Anda di halaman 1dari 30

HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KUALITAS TIDUR

PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA RATNA KUSUMA


MOJOROTO KOTA KEDIRI

PROPOSAL RISET KEPERAWATAN

Disusun Oleh :
MARIA TUL QIPTIYAH
10216019

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2019
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A Konsep Stress
1. Pengertian Stress

Ada beberapa istilah psikologis populer yang sering

dikaburkan sebagai “stres”. Pada hakikatnya, tentunya kata ini

merujuk pada sebuah kondisi seseorang yang mengalami tuntutan

emosi berlebihan dan atau waktu yang membuatnya sulit

memfungsikan secara efektif semua wilayah kehidupan. Keadaan

ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak gejala,

sepertidepresi, kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi,

dan kualitas kerjayang rendah (Richards, 2010).

Hawari (dalam Yusuf, 2004) berpendapat bahwa istilah stres

tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi, karena satu sama

lainnya saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik terhadap

permasalahan kehidupan yang dialaminya dan apabila fungsi organ

tubuh sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi

merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya.

Dalam banyak hal manusia akan cukup cepat untuk pulih kembali

dari pengaruh-pengaruh pengalaman stres. Manusia mempunyai

suplai yang baik dan energi penyesuaian diri untuk dipakai dan

diisi kembali bilamana perlu.

Menurut Dilawati (dalam Syahabuddin, 2010) stres adalah

suatu perasaan yang dialami apabila seseorang menerima tekanan.


Tekanan atau tuntutan perhubungan, memenuhi harapan keluarga

dan untuk pencapaian akademik.

Lazarus dan Folkman (dalam Evanjeli, 2012) yang

menjelaskan stres sebagai kondisi individu yang dipengaruhi oleh

lingkungan. Kondisi stres terjadi karena ketidakseimbangan antara

tekanan yang dihadapi individu dan kemampuan untuk

menghadapi tekanan tersebut. Individu membutuhkan energi yang

cukup untuk menghadapi situasi stres agar tidak mengganggu

kesejahteraan mereka.

2. Klasifikasi Stress

Selye dalam Rice menggolongkan stres menjadi dua golongan

Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stress

yang dialaminya:

a Distress (stres negatif)

Selye menyebutkan distress merupakan stres yang merusak

atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagau

suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas,

ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga individu

mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan,

dan timbul keinginan untuk menghindarinya.

b Eustress (stres positif)

Selye menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan

dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Hanson

mengemukakan frase joy of stress untuk mengungkapkan


hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres.

Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk

menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

Sedangkan variabel yang dapat diidentifikasikan sebagai

penyebab timbulnya stres disebut stressor. Datangnya

stressor dapat sendiri-sendiri atau dapat pula bersamaan.

3. Penyebab Stress

Menurut Sunaryo dalalm Hidayah Stresor adalah semua

kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres,

misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang

menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction

acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul

pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang

jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat,

biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan

kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan

peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya.

Sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan di luar tubuh,

sumber stres dapat berupa biologik/fisiologik, kimia, psikologik,

sosial dan spiritual, terjadinya stres karena stressor tersebut

dirasakan dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman

sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan tanda umum

dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis contohnya:


a Stressor biologik dapat berupa; mikroba; bakteri; virus dan

jasad renik lainnya, hewan, binatang, bermacam tumbuhan

dan mahluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi

kesehatan misalnya; tumbuhnya jerawat (acne), demam,

digigit binatang dll, yang dipersepsikan dapat mengancam

konsep diri individu.

b Stressor fisik dapat berupa; perubahan iklim, alam, suhu,

cuaca, geografi; yang meliputi letak tempat tinggal,

domisili, demografi; berupa jumlah anggota dalam

keluarga, nutrisi, radiasi kepadatan penduduk, imigrasi,

kebisingan dll.

c Stressor kimia; dari dalam tubuh dapat berupa serum darah

dan glukosa sedangkan dari luar tubuh dapat berupa obat,

pengobatan, pemakaian alkohol, nikotin, cafein, polusi

udara, gas beracun,insektisoda, pencemaran lingkungan,

bahan-bahan kosmetika,bahan-bahan pengawet, pewarna

dan lain-lain.

d Stressor sosial psikologik, yaitu labeling (penamaan) dan

prasangka, ketidakpuasan terhadap diri sendiri, kekejaman

(aniaya, perkosaan) konflik peran, percaya diri yang

rendah, perubahan ekonomi, emosi yang negatif, dan

kehamilan.

e Stressor spirital; yaitu adanya persepsi negatif terhadap

nilai-nilai keTuhanan.
4. Faktor-faktor Penyebab Stress

Menurut Greenwood III dan Greenwood Jr (dalam Yusuf,

2004) faktorfaktor yang mengganggu kestabilan (stres) organisme

berasal dari dalam maupun luar. Faktor yang berasal dari dalam

diri organisme adalah :

a Faktor Biologis, stressor biologis meliputi faktor-faktor

genetik,pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan,

postur tubuh,kelelahan, penyakit.

b Faktor Psikologis, stressor psikologis meliputi faktor

persepsi,perasaan dan emosi, situasi, pengalaman hidup,

keputusan hidup,perilaku dan melarikan diri.

c Faktor Lingkungan (luar individu), stressor lingkungan ini

meliputi lingkungan fisik, biotik dan sosial.

