Oleh:
Pembimbing:
dr. Nanik Tri Wulandari, Sp.PD
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007 .. 28
Gambar 3.4 Faktor resiko AKI: Paparan dan Susceptibilitas pada AKI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Nausea atau mual adalah sebuah perasaan subjektif dan biasanya menjadi
adalah pengeluaran isi lambung ke kerongkongan dan keluar melalui mulut. Mual
dan muntah adalah mekanisme protektif, dan dapat muncul secara akut atau
sebagai kondisi kronis. Mual seringkali terjadi berhubungan dengan penyakit lain
pusat.1
uremik akibat gagal ginjal dan diabetes mellitus. Dimana hal ini berkaitan dengan
sering mengeluhkan gejala gangguan saluran cerna atas tanpa sebab yang jelas.
Keadaan seperti ini dikenal dengan sebutan gatropati uremikum dan gastroparesis
diabetika.2
Spektrum klinis gangguan saluran cerna bagian atas pada pasien uremik
sangat bervariasi, karena dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat
keparahan gangguan fungsi ginjal, tingkat stres pasien, dan pengobatan yang
perkembangan gastropati ini masih belum jelas. Pada gagal ginjal akut (GGA),
gastropati dianggap lebih mungkin terkait dengan stres fisiologis, disertai faktor
1
2
tambahan yang meningkatkan risiko perdarahan seperti NSAID, penyakit hati, dan
morbiditas dan mortalitas, dikarenakan risiko yang cukup besar dari lesi GI atas
pada pasien uremik, yaitu, perdarahan GI atas akut. Peningkatan prevalensi tukak
sebesar 4%.5
mellitus yang kini semakin dikenal. Suatu studi menunjukkan bahwa diabetes
idiopatik (33%), sedang penyakit tersering lainnya adalah paska operasi lambung
(19%).2 Orang dengan diabetes memiliki kadar glukosa darah yang tinggi, juga
disebut gula darah. Seiring waktu, kadar glukosa darah yang tinggi dapat merusak
saraf vagus. Gejala gastroparesis yang paling umum adalah mual, perasaan
kenyang setelah makan hanya sedikit makanan, dan muntah makanan yang tidak
tercerna kadang beberapa jam setelah makan. Gejala umum lainnya termasuk
gastroesofageal refluks (GER), nyeri pada daerah perut, perut kembung, dan
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : SMA
RMK : 1-48-41-72
B. Anamnesis
WITA.
dirawat di ICU selama 5 hari dengan diagnosa AKI dd CKD dengan riwayat
3
4
Keluhan utama pasien pada saat masuk rumah sakit adalah mual sejak 7
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Mual pasien tidak dipicu makan, dan
pasien tidak muntah. Keluhan ini muncul mendadak, dirasakan hilang timbul, dan
memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan
kali sehari dan dan hanya makan 2-3 sendok setiap kali makan.
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Sesak dirasakan
mendadak, dan terus menerus. Sesak nafas pasien tidak memberat dengan
aktivitas. Sesak nafas pasien terkadang membuat pasien sering terbangun pada
berbaring di tempat tidur sehingga muncul luka di area pampers bagian belakang
pasien. Luka pasien tidak berdarah dan tidak bernanah. Demam (-), batuk (-),
Frekuensi buang air kecil (BAK) menurun menjadi 2 kali sehari. Keluhan
nyeri berkemih atau BAK tersendat-sendat disangkal pasien. Buang air besar
(BAB) pasien normal. Buang air besar terakhir pasien warna kuning kecoklatan,
konsistensi lembek, dan jumlahnya sedikit. Riwayat BAB hitam atau BAB disertai
Riwayat Pribadi :
- Kebiasaan makan : Pasien makan 3 kali sehari, tidak ada diet khusus.
manis.
