Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS Juni 2017

PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA


ANAK

Nama :Sakinatul Qulub


No. Stambuk :N 111 16 022
Pembimbing :dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
PENDAHULUAN

Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan komplikasi tersering dari

demam rematik. Demam rematik (DR) masih merupakan problem kesehatan

dinegara sedang berkembang. Hal ini karena sekuele yang ditimbulkannya berupa

cacat katup jantung dan merupakan penyebab terbanyak penyakit jantung didapat

pada anak. Demam rematik dan PJR merupakan respon autoimun. Penyakit ini

mempunyai hubungan dengan keadaan sosial, ekonomi, psikologi, pekerjaan si

penderita dan menimbulkan problem medik. Infeksi Streptokokus hemolitik

grup A pada tenggorokan telah lama diketahui sebagai pencetus penyakit ini.

Reaksi inflamasi yang terjadi biasanya berupa radang perivaskuler, dan

distribusinya bisa bersifat diffus atau fokal. Penyakit ini dapat mengenai jantung,

sendi, susunan saraf pusat, kulit dan jaringan sub kutan1-3.

Manifestasi klinis yang paling sering ditemui berupa poliartritis migran,

karditis, demam dan manifestasi klinis lain berupa korea sydenham, nodul

subkutan dan eritema marginatum jarang ditemui. Tidak ada suatu test diagnostik

yang spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit ini. Tidak ada simtom, tanda,

atau tes laboratorium yang patognomonik untuk menegakkan diagnosis penyakit

ini. Gabungan beberapa hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium telah lama

digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit ini, dan diagnosis yang akurat

perlu ditegakkan karena penyakit ini dapat meninggalkan sekuele berupa cacat

katup jantung yang lebih dikenal sebagai penyakit jantung rematik (PJR). Berikut

ini merupakan kasus demam rematik akut yang didapatkan di paviliun Catelia

RSUD Undata Palu.

1
KASUS

1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. RA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 13 tahun 10 bulan
Agama : Kristen
Tanggal masuk : 2 Mei 2017

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Dada Berdebar-debar
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien anak laki-laki 13 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan
berdebar-debar. Keluhan ini mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien juga merasa susah bernafas, terutama saat beraktivitas seperti
berjalan. Nyeri dada (+) di sebelah di kiri juga dialami pasien, menjalar (-)
. Batuk (-), flu (-). Sakit kepala (-). Panas (-). Sakit perut (-), Sakit menelan
(-), muntah (-), mual (-). Nyeri sendi (-), nyeri otot (-), gerakan yang tidak
disadari (-). BAB Biasa (+), BAK lancar (+).
Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien pernah menderita, riwayat infeksi
saluran pernafasan atas, sakit menelan, demam, batuk
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang menderita
gejala serupa, riwayat atopi keluarga (-), penyakit jantung keluarga (-).
Riwayat Persalinan : Anak lahir normal, dibantu bidan, BBL (3100 g),
PBL (42 cm). Ibu riwayat sakit demam (+), tetapi ibu pasien lupa pada
umur kehamilan keberapa.
Anamnesis makanan : Pasien mengkomsumsi ASI dari 0-2 tahun,
susu formula 3 bulan-2 tahun, bubur mulai usia 4 bulan, dan makanan
dewasa 1 tahun- sekarang

2
Riwayat Imunisasi :
- Vaksin Hepatitis B Usia 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin Polio Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin BCG Usia 3 bulan
- Vaksin DPT Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin campak Usia 9 bulan

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 65 Kg
Tinggi Badan : 140 cm
Status Gizi : Obesitas (CDC 141 %)
Tanda Vital
- Denyut nadi : 118 Kali/menit
- Suhu : 37,1o C
- Respirasi : 24 kali/menit
- TD : 130/90 mmhg
Kulit : ruam (-), RLT (-), CRT < 2detik, bercak erythema (-)
Kepala : Normosefal, mata cekung (-), anemis (+), konjungtiva
pucat (-/-), sclera ikterik (-), Rhinorrhea (-), otorrhea (-), Lidah kotor (-),
bibir pecah-pecah (+), Tonsil T1/T1
Leher : Pembesaran dan nyeri tekan kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar dan nyeri tekan tiroid (-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan normal, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-)
Jantung