Menurut Lumongga (dalam Sukoco, 2014) jenis stres tersebut

dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : distress dan eustress.

Distress merupakan jenis stres negatif yang sifatnya mengganggu

individu yang mengalaminya, sedangkan eustress adalah jenis stres

yang sifatnya positif atau membangun. Individu yang mengalami

stres memiliki beberapa gejala atau gambaran yang dapat diamati

secara subjektif maupun objektif.

5. Aspek Stress
Pada saat seseorang mengalami stres ada dua aspek utama

dari dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek

fisik dan aspek psikologis (Sarafino, 1998) yaitu :

a Aspek fisik

Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat

stres sehingga orang tersebut mengalami sakit pada organ

tubuhnya, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan.

b Aspek psikologis

Terdiri dari gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah

laku.Masing-masing gejala tersebut mempengaruhi kondisi

psikologis seseorang dan membuat kondisi psikologisnya

menjadi negatif, seperti menurunnya daya ingat, merasa

sedih dan menunda pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh

berat atau ringannya stres. Berat atau ringannya stres yang

dialami seseorang dapat dilihat dari dalam dan luar diri

mereka yang menjalani kegiatan akademik di kampus.

6. Tanda dan Gejala Stress

Sebelum timbul komplikasi kesehatan yang serius akibat stres,

sebenarnya ada gejala-gejala awal berupa gangguan fisik ataupun

mental yang dapat dicermati. Sedangkan orang mempunyai titik

lemah dan disitulah biasanya tampak gejala gangguan pertama

(misalnya, sebagian orang mengalami sakit perut/gangguan

pencernaan bila cemas atau gelisah, sedang orang lain menderita

sakit kepala). Menurut dr LA Hartono (2007) dalam stroke dan


stres, Beberapa gejala awal akibat stres dapat dibagi menjadi

keluhan somatik, psikis, dan gangguan psikomotor dengan atau

tanpa gejala psikotik.


a. Keluhan Somatik (sakit) Keluhan Somatik antara lain

adalah sebagai berikut:


1) Gangguan cerna.
2) Nyeri dada atau debar jantung (palpitasi)
3) Insomnia berupa sulit tidur atau tidur tapi mudah

terbangun
4) Gangguan yang tidak spesifik seperti sakit kepala

atau tidak nafsu makan.


5) Nyeri otot, letih, lesu, tidak bergairah.
b. Keluhan Psikis
c. Keluhan psikis antara lain adalah sebagai berikut:
1) Putus asa, merasa masa depan suram.
2) Sedih dan merasa bersalah.
3) Impulsif dan mudah marah.
4) Selalu tegang dan suka menyendiri.
d. Gangguan psikomotor
Gangguan psikomotor antara lain adalah sebagai berikut:
1) Gairah kerja/belajar menurun.
2) Mudah lupa dan konsentrasi berkurang.

7. Tahapan Stress

Martaniah dkk, 1991(dalam Rumiani, 2006 ) menyebutkan bahwa

stresterjadi melalui tahapan :

a. Tahap 1 : stres pada tahap ini justru dapat membuat

seseorang lebih bersemangat, penglihatan lebih tajam,

peningkatan energi, rasa puas dan senang, muncul rasa

gugup tapi mudah diatasi.

b. Tahap 2 : menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan

pencernaan.
c. Tahap 3 : menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur,

badan terasa lesu dan lemas.

d. Tahap 4 dan 5 : pada tahap ini seseorang akan tidak mampu

menanggapi situasi dan konsentrasi menurun dan

mengalami insomnia.

B Konsep Kualitas Tidur

1. Pengertian Tidur

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat

orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan

sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur harus dibedakan

dengan koma, yang merupakan keadaan bawah sadar saat orang

tersebut tidak dapat dibangunkan. Tidur adalah suatu keadaan

berulang, teratur, mudah, reversibel yang ditandai dengan keadaan

relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon

terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga

(Kaplan, 2012). Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur

yang sangat ringan sampai tidur yang sangat dalam. Para peneliti

tidur juga membagi tidur menjadi dua tipe yang secara keseluruhan

berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula yaitu tidur Non

REM (Rapid Eye Movement) dan tidur REM (Rapid Eye

Movement) (Guyton, 2008).


