Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TONSILITIS

Laporan ini disusun guna memenuhi Tugas Praktik Klinik Profesi Ners

Stase Bedah

Disusun Oleh :

PARMIYATUN

PROGRAM PROFESI NERS ALIH JALUR ANGKATAN XVI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
1. Tujuan Umum ..................................................................................... 2
2. Tujuan Khusus .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................... 3
A. Pengertian Tonsilitis ................................................................................. 3
B. Klasifikasi Tonsilitis ................................................................................. 3
C. Etiologi Tonsilitis ...................................................................................... 4
D. Manifestasi Klinik Tonsilitis ..................................................................... 4
E. Pathofisiologi & Pathway Tonsilitis ......................................................... 5
F. Komplikasi Tonsilitis ................................................................................ 6
G. Penatalaksanaan Tonsilitis ........................................................................ 7
H. Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis ............................................................ 11
I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ......................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cicin waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne
droplets), tangan. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak
(Ringgo, 2019). Insidensi terjadinya tonsilitis rekuren di Eropa dilaporkan
sekitar 11% dengan komplikasi tersering adalah abses peritonsilar.
Tonsilitis baik akut maupun kronik dapat terjadi pada semua umur, namun
lebih sering terjadi pada anak. Faktor yang menjadi penyebab utama hal
tersebut adalah ISPA dan tonsillitis akut yang tidak mendapat terapi yang
adekuat.
Tonsilitis secara epidemiologi paling sering terjadi pada anak-anak.
Pada balita, tonsilitis umumnya disebabkan oleh infeksi virus sedangkan
infeksi bakterial lebih sering terjadi pada anak berusia 5-15 tahun. Group
A betahemolytic streptococcus merupakan penyebab utama tonsilitis
bacterial (U, 2018) (Georgalas, 2014). Tonsilitis paling sering terjadi pada
anak-anak, tetapi jarang terjadi pada anak usia < 2 tahun. Tonsilitis juga
sangat jarang terjadi pada orang tua usia >40 tahun. Insidensi terjadinya
tonsilitis rekuren di Eropa dilaporkan sekitar 11% dengan komplikasi
tersering adalah abses peritonsilar. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada
anak-anak dengan puncaknya pada masa remaja kemudian risikonya
menurun hingga usia tua. Abses peritonsilar lebih sering terjadi pada
perempuan dibanding laki-laki (U, 2018) (EL, et al., 2016).
World Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data
mengenai jumlah kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan
287.000 anak dibawah 15 tahun mengalami tonsilektomi dengan atau
tanpa adenoidektomi, 248.000 (86,4 %) mengalami tonsiloadenoidektomi
dan 39.000 (13,6 %) lainnya menjalani tonsilektomi. Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi Indonesia, prevalensi

1
tonsilitis kronik 3,8 % tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6 %
(Ramadhan, 2017)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulisan laporan ini bertujuan agar tenaga kesehatan mampu
menerapkan perawatan pada pasien yang menderita tonsilitis baik pada
anak-anak maupun orang dewasa.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung terhadap perawatan
pada pasien dengan tonsilitis
b. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi
tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien dengan
tonsilitis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Tonsilitis
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsila palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer yang disebabkan oleh
mikroorganisme berupa virus, bakteri, dan jamur yang masuk secara
aerogen atau foodborn. Sebagai bagian dari sistem imun, tonsil membantu
tubuh untuk melawan infeksi yang ikut masuk bersama makanan atau
minuman dan udara pernapasan. Tapi walau bagaimanapun bakteri atau
virus dapat menginfeksi tonsil yang akhirnya akan menyebabkan infeksi
pada tonsil yang kita kenal dengan tonsilitis. Tonsilitis kronis secara
umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses infeksi dan peradangan
yang bersifat menetap. Penyakit ini dapat terjadi akibat serangan ulang
tonsilitis akut yang akhirnya dapat menyebabkan perubahan atau
kerusakan permanen pada jaringan tonsil (Yuliyani, Eka Arie et all.,
2015).
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi
pada tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi
disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau
ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut
(Palandeng, Tumbel, Dehoop, 2015). Tonsilitis kronis timbul karena
rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene
mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat.
B. Klasifikasi Tonsilitis
Ada tiga jenis utama dari tonsilitis, yaitu:
1. Tonsilitis akut - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh salah satu
bakteri atau virus.Infeksi ini biasanya sembuh sendiri
2. Subakut tonsilitis - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh
Actinomyces bakteri - organisme anaerob yang bertanggungjawab

3
untuk keadaan suppuratif pada tahap infeksi. Infeksi ini bisa bertahan
antara tiga minggu dan tiga bulan.
3. Tonsilitis kronis - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh infeksi
bakteri yang dapat bertahan jika tidak diobati
(Rusmarjono & Soepardi, 2016).
C. Etiologi Tonsilitis
Penyebab tonsilitis adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi
virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme
lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa
dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, menyebabkan tonsilitis. Hal-hal yang dapat memicu
peradangan pada tonsil adalah seringnya kuman masuk kedalam mulut
bersama makanan atau minuman (Manurung, 2016). Tonsillitis
berhubungan juga dengan infeksi mononukleosis, virus yang paling umum
adalah EBV, yang terjadi pada 50% anak-anak (Allotoibi, 2017). Tonsilitis
kronis terjadi serangan berulang dari tonsilitis akut yang mengakibatkan
kerusakan permanen pada jaringan tonsil atau kerusakan ini juga dapat
disebabkan oleh resolusi yang tidak sempurna dari tonsilitis akut.
D. Manifestasi Klinik Tonsilitis
Menurut Amin, Assyifa Amalia (2017) menyebutkan bahwa
manifestasi klinik pada penderita tonsilitis adalah sebagai berikut :
1. Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit
tenggorok, sulit sampai sakit menelan.
2. Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri
kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian.
3. Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis
folikularis kronik), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis),
plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe
regional. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan
permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi

4
oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorokan, dirasakan
kering di tenggorokan dan nafas berbau.
Menurut Adams (2015) yang merupakan gejala klinis pada
pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis
yang mungkin tampak, yakni:
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis,
kripte yang melebar dan ditutup eksudat yang purulen
E. Pathofisiologi & Pathway Tonsilitis
Bakteri atau virus menginfeksi pada lapisan epitel. Bila epitel
terkikis, maka jaringan limpofid superficial menandakan reaksi, terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonukuler. Proses
ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil yang berisi bercak kuning
disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi pembengkakan atau
pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfalgia. Kadang apabila terjadi
pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas.
Apabila kedua tonsil bertemu pada garis tengah yang disebut
kidding tonsil dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makana.
Komplikasi yang sering terjadi akibat disflagia dan nyeri saat menelan,
klien akan mengalami malnutrisi yang ditandai dengan gangguan tumbuh
kembang, malaise, mudah mengantuk. Pembesaran adenoid mungkin
dapat menghambat ruang samping belakang hidung yang membuat
kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas
melalui mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membarne
dari orofaring menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba
eustachus dapat meyumbat saluran mengakibatkan berkembangnya otitis
media (Amin, Assyifa Amalia., 2017).

5
Pathway Tonsilitis

F. Komplikasi Tonsilitis
Menurut Rusmarjono & Soepardi (2016) komplikasi tonsilitis akut dan
kronik yaitu :
1. Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum
mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya
disebabkan oleh streptokokus grup A. Paling sering terjadi pada
penderita dengan serangan berulang. Gejala adalah malaise yang
bermakna, odinofagia yang berat dan trismus.
2. Otitis media akut

6
Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba
auditorius (eustachi) dan mengakibatkan otitis media yang dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke
dalam sel-sel mastoid.
4. Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakteri, lingkungan, maupun karena
alergi
5. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu
atau lebih dari sinus paranasal.Sinus adalah merupakan suatu rongga
atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran
mukosa.
6. Rinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum
nasal dan nasopharynx
Sedangkan menurut American Academy of Otolaryngology,
komplikasi dari tonsilitis adalah kesulitan bernapas, kesulitan menelan,
sleep apnea, sakit tenggorokan, sakit telinga, infeksi telinga, bau mulut,
perubahan suara serta peritonsillar abses yang lebih sering terjadi pada
orang dewasa dan jarang terjadi pada anak-anak
G. Penatalaksanaan Tonsilitis
Berikut penatalaksanaan pada penderita tonsilitis :
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga
higiene mulut yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika
terapi konservatif tidak memberikan hasil.Pengobatan tonsilitis kronis

