Foto Rontgen
Foto rontgen kepala tidak memiliki peran yang signifikan dalam mendiagnosis
kelainan intrakranial. Namun, pemeriksaan ini masih dapat digunakan untuk mendiagnosis
fraktur tulang tengkorak. Fraktur memberikan gambaran garis hitam bertepi tajam dan
biasanya berbentuk lurus).Fraktur yang muncul pada area meningea media dapat berkaitan
dengan hematoma epidural. Pada fraktur depresi, garis fraktur yang lusen dapat memberi
gambaran stelata atau semisirkular. Pada kondisi demikian, CT scan diindikasikan karena
CT scan tanpa kontras tetap menjadi pilihan pertama pemeriksaan pada cedera kepala.
Pemeriksaan ini bahkan lebih unggul dibandingkan MRI jika dilakukan dalam beberapa hari
setelah trauma. Pemeriksaan CT scan pada unit gawat darurat difokuskan untuk menentukan
efek massa dan perdarahan Efek massa dapat ditentukan oleh adanya pergeseran atau
kompresi struktur intrakranial dari posisi normalnya dengan menganalisis lokasi dan bentuk
ventrikel, sisterna basalis dan sulkus. Darah biasanya memberikan gambaran hiperdens dan
biasanya terdapat di sisterna basalis, fisura sylvii dan interhemisfer, ventrikel, ruang subdural
untuk semua pasien cedera kepala sedang dan berat. Pada cedera kepala ringan, CT scan
dilakukan pada pasien dengan nilai GCS kurang dari 15 dalam 2 jam setelah kejadian, pasien
dengan kecurigaan fraktur kranium terbuka atau depresi, adanya tanda-tanda fraktur basis
cranii, muntah lebih dari 2 kali, atau usia di atas 65 tahun. CT scan dapat dipertimbangkan
pula pada pasien yang mengalami pingsan lebih dari 5 menit, amnesia sebelum kejadian lebih
dari 30 menit, dan mekanisme cedera yang berbahaya (seperti pejalan kaki tertabrak oleh
kendaraan bermotor, penumpang terlempar dari kendaraan bermotor, jatuh dari lebih dari 5
anak tangga).
Gambaran CT scan yang dapat ditemukan pada pasien dengan Fraktur basis cranii
yaitu berupa fraktur linier pada dasar tulang tengkorak. Pada pemeriksaan CT scan dapat
dicurigai terdapat fraktur basis cranii terutama bila terdapat udara dalam otak (traumatic
pneumocephalus), cairan di mastoid air cells, atau air–fluid level di sinus sfenoid.
Sylvani. Peran Neuroimaging dalam diagnosis Cedera Kepala. CDK-249. Vol. 44 (2)
Trauma kepala merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma dikaitkan
dengan kematian. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Natroma Trauma Project di
Islamic Republik of Iran bahwa, diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu
sebanyak 78,7 % trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma
kepala. Angka kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki – laki dibanding
perempuan yaitu sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per 100.000. Bagi lansia pada usia 65
tahun keatas, kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000 kematian dari 1,8 juta lansia di
Amerika yang mengalami trauma kepala akibat terjatuh. Di Indonesia saat ini, seiring dengan
kemajuan teknologi dan pembangunan, frekuensi terjadinya cedera kepala bukanya menurun
malah meningkat, Fenomena sekunder disebabkan gangguan sirkulasi dan edema yang dapat
salah satunya adalah mengatur posisi pasien dengan elevasi kepala 150- 300 untuk
meningkatkan venous drainage dari kepala dan elevasi kepala dapat menurunkan tekanan
Efektifitas Elevasi Kepala 300 Dalam Meningkatkan Perfusi Serebral Pada Pasien Post
https://www2.aofoundation.org/wps/portal/!ut/p/c0/04_SB8K8xLLM9MSSzPy8xBz9CP0os3hng7BARydDR
wN3QwMDA08zTzdvvxBjI
wN_I_2CbEdFADiM_QM!/?segment=Cranium&bone=CMF&classification=93-
Skull%20base%2C%20Skull%20base%20fractures&teaserTitle=
&showPage=diagnosis&contentUrl=/srg/93/01-Diagnosis/skull_base-skull_base.jsp
Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak.
Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater yang merekat erat pada dasar
tengkorak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racon eyes sign
(Fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan battle’s sign (fraktur kranii fossa
media)
Fraktur basis krani adalah fraktur linear pada basis kranium. Fraktur ini biasanya adalah
bagian dari fraktur yang mencembung dam diperpanjang sampai pada basis kranium,
meskipun hal ini bisa terjadi dengan sendirinya. Biasanya fraktu basis kranium terjadi karena
efek langsung atau karena adanya propagasi dari gelombang stres pada kranium yang
menghasilkan dampak yang jauh. Bisa juga hal ini memberikan dampak pada tulang wajah.
Basis kranium adalah fraktur pronasi pada lokasi anatomi seperti sinus sphenoidalis, foramen
magnum, os petrossus temporal bagian dalam dari sayap os sphenoid pada basis kranium.
Fossa kranium bagian medial dan foramina multipel adalah tulang paling rapuh serta
Hubungan anatomi yang unik dari basis kranium ini memiliki peran yang penting
setelah terjadinya cedera. Duramater yang menempel kuat pada basis kranium membuatnya
rentan terjadinya laserasi dengan adanya fraktur pada tulang. Seperti fraktur pada ruang
subaraknoid yang berkontak langsung dengan sinus, struktur pada telinga tengah atau sel
mastoid yang akan menjadi jalan kebocoran CSS, infeksi (meningitis, abses) dan atau fistula
persisten. Fraktur basis kranium pada foramen transversum biasanya menyebabkan kerusakan
1. Basis kranium anterior – berhubungan dengan sinus paranasal, plat kribriformis dan
2. Basis kranium media – termasuk bagian besar dari tulang sphenoid dan tulang
temporal
3. Basis kranium posterior – termasuk klivus, kondilus bagian dari os petrossus tulang
temporal
3.Komplikasi
Facial palsy yang terjadi pada hari ke 2-3 pasca trauma adalah akibat sekunder untuk
neurapraxia dari nervus cranialis VII dan responsif terhadap steroid, dengan prognosis yang
baik. Onset facial palsy secara tiba tiba pada saat bersamaan terjadinya fraktur biasanya
akibat skunder dari transeksi nervus, dengan prognosis buruk. Nervus kranial lain mungkin
juga terlibat dalam fraktur basis cranii. Fraktur pada ujung petrossus os temporale mungkin
melibatkan ganglion gasserian. Cedera nervus cranialis VI yang terisolasi bukanlah akibat
langsung dari fraktur, tapi mungkin akibat sekunder karena terjadinya ketegangan pada
nervus. Fraktur os sphenoidalis dapat mempengaruhi nervus cranialis III, IV,dan VI dan juga
Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7. Komisi
7. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H,
8. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System
LLC;2003.
9. Ishman SL, Friedland DR. Temporal bone fractures: traditional classification and clinical
Insidien
Cedera pada susunan saraf pusat masih merupakan penyebab utama tingginya angka
morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh dunia. Pada tahun 1998 sebanyak
148.000 orang di Amerika meninggal akibat berbagai jenis cedera. Trauma kapitis
menyebabkan 50.000 kematian. Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah sakit dan
tingkat mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk. Sebanyak 22% pasien trauma
kapitis meninggal akibat cederanya. Sekitar 10.000-20.000 kejadian cedera medulla spinalis
setiap tahunnya.
Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur linear
sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia dibawah 5
tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulang
tengkorak, dan fraktur basis cranii sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lain frontoparietal
(75%), temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain (10%). Sebagian besar
fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden fraktur tulang tengkorak rata-
rata 1 dari 6.413 penduduk (0.02%), atau 42.409 orang setiap tahunnya. Sejauh ini fraktur
linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak usia dibawah 5 tahun di Amerika
Serikat.
Tatalaksana
Rekomendasi terakhir
menyebutkan diharapkan operasi sudah dilaksanakan dalam waktu 5 hari semenjak LCS
obliterasi dari tuba eustachian. Setelah struktur yang cedera diperbaiki atau dibebaskan
(nervus fasialis, arteri karotis atau otic capsule), kavitas yang terbentuk diobliterasi dengan
graft lemak endogen dan flaps otot temporal. Tindakan operasi untuk otorrhea meliputi
craniotomy fossa media atau fossa posterior, menelusuri tulang untuk melihat paparan dura
yang menutupi tulang petrosus. Diusahakan melakukan penutupan primer, namun bila tidak
fmemungkinkan dapat dilakukan graft fascia lata atau graft lemak atau otot untuk menutupi
defek. Tindakan operasi untuk Rhinorrhea disesuaikan dengan lokasi kebocoran yamg
Perawatan konservatif dilaksanakan bila tidak didapatkan kebocoran LCS yang persisten,
fraktur tulang temporal, kelumpuhan otot-otot wajah, kehilangan pendengaran, atau kebutaan.
