin

menurut Formularium Nasional RI tahun 2014, merupakan kategori produk darah

pengganti plasma dan plasma ekspander yang terdiri dari injeksi 5%, injeksi 20%,

dan injeksi 25%. Pada kasus ini pasien mendapatkan transfuse albumin 20% 100

cc dan dilakukan monitoring rutin sampai mencapai kadar albumin normal. 20

Akibat imobilisasi lama, pasien juga mengalami ulkus dekubitus grade II.

Ulkus dekubitus adalah kerusakan jaringan setempat pada kulit dan/atau jaringan

dibawahnya akibat tekanan, atau kombinasi antara tekanan dengan pergeseran

(Shear), pada bagian tubuh (Tulang) yang menonjol. Ulkus dekubitus menandakan

telah terjadi nekrosis jaringan lokal, sering terjadi pada bagian tubuh yang

menonjol, misalnya sakrum, tuberositas iskialgia, trokanter, tumit. Ulkus

dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, Pressure Ulcer, Pressure sore,

bed sore, decubital ulcer. Empat faktor yang berpengaruh pada patogenesis

timbulnya ulkus dekubitus adalah tekanan, daya regang, friksi/gesekan, dan

kelembapan.21

Menurut NPUAP / EPUAP ulkus dekubitus dikelompokkan menjadi 6

kelompok antara lain adalah sebagai berikut.


38

1. Derajat I: Eritema

Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan utuh namun disertai dengan daerah

yang eritematous.Daerah yang eritematous ini berbatas tegas dapat disertai dengan

rasa hangat atau dingin dibandingkan dengan keadaan disekitarnya.Pada kondisi

pasien ulkus dekubitus derajat I mungkin sedikit sulit untuk dideteksi pada pasien-

pasien yang berkulit gelap.

2. Derajat II:

Hilangnya sebagian ketebalan kulit Hilangnya sebagian ketebalan dari lapisan

dermis menggambarkan suatu ulkus dekubitus yang mulai terbuka dengan dasar

yang dangkal dan pinggiran luka dapat berwarna merah atau merah muda.

Keadaan lain dapat disertai dengan abrasi dan lecet.

3. Derajat III:

Hilangnya seluruh ketebalan kulit Pada derajat ini hilangnya seluruh ketebalan

kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar

kebawah tapi tidak melewati fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis

terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan

sekitarnya.Namun pada lokasi-lokasi tertentu seperti hidung, telinga, tengkuk dan

maleolus tidak memiliki jaringan subkutan dan bila terbentuknya ulkus atau

ulserasi dengan derajat III dasar luka bersifat dangkal.Sebaliknya, pada lokasi-

lokasi dengan kandungan jaringan subkutan yang banyak dapat membentuk dasar

luka yang lebih dalam namun tulang atau tendon tidak terlihat atau tidak teraba

secara langsung.
39

4. Derajat IV: Hilangnya keseluruhan kulit dan jaringan Hilangnya seluruh

ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau kerusakan otot,

tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis,

subkutaneus, otot dan kapsul sendi.Kedalaman luka ulserasi atau ulkus pada

derajat IV bervariasi berdasarkan lokasi 35 anatomi yang dapat memperdalam

luka sampai ke dalam otot dan / atau struktur pendukung (misalnya, fascia, tendon

atau kapsul sendi) sehingga dapat mengakibatkan kemungkinan

osteomyelitis.Pada derajat IV ini tulang atau tendon dapat terlihat atau langsung

teraba.

5. Unstageable: Pada klasifikasi ini ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang

mana dasar ulkus ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau

coklat) dan / atau eschar atau jaringan nekrotik (cokelat, cokelat atau hitam) di

sekitar luka.Dikatakan klasifikasi yang unstageable oleh karena luka ditutupi oleh

sloughd dan eschar yang sehingga tidak dapat menilai bagaimana dasar luka dan

kedalaman lukanya. 6. Suspected deep tissue injury Pada daerah sekitar luka dapat

ditemukan adanya perubahan warna berupa ungu atau merah marun dari kulit

yang utuh dikarenakan adanya kerusakan jaringan lunak yang mendasari dari

tekanan.

6. Suspected deep tissue injury

Pada daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa ungu

atau merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya kerusakan jaringan

lunak yang mendasari dari tekanan.22


40

Pendekatan sistematik juga merupakan hal penting dalam penatalaksanaan

pasien dengan ulkus dekubitus.Faktor nutrisi dan hidrasi secara khusus harus

diperhatikan dan ditangani dengan baik.Asupan nutrisi yang adekuat harus

disediakan untuk mencegah malnutrisi, dan defisiensi harus dikoreksi. Pada

pasien malnutrisi yang mengalami ulkus dekubitus, protein yang diberikan

setidaknya 1,25 sampai 1,5 g/kgBB/hari untuk mencapai keseimbangan nitrogen

yang positif. Kebutuhan akan mineral dan vitamin juga harus diperhatikan. Pada

pasien ini diberikan terapi berupa Perawatan luka dengan kompres NaCl 0.9% 2x1

dan mobilisasi bertahap.23


BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan suatu kasus Ny. S berusia 45 tahun dengan keluhan

utama mual sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) yang memberat

sejak 2 hari. Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami penurunan

berat badan ± 10 kg sejak 2 minggu lalu. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas

sejak 5 hari SMRS dan terdapat luka di punggung karena imobilisasi selama 2

minggu. Pasien sebelumnya dirawat di ICU RS Ansari Saleh dengan diagnosa

AKI dd CKD dengan riwayat ensefalopati uremicum + DM II + sepsis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

penunjang yaitu Nausea + Sepsis condition + AKI on CKD dd AKI Stage III post

HD + Anemia mikrositik hipokromik + Severe Hipoalbuminea + DM tipe II on

Insulin Therapy + Ulkus Dekubitus grade II. Pasien dirawat selama 13 hari,

Pasien BLPL pada tanggal 23 Desember 2021.

41
42

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhakta A, Goel R. Causes and treatment of nausea and vomiting. Presciber.


2017:17-23.

2. Rios E, Beca F. Uremic Gatropathy. Encyclopedia of Pathology. 2014:1-3.

3. Day, DW, Jass, JR., Price, AB., Shepherd, NA., Sloan, JM., Talbot, IC.,
Warren, BF, Williams, GT, et al. Morson and Dawson’s gastrointestinal
pathology (4th ed.). 2003.

4. Khazaei, MR, Imanieh, M. H, & Hosseini Al-Hashemi, G. Gastrointestinal


evaluation in pediatric kidney transplantation candidates. Iranian Journal of
Kidney Diseases. 2008;2: 40–45.

5. Nardone, G, Rocco, A, Fiorillo, M., Del Pezzo, M, Autiero, G, Cuomo, R.,


Sarnelli, G, Lambiase, A,Budillon, G, & Cianciaruso, B. Gastroduodenal
lesions and Helicobacter pylori infection in dyspeptic patients with and
without chronic renal failure. Helicobacter. 2008;10:53–58.

6. U.S. Department of Health and Human Services.Gastroparesis. NIH


Publication. 2012;12:1-8.

7. Sotoudehmanesh, R, Ali Asgari, A, Ansari, R, Nouraie, M. Endoscopic


findings in end-stage renal disease. Endoscopy. 2008;35:502–505.

8. Walker, WA, Durie, PR., Kleinman, R, Walker-Smith, J. A. Pediatric


gastrointestinal disease, pathophysiology, diagnosis and management (4th
ed.). Philadelphia: BC Decker. 2004.

9. Verdiansah. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Rumah Sakit Hasan Sadikin :


Bandung, Indonesia. 2016;43(2):1-5.

10. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical


Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International
Supplements. 2012;.2:19-36.
43

11. Hoste E, Clermont G, Kersten A, et al. RIFLE criteria for acute


kidney injury are associated with hospital mortality in critically ill patients: A
cohort analysis. Critical Care 2006;10:73.

12. Markum, H. M. S. Gangguan Ginjal Akut. In : Sudoyo AW et al


(ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.

13. Osterman M, Chang R. Acute Kidney Injury in the Intensive Care


Unit according to RIFLE. Critical Care Medicine. 2007; 35:1837-1843.

14. M. Wilson Lorraine, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses


Penyakit. 6th edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC:2012.

15. Nash K, Hafeez A, Hou S. Hospital-acquired renal insufficiency.


American Journal of Kidney Diseases. 2002; 39:930-936.

16. Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury: Pendekatan


Klinis dan Tata Laksana. Maj Kedokt Indon. 2010;60(2).

17. United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5:
Acute Kidney Injury. 2015;1:57-66.

18. Lin J. Proteinuria in chronic kidney disease. Chronic kidney disease. 6th ed.
Los Angeles: Henry Ford Health System; 2011:24-25.

19. Lee JS. Albumin for End-Stage Liver Disease. Journal of the korean
association of internal medicine. 2012;27:1-14.

20. Putri TD, Mongan AE, Memah MF. Gambaran kadar albumin serum pada
pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Jurnal e-Biomedik
(eBm). 2016;4(1):173-177.

21. Setia MDM. Ulkus Dekubitus Pada Usia Lanjut Fokus Pada Pencegahan dan
Tatalaksana. In : Abdullah, Abubakar A, Siregar ML, editors. Proceeding the
7th Aceh Internal Medicine Symposia (AIMS). Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press; 2016.
44

22. Pranarka K. Dekubitus. In: Martono HH, Pranarka K, editors. Buku Ajar
Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015.

23. Jaramillo CA. The Geriatric Patient. In: Braddom RL, Chan L, Harrast MA,
Kowalske KJ, Matthews DJ, Ragnarsson KT, Stolp KA, editors. Physical
Medicine and Rehabilitation 4th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company;
2016.

Anda mungkin juga menyukai