beralkohol
1. Status Generalis
GCS : E4 V5 M6
VAS : 2-3
Antropometri : BB = 45 kg TB = 155 cm
2. Tanda Vital
3. Kulit
Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), nyeri tekan pada
a. Telinga
b. Hidung
Inspeksi : Bibir lembab, mukosa pucat (-), leukoplakia maupun kelainan lain
d. Mata
Inspeksi : Edema palpebra (-), ptosis (-/-), sklera ikterik (-), konjungtiva
5. Toraks
a. Toraks umum
Inspeksi : Bentuk dada normal, dinding dada tidak ada gerakan dada yang
b. Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, tidak ada gerakan dada yang tertinggal,
Palpasi : Tidak teraba tumor, nyeri tekan (-), fremitus taktil normal
Inspeksi : Suara nafas vesicular pada semua lapang paru, ronkhi (---/---),
wheezing (---/---)
c. Jantung
Perkusi : Batas kiri ICS V linea midclavicularis sinistra, batas kanan ICS
parasternalis dextra.
Auskultasi : S1-S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-), suara jantung
tambahan (-).
6. Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak cekung, striae (-), sikatrik (-), venektasi (-),
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepatomegali (-), massa (-),
splenomegali (-)
9
7. Ekstremitas
Motorik : 5 5 Edema - -
5 5 + +
8. Neurologi
D. Pemeriksaan Penunjang
Irama sinus, regular, frekuensi 115 x/menit, left axis deviation, gelombang
P tinggi 0,01 mV dan lebar 0.04s, interval PR normal 0.16, komplek QRS durasi
sempit 0.04s, Q patologi (-), LBBB (-) RBBB (-), RVH (-), LVH (-), ST elevasi (-
Kesimpulan : irama sinus takikardi dengan frekuensi 115 x/menit, left axis
deviation
12
3. Pemeriksaan Thorax
vertebra thoracalis 7. Kranialisasi (-), aortic arch normal, trachea di tengah. Sinus
costphrenicus dan hemidiaphragma kanan dan kiri normal. Pulmo: hilus normal,
E. Foto Klinis
F. Resume Medik
ICU selama 5 hari dengan diagnosa AKI dd CKD dengan riwayat ensefalopati
selang hidung. Keluhan utama pasien pada saat masuk rumah sakit adalah mual
sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Mual pasien tidak dipicu
makan. Keluhan ini muncul mendadak, dan dirasakan hilang timbul, namun
memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan
kali sehari dan dan hanya makan 2-3 sendok setiap kali makan. Pasien juga
mengeluhkan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Sesak dirasakan pasien mendadak,
dan terus menerus. Sesak nafas pasien terkadang membuat pasien sering
terbangun pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak 2 minggu
SMRS. Pasien hanya berbaring di tempat tidur sehingga muncul luka di area
14
pampers bagian belakang pasien. Frekuensi BAK pasien menurun menjadi 2 kali
sedang dengan VAS 2-3, dan denyut nadi pasien 105 x/menit. Pada pemeriksaan
kulit ditemukan luka berukuran 4x5 cm di regio sacralis, dengan dasar luka kulit,
takikardi dengan frekuensi 115 x/menit, dan left axis deviation. Pemeriksaan foto
G. Diagnosis
maka dapat ditegakkan diagnosis penyakit pasien ini adalah Nausea + Sepsis
H. Daftar Masalah
MCV:74.4 (11/12)
MCH : 26.6, 26.7, 26.6, 26.7, 27.9 (11,12,14,17,21/1/2)
5. Severe Hipoalbuminea Anamnesis
4.1.Hiperkatabolikstate Pasien mengeluhkan lemas sejak 2 minggu SMRS
4.2.Renal loss Pemeriksaan Fisik
Pitting edema ekstremitas inferior (+)
Pemeriksaan Penunjang
Albumin :1.9, 2.0, 2.3, 2.3 (11,14,17,21/12)
6. DM tipe II on Insulin Therapy Anamnesis
Pasien merupakan rujukan dari RS Ansari Saleh yang
sempat dirawat di ICU selama 5 hari dengan riwayat
DM tipe II. Pasien suka memakan makanan manis
Pemeriksaan Fisik
-
Pemeriksaan Penunjang
GDS: 218 (11/12)
GDP : 286 (13/12)
HbA1c : 12.1 (14/12)
7. Ulkus decubitus grade II Anamnesis
Dikarenakan pasien mengeluhkan lemas sejak 2 minggu
SMRS, pasien hanya berbaring di tempat tidur sehingga
muncul luka di area pampers bagian belakang pasien.