2. Fisiologi Tidur
Tidur dapat dibagi menjadi dua tahap secara garis besar yaitu :
1) Fase non rapid eye movement (NREM) disebut juga quiet

sleep.
2) Fase rapid eye movement (REM) disebut juga active sleep.
Non Rapid Eye Movement (NREM) merupakan keadaan aktif

yang terjadi melalui osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem

utama osilasi adalah kumparan tidur, delta osilasi, dan osilasi

kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan suatu ciri tahap tidur

NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron gabanergik

dalam nukleus retikotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat

proyeksi neuron kortikotalamus. Sebagai penyebaran diferensiasi

proyeksi kortikotalamus akan kembali ke sinkronisasi talamus.

Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikotalamus dan

sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat

dihasilkam dihasilkan di jaringan neokorteks oleh siklus

hiperpolarisasi dan depolarisasi. Fase awal tidur didahului oleh fase

NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM.

Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara

bergantian antara 4-7 siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-

20 jam per hari, anak-anak 10-12 jam per hari, kemudian menurun

9-10 jam per hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5

jam per hari pada orang dewasa (Ganong, 2008). Keempat fase

NREM itu adalah:


1) Tahap 1 adalah tahap transisi antara keadaan bangun

(terjaga) dan tidur, yang dalam keadaan normal berlangsung

antara 1-7 menit. Dalam tahap ini , orang ini dalam keadaan

relaksasi dengan mata tertutup dan pikiran yang belum tidur

sepenuhnya. Apabila orang ini dibangunkan pada tahap ini,

orang ini akan mengatakan kalau mereka belum tertidur.


Ditandai dengan aktivitas theta pada EEG dengan frekuensi

3,5-7,5 Hz yang terjadi secara intermitten selama tahap

awal tidur NREM dan tidur REM. Setelah kira-kira 10

menit, maka akan memasuki tahap 2 tidur NREM.


2) Tahap 2 atau tidur ringan adalah tahap pertama orang dalam

keadaan benar-benar tertidur. Ditandai dengan aktivitas

theta, sleep spindles, dan K kompleks. Sleep spindles

adalah gelombang pendek dengan frekuensi 12-14 Hz yang

berlangsung sekitar dua hingga lima kali per menit yang

ditemukan selama tahap 1 hingga tahap 4 tidur NREM.

Sleep spindles ini diyakini merepresentasi aktivitas dari

mekanisme yang terlibat menjaga orang agar tetap dalam

keadaan tidur. K kompleks adalah gelombang tajam, terjadi

secara tiba-tiba, terjadi kirakira satu kali dalam semenit,

biasanya dipicu oleh suara bising dan hanya terdapat pada

tahap kedua tidur NREM dan tidak ditemukan ada tahap

tidur lainnya.
3) Tahap 3 adalah periode tidur dalam yang sedang. Suhu

tubuh dan tekanan darah menurun secara signifikan dan

suhu tubuh menurun, dan menjadi sulit untuk dibangunkan.

Tahap ini berlangsung sekitar 20 menit setelah tertidur.

Tahap tidur ketiga dan keempat ditandai dengan aktivitas

delta beramplitudo tinggi serta berfrekuensi lebih kecil dari

3,5 Hz. Perbedaan tahap ketiga dan keempat tidur NREM

hanya ditentukan dari jumlah gelombang delta, pada tahap


ketiga, aktivitas delta yang ditemukan sekitar 20-50%,

sedangkan pada tahap keempat lebih dari 50%. Oleh karena

ditemukan gelombang delta pada tahap ketiga dan keempat

tidur NREM maka tahap ini yang disebut tidur gelombang

lambat.
4) Tahap 4 adalah level terdalam dari tidur. Meskipun

metabolisme otak menurun secara signifikan dan suhu

tubuh menurun sedikit pada tahap ini. Kebanyakan refleks

masih terjadi sedikit penurunan tonus otot. Pada tahap ini

orang akan sangat sulit dibangunkan, hanya suara yang

sangat keras yang dapat membangunkan orang tersebut.

Apabila pada tahap keempat orang ini dibangunkan, maka

orang tersebut akan terlihat gugup dan bingung (Carlson,

2008).

Setelah tahap keempat tidur NREM maka tidur akan

memasuki tahap tidur REM, demikian yang akan terus berlangsung

secara bergantian dan terus menerus sepanjang tidur berlangsung.