Terapi konservatif meliputi pemberian antibiotik empirik intravenous selama 5 hari untuk
PNC 1-2 juta unit/hari pada kasus kebocoran LCS. Kultur nasal dan tenggorokan segera
diambil, dan antibiotik yang dipilih sesuai dengan kultur. Pasien dipertahankan dalam posisi
bed rest total dengan elevasi posisi the head of bed, untuk mengurangi aliran LCS. Bila
kebocoran cairan likuor tidak berkurang dalam waktu 72 jam dengan terapi konservatif,
pemasangan lumbar drain dilakukan untuk mengalirkan 150 ml LCS perhari selama 3-4 hari.
Diversi LCS dari kebocoran dura dapat membantu penutupan secara spontan.
Pedoman Tatalaksana Cedera Otak Edisi Kedua. Tim Neurotrauma. RSUD dr.Soetomo
Pemeriksaan Penunjang.
Walaupun, foto polos X-Ray dari kranium anterior-posterior, proyeksi lateral, basal,
dapat menyediakan gambaran secara luas pada fraktur, bagaimanapun CT scan modern
dengan jendela tulang, dengan potongan 1-1.5 mm dan potongan koronal memperbaiki
deteksi tampakan serta resolusi meskipun fraktur yang sangat kecil tanpa menaikkan paparan
radiasi. Kadang-kadang frakturnya dapat menyebabkan salah interpretasi. Positif palsu dapat
terjadi ketika sutura normal salah didiagnosis sebagai garis fraktur. Negatif palsu dapat
terjadi pada fraktur wyang tak kasat mata atau ketika teknik suboptimal dimanfaatkan.
Doagnosis banding paling sering pada fraktur ini adalah sutura normal, oleh karena itu hal ini
harus dibedakan dari keduanya. Hal ini bisa dibedakan dengan cara : sutura memiliki
ketebalan 2 mm, lebih terang dalam pewarnaan pada X-Ray dan dapat dijelaskan sesuai letak
anatomis.
CT Scan Heliks membantu fraktur kondilus oksipital dan rekonstruksi 3-D pada
fraktur tulang temporal dengan tambahan unutk membantu informasi mengenai fraktur basis
kranium.
Pada radiografik indirek dapat ditemukan (pada CT scan atau foto polos X-Ray) yang
mengarah pada fraktur basis kranium diantaranya pneumosefalus pada ketiadaan dari fraktur
terbuka dari kubah kranium dan air-fluid level dengan atau opakfikasi dari udara sinus
dengan cairan.
Pemeriksaan MRI sangat menunjang apabila terjadi cedera vaskular dan ketika terjadi
palsy pada nervus kranial ketika kompresi neural. Lebih dari itu, komplikasi awal serta
komplikasi lambat dari fraktur basis kranium adalah infeksi, kontusio otak serta herniasi yang
dapat dilihat pada CT Scan dan dengan MRI dapat membedakan antara keterlibatan otak dan
serta jaringan lunak sekitar. Cedera ligamen dapat terlihat jelas dengan penggunaan MRI.
Gejala yang dapat muncul berupa adanya rinorea CSS, periorbital ekimosis
bilateral (Racoon eyes), anosmia dan kerusakan nervus optikus dan konten orbita
lainnya. Foramen etmoidalis anterior dan posterior terletak di bagian superior dari
foramina ini dapat dilihat dengan adanya tampakan hematom orbital. Kanalis
optikus diposisikan jauh posterior dan hal ini biasanya terdistorsi dengan garis
fraktur. Bagaimanapun edema lokal atau fragmen bebas dari fraktur dapat
sangat berhubungan erat dengan meningitis, abses dan fistula persisten, apalagi
hari sampai beberapa minggu setelah trauma, kebocoran cairan serebrospinal bisa
tersembunyi dalam perdarahan hidung dari fraktur fasial, dapat juga terjadi
fraktur. Tanda double ring dengan adanya bercak darah dari hidung yang mana
maupun longitudinal, tergantung pada axis dari fraktur serta hubungannya dengan
ke telinga tengah, anterior kapsul otik dan berparalel pada tulang petrosus
jarang termasuk kanalis auditoris interna dan masuk kedalam foramen spinosum.
isebabkan disrupsi pada rantai ossikular, dan 20-30% paralisis nervus fasial
kadang tidak muncul. Vertigo, tuli sensorineural berat dan nistagmus adalah
gejala yang sering munculkarena adanya disrupsi pada kanalis akutikus internus.