7
dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan selama
sekurangnya 10 hari.Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan
penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat
diberikan eritromisin atau klindamisin. Penggunaan terapi antibiotika
amat disarankan pada pasien tonsilitis kronis dengan penyakit
kardiovaskular. Obstruksi jalan nafas harus ditatalaksana dengan
memasang nasal airway device, diberi kortikosteroid secara intravena
dan diadministrasi humidified oxygen. Pasien harus diobservasi
sehingga terbebas dari obstruksi jalan nafas (Udayan et al., 2015).
2. Operatif
Tonsilektomi adalah pengangkatan tonsil dan struktur adenoid,
bagian jaringan limfoid yang mengelilingi faring melalui pembedahan.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma, tonsilitis terjadi sebanyak
7 kali atau lebih / tahun, tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih /
tahun dalam kurun waktu 2 tahun, tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau
lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun, tonsilitis tidak memberikan
respon terhadap pemberian antibiotik (Soepardi et al., 2017).
a. Indikasi tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun
terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi
tonsilektomi pada saat ini. Dulu diindikasikan untuk terapi tonsilitis
kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah obstruksi
saluran nafas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan The American
Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :
1) Indikasi absolut
a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas
atas, disfagia berat, gangguan tidur, atau terdapat
komplikasi kardiopulmonal.

8
b) Abses peritonsilar yang tidak respon terhadap pengobatan
medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.
c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
d) Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan
patologi.
2) Indikasi relatif
a) Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun
tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat
b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon
terhadap pengobatan medik.
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus
yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman
resisten terhadap β-laktamase.
b. Kontra-indikasi
1) Riwayat penyakit perdarahan
2) Risiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak
terkontrol
3) Anemia
4) Infeksi akut
c. Penatalaksanaan tonsilektomi :
1) Perawatan pra Operasi :
a) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara
seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk
menentukan ada tidak dan sumber infeksi.
b) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk
menentukan adanya risiko perdarahan : waktu pembekuan,
pulasan trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin
parsial
c) Lakukan pengkajian praoperasi : Perdarahan pada anak atau
keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus
untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa

9
pascaoperasi, gunakan teknik-teknik yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak (buku, boneka, gambar),
bicaralah pada anak tentang hal-hal baru yang akan dilihat
di kamar operasi, dan jelaskan jika terdapat konsep-konsep
yang salah, bantu 14 orang tua menyiapkan anak mereka
dengan membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu
mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang
lebih spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi
rendah dan masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang
tua untuk tetap bersama anak dan membantu memberikan
perawatan
2) Perawatan pascaoperasi :
a) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai
indikasi.
b) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pasca
operasi.
c) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal untuk berjaga-jaga
seandainya terjadi kedaruratan.
d) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri
posisi telungkup atau semi telungkup pada anak dengan
kepala dimiringkan ke samping untuk mencegah aspirasi
e) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri
setelah ia sadar (orangtua boleh menggendong anak ).
f) Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah lama.
Jika diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
g) Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan
tenggorok kecuali jika perlu.
h) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2
jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti,
berikan air jernih dengan hati-hati.

10
i) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah
yang paling baik ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan
es loli dan air dingin selama 12 sampai 24 jam pertama.
j) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan
pemberian susu dan es krim pada malam pembedahan :
dapat menenangkan dan mengurangi pembengkakan, tetapi
dapat meningkatkan produksi mukus yang menyebabkan
anak lebih sering membersihkan tenggorokanya,
meningkatkan risiko perdarahan.
k) Berikan collar es pada leher, jika anak menjadi gelisah,
lepas collar es tersebut.
l) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
m) Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase
bernoda darah untuk membantu menurunkan kecemasan.
n) Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak
sadar
H. Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan
mikrobiologi yaitu melalui swab permukaan tonsil maupun jaringan inti
tonsil. Pemeriksaan sedian swab dengan pewarnaan Ziehl-Nelson atau
dengan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Gold standard pemeriksaan
tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil
dapat memberikan gambaran penyebab tonsilitis yang lebih akurat karena
bakteri yang menginfeksi tonsil adalah bakteri yang masuk ke dalan
parenkim tonsil, sedangkan pada permukaan tonsil mengalami
kontaminasi dengan flora normal di saluran napas atas sehingga bisa jadi
bukan bakteri yang menginfeksi tonsil. Pemeriksaan permukaan tonsil
dilakukan sesaat pasien telah dalam narkose dan diswab dengan lidi kapas
steril. Pemeriksaan inti tonsil dilakukan dengan mengambil swab sesaat
setelah tonsilektomi.

11
Seperti yang dikutip oleh Novialdi, 2011 dari Gaffney bahwa
pemeriksaan mikrobiologi inti tonsil dapat dilakukan dengan
menggunakan aspirasi jarum halus pada tonsil. Pasien dewasa dilakukan
dalam posisi duduk kemudian tonsil dianastesi lokal menggunakan
silokain semprot. Pada anak-anak dilakukan dalam narkose umum setelah
pengangkatan tonsil.
Selain pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan histopatologi juga
dikatakan dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
tonsilitis kronis.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ugras dan
Kultuhan di Turkey tahun 2008, bahwa diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Menurut penelitan tersebut,
terdapat tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan-sedang infiltrasi
limfosit, adanya Ugra’s abses dan infiltrasi limfosit yang difus. Kombinasi
ketiga kriteria tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat
dengan jelas menegakkan diagnosis tonsilitis kronis (Yuliyani, Eka Arie et
all., 2015).
I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Data identitas pada pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa
medis.
b. Status kesehatan saat ini
1) Alasan dirawat: keluhan/gangguan yang dirasakan pasien
sehingga dibawa ke pelayanan kesehatan dan dilakukan rawat
inap
2) Keluhan utama: Keluhan yang paling dirasakan mengganggu
oleh pasien pada saat dilakukan pengkajian
3) Faktor pencetus: Faktor-faktor (aktivitas, kondisi tertentu) yang
menjadi penyebab sehingga pasien mengalami keluhan
4) Lama keluhan: Berapa lama pasien merasakan sakit/keluhan

12
5) Timbul keluhan: Kapan keluhan pertama kali dirasakan oleh
pasien
6) Faktor yang memperberat : Tanyakan hal-hal yang membuat
sakit/keluhan pasien terasa semakin parah
7) Riwayat kesehatan lalu : Kaji adanya riwayat penyakit
sebelumnya (tonsilitis)
8) Riwayat keluarga : Meliputi penyakit yang turun temurun atau
tidak menular
c. Pemeriksaan fisik
Data dasar pengkajian menurut Doenges (2015), yaitu :
1) Integritas Ego Gejala : Perasaan takut, khawatir Tanda :
ansietas, depresi, menolak.
2) Makanan atau Cairan Gejala : Kesulitan menelan Tanda :
Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi
3) Hygiene Tanda : kebersihan gigi dan mulut buruk
4) Nyeri atau keamanan Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati
Gejala : Sakit tenggorokan kronik, penyebaran nyeri ke telinga
5) Pernapasan Gejala : Riwayat menghisap asap rokok (mungkin
ada anggota keluarga yang merokok), tinggal di tempat yang
berdebu.
6) Tenggorokan Inspeksi : Tonsil membesar dan berwarna
kemerahan. Palpasi : Terdapat nyeri tekan, pembesaran kelenjar
limfoid.
2. Diagnosa & Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul serta intervensi
keperawatan (Doenges., 2015 : PPNI., 2018)
a. Pre Operasi
1) Diagnosa keperawatan : Risiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat.
Intervensi :
a) Monitor adanya penurunan berat badan

13
b) Timbang berat badan secara rutin
c) Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran makanan (misal pengeluaran
yang disengaja, muntah, aktivitas berlebih)
d) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori, dan pilihan makan.
2) Diagnosa keperawatan : Nyeri berhubungan dengan respon
inflamasi.
Intervensi :
a) Monitor skala nyeri secara komprehensif (PQRST)
b) Monitor tanda-tanda vital
c) Monitor keadaan umum
d) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
e) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
3) Diagnosa keperawatan : Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi)
berhubungan dengan respon inflamasi.
Intervensi :
a) Identifikasi penyebab hipertermia (dehidrasi, terpapar
lingkungan panas)
b) Monitor suhu tubuh
c) Berikan cairan oral
d) Anjurkan tirah baring
e) Kolaborasi pemberian cairan dan eletrolit intravena jika
perlu
4) Diagnosa keperawatan : Cemas berhubungan dengan kurang
pengetahuan akan dilakukannya tonsilektomi.
Intervensi :
a) Monitor intensitas kecemasan
b) Mengurangi rangsangan lingkungan saat cemas
c) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
d) Edukasi pasien tentang cara mengatasi kecemasan

14
b. Post Operasi
1) Diagnosa keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan insisi
bedah, diskontinuitas jaringan.
Intervensi :
a) Monitor skala nyeri secara komprehensif (PQRST)
b) Monitor tanda-tanda vital
c) Monitor keadaan umum
d) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
e) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
2) Diagnosa keperawatan : Risiko tidak efektif bersihan jalan
nafas berhubungan dengan penumpukan sekret.
Intervensi :
a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas
b) Monitor bunyi nafas tambahan
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head tilt dan
chin-lift
d) Berikan oksigen, jika perlu
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, jika
perlu
3) Diagnosa keperawatan : Risiko komplikasi : perdarahan
berhubungan dengan pembedahan
Intervensi :
a) Monitor tanda dan gejala perdarahan
b) Pertahankan bed rest selama perdarahan
c) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
d) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan jika
perlu
4) Diagnosa keperawatan : Risiko infeksi berhubungan dengan
pemajanan mikroorganisme.
Intervensi :
a) Berikan isolasi atau pantau penunjang sesuai indikasi

15
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
c) Lakukan inspeksi terhadap luka/ sisi alat invasive setiap
hari
d) Gunakan teknik steril setiap waktu pada saat penggantian
balutan taupun suction atau pemberian perawatan
e) Pantau kecenderungan suhu jika demam kompres hangat

16
DAFTAR PUSTAKA

Adams, G. L., Boies, L. R. & Higler, P. A. (2015). BOIES Buku Ajar Penyakit
THT. 6 ed. Philadelphia: Boeis Fundmentals Of Otolaryngology.
Allotoibi, A. D. (2017). Tonsillitis in Children Diagnosis and Treatment
Measures. Saudi Journal of Medicine (SJM) , 2(8), p. 208.
Amin, Assyifa Amalia. (2017). Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Angka
Kejadian Tonsilitis Pada Siswa Sd Inpres Maccini Sombala Tahun 2017.
Universitas Hasanuddin Makassar
Butcher, H., Bulechek., Dochterman., Wagner. (2018). Nursing Interventions
Classification (NIC). Yogyakarta: Mocomedia
EL, O., CJ, O., BO, U. & FN, O. (2016). Epidemiologocal Survey of Tonsilitis
Caused by Streptococcus Pyogenes among Children in Awka Metropolis.
Georgalas, C. C. N. S. T. A. N. (2014). Tonsillitis. Clinical Evidence, p. 2.
Huseyin Keskin, And Oguz Guvenmez. (2019). A New Treatment Modality To
Reduce Acute Tonsillitis Healing Time. Journal Of Population
Therapeutics & Clinical Pharmacology. Doi: 10.15586/Jptcp.V26i2.616
Manurung, R. (2016). Gambaran Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Pencegahan Tonsilitis pada Remaja Putri di Akper Imelda Medan Tahun
2015. Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA, 1(2), p. 2.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Ramadhan, F. S. I. K. (2017). Analisa Faktor Risiko Kejadian Tonsilitis Kronik
Pada Anak Usia 5 - 11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan, Volume 2.
Ringgo, A. S. (2019). Hubungan Kebiasaan Makan dengan Risiko Terjadinya
Tonsilitis Konik Pada Anak Sekolah Dasar di Bandar Lampung.
Malahayati Nursing Journal, Volume 1, p. 188
Rusmarjono & Soepardi, E. A. (2016). Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi
Adenoid. In: A. A. Soepardi & N. Iskandar, eds. Telinga Hidung
Tenggorokan & Leher. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI, p.
200.

17
U, S. (2018). Tonsilitis and Peritonsilar Abscess. http//emedicine.medscape.com
Yuliyani, Eka Arie., Nuaba, I Gde Ardika., Ratnawati, Luh Made., Setiawan, Eka
Putra. (2015). Distribusi Penderita Tonsilitis Kronis Yang Telah Menjalani
Tonsilektomi Di Rsup Sanglah Denpasar Periode Januari 2014-September
2015. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rsup
Sanglah Denpasar.

18

Anda mungkin juga menyukai