Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi,


sekarang ini juga banyak sekali masalah-masalah kesehatan yang bermunculan di
masyarakat. Dari hari ke hari semakin banyak muncul berbagai macam penyakit
infeksi ataupun penyakit lainnya, salah satunya adalah penyakit tonsilitis atau
yang sering kita kenal dengan radang amandel. Penyakit tersebut sering diderita
pada anak-anak usia 5 sampai 10 tahun.
Secara umum anak lebih mudah terkena radang amandel. Penyakit tonsil
timbul pada anak karena daya tahan tubuh anak masih dalam proses pembentukan
dan juga pola hidup anak dan sering mengkonsumsi makanan dan minuman yang
kurang sehat tanpa mengetahui kandungan gizi didalamnya. Seperti yang kita
alami sekarang ini bahwa makanan sekarang banyak mengandung zat-zat yang
kurang baik bagi kesehatan anak.
Tonsil atau amandel merupakan kumpulan jaringan limfoid yang terletak
pada kerongkongan dibelakang mulut. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi
tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman yang masuk
ketubuh melalui mulut, hidung dan kerongkongan.
Tonsilitis atau radang amandel terjadi karena infeksi dari virus atau
bakteri. Tonsil dapat menimbulkan gejala sakit menelan, panas, dan sumbatan
pada jalan nafas. Jika ada abses peritonsil, maka dapat dilakukan tindakan seperti
pengangkatan tonsil atau sering juga disebut tonsilektomi.
Mindarti F (2010), data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi
Indonesia, prevalensi tonsilitis kronik 36 kasus/1000 anak sebsar 3,8% tertinggi
kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Insiden tonsilitis kronik di Semarang
23,36% dan 47% diantaranya pada usia 6-15 tahun. Farokah (2007), Cermin dunia
kedokteran no: 155, jumlah penderita tonsillitis kronik di Semarang dari 301

1
penderita anak dengan jenis kelamin laki-laki 156 (51,8%), perempuan 145
(48,2%) yang mengalami tonsillitis kronik. Uji kuadrat menunjukkan terdapat
hubungan bermakna antara tonsillitis dengan aktivitas sehari-hari. Data rekam
medis RS Roemani Semarang tahun 2011 didapati penderita tonsilitis pada anak
dengan jumlah 10 pasien anak.
Karena banyaknya kawasan yang menderita penyakit tonsilitis penulis
tertarik menulis makalah tentang tonsilitis serta membahas tentang asuhan
keperawatannya.

1.2. Rumusan masalah


1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan tonsilitis ?
1.2.2. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari tonsilitis ?
1.2.3. Apa saja jenis-jenis tonsilitis ?
1.2.4. Apa penyebab(etiologi) dari tonsilitis ?
1.2.5. Bagaimana perjalanan penyakit(patofisiologi) dari tonsilitis ?
1.2.6. Bagaimana WOC dari tonsilitis ?
1.2.7. Apa saja tanda dan gejala(manifestasi klinis) dari tonsilitis ?
1.2.8. Komplikasi apa saja yang disebabkan oleh tonsilitis ?
1.2.9. Bagaimana pencegahan dan pengobatan dari tonsilitis ?
1.2.10. Bagaimana Penatalaksanaan medis pada tonsilitis ?
1.2.11. Apa saja Pemeriksaan penunjang pada tonsilitis ?
1.2.12. Bagaimana asuhan keperawatan tonsilitis pada anak ?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Untuk mengetahui defenisi tonsilitis
1.3.2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi tonsilitis
1.3.3. Untuk mengetahui jenis tonsilitis
1.3.4. Untuk mengetahui penyebab, perjalanan penyakit, WOC tanda dan gejala
tonsilitis
1.3.5. Untuk mengetahui komplikasinya, cara pencegahan, pengobatan, penata-
laksanaan medis dan pemeriksaan penunjang tonsilitis
1.3.6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari tonsilitis