3
- Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC IV linea midklavicularis
sinistra
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V linea
parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla
anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (+) di SIC II
linea parasternalis dextra dan di SICV linea midklavicularis sinister
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, nodul (-), distensi (-), cicatrix (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : timpani di 4 kuadran abdomen
- Palpasi : Organomegali (-), nyeri tekan (-)
- Genital : Tidak ditemukan kelainan
- Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral dingin (-), edema
(-), sendi bengkak dan merah (-)
- Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
- Otot-otot : Atrofi (-), Tonus otot baik
- Refleks : Fisiologis (+), Patologis (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (Tanggal 2 Mei 2017)
Darah Rutin
Red Blood Cell 3,84. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 32,11 % (35,0-55,0%)
Platelet 210. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 8,1.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 10,9 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

4
EKG
HR : 150 kali/menit
Irama : Sinus ritme
Interval PR : 0,16 detik (<0,2 detik)
Foto toraks
CTR : 68 %

5. RESUME
Anak laki-laki usi 13 tahun datang dengan keluhan sering berdebar-debar.
keluhan ini mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh
sesak nafas terutama setelah beraktivitas. Nyeri dada juga disebelah kiri
(+), menjalar (-). Dari pemeriksaan fisik: N: 124 kali/menit, suhu 37,1 C,
respirasi 24 kali/menit dan TD 130/90 mmHg, status gizi CDC 141%.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan mata anemis (+), auskultasi jantung
ditemukan murmur (+) pada apex cordis dan SIC II linea parasternalis
dextra. Dari pemeriksaan penunjang: EKG: takikardia, interval PR 0,16
detik. CTR 52%. ditemukan leukosit 8.000/mm3, Hb 10,9 mg/dl.
6. DIAGNOSIS
Penyakit jantung rematik

7. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit defek jantung kongenital

8. TERAPI
Non medikamentosa : Tirah baring, Diet makanan biasa, serta cukup
minum.
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Lisinopril 5 mg
Bisoprolol 2,5 mg
furosemide 40 mg 0 0
spironolactone 25 0 0
Aspirin 3 x 300 mg 2 minggu
Benzatin penicillin G 1.200.000 U i.m dosis tunggal

5
9. ANJURAN
- ASTO
- CRP
- LED
- Echocardiography

FOLLOW UP

Catelia, 3 Mei 2017 (perawatan hari ke-2)

Subjek (S) : Berdebar-debar (+), Panas (-),nyeri dada (+)


Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 130 kali/menit
o Respirasi : 32 kali/menit
o Suhu : 36,80C
o TD : 100/70 mmHg
d. Pemeriksaan Fisik
- mata anemis (+)
- murmur (+) di SIC II linea parasternalis dextra dan di SIC II linea
parasternalis sinistra, T1/T1

e. Pemeriksaan Penunjang

Kimia Klinik
Glucose 117,3 mg/dl ( 74-100 mg/dl)
Kreatinin 0,60 mg/dl (0,60 1,10 mg/dl)
Urea 20,8 mg/dl (15,0-43,0 mg/dl)

Assesment (A) :PJR


Plan (P) :
IVFD RL 20 tpm
Lisinopril 5 mg
Bisoprolol 2,5 mg
furosemide 40 mg 0 0
spironolactone 25 0 0

6
Catelia, 4 Mei 2017 (perawatan hari ke 3)

Subjek (S) : Berdebar-debar (+), Panas (-), nyeri dada (+), nyeri sendi
(-)
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
a. Denyut Nadi : 134 kali/menit, cukup kuat
b. Respirasi : 30 kali/menit
c. Suhu : 36,80C
d. TD : 100/70 mmHg
d. Pemeriksaan Fisik
a. mata anemis (+)
b. eritema (-), nodul (-)
c. murmur (+) di SIC II linea parasternalis dextra dan di apex cordis

e. Pemeriksaan Penunjang
ASTO positif
CRP positif
Darah rutin
Red Blood Cell 3,54. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 28,8 % (35,0-55,0%)
Platelet 218. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 5,6.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 9,4 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Assesment (A) : PJR