Pemeriksaan Fisik
Kulit : Luka berukuran 4x5 cm di regio sacralis, dengan
dasar luka kulit, tidak berdarah/bernanah
I. Rencana Awal
pasien pasien
- KIE pasien dan
keluarga tentang
rencana terapi
dan monitoring
pada pasien
4. Anemia Mikrositik Hitung Transfusi PRC 2 Cek darah - KIE pasien dan
Hipokromik retikulosit kolf durante HD lengkap Hb/72 keluarga
1.1 Blood loss jam mengenai kondisi
1.2 Anemia of pasien
chronic disease - KIE pasien dan
keluarga tentang
rencana terapi
dan monitoring
pada pasien
- KIE pasien
mengenai efek
samping obat
5. Severe - Transfusi albumin Monitoring - KIE pasien dan
Hipoalbuminea 20% 100 cc kadar keluarga
4.1. albumin/72 mengenai kondisi
Hiperkatabolik jam pasien
state - KIE pasien dan
4.2 Renal loss keluarga tentang
rencana terapi
dan monitoring
pada pasien
6. DM tipe II on - - Injeksi subcutan Monitoring - KIE pasien dan
Insulin Therapy Novorapid 3x14 kadar GDS, keluarga
IU GDP, HbA1C mengenai kondisi
- Injeksi subcutan pasien
Levemir 1x18 - KIE pasien dan
IU keluarga tentang
rencana terapi
dan monitoring
pada pasien
7. Ulkus decubitus - - Perawatan luka Monitoring Edukasi pasien
grade II dengan kompres keluhan pasien dan keluarga
NaCl 0.9% 2x1 (luka) pasien mengenai
- Mobilisasi cara
Bertahap memposisikan
pasien
18
J. Follow Up
5. Severe
Hipoalbuminea
5.1.Hiperkataboli
kstate
5.2.Renal loss
6. DM tipe II on
Insulin Therapy
7. Ulkus
decubitus grade
II
14/12/21 Mual (<) TD : 120/70 1.Nausea + 1. IVFD NaCl 0.9
Nyeri ulu mmHg (improved) % 1500 cc/24 jam
hati (-) SpO2 : 99% 1.1 Gastropathy 2. Inj. Meropenem
Sesak (-) NC 2 lpm uremicum 2x500 mg
Lemas (+) Ulkus decubitus 1.2 Gastroparesis 3. Inj. Metoclopramid
Batuk (+) uk. 4x5 cm (+) DM 10 mg (k/p)
Nyeri tekan 2. Sepsis 4. Inj. Lansoprazole
epigastrium (-) Condition 1x30 mg
Pitting edema (resolved) 5. Inj. subcutan
(+/+) 3. AKI on CKD Novorapid 3x14 IU
Hb: 8.4 dd AKI stage 6. Inj. subcutan \
MCV:76.9 III post HD Levemir 1x18 IU
MCH : 26.6 4. Anemia 7. Transfusi albumin
Ureum : 148 Mikrositik 20% 100 cc
Cr : 3.61 Hipokromik 8. Diet Nephrisol 3x100
Albumin : 2.0 4.1 Blood loss cc
4.2 Anemia of 9. Diet lunak
chronic 10. PO Amlodipin 1x5
disease mg
5. Severe 11. Perawatan luka
Hipoalbuminea dengan kompres
5.1.Hiperkataboli NaCl 0.9% 2x1
kstate
5.2.Renal loss
6. DM tipe II on
Insulin Therapy
7.Ulkus decubitus
\ grade II
17/12/21 Mual (<) TD : 120/60 1.Nausea + 1. IVFD NaCl 0.9
Lemas (+) mmHg (improved) % 1500 cc/24 jam
Batuk (<) SpO2 : 97% on 1.1 Gastropathy 2. Inj. Meropenem
room air uremicum 2x500 mg
Ulkus decubitus 1.2 Gastroparesis 3. Inj. Metoclopramid
uk. 4x5 cm (+) DM 10 mg (k/p)
Pitting edema (- 2. Sepsis 4. PO. Lansoprazole
/-) Condition 1x30 mg
Hb: 6.8 (resolved) 5. Inj. subcutan
MCV:80.4 3. AKI on CKD Novorapid 3x14 IU
MCH : 26.7 dd AKI stage 6. Inj. subcutan \
Ureum : 71 III post HD Levemir 1x18 IU
Cr : 3.60 4. Anemia 7. Transfusi albumin
Albumin : 2.3 Mikrositik 20% 100 cc
Hipokromik 8. Diet Nephrisol 3x100
4.1 Blood loss cc
4.2 Anemia of 9. Diet lunak
20
4.2 Anemia of
chronic
disease
5. Severe
Hipoalbuminea
5.1.Hiperkataboli
kstate
5.2.Renal loss
6. DM tipe II on
Insulin Therapy
7.Ulkus decubitus
\ grade II
BAB III
PEMBAHASAN
maka dapat ditegakkan diagnosis penyakit pasien ini adalah Nausea + Sepsis
Nausea atau mual adalah sebuah perasaan subjektif dan biasanya menjadi
adalah mekanisme protektif, dan dapat muncul secara akut atau sebagai kondisi
Penyakit di sistem endokrin yang dapat menimbulkan gejala mual adalah uremik
akibat gagal ginjal dan diabetes mellitus. Dimana hal ini berkaitan dengan
Pada pasien ini keluhan mual dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah
sakit (SMRS). Mual pasien tidak dipicu makan dan pasien tidak muntah. Keluhan
ini muncul mendadak dan dirasakan hilang timbul, yang memberat sejak 2 hari
penurunan berat badan ± 10 kg sejak 2 minggu lalu. Pasien makan 3 kali sehari
dan dan hanya makan 2-3 sendok setiap kali makan. Pasien sebelumnya sempat
dirawat di ICU selama 5 hari dengan diagnosa AKI dd CKD dengan riwayat
22
23
ensefalopati uremikum, diabetes melitus tipe 2 dan sepsis. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa salah satu penyebab mual berasal dari sistem
endokrin.
tanda-tanda saluran cerna bagian atas dan perubahan histopatologi yang terkait
dengan uremia, akibat gagal ginjal. Spektrum klinis gangguan saluran cerna
bagian atas pada pasien uremik sangat bervariasi, karena dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti tingkat keparahan gangguan fungsi ginjal, tingkat stres
gejala dispepsia, seperti anoreksia, muntah, mulas, dan rasa penuh setelah makan,
sering terjadi pada pasien, meskipun mereka mungkin tidak memiliki gejala.4,5,6
perkembangan gastropati ini masih belum jelas. Pada gagal ginjal akut (GGA),
gastropati mungkin terkait dengan stres fisiologis, dengan faktor tambahan yang
lainnya. Pada kasus ini rasa mual muncul setelah pasien sempat dirawat karena
adanya riwayat ensefalopati uremicum dan sepsis disertai diabetes melitus tipe 2
hipokalemia, dan asidosis), yang terutama dianggap akibat dari penurunan klirens
ginjal dan juga disfungsi sistem saraf otonom. Mekanisme yang menyebabkan
mungkin juga karena mekanisme umpan balik dari netralisasi asam lambung
antara 7% sampai 100%. Prevalensi uremia dan gastropati uremik lebih umum
pada orang dewasa yang lebih tua dan lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan dengan rasio 1,2:1. Laki-laki juga memili faktor risiko
yang lebih tinggi. Hingga 67% dari pasien uremik terjadi di lambung dan
uremik bergantung pada resolusi uremia, yang dapat dicapai dengan pengobatan
dalam kasus perdarahan uremik. Pada kasus ini pasien diberikan obat simptomatik
sebelum tidur. Efek samping obat ini adalah kelelahan, kantuk, dan terkadang
depresi, kecemasan, dan masalah dengan gerakan fisik. Selain itu juga dilakukan
dialisis pada pasien karena komorbid lain yaitu GGA/Acute Kidney Injury (AKI)
lambung. Jika saraf vagus rusak, otot-otot perut dan usus tidak bekerja secara
gejala saluran cerna atas seperti misalnya mual, muntah dan cepat kenyang, juga
pada penderita diabetes yang tanpa gejala namun didapati keadaan seperti sulitnya
mencapai kendali gula darah yang baik. Harus diingat bahwa tidak ada gejala
yang khas untuk gastroparesis sehingga perlu dilakukan ekslusi dari kelainan-
kelainan lain seperti ulkus peptic, esophagitis maupun lesi-lesi lainnya dengan
ataupun endoskopi bisa dijumpai bukti tak langsung dari gastroparesis yaitu
adanya retensi ataupun dilatasi lambung, namun hal ini belum membuktikan
adanya gastroparesis, dan disamping itu temuan yang normal tidak pula
Perawatan termasuk insulin, obat-obatan oral, perubahan apa dan kapan waktu
makan, dan, dalam kasus yang parah, selang makanan dan makanan intravena.