Satu siklus berlangsung selama 90 menit, dengan tidur REM hanya

berlangsung sekitar 20 sampai 30 menit saja.Normalnya tidur REM

harus didahului oleh tidur gelombang lambat. Gambar EEG tidur

REM mirip dengan gambaran EEG tahap 1 tidur NREM, hanya

saja selain terdiri dari aktifitas theta seperti pada tahap 1 tidur

NREM, pada tidur REM juga dijumpai adanya aktifitas beta pada

EEG. Aktifitas beta adalah aktifitas listrik ireguler 13- 30 Hz yang

direkam dari otak, yang biasanya dijumpai pada keadaan sadar


(awake). Apabila orang sudah memasuki tidur REM, orang tersebut

bahkan sudah tidak berespon terhadap suara bising terhadapnya,

tetapi juga dapat dengan mudah dibangunkan dengan rangsangan

yang bermakna, seperti memanggil nama orang tersebut, dan ketika

orang tersebut bangun, akan terlihat dalam keadaan waspada dan

sadar sepenuhnya (Carlson, 2008). Tidur REM, ditandai dengan

hilangnya ketegangan otot batang tubuh, dan EEG disinkronisasi

(cepat dan gelombang tidak teratur). Aktivitas serebral (misalnya

konsumsi oksigen, aliran darah, dan perangsangan neural)

meningkat pada banyak struktur otak, dan secara umum terjadi

peningkatan pada aktivitas sistem saraf otonom (misalnya pada

tekanan darah, denyut nadi dan pernapasan). Selain itu, selalu

dijumpai juga ereksi klitoris atau penis dengan tingkat tertentu,

serta ditemukan juga pergerakan bola mata secara cepat dengan

kondisi mata yang tertutup (bola mata di bawah kelopak mata).

Juga ditemukan kolerasi yang sangat kuat antara tidur REM dengan

mimpi (Pinel, 2009).

3. Fungsi Tidur
Teori-teori awal dari fungsi tidur menyatakan bahwa tidur

berfungsi untuk mencegah kelelahan. Psikologi jerman bernama

Hess (1931), menyatakan bahwa tidur adalah periode dimana

mekanisme tropo tropik dari sistem persarafan menyediakan

pemulihan energi yang hilang selama fase terjaga melalui

mekanisme ergotropik. Ini membutuhkan keseimbangan antara

fungsi somatik dan otonomik, namun pembuktian dari apa yang


hilang dari fase terjaga dan apa yang dipulihkan dari fase tertidur

sampai sekarang masih belum diketahui. Tahun-tahun belakangan

ini, fungsi tidur diperkirakan terpisah dalam dua fase tidur utama :

tidur ortodoks dan paradoksikal (REM).


Ortodoks atau tidur tersinkron dapat juga dinyatakan sebagai

keadaan dari menghilangnya fungsi sensorik atau kortikal

deaferensiasi, sementara tidur REM atau tidur tidak tersinkron,

pada keadaan dimana mekanisme homeostatik membawa kembali

eksitasi kortikal sampai level tertentu. Pandangan tidur REM

sebagai keadaan reaktivasi, dan jumlah besar tidur REM yang

ditemukan pada hewan muda menunjukkan bahwa hipotesis

terhadap REM sebagai fungsi stimulasi sensorik. Menurut

Roffwarg dkk menyatakan bahwa sejumlah tertentu stimulasi

diperlukan agar korteks hewan baru lahir berkembang dengan baik.

Akibat dari stimulasi yang dibutuhkan itu lebih dari yang bisa

disediakan saat fase terjaga, tidur REM akan menyediakan

semacam sensorik endogen yang menstimulasi otak. Moruzzi

(1966) memperkirakan bahwa tidur memiliki peran dalam

pembentukan engram (penyimpanan memori).Greenberg dan

Pearlmen (1972) memiliki hipotesis bahwa tidur REM juga

berperan dalam memprogram otak, Joufet (1992) memperkirakan

tidur REM adalah waktu yang sempurna untuk mencetak genetik di

otak. Beberapa penulis lain juga mendukung tidur REM

memainkan peran dalam memproses belajar dan memori (Cirelli,

2017).
4. Pengertian Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk

mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur

REM dan NREM yang sesuai. Kualitas tidur merupakan suatu

keadaan yang dijalani individu untuk mendapatkan kesegaran dan

kebugaran saat terbangun dari tidurnya. Kualitas tidur seseorang

dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda (Fitri,

Annisa Aulia. 2013).


Kualitas tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks

yang melibatkan berbagai domain, antara lain, penilaian terhadap

lama waktu tidur, gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur

pada siang hari, efisiensi tidur, kualitas tidur, penggunaan obat

tidur. Jadi apabila salah satu dari ketujuh aspek tersebut terganggu

maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas tidur

(Bansil., et al. 2011).


Pada penilaian terhadap lama waktu tidur yang dinilai adalah

waktu dari tidur yang sebenarnya yang dialami seseorang pada

malam hari. Penilaian ini dibedakan dengan waktu yