DISUSUN OLEH :
Cindy Ayu Fitriani 2018060066
Dessy Ferawati 2017120136
Ratih Dwi A 2017090097
Risalatul Aliyah 2018100105
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Tonsil dikenal di masyarakat sebagai penyakit amandel, merupakan penyakit yang
sering di jumpai di masyarakat sebagian besar terjadi pada anak-anak. Namun
tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa, dan masih banyak masyarakat
yang belum mengerti bahkan tidak tahu mengenai gejala-gejala yang timbul dari penyakit
ini.
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri
dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian
organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorokan.
Organisme penyebabnya yang utama meliputi streptococcus atau staphylococcus
(Charlene J. Reeves,2001).
Tonsilitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh
infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung
atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter penyaring menyelimuti organisme yang
berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan
tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil
sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul
tonsillitis.
2. TUJUAN PENULISAN
A. Pengertian.
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung sekitar
lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006). Tonsilitis akut
adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus,
streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus
(Mansjoer, A. 2000).
Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang.
Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta
mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil
memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa,
mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin, R.M. 1993).
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A
streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau
oleh infeksi virus (Hembing, 2004). Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil
(amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak (Firman sriyono,
2006, 2006).
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Operasi ini
merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan pada anak-anak. Para ahli
belum sepenuhnya sependapat tentang indikasi tentang tonsilektomi, namun sebagian
besar membagi alasan (indikasi) tonsilektomi menjadi: Indikasi absolut dan Indikasi
relatif. Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di
bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokan), oleh karena itu sering dianggap sebagai
pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu
pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma
dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai
mengancam kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah
dapat saja terjadi ( adams george, 1999)
B. Anatomi Fisiologi
letak tonsil pada saluran pencernaan dan pernafasan Sumber : Mckesson, 2003
Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing – masing tonsil mempunyai 10-30
kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi
seluruh fosa tonsil, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai 7 fosa supratonsilaris.
Bagian luar tonsil terikat longgar pada mushulus kontriktor faring superior, sehingga
tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan
yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan
insufiensi velofaring atau obstruksi hidung, walau jarang di temukan. Arah
perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan
terganggunya saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik
mengandung 3 unsur utama: 1. Jaringan ikat / trabekula sebagai rangka penunjang
pembuluh darah saraf. 2. Jaringan interfolikuler yang terjadi jaringan limfoid dalam
berbagai stadium. Abses peri tonsil terjadi setelah serangan akut tonsilitis. Kira-kira
seminggu setelah permulaan sakit, penderita mulai merasa tidak sehat dan demam, serta
disfagia timbul kembali. Gejala karakteristik abses peri tonsil ialah adanya trimus, tanpa
gejala ini diagnosis abses peri tonsil mungkin salah. Tonsil (amandel) dan adenoid
merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah faring atau tenggorokan.
Keduanya sudah ada sejak lahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem
imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari ibu mulai menghilang dari tubuh. Tonsil
dan adenoid merupakan organ imunitas utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu
imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T)
yang dapat “memakan“ kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas
humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat
immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang “dimakan” oleh
imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta
menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang
berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid “bekerja terus “ dengan memproduksi
sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan
cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal
sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).
C. Etiologi.
1. Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering
disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
a. Pneumococcus
b. Staphilococcus
c. Haemalphilus influenza
d. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
E. Patofisiologi.
Menurut Iskandar N (1993), patofisiologi tonsillitis yaitu :
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus.
Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu
tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan
menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi
sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik
terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis.
Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut.
Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
F. Manifestasi Kinik.
Menurut Megantara, Imam 2006
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan)
nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki
persyarafan yang sama). Gejala lain :
a. Demam.
b. Tidak enak badan.
c. Sakit kepala.
d. Muntah.
G. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu :
1. Abses pertonsil.
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi
beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group
A.
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang
telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel
mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis
H. Penatalaksanaan / Pengobatan.
Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah :
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat
isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung
selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
a. Perawatan Paska-bedah
1. Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2. Memantau tanda-tanda perdarahan
a) Menelan berulang.
b) Muntah darah segar.
c) Peningkatan denyut nadi pada saat tidur.
