Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MANDIRI

(Surat Sebagai Alat Bukti Yang Sah)

Oleh :

Anindya Pujiningtyas, S.Ked

NIM. 1830912320135

Pembimbing :

Dr. dr. Iwan Aflanie, M.Kes, Sp.F, SH

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Januari, 2021

1
DAFTAR ISI

Alat Bukti Yang Sah ........................................................................... 3

Surat Sebagai Alat Bukti Yang Sah .................................................. 4

Surat Wasiat ....................................................................................... 7

Penutup................................................................................................ 11

2
1. Alat Bukti Yang Sah

Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara pidana di

sidang pengadilan. Dengan kata lain di dalam pembuktian terdapat ketentuan-

ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara atau tata

cara yang dibenarkan oleh undang-undang dalam membuktikan kesalahan

yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan

yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh

dipergunakan oleh hakim guna membuktikan kesalahan yang didakwakan

berdasarkan undang-undang dan keyakinan hakim itu sendiri. Karenanya,

dalam persidangan hakim tidak boleh sesuka hati dan semena-mena dalam

membuktikan kesalahan terdakwa.

Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan, hakim tidak

boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan

sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya. Pasal 184 KUHAP, menentukan :

(1) Alat bukti yang sah, ialah :

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

3
c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Secara kualitatif dua alat bukti tersebut adalah harus ada keterangan

saksi dan keterangan ahli atau keterangan saksi dan surat atau keterangan ahli

dan surat dan seterusnya. Tegasnya, dua alat bukti yang dimaksud secara

kualitatif adalah dua dari lima alat bukti yang ada dalam Pasal 184 KUHAP.

Sementara itu, secara kuantitatif, dua orang saksi sudah dihitung sebagai dua

alat bukti. Dalam tataran praktis, dua alat bukti yang dimaksud adalah sceara

kualitatif, kecuali perihal keterangan saksi, dua alat bukti yang dimaksud

dapat secara kualitatif ataupun kuantitatif. Hal ini akan diulas lebih lanjut

dalam pembahasan alat bukti keterangan saksi.

2. Surat Sebagai Alat Bukti Yang Sah

Salah satu alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP adalah

surat. Yang dimaksud dengan surat ialah segala surat baik yang ditulis dengan

tangan, dicetak maupun yang ditulis memakai mesin tik dan sebagainya.

Jenis surat yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti dicantumkan

dalam Pasal 187 KUHAP. Surat tersebut dibuat atas stau dikuatkan dengan

sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Jenis surat yang dimaksud

adalah : Pertama, berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

4
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihapannya, yang

memuat keterangannya tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat

atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang

keterangannya itu.

Sebagai contoh, akte perjanjian yang dibuat oleh para pihak di

hapadan notaris. Demikian pula akte yang dibuat oleh pejabat umum seperti

kepala desa, lurah, camat, dan lain sebagainya Menurut Wijono Prodjidukoro,

suatu akat autentik yang dijadikan alat bukti pada perkara-perkara yang

bersifat mengikat hakim, kecuali jika ada bukti sebaliknya, namun hal tersebut

berbeda dengan perkara pidana.

Dalam perkara pidana, tidak ada satu bukti pun yang mengikat hakim

perihal kekuatan pembuktian. Hakim pidana harus selalu memikirkan apa ia

yakin atas kesalah terdakwa. Jika ada akte autentik yang diajukan dalam

perkara pidana, hakim, untuk mempunyai keyakinan tentang ketiadaan

kesalah terdakwa, tidak memerulkan bukti yang berlawanan, seperti halnya

dengan hakim perdata6 . Hal yang dikemukakan oleh Prodjodikoro dapat

penulis pahami. Hal ini mengingat pembuktian dalam perkara pidana di

Indonesia menganut pembuktian bebas. Artinya, hakim bebas untuk meyakini

atau tidak menyakini alat-alat bukti yang sah. Kedua, surat yang dibuat

menurut ketentuan peraturan perundangundanganan atau surat yang dibuat

oleh pejabat mengenai hal yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal

5
atau sesuatu keadaan. Contohnya, untuk membuktikan adanya perkawinan,

ada surat nikah. Untuk membuktikan adanya kematian, ada akte kematian dan

untuk membuktikan tempat tinggal seseorang ada kartu tanda penduduk

(KTP).

Ketiga, surat keteragan ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu al atau suatu kedaan yang meminta secara

resmi dari padanya. Misalnya adalah hasil visum et repertum yang

dikeluarkan oleh seorang dokter. Visum tersebut dapat dibuat berdasarkan

permintaan korban atau permintaan aparat penegak hukum untuk kepentingan

penyidikan, penuntutan atau persidangan.

Keempat, surat lain yang biasa berlaku jika ada hubungannya dengan

isi dari alat pembuktian yang lain. surat jenis ini hanya mengandung nilai

pembuktian apabila isi surat tersebut adalah hubungannya dengan alat bukti

lain. Berdasarkan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik,

Informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetakannya

merupakan alat bukti yang sah menurut hukum acara. Dokumen elektronik

tidaklah dapat dijadikan alat bukti jika terdapat suatu surat, termask pula akta

notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akte. Dalam hal suarat-

surat tidak memenuhi persyaratan untuk dinyatakan sebagai bukti surat, surat-

surat tersebut dapat dipergunakan sebagai petunjuk. Akan tetapi, mengenai

dapat atau tidaknya surat dijadikan alat bukti petunjuk, semuannya diserahkan

6
kepada pertimbangan hakim.

Selain jenis surat yang disebut dalam pasal 187 KUHAP, dikenal 3

macam surat sebagai berikut:

1. Akta autentik, adalah suatu akte yang dibuat dalam suatu bentuk

tertentu dan dibuat oleh atau did=hadapan pejabat umum yang

berkuada untuk membuatnya di wilayah yang bersangkutan.

2. Akta dibawah tangan, yaitu akte yang tidak dibuat dihadapan atau

oleh pejabat umum tetapi sengaja dibuat untuk dijadikan bukti.

3. Surat biasa, yakni surat yang dibuat bukan untuk dijadikan alat

bukti.

3. Surat wasiat

Berdasarkan Pasal 874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), segala

harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli

warisnya menurut undang-undang. Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta

berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia

meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya (Pasal 875 KUHPer). Lebih jauh

dijelaskan oleh J. Satrio dalam bukunya Hukum Waris (hal. 181), ditinjau dari

bentuknya –formil– suatu testamen merupakan suatu akta yang memenuhi syarat

Undang-Undang (Pasal 930 dst). Ditinjau dari isinya –materiil- testamen merupakan

suatu pernyataan kehendak, yang baru mempunyai akibat/berlaku sesudah si pembuat

7
testamen meninggal dunia, pernyataan mana pada waktu si pembuat masih hidup

dapat ditarik kembali secara sepihak.

 Merujuk pada Pasal 931 KUHPer, surat wasiat hanya boleh dibuat, dengan akta

olografis atau ditulis tangan sendiri, dengan akta umum atau dengan akta rahasia atau

akta tertutup. Berikut penjelasan singkatnya:

-      Wasiat Olografis, ditulis tangan dan ditandatangani oleh pewaris sendiri

kemudian dititipkan kepada notaris (lihat Pasal 932-937 KUHPer);

-       Surat wasiat umum atau surat wasiat dengan akta umum harus dibuat di

hadapan notaris (lihat Pasal 938-939 KUHPer);

-     Surat wasiat rahasia atau tertutup pada saat penyerahannya, pewaris harus

menandatangani penetapan-penetapannya, baik jika dia sendiri yang menulisnya

ataupun jika ia menyuruh orang lain menulisnya; kertas yang memuat

penetapan-penetapannya, atau kertas yang dipakai untuk sampul, bila digunakan

sampul, harus tertutup dan disegel dan diserahkan kepada Notaris, di hadapan

empat orang saksi untuk dibuat akta penjelasan mengenai hal itu (lihat Pasal

940 KUHPer).

Secara formil, dari beberapa ketentuan KUHPer yang disebutkan di atas, surat

wasiat harus dibuat tertulis di hadapan Notaris atau dititipkan/disimpan oleh Notaris.

Untuk akta di bawah tangan yang seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan

ditandatangani oleh pewaris, dapat ditetapkan wasiat, tanpa formalitas-formalitas

8
lebih lanjut hanya untuk pengangkatan para pelaksana untuk penguburan, untuk

hibah-hibah wasiat tentang pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan badan tertentu, dan

perkakas-perkakas khusus rumah (Pasal 935 KUHPer). Dengan kata lain, wasiat yang

dibuat dengan akta di bawah tangan (bukan dengan akta Notariil) tidaklah untuk

barang-barang atau harta selain dari pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan badan

tertentu, dan perkakas-perkakas khusus rumah.

Syarat-syarat formalitas yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang disebutkan di

atas harus dilaksanakan. Bila tidak, surat wasiat tersebut diancam dengan kebatalan

(Pasal 953 KUHPer). 

Baik wasiat menurut KUHPer maupun menurut KHI, harus memenuhi syarat

formil pembentukannya yaitu menurut KUHPer harus dibuat secara tertulis dengan

dua orang saksi dan melalui Notaris, sedangkan menurut KHI bisa berupa lisan

maupun tulisan tetapi tetap harus dihadapan dua orang saksi atau notaris. Ketika surat

wasiat itu dibuat tidak memenuhi syarat formil, maka surat wasiat tersebut terancam

batal. Dan surat wasiat tersebut tidak dapat diubah karena pewaris telah meninggal

dunia.

4. Penutup

Hukum pembuktian merupakan ketentuan-ketentuan mengenai

pembuktian yang meiputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan

9
memperoleh bukti bisa disebut pulbaket dan sampai pada penyampaaian bukti

di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian Sementara

itu, hukum pembuktian pidana korupsi adalah ketentuan–ketentuan meengeni

pembuktian yang meliputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan

memperoleh bukti sampai penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan

pembuktian dan beban pembuktian dalam perkara pidana korupsi. Berkaitan

dengan hukum pembuktian yang telah dibahas dalam tulisa ini, juga telah

dibahas mengenai alat-alat bukti, yang fokus pada hukum pembuktian semata,

sehingga dapat mempermudah proses penyidikan oleh aparat penegak hukum.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Bell, William R. 2019. Pratival Criminal Investigations in Correctional

Facilites. Boce Raton-New York: CRC Press.

2. Max M. Houck, 2019, Essentials Of Forensic Science: Trace Evindence,

New York: An. Imprint of Infobase Publishing.

3. Arthur Best, 2018 Evidence: Examples and Explanation, Boston-New

York-Toronto London Little.

4. Eddy O. S. Hiariej. 2018. Teori Hukum Pembuktian , Penerbit Erlangga..

5. Tong, Stephen. Robin P. Bryant & Miranda A.H. Horvath. 2019.

Understanding Criminal Investigations. Wiley-Blackwell; A. John Wiley

& Sons, ltd, Publications.

6. Wirjono Projodikoro, 2018. Hukum Acara Pidana, Refika Aditama

Bandung.

7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk

11
Wetboek) Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.

12

Anda mungkin juga menyukai