Hampir 50% pasien menunjukkan paralisis fasial dengan cedera pada ganglion
fraktur dibagi dalam “kapsul otik moderat” dan tipe “kapsul otik dengan
kekerasan".
1. Kebocoran cairan serebro spinal dan fistula : terjadi pada 1/3 fraktur
otorea akan terjadi. Jika membran intak, kebocoran cairan akan berjalan dari
secepat mungkin dengan klinis serta audiologis (Audiometri nada murni, tes
diskriminasi wicara).
4. Cedera nervus fasdial : komplikasi terjadi 3% dari selirih cedera kepala dan
secara praktis seluruh kasus dari fasial palsy pada post trauma terjadi karena
adanya fraktur temporal, terjadi hampir > 90% berlokasi pada regio
reguler dan bergantung pada onset waktu terjadinya keelmahan wajah (baik
secara lambat maupun cepat) dengan kejadian cedera secara parsial atau
komplit.
Hal ini termasuk pada bagian sphenoid (via sinus sphenoid dari sella turcica dan
diatas dari klivus. Fraktur dari sayap besar (melewati orbita, permukaan temporal serta basal),
fraktur dari sapa kecil (via planum dan anterior klinoid) dan fraktur melati prosesus pterigoid.
Berdasarkan seluruh fraktur tulang sphenoid, hal ini memiliki kelebihan dibanding seluruh
fraktur basis kranium termasuk basal anterior serta fraktur tulang temporal, fraktur ini
menghasilkan gambaran
pada karotod juga dapat terjadi pada garis fraktutr yang bersebrangan dengan kanal
interna dapat didideteksi pada potongan tipis CT dengan begitu cedera karotis dapat
dengan kecepatan tinggi hal ini berdampak dengan energi tinggi yang dihasilkan.
Fraktur ini jarang didiagnosis dengan foto polos X-Ray. Fraktur longitudinal
berhubungan dengan cedera pada sistem vertebrobasilar dan trauma batang otak
atau keduanya. Nervus abdusen dapat terjadi cedera secara langsung pada fraktur
ini., fraktur transversa dapat mengenai kanal karitikus dan petrossus tulang
Fraktur ini dapat terjadi karena adanya trauma tumpul energi tinggi, hal ini dbagi
Tipe 2: dihasilkan dari tekanan pada oksipital, dimana fraktur kondilus terekstensi
Tipe 3 : avulsi dari fragmen kondilus selama rotasi, jenis fraktur yang tidak stabil
Tatalaksana
besar kebocoran pasca trauma aka berhenti sepuluh hari pasca trauma.
Fungsi drainase lumbar bisa meningkatkan proses penyembuhan. Kebocoran
cairan serebro spinal secara persisten (lebih dari 10 hari), kebocoran rekuren,
Cedera pada nervus optikus diikuti dengan fraktur basal anterior, menunjukkan
pada pandangan untuk perbaikan pandangan yang diikuti dengan trauma kepala
khususnya pada kasus hematom retrobulbar dan adanya gambaran CT/MRI pada
pada fraktur temporal berhubungan dengan trauma (seperti trauma kepala tertutup,
cedera thoraks atau abdomen) disebabkan trauma tumpul. Kematian dapat terjadi,
Istirahat, elevasi kepala 30o, diet serat serta penggunaan acetozolamid digunakan
ekstradural atau intradural, dura bisa juga ditutup secara primer atau yang lebih
Tuli konduktif bisa terjadi pada saat cedera pada aurikula. Meatus akustikus
eksternus, membran timpani, atau rantai ossikula. Sekitar 80% pasien mengalamiu
selama 3 bulan pada pasien dengan membran timpani intak memiliki sugestifitas
yang tinggi untuk disrupsi rantai ossikular dan harus dilakukan konsultasi bersama
Elektronistagmografi atau MRI bisa menjadi penilai dari pasien dengan disfungsi
vestibular post trauma untuk mengidentifikasi adanya lesi sentral. Kebocoran dari
perilimfe ke dalam telinga dalam atau ke telinga tengah (fistula perilimfatik) bisa
dengan pembedahan dan perbaikan fistula pada otot, lemak, material autolog dan
Hampir 90% dengan onset keterlamabatam pada paralisis fasial atau seseorang
jangka pendek untuk mereduksi edema pada saraf dpada kanal fallopi. Intervensi