Plan (P) :
IVFD RL 20 tpm
Lisinopril 5 mg
Bisoprolol 2,5 mg
furosemide 40 mg 0 0
spironolactone 25 0 0
Aspirin 3 x 300 mg 2 minggu

7
Catelia, 5 Mei 2017 (perawatan hari ke 4)

Subjek (S) : Berdebar-debar (+), Panas (-), nyeri dada (+), nyeri sendi
(-)
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
a. Denyut Nadi : 80 kali/menit, cukup kuat
b. Respirasi : 30 kali/menit
c. Suhu : 36,80C
d. TD : 90/60 mmHg
d. Pemeriksaan Fisik
a. mata anemis (-)
b. eritema (-), nodul (-)
c. murmur (+) di SIC II linea parasternalis dextra dan di apex cordis
e. Pemeriksaan Penunjang
ASTO positif
CRP positif

Assesment (A) : PJR


Plan (P) :
IVFD RL 20 tpm
Lisinopril 5 mg
Bisoprolol 2,5 mg
furosemide 40 mg 0 0
spironolactone 25 0 0
Aspirin 3 x 300 mg 2 minggu

Catelia, 6 Mei 2017 (perawatan hari ke-5)

Subjek (S) : Berdebar-debar (+) menurun, Panas (-), nyeri dada (-),
nyeri sendi (-)
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis

8
c. Tanda Vital
a. Denyut Nadi : 90 kali/menit, cukup kuat
b. Respirasi : 32 kali/menit
c. Suhu : 36,50C
d. TD : 100/60 mmHg
d. Pemeriksaan Fisik
a. mata anemis (-)
b. eritema (-), nodul (-)
c. murmur (+) di SIC II linea parasternalis dextra dan di apex cordis

Assesment (A) : PJR


Plan (P) :
IVFD RL 20 tpm
Lisinopril 5 mg
Bisoprolol 2,5 mg
furosemide 40 mg 0 0
spironolactone 25 0 0
Aspirin 3 x 300 mg 2 minggu

9
DISKUSI

Demam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang


multisistem akibat infeksi dari Streptokokus -hemolitikus grup A pada faring
(faringitis) yang biasanya menyerang anak dan dewasa muda. Demam rematik
menyebabkan terjadinya peradangan yang biasanya terjadi pada jantung, kulit dan
jaringan ikat. Penyakit jantung rematik adalah suatu kondisi dimana katup jatung
terusak oleh infeksi SBHGA yang ditandai oleh kriteria Jones.1

Streptokokus adalah bakteri gram positif yang ciri khasnya berpasangan


atau membentuk rantai selama pertumbuhannya. Terdapat sekitar dua puluh
spesies Streptokokus, termasuk Streptococcus pyogenes (grup A), Streptococcus
agalactie (grup B) dan Enterococci (grup D). Secara morfologi, Streptokokus
merupakan bakteri berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai yang
membentuk gambaran diplokokus atau terlihat seperti bentuk batang. Panjang
rantai sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.1

Dinding sel Streptokokus mengandung protein (antigen M, R, dan T),


karbohidrat (spesifik untuk tiap grup), dan peptidoglikan. Pada Streptokokus grup
A, terdapat juga pili yang tersusun dari sebagian besar protein M yang dilapisi
asam lipoteikoat. Pili ini berperan penting dalam perlekatan Streptokokus ke sel
epitel.2

Streptokokus -hemolitikus grup A, seperti Steptococcus pyogenes


merupakan agen pencetus yang menyebabkan terjadinya demam rematik akut.
Tidak semua serotip Streptokokus grup A dapat menimbulkan demam rematik.
Serotip tertentu Streptokokus -hemolitikus grup A, misalnya serotip M tipe 1, 3,
5, 6, 18, 24 lebih sering diisolasi dari penderita dengan demam rematik akut.
Namun, karena serotip tidak diketahui pada saat diagnosis klinis faringitis
Streptokokus, klinisi harus menganggap bahwa semua Streptokokus grup A
mempunyai kemampuan menyebabkan demam rematik, karena itu semua episode
faringitis Streptokokus harus diobati. Protein M merupakan faktor virulensi utama
dari Streptococcus pyogenes. Apabila tidak ada antibodi spesifik tipe-M,

10
organisme ini mampu bertahan terhadap proses fagositosis oleh polimorfonuklear.
Protein M dan antigen pada dinding sel Streptokokus memiliki peranan penting
dalam patogenesis demam rematik.2

Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam rematik,
yakni agen penyebab penyakit yaitu Streptokokus -hemolitikus grup A, host
(manusia), dan faktor lingkungan. Streptokokus akan menyerang sistem
pernafasan bagian atas dan melekat pada jaringan faring. Adanya protein M
menyebabkan organisme ini mampu menghambat fagositosis sehingga bakteri ini
dapat bertahan pada faring selama 2 minggu, sampai antibodi spesifik terhadap
Streptokokus selesai dibentuk. Protein M, faktor virulen yang terdapat pada
dinding sel Streptokokus, secara immunologi memiliki kemiripan dengan struktur
protein yang terdapat dalam tubuh manusia seperti miokardium (miosin dan
tropomiosin), katup jantung (laminin), sinovial (vimentin), kulit (keratin) juga
subtalamus dan nucleus kaudatus (lysogangliosides) yang terdapat diotak. Adanya
kemiripan pada struktur molekul inilah yang mendasari terjadinya respon
autoimun yang pada demam rematik. Kelainan respon imun ini didasarkan pada
reaktivitas silang antara protein M Streptokokus dengan jaringan manusia yang
akan mengaktivasi sel limfosit B dan T. Sel T yang telah teraktivasi akan
menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik yang secara langsung menyerang
protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen Streptokokus. Seperti pada
korea Sydenham, ditemukan antibodi pada nukleus kaudatus otak yang lazim
ditemukan terhadap antigen membran sel Streptokokus. Dan ditemukannya
antibodi terhadap katup jantung yang mengalami reaksi silang dengan N-
acetylglucosamine, karbohidrat dari Streptokokus grup A, membuktikan bahwa
antibodi bertanggung jawab terhadap kerusakan katup jantung.3

Genetik juga berperan terhadap kerentanan terjadinya demam rematik,


namun mekanisme yang pasti belum diketahui. Resiko terjadinya demam rematik
setelah faringitis oleh Streptokokus, pada mereka yang mempunyai kerentanan
secara genetik, adalah sekitar 50% dibandingkan dengan mereka yang tidak rentan
secara genetic. Telah diidentifikasi suatu alloantigen pada sel B dari 75%

11
penderita demam rematik, sedangkan hanya didapatkan 16% pada yang bukan
penderita. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa antigen HLA-DR merupakan
petanda PJR.4

Akhirnya, faktor lingkungan berhubungan erat terhadap perkembangan


demam rematik. Kebersihan lingkungan yang buruk, kepadatan tempat tinggal,
sarana kesehatan yang kurang memadai juga pemberian antibiotik yang tidak
adekuat pada pencegahan primer dan sekunder demam rematik, meningkatkan
insidensi penyakit ini.5

Terdapat periode laten selama 3 minggu (1-5 minggu) antara infeksi


Streptokokus dengan munculnya manifestasi klinis demam rematik. Namun pada
korea dan karditis, periode latennya mungkin memanjang sampai 6 bulan. Gejala
faringitis Streptokokus umumnya tidak spesifik, hanya dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan antibodi terhadap Streptokokus. Manifestasi klinis demam rematik
yang paling sering dijumpai adalah demam dan poliarthritis. Poliarthitis didapati
pada 60-75% kasus dan karditis pada 50-60% . Prevalensi terjadinya korea
bervariasi antar populasi, yakni antara 2-30%. Sedangkan eritema marginatum
dan nodulus subkutan jarang dijumpai, sekitar kurang dari 5% kasus demam
rematik.3

Manifestasi klinis Major Demam rematik

1. Karditis
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam
rematik akut dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium
akut penyakit. 40-60% pasien demam rematik akut berkembang menjadi
PJR. Karditis ini mempunyai gejala yang nonspesifik meliputi mudah
lelah, anoreksia, demam ringan, mengeluh nafas pendek, nyeri dada dan
arthalgia. Karena manifestasi yang tidak spesifik dan lamanya timbul
gejala, setiap pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa
dengan teliti untuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar,
termasuk elektrokardiografi dan ekokardiografi harus selalu dilakukan.

12
Pasien yang pada pemeriksaan awal tidak dijumpai adanya karditis harus
terus dipantau sampai tiga minggu berikutnya. Jikalau karditis tidak
muncul dalam 2-3 minggu pasca infeksi, maka selanjutnya ia jarang
muncul.5
Diagnosa karditis ditegakkan dengan menemukan 1 dari 4 kriteria
dibawah ini:
1) Bising jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang
menunjukkan adanya insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral saja,
tanpa adanya bising jantung organik tidak dapat disebut sebagai
karditis.
2) Perikarditis (bising gesek, efusi perikardium, nyeri dada,
perubahan EKG).
3) Kardiomegali pada foto toraks,
4) Gagal jantung kongestif.5

2. Arthritis
Arthritis merupakan manifestasi yang paling sering dari demam
rematik, terjadi pada sekitar 70% pasien demam rematik. Arthritis
menunjukkan adanya radang sendi aktif yang ditandai nyeri hebat,
bengkak, eritema dan demam. Nyeri saat istirahat yang menghebat pada
gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas. Sendi yang paling sering
terkena adalah sendi-sendi besar seperti, sendi lutut, pergelangan kaki,
siku, dan pergelangan tangan. Arthritis rematik bersifat asimetris dan
berpindah-pindah (poliarthritis migrans). Peradangan sendi ini dapat
sembuh spontan beberapa jam sesudah serangan namun muncul pada sendi
yang lain. Pada sebagian besar pasien, arthritis sembuh dalam 1 minggu
dan biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu. Arthritis demam
rematik ini berespon baik dengan pemberian asam salisilat.5
3. Korea Sydenham
Korea Sydenham terjadi pada 13-34% kasus demam rematik dan
dua kali lebih sering pada perempuan. Manifestasi ini mencerminkan

13
keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal, dan
nukleus kaudatus otak. Periode laten dari korea ini cukup lama, sekitar 3
minggu sampai 3 bulan dari terjadinya demam rematik. Gejala awal
biasanya emosi yang labil dan iritabilitas. Lalu diikuti dengan gerakan
yang tidak disengaja, tidak bertujuan dan inkoordinasi muskular. Semua
otot dapat terkena, namun otot wajah dan ekstremitas adalah yang paling
mencolok. Gejala ini semakin diperberat dengan adanya stress dan
kelelahan namun menghilang saat pasien beristirahat.5
4. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas pada demam rematik
yang terjadi kurang dari 10% kasus (Essop & Omar, 2010). Ruam ini tidak
gatal, makular, berwarna merah jambu atau kemerahan dengan tepi
eritema yang menjalar dari satu bagian ke bagian lain, mengelilingi kulit
yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm, dengan bagian
tengah yang terlihat lebih pucat, muncul paling sering pada batang tubuh
dan tungkai proksimal namun tidak melibatkan wajah. Eritema biasanya
hanya dijumpai pada pasien karditis, seperti halnya nodulus subkutan.5
5. Nodulus Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus.
Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku,
ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala
dan di atas kolumna vertebralis. Ukuran nodul bervariasi antara 0,5 2
cm, tidak nyeri, padat dan dapat bebas digerakkan. Kulit yang
menutupinya dapat bebas digerakkan dan pucat, tidak menunjukkan tanda
peradangan. Nodul ini biasanya muncul pada karditis rematik dan
menghilang dalam 1-2 minggu.5

Manifestasi Minor

Demam hampir selalu terjadi pada poliarthritis rematik. Suhunya jarang


mencapai 40 C dan biasa kembali normal dalam waktu 2 3 minggu, walautanpa

14
pengobatan. Arthralgia, yakni nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda objektif
(misalnya nyeri, merah, hangat) juga sering dijumpai. Arthalgia biasa melibatkan
sendi-sendi yang besar.6

Pada penderita yang belum diobati, biakan usapan faring sering positif
bakteri Streptokokus hemolitikus. Titer antisteptolisin-O (ASTO) akan meningkat.
Kadar antibodi ini akan mencapai puncak sekitar satu bulan pascainfeksi dan
menurun sampai normal setelah sekitar 2 tahun, kecuali pada insufisiensi mitral
yang dapat bertahan selama beberapa tahun. Laju endap darah juga hampir selalu
meningkat, begitu juga dengan protein C-reaktif.6

Pada pemeriksaan EKG, sering menunjukkan sinus takikardia, namun


terkadang dapat dijumpai normal. Pemanjangan interval P-R terjadi pada 28-40%
pasien. Pemanjangan interval P-R ini tidak berhubungan dengan kelainan katup

atau perkembangannya.6

Diagnosis

Kriteria Jones

15
Dasar diagnosis pada pasien demam rematik :

1) Highly probable (sangat mungkin) yaitu jika ditemui 2 manifestasi mayor


atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor disertai bukti infeksi
Streptokokus -hemolitikusgrup A yaitu dengan peningkatan ASTO atau
kultur positif.
2) Doubtful diagnosis (meragukan) yakni jika terdapat 2 manifestasi mayor atau
1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor namun tidak terdapat bukti
infeksi Streptokokus -hemolitikus grup A.
3) Exception (pengecualian) yakni jika diagnosis demam rematik dapat
ditegakkan bila hanya ditemukan korea saja atau karditis indolen saja.7

Pada tahun 2003, WHO merekomendasikan untuk melanjutkan


penggunaan kriteria Jones yang diperbaharui (tahun 1992) untuk demam rematik
serangan pertama dan serangan rekuren demam rematik pada pasien yang
diketahui tidak mengalami penyakit jantung rematik. Untuk serangan rekuren
demam rematik pada pasien yang sudah mengalami penyakit jantung rematik,
WHO merekomendasikan menggunakan minimal dua kriteria minor disertai
adanya bukti infeksi SGA sebelumnya.7

Semua pasien demam rematik akut harus menjalani tirah baring, jika
mungkin di rumah sakit. Lama dan tingkat tirah baring tergantung pada sifat dan
keparahan serangan. Pasien harus diperiksa setiap hari untuk menemukan
valvulitis dan untuk memulai pengobatan dini apabila terjadi gagal jantung.5

Eradikasi Streptokokus merupakan syarat utama dalam pengobatan


demam rematik akut, sedangkan pengobatan lain bergantung pada manifestasi

16
klinis penyakit. Pengobatan Streptokokus dari tonsil dan faring sama dengan
carapengobatan faringitis Streptokokus, yakni :7

Benzatin penicillin G, dosis tunggal

- Untuk BB > 30 kg : dosis 1,2 juta U i.m, dan


- Untuk BB < 30 kg : dosis 600.000 U i.m
Jika alergi terhadap benzatin penisilin G :

- Eritromisin 40 mg/kgbb/hari dibagi 2-4 dosis selama 10 hari

Alternatif lain :

- Penisilin V (Phenoxymethylpenicilin) oral, 2 x 250 mg


- Sulfadiazin oral, 1 gr sekali sehari
- Eritromisin oral, 2 x 250 mg
Pengobatan antiradang amat efektif dalam menekan manifestasi radang
akut demam rematik. Pada pasien arthritis, manifestasi akan berkurang dengan
pemberian obat antiradang (salisilat atau steroid). Pada pasien karditis terutama
karditis berat, aspirin sering kali tidak cukup untuk mengendalikan demam, rasa
tidak enak serta takikardia, sehingga harus ditangani dengan steroid, misalnya
prednisone. Kriteria beratnya karditis adalah: (1) Karditis minimal, jika tidak
jelas ditemukan adanya kardiomegali. (2) Karditis sedang apabila dijumpai
kardiomegali ringan, dan (3) Karditis berat apabila jelas terdapat kardiomegali
yang disertai tanda gagal jantung.6

Dosis : Prednison : 2 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis selama 2 minggu dan


diturunkan sedikit demi sedikit (tapering off ) dengan pengurangan dosis harian

17
sebanyak 5 mg setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin 75
mg/kgbb/hari dalam 2 minggu dan dilanjutkan selama 6 minggu

Aspirin : 100mg/kgbb/hari dibagi dalam 4-6 dosis; setelah minggu ke-2 dosis
aspirin diturunkan menjadi 60 mg/kgbb/hari.

Pada pasien korea yang ringan, umumnya hanya membutuhkan tirah


baring. Pada kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat
mengendalikan korea. Obat yang paling sering diberikan adalah fenobarbital dan
haloperidol. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15 sampai 30 mg tiap 6 sampai 8
jam. Haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5mg), kemudian dinaikkan
sampai 2,0 mg tiap 8 jam, bergantung pada respon klinis. Pada kasus berat,
kadang diperlukan 0,5 mg tiap 8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada
korea, kecuali pada kasus yang sangat berat dapat diberikan steroid.7

Tujuan diet pada penyakit jantung adalah memberikan makanan


secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan
penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet penyakit jantung antara lain: energi
yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal, protein
yang cukup yaitu 0,8 gram/kgBB, lemak sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan
energi total (10% berasal dari lemak jenuh dan 15% lemak tidak jenuh), Vitamin
dan mineral cukup, diet rendah garam 2-3 gram perhari, makanan mudah cerna
dan tidak menimbulkan gas, serat cukup untuk menghindari konstipasi, cairan
cukup 2 liter perhari. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan
dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral atau sulemen gizi.7

Pada kasus ini diagnosis demam rematik dapat ditegakkan karena


didapatkan 1 manifestasi major: Karditis: ditandai adanya bunyi murmur (+)
dengan kardiomegali (CTR=52%) dan 2 manifestasi minor: demam (+), CRP (+).
Ditambah dengan ASTO (+) sehingga ditegakkan diagnosis demam rematik.
Untuk lebih spesifiknya dapat diklasifikasikan kedalam fase rematik akut, dengan
ditandai adanya karditis sedang.7

18
Adapun penanganan yang diberikan pada kasus ini adalah dengan
memberikan Aspirin : 100mg/kgbb/hari dibagi dalam 4-6 dosis; setelah minggu
ke-2 dosis aspirin diturunkan menjadi 60 mg/kgbb/hari.7

Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi
dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan
yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam
rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus).
Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut,
diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi
tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan
yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai
peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami
demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya.
Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan
menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.7

Adanya atau tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan


prognosis. Perkembangan dari penyakit jantung residual dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu :

1. Keadaan jantung pada awal terapi. Semakin berat keterlibatan jantung


pada saat pertama kali pasien diperiksa, semakin besar resiko timbulnya
kelainan jantung residual.

2. Kekambuhan demam reumatik. Semakin berat keterlibatan katup, maka


angka kekambuhannya semakin tinggi.

3. Regresi dari gangguan jantung. Bukti adanya keterlibatan jantung pada


serangan awal mungkin tidak terlihat pada 10 25 % pasien, dan baru
nampak kurang lebih 10 tahun setelah serangan awal.7

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW,
ORourke et al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill : New York,
2012; p. 1657 65.
2. Meador RJ, Russel IJ, Davidson A, et al. Acute Rheumatic Fever. Available
from: http://www.emedicine.com/med/topic2922.htm
3. Stollerman GH. Rheumatic fever (Seminar). Lancet 2007; 349: 935-938
4. Lopez WL, de la Paz AG. Jones Criteria for Diagnosis of Rheumatic Fever. A
Historical Review and Its Applicability in Developing Countries. In: Calleja
HB, Guzman SV. Rheumatic fever and Rheumatic Heart Disease,
epidemiology, clinical aspect, management and prevention and control
programs. A publication of the Philipine Foundation for the prevetion and
control of rheumatic fever/rheumatic heart disease : Manila, 2012; p. 17- 26.
5. Parillo S, Parillo CV, Sayah AJ, et al.Rheumatic Fever. Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic509.htm
6. Achutti A, Achutti VR. Epidemiologi of rheumatic fever in the developing
world. Cardiol Young 2012; 2:206-15.
7. Meador RJ, Russel IJ, Davidson A, et al. Acute Rheumatic Fever. Available
from: http://www.emedicine.com/med/topic2922.htm

20

Anda mungkin juga menyukai