Penting untuk dicatat bahwa dalam banyak kasus. Pada penderita gastroparesis,
makanan akan diserap lebih lambat. Untuk mengontrol glukosa darah, maka
dan suntikan kerja cepat sesuai kebutuhan sesuai dengan pemantauan glukosa
darah. Insulin terbaru, lispro insulin (Humalog), adalah insulin kerja cepat yang
mungkin bermanfaat bagi penderita gastroparesis. Insulin ini mulai bekerja dalam
5 hingga 15 menit setelah injeksi dan mencapai puncaknya setelah 1 hingga 2 jam,
ia menurunkan kadar glukosa darah setelah makan sekitar dua kali lebih cepat dari
insulin reguler yang bekerja lebih lambat. Tatalaksana yang diberikan kepada
pasien ini adalah obat simptomatik dan terapi insulin untuk causatifnya berupa
injeksi subcutan novorapid 3x14 IU dan injeksi subcutan levemir 1x18 IU serta
Kondisi uremik yang dialami pasien disebabkan karena AKI yang juga
menimbulkan gejala mual. Pasien sempat dirawat di ICU selama 5 hari dengan
diagnosa AKI dd CKD dengan riwayat sepsis. Saat datang ke IGD pasien
mengeluhkan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Sesak dirasakan mendadak, dan
terus menerus, tidak memberat dengan aktivitas. Frekuensi BAK pasien menurun
27
menjadi 2 kali sehari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pitting edema pada
kedua ekstremitas inferior. Hal ini juga ditunjang dengan hasil pemeriksan
penunjang yang menunjukkan peningkatan kada ureum (374 mg/dl) dan kreatinin
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute kidney injury (AKI)
ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang terjadi dalam beberapa
jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas dasar adanya kreatinin serum
yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun,
meskipun terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum
kreatinin dapat mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari
AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan
kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan
gangguan ginjal.10
28
Gambar 3.1 Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 200711
Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission
patient dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif
pasien dengan latar belakang adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti
meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak 1988 dan diperkirakan terdapat
500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini bahkan lebih tinggi dari insiden
stroke. Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara 0,5-
0,9% pada komunitas, 7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 36-
67% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan 5-6% Pasien
ICU dengan AKI memerlukan Terapi Penggantian Ginjal (TPG atau Replacement
untuk mencegah terjadinya AKI. Hal ini terutama berguna di rumah sakit, dimana
bisa dilakukan penilaian faktor risiko terlebih dahulu sebelum adanya paparan
Gambar 3.4 Faktor resiko AKI: Paparan dan Susceptibilitas pada AKI
Nonspesifik Menurut KDGIO 201214
Pasien ini didiagnosis dengan AKI on CKD dd AKI stage III dengan
riwayat dirawat di ruang ICU akibat sepsis. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa sepsis menjadi salah satu faktor risiko munculnya AKI. Pasien
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan
untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral.
Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
ET-1. Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
Negara berkembang. Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan tidak
terjadi hipotensi, walaupun kebanyakan kasus sepsis yang berat terjadi kolaps
injury berhubungan secara jelas dengan AKI pada sepsis dengan manifestasi
32
adanya debris tubular dan cast pada urin. Efek hemodinamik pada sepsis dapat
peningkatan regulasi sitokin yang memicu sintesis NO pada pembuluh darah. Jadi
terjadi vasodilatasi arteriol eferen yang banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi
renal pada sepsis yang berlanjut akibat aktivasi sistem nervus simpatis, sistem
reaktif oksigen spesies serta adesi dan migrasi leukosit yang dapat merusak sel
tubular renal.14
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang
memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada Penyakit Ginjal
Kronis (PGK)/Chronic Kidney Injury (CKD). Beberapa patokan umum yang dapat
membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi
penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan
penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Pasien ini memiliki diagnosis
banding AKI on CKD dan AKI stage III. Dicurigai merupakan proses akut pada
CKD dikarenakan pasien sudah mengalami gejala anemia seperti lemas dan pada
penurunan kadar Hb (11.5 g/dl) serta penurunan MCV (74.4 fl) dan MCH (26.6 pg)
yang menunjukkan tipe anemia mikrositik hipokromik. Tipe anemia ini sering
terjadi pada pasien dengan penyakit kronis. Selain itu adanya gejala mual dan
33
GGA berat dengan berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan garam
kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi asam yang berkurang
presipitasi atau penyakit utamanya. Kondisi ini sesuai dengan yang dialami pasien
Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi dengan packed red cells,
sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk ringan sampai
sedang perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar, pankreatitis). Cairan
salin isotonik mungkin lebih tepat dalam kasus yang parah. Terapi berikutnya
inotropik positif, preload dan afterload mengurangi agen, obat antiaritmia, dan
invasif mungkin diperlukan untuk memandu terapi untuk komplikasi pada pasien
yang penilaian klinis fungsi jantung dan volume intravaskular sulit. Pada kasus ini
pasien diberikan terapi cairan normal saline dan untuk anemianya dilakukan
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait
AKI yang ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya
saat awal. Pada tabel berikut dijelaskan komplikasi yang sering terjadi dan
hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien dengan hospital malnutrisi
Dikatakan hipoalbuminemia jika kadar albumin darah kurang dari 3,5 g/dL.
Albumin (69 kDa) merupakan protein utama dalam plasma manusia (3,4-4,7
g/dL), dan membentuk sekitar 60% protein plasma total. Sekitar 40% albumin
terdapat dalam plasma, dan 60% sisanya terdapat di ruang ekstrasel.8 Albumin
dari beberapa macam substansi antara lain metal, bilirubin, enzim, hormon, obat-
obatan. Kadar serum albumin yang kurang dibedakan menjadi tiga tingkatan,
dan hipoalbuminemia berat (<2.8 g/dl). Pasien pada kasus ini juga mengalami
severe hipoalbuminemia dengan kadar albumin 1.9 g/dl yang merupakan akibat
dipakai selama lebih dari 60 tahun pada keadaan dimana kadar albumin dalam
merupakan sediaan steril protein plasma yang tidak kurang dari 95% protein
pengganti plasma dan plasma ekspander yang terdiri dari injeksi 5%, injeksi 20%,
dan injeksi 25%. Pada kasus ini pasien mendapatkan transfuse albumin 20% 100
Akibat imobilisasi lama, pasien juga mengalami ulkus dekubitus grade II.
Ulkus dekubitus adalah kerusakan jaringan setempat pada kulit dan/atau jaringan
(Shear), pada bagian tubuh (Tulang) yang menonjol. Ulkus dekubitus menandakan
telah terjadi nekrosis jaringan lokal, sering terjadi pada bagian tubuh yang
dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, Pressure Ulcer, Pressure sore,
bed sore, decubital ulcer. Empat faktor yang berpengaruh pada patogenesis
kelembapan.21
1. Derajat I: Eritema
Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan utuh namun disertai dengan daerah
yang eritematous.Daerah yang eritematous ini berbatas tegas dapat disertai dengan
pasien ulkus dekubitus derajat I mungkin sedikit sulit untuk dideteksi pada pasien-
2. Derajat II:
dermis menggambarkan suatu ulkus dekubitus yang mulai terbuka dengan dasar
yang dangkal dan pinggiran luka dapat berwarna merah atau merah muda.