2
1.4. Manfaaat Penulisan
1.4.1. Untuk memberikan ilmu pengetahun mengenai tonsilitis kepada pembaca
1.4.2. Memberikan pembaca informasi terhadap penyebab, perjalanan penyakit
dan tanda gejala dari tonsilitis.
1.4.3. Agar pembaca tahu bagaimana pencegahan dan pengobatan tonsilitis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi tonsilitis

Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung


sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus
pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).
Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang
berulang. Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu
serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap
membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran
karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin,
R.M. 1993).
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A
streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain
atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).
2.2 Anatomi dan fisiologi

Anatomi fisiologi tonsil terdiri dari beberapa bagian. Tonsil terbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian
luar tonsil terikat longgar pada muskulus
konstriktor faring superior, sehingga tertekan
setiap kali makan.

Walaupun tonsil terletak di orofaring


karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat
meluas ke arah nasofaring sehingga dapat

4
menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang
ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah hipofaring,
sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada
jalan nafas.

Secara mikroskopik, tonsil mengandung 3 unsur utama :

1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf. 


2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda. 
3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai
stadium

Secara struktur anatomi, Tonsil terdiri atas:

1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di
belakang koana 
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. 
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk

Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh


dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan
kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan.
Peradangan pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah
satu gangguan Telinga Hidung & Tenggorokan (THT).
Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang
tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang
kronis dan berulang (Tonsilitisbkronis). Infeksi yang berulang ini akan
menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun
yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat
melebihi ukuran yang normal.
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat
pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan
dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas
“warisan” dari ibu mulai menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih

5
kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak,
karena jaringan limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara
optimal.
Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral.
Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan“
kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja
karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang
dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler
tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta
menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis).
Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid “bekerja terus“
dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan
adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan
adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi
sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan
batuk pilek.Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan penyakit
pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid
Artritis) dan kulit (Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak
seringkali juga disebabkan adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid.
2.3 Macam-macam tonsilitis

pada tonsilitis ada tiga yaitu :

a) Tonsilitis Akut
b) Tonsilitis Kronik
c) Tonsilitis Membranosa
1. Tonsillitis akut

Tonsilitis akut dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis


permukaan nya yang diliputi eksudat (nanah) berwarna putih kekuning- kuningan.
Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
a. Tonsilitis viral

6
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus
beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus,
streptococcus viridian dan streptococcus piogenes.
Dari kedua Tonsilitis viral dan Tonsilitis Bakterial dapat meenimbulkan
gejala perkembangan lanjut tonsillitis akut yaitu :
1. Tonsilitis folikularis dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis dengan
permukaannya berbentuk bercak putih yang mengisi kripti tonsil yang disebut
detritus. Detritus ini terdiri dari leukosit, epitel yang terlepas akibat
peradangan, dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
2. Infiltrat peritonsiler dengan gejala perkembangan lanjut dari tonsiitis akut.
Perkembangan ini sampai ke palatum mole (langit-langit), tonsil menjadi
terdorong ke tengah, rasa nyeri yang sangat hebat , air liur pun tidak bisa di
telan. Apabila dilakukan aspirasi (penyedotan dengan spuit/ suntikan) di tempat
pembengkakan di dekat palatum mole (langit- langit) akan keluar darah.
3. Abses peritonsil dengan gejala perkembangan lanjut dari infiltrat peritonsili.
Dan gejala klinis sama dengan infiltrat perintonsiler. Apabila dilakukan
aspirasi (penyedotan dengan spuit/ suntikan) di tempat pembengkakan di dekat
palatum mole (langit- langit) akan keluar nanah.

II. Tonsilitis kronik

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang


menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat
kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman
berubah menjadi kuman golongan gram negatif.

7
III. Tonsilitis membranosa
Tonsilitis membranosa dengan gejala eksudat yang menutupi permukaan
tonsil yang membengkak tersebut meluas menyerupai membran. Membran ini
biasanya mudah diangkat atau di buang dan berwarna putih kekuning- kuningan.
Tonsilitis lakunaris dengan gejala bercak yang berdekatan, bersatu dan mengisisi
lakuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
a. Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae,
kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian
atas yaitu hidung, faring dan laring.
b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi
sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi
dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit
ini jarang ditemukan.