3. Diet
a) Memberikan cairan bila muntah telah reda
b) Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih nyaman
dari ada kepingan kecil).
c) Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).
4. Menawarkan makanan
a) Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.
b) Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati pada
pagi hari setelah perdarahan.
c) Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu selama
1 minggu.
d) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
5. Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
6. Memberikan anakgesik (hindari aspirin)
7. Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
8. Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.
9. Mengajari pasien mengenal hal berikut
a) Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung segera
selama 1-2 minggu.
b) Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
c) Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-8
setelah operasi.
I. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Pre Operasi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
b. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit.
c. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanisme tonsilitis.
d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan tonsilektomi.
2. Post Operasi :
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan.
b. Resiko ketidak seimbangan nurisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan asupan sekunder akibat nyeri saat menelan.
c. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka
terbuka (Carpenito, 2006).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pembesaran tonsil
Intoleransi aktifitas
4 DS : Peradangan tonsil Cemas
Pasien mengatakan gelisah ketika
akan dilakukan tindakan operasi. Tonsilitis
DO :
Pasien tampak gelisah. Kurangnya pengetahuan
Cemas
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan tindakan pembedahan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kesulitan (nyeri) menelan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan tonsilektomi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Kedua diagnosa tersebut tidak muncul karena pasien tidak mengalami tanda-tanda
yang menunjukkan gejala timbulnya masalah – masalah di atas seperti adanya adanya resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan denagn prosedur invasif dengan kurang pengetahuan
tentang Diet yang berhubungan denagn kurang informasi.
Dalam pengkajian dan perumusan diagnosa keperawatan perlu dilakukan hubungan
interaksi yang baik dan komunikasi terapeutik dengan pasien dan keluarga karena
menimbulkan perasaan rendah diri pada pasien.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan mulai tanggal 20
Desember 2018 hingga selesai pengumpulan data yang dibutuhkan penulis untuk
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami Tonsilitis Akut
diperlukan proses keperawatan yang jelas dan sistematis dengan melibatkan peran serta
pasien dan keluarga.
Seingga terjalin hubungan yang terapeutik antara perawat dan pasien serta
keluarga. Hal ini akan sangat membantu perawat dalam melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan yang direncanakan berdasarkan masalah yang dihadapi
pasien. Karena masalah yang dihadapi pasien sangat kompleks berhubungan dengan
faktor interaksi pasien di masyarakat terhadap pasien bila sudah dinyatakan sembuh dari
Rumah Sakit.
Tonsilektomi / Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan pembekakan
dari jaringan Tonsil dengan pengumpalan Leokosit, sel-sel epitel mati dan
bakteri pathogen dalam kripto. Selama pengkajian hingga proses keperawatan pada
pasien Tonsilitis Akut ini, penulis dapat memahami dan menerapkan pendekatan proses
asuhan keperawatan.
Penulis dapat menyusun intervensi dan implementasi pada pasien penderita
Tonsilitis Akut serta dapat membuat diagnosa berdasarkan analisa data dan tinjauan teori.
Setelah dilakukan proses keperawatan, jadi apapun yang bersifat pengetahuan, harusnya
terlebih dahulu mengetahui dan mempelajari teori, karena teori merupakan hasil
penelitian dan pengamatan para ahli yang sudah terpercaya. Dengan begitu penulis masih
harus banyak belajar lagi sehingga mampu menerapkan sistem pendokumentasian
keperawatan yang benar dan nyata pada penderita Tonsilitis Akut.
SARAN.
Penulis menyadari bahwa penulis masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun bagi
penlis.Saran dapat berupa :
a. Untuk perawat dan tenaga medis agar selalu meningkatkan keprofesionalisme agar
mempercepat proses penyembuhan.
b. Untuk pasien diharapkan makan sedikit tapi sering, belajar gerak aktif dan pasif untuk
mempercepat kesembuhan.
c. Untuk keluarga pasien hendaknya mendukung moril pasien untuk mempercepat
pemulihan.
d. Pemberian penyuluhan kesehatan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dimaksudkan
agar masyarakat mengetahui tentang gejala dan dapat mengetahui pencegahan
penyakit Tontilitis Akut.
DAFTAR PUSTAKA