3. Derajat III:
Hilangnya seluruh ketebalan kulit Pada derajat ini hilangnya seluruh ketebalan
kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar
kebawah tapi tidak melewati fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis
terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
maleolus tidak memiliki jaringan subkutan dan bila terbentuknya ulkus atau
ulserasi dengan derajat III dasar luka bersifat dangkal.Sebaliknya, pada lokasi-
lokasi dengan kandungan jaringan subkutan yang banyak dapat membentuk dasar
luka yang lebih dalam namun tulang atau tendon tidak terlihat atau tidak teraba
secara langsung.
39
ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau kerusakan otot,
subkutaneus, otot dan kapsul sendi.Kedalaman luka ulserasi atau ulkus pada
luka sampai ke dalam otot dan / atau struktur pendukung (misalnya, fascia, tendon
osteomyelitis.Pada derajat IV ini tulang atau tendon dapat terlihat atau langsung
teraba.
mana dasar ulkus ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau
coklat) dan / atau eschar atau jaringan nekrotik (cokelat, cokelat atau hitam) di
sekitar luka.Dikatakan klasifikasi yang unstageable oleh karena luka ditutupi oleh
sloughd dan eschar yang sehingga tidak dapat menilai bagaimana dasar luka dan
kedalaman lukanya. 6. Suspected deep tissue injury Pada daerah sekitar luka dapat
ditemukan adanya perubahan warna berupa ungu atau merah marun dari kulit
yang utuh dikarenakan adanya kerusakan jaringan lunak yang mendasari dari
tekanan.
Pada daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa ungu
atau merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya kerusakan jaringan
pasien dengan ulkus dekubitus.Faktor nutrisi dan hidrasi secara khusus harus
yang positif. Kebutuhan akan mineral dan vitamin juga harus diperhatikan. Pada
pasien ini diberikan terapi berupa Perawatan luka dengan kompres NaCl 0.9% 2x1
PENUTUP
utama mual sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) yang memberat
sejak 2 hari. Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami penurunan
berat badan ± 10 kg sejak 2 minggu lalu. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas
sejak 5 hari SMRS dan terdapat luka di punggung karena imobilisasi selama 2
penunjang yaitu Nausea + Sepsis condition + AKI on CKD dd AKI Stage III post
Insulin Therapy + Ulkus Dekubitus grade II. Pasien dirawat selama 13 hari,
41
42
DAFTAR PUSTAKA
3. Day, DW, Jass, JR., Price, AB., Shepherd, NA., Sloan, JM., Talbot, IC.,
Warren, BF, Williams, GT, et al. Morson and Dawson’s gastrointestinal
pathology (4th ed.). 2003.
17. United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5:
Acute Kidney Injury. 2015;1:57-66.
18. Lin J. Proteinuria in chronic kidney disease. Chronic kidney disease. 6th ed.
Los Angeles: Henry Ford Health System; 2011:24-25.
19. Lee JS. Albumin for End-Stage Liver Disease. Journal of the korean
association of internal medicine. 2012;27:1-14.
20. Putri TD, Mongan AE, Memah MF. Gambaran kadar albumin serum pada
pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Jurnal e-Biomedik
(eBm). 2016;4(1):173-177.
21. Setia MDM. Ulkus Dekubitus Pada Usia Lanjut Fokus Pada Pencegahan dan
Tatalaksana. In : Abdullah, Abubakar A, Siregar ML, editors. Proceeding the
7th Aceh Internal Medicine Symposia (AIMS). Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press; 2016.
44
22. Pranarka K. Dekubitus. In: Martono HH, Pranarka K, editors. Buku Ajar
Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015.
23. Jaramillo CA. The Geriatric Patient. In: Braddom RL, Chan L, Harrast MA,
Kowalske KJ, Matthews DJ, Ragnarsson KT, Stolp KA, editors. Physical
Medicine and Rehabilitation 4th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company;
2016.