2.4 Etiologi

penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil


berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai
tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri
maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.
Biasanya kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan
streptococcus pyogenes yang menjadi penyebab terbanyak dapat juga disebabkan
oleh virus. Faktor predisposisi adanya rangsangan kronik (rokok, makanan),
pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan higiene, mulut
yang buruk. Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah
(droplet infections). Tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan
oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
a. Pneumococcus
b. Staphilococcus
c. Haemalphilus influenza

8
d. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
e. Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus.
f. Streptococcus B hemoliticus grup A
g. Streptococcus viridens
h. Streptococcus pyogenes
i. Staphilococcus
j. Pneumococcus
k. Virus
l. Adenovirus
m. ECHO
n. Virus influenza serta herpes

2.5 Patofisiologi

Menurut Iskandar N (1993), kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila


epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut
detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas,
suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak
detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh
detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

2.6 WOC
Terlampir

9
2.7 Manifestasi klinis

1.  Demam 9.  Disfagia
2.  Tidak enak badan 10. Mual
3 Sakit kepala 11. Otalgia
4 Muntah 12. Suara serak
5 Tidak nafsu makan 13. Tonsil membangkak
6 Nyeri abdomen 14. Hipertermia
7 Pucat 15. Sakit telinga
8 Letargi 16. Sakit pada otot dan sendi
Menurut Hembing :
1. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit
saat menelan, kadang-kadang muntah.
2. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh
badan, kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga.
3. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan
keluar nanah pada lekukan tonsil.

2.8 Komplikasi

Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu :


1. Abses pertonsil: Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum
mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya
disebabkan oleh streptococcus group A.
2. Otitis media akut: Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba
auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
3. Mastoiditis akut: Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan
infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis

10
6.  Rhinitis

2.9 Pencegahan dan pengobatan

Pencegahan umumnya ditujukan untuk mengurangi tertularnya infeksi


rongga mulut dan tenggorokan yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil.
Namun ada pula beberapa cara untuk mewaspadai terjadinya tonsil tersebut.
Diantara cara pencegahan yang utama adalah selalu mencuci tangan sesering
mungkin guna mencegah penyebab mikroorganisme itu dapat menimbulkan
tonsilitis.
Pencucian tangan ini dilakukan bila yang bersangkutan akan memegang
makanan untuk masuk kedalam mulutnya. Disamping itu perlu selalu mencuci
tangan untuk menghindari infeksi tenggorokan. Pencegahan ini dilakukan kurang
14 jam setelah penderita infeksi tenggorokan mendapatkan obat antibiotik,
terutama bila penyebab itu oleh kuman. Disamping itu upayakan juga untuk tidak
meminum air, baik air putih, air teh, atau air kopi yang panas, sebab bisa
mengakibatkan terganggunya tenggorokan. Bila meminum air itu, sebaiknya
ditunggu sampai agak dingin dulu. Disamping itu usahakan pula untuk menjauhi
minuman yang mengandung alkohol atau meminum air yang bersoda atau
mengandung gas, atau yang terlalu dingin, yang dapat pula merusak selaput
tenggorokan.
Bila penyakit yang diderita si penderita sudah tidak mungkin lagi
disembuhkan dengan obat biasa, maka yang bersangkutan perlu mengalami
tindakan pengobatan tindakan operasi yang kadang-kadang perlu dilakukan.
Namun tindakan operasi seperti ini tidak selalu harus dilakukan. Tindakan operasi
tersebut dilakukan, bila kondisi sudah memang sudah mendesak.
Kondisi itu baru diambil bila amandel itu sudah membesar dan
menyebabkan gangguan terhadap pernapasan. Disamping itu juga akibat tonsil
yang membesar itu sudah menyebabkan terjadinya kesukaran untuk menelan yang
berat, atau gangguan kurang mau tidur, serta komplikasi-komplikasi jantung dan
paru-paru. Pembesaran tonsil tadi juga telah mengakibatkan gangguan
pertumbuhan pada wajah atau mulut si penderita sehingga memerlukan tindakan
dokter gigi atau dokter spesialis bedah mulut. Kadang-kadang penyakit tonsilitis

11
itu telah juga mengakibatkan kejang-kejang dan demam, sehingga perlu tindakan
untuk segera di operasi.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa tonsil itu adalah salah satu kelenjar
yang berperan sebagai organ kekebalan tubuh di tenggorokan, dan kelenjar lain di
lokasi itu juga masih banyak, seperti kelenjar-kelenjar getah bening yang
bertebaran di sekitar tengorokan dan di bagian badan lainnya.
Dengan demikian tindakan operasi tonsilitis tidaklah demikian
berpengaruh bagi mengurangi kekebalan tubuh si penderita, bila penyakit itu di
operasi. Karena masih ada organ lain yang dapat menggantikan fungsinya untuk
mempertahankan kekebalan tubuh seseorang. Tindakan pengobatan berupa
operasi tonsil ini tentu saja merupakan jalan terakhir, bila tindakan pengobatan
lain tidak begitu mempan untuk mengurangi penderitaan si penderita. Cara
pengobatan itu tidaklah serta merta dapat dilakukan, tapi sebelumnya sudah
melalui berbagai macam pertimbangan.
perawatan dan pengobatan sebagai salah satu upaya mencegah amandel
atau tonsil membesar dan timbulnya kembali amandel pasca operasi yang
mungkin pernah dilakukan sebelumnya, diantaranya :

1. Banyak mengkonsumsi air putih atau mineral.


Tubuh membutuhkan cairan dan minral dari air putih minimal 8-10 gelas
air perhari atau lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan.

2. Jangan minum air dingin, es krim, jenis makanan dan minuman yang
mengandung bahan kimia seperti pemanis buatan, pewarna buatan dsb.

3. Jangan mengkonsumsi secara berlebihan pada jenis makanan yang diolah


dengan menggunakan banyak minyak, seperti gorengan.

4. Mengkonsumsi buah dan sayur.

Utamakan konsumsi buah dalam bentuk sari buah atau buah yang sudah di
blender agar memudahkan masuk ke dalam tenggorokan serta mempermudah
komponen organ pencernaan untuk mengurai makanan.

12
5. Istirahat yang cukup.

6. Berkumur dengan menggunakan air putih hangat yang dicampur dengan


sedikit garam minimal 3-4 kali dalam sehari

7. Mengkompres leher dengan handuk atau kain yang sudah direndam dengan air
hangat setiap hari.

8. Diberikan terapi obat antibiotik dengan menggunakan resep dokter apabila


terjadi infeksi bakteri dan sebagai pencegahan dari infeksi.

2.10 penatalaksanaan medis


Menurut Firman S, (2006):
1.      Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut)
selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk
suntikan.
2.      Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
a.  Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun
b.  Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2
tahun.
c.  Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3
tahun.
d.  Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Menurut Mansjoer, (1999):


1.      Penatalaksanaan tonsilitis akut
a.  Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin
atau klindomisin.
b.  Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid
untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c.  Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d.  Pemberian antipiretik.

13
2.      Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.

Tonsilektomi menurut Firman S (2006):


1. Perawatan Prabedah: Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga
harus dipuasakan, membebaskan anak dari infeksi pernapasan bagian atas.
2. Teknik Pembedahan: Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan,
pasien diposisikan terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher
dalam keadaan ekstensi mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup dan lidah
didorong keluar dari jalan. Penyedotan harus dapat diperoleh untuk mencegah
inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan diseksi / quillotine. Metode
apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil secara lengkap.
Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam ruang
post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang berlanjut
dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar tonsil.

3.      Perawatan Paska-bedah


a. Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
b. Memantau tanda-tanda perdarahan
1) Menelan berulang
2) Muntah darah segar
3) Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
c. Diet

2.11 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006) yaitu :

14
1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang
ada dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan
demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.

2) Pemeriksaan penunjang

Kultur dan uji resistensi bila diperlukan. Pemeriksaan darah lengkap:


bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan lekosit pada anak, apabila
ada menandakan anak terkena infeksi.

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TONSILITIS PADA ANAK

kasus

Anak laki-laki usia 6 tahun, berat badan 15 kg, tinggi badan 120.

Tanda-tanda vital :

respirasi = 24 x/menit

Denyut jantung = 76 x/menit

Tekanan darah =110/60mmHg

Suhunya = 40̊ C

Anak mengeluh sakit pada leher dan sakit pada saat menelan. Ibu mengatakan

anak sudah demam sejak 3 hari, dan tidurnya terganggu

3.1. pengkajian

tanggal pengkajian : 26 Agustus 2013

diagnosa medis : tonsilitis

3.2. data klien


data anak
nama : An.x
umur : 6 tahun
jenis kelamin : laki-laki
status : pelajar
pekerjaan :-

16
tekanan darah : 110/60mmHg
denyut nadi : 76x/menit
respiratory rate: 24x/menit
suhu : 40̊C
berat badan : 15 kg
tinggi badan : 120 cm
tanggal MRS : 23 Agustus 2013
data orang tua
nama ayah : Tn.Y
nama ibu : Ny.Z
pekerjaan ayah : swasta
pekerjaan ibu : IRT
alamat orang tua : Jl. Limau manis, Kec.Pauh

3.3. Riwayat kesehatan


Keluhan utama
An.X masuk rumah sakit pada tanggal 23Agustus 2013 dengan keluhan demam,
sakit pada leher, sakit pada saat menelan dan tidurnya terganggu.

Riwayat kehamilan dan kelahiran


Prenatal : normal
Intranatal : normal
Postnatal : normal

Riwayat kesehatan dahulu


Penyakit yang diderita sebelumnya : demam, sakit pada leher
Pernah dirawat di RS : tidak
Obat-obatan yang pernah digunakan : tidak
Alergi : tidak
Kecelakaan : tidak
Riwayat imunisasi : lengkap

17
Riwayat kesehatan saat ini
Sebelum masuk RS ibu mengeluh bahwa An.X mengalami demam, sakit pada
leher, sakit saat menelan, dan tidur terganggu.
Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak ada mengidap penyakit tonsilitis.

3.4. Pemeriksaan fisik


Keadaan umum : terlihat menggigil
TB/BB : 120cm/20kg
Kepala
Rambut : hitam
Mata
Sclera : normal
Konjungtiva : anemis
Pupil : +/+
Telinga : simetris
Hidung : simetris
Mulut : bibir kering dan lidah kotor
Perut : normal
Punggung : normal
Ekstermitas : kekuatan otot 2
Kulit : normal

3.5. Pemeriksaan psikologikal


An.X terlihat lemah sehingga sulit untuk berkomunikasi dengan keluarganya

3.6. Pemeriksaan penunjang


Tes laboratorium : bakteri grupA(+)
Leukosit : 14.000mm³(9000-12.000 mm³)

Pemeriksaan tumbuh kembang


a) Pertumbuhan fisik anak

18
b) Berat badan:15 kg
c) Panjang badan lahir:47cm
d) Usia mulai timbul gigi 10 bulan jumlah gigi 20 buah
e) Perkembangan anak
f) Hasil dari anamnase dengan ibu, klien mulai berguling dada usia 7 bulan,
duduk pada usia 8 bulan, merangkak, pada usia 10 setengah bulan, berdiri
pada usia 12 bulan, mulai berjalan pada usia 14 bulan, dan mulai berbicara
pada usia 16 bulan.
g) Pemberian ASI
h) Anak pertama kali diberi ASI sejak 2 hari dan cara pemberiannya anak
dibaringkan. Lamanya pemberian tidak menentu. ASI diberikan sampai
usia 2 tahun.
i) Pemberian makanan tambahan
j) Pertamakali diberikan tambahan pada usia 5 bulan. Makanan tambahan
berupa nasi yang dihaluskan. Lama pemberian 7 bulan.

19
20

Anda mungkin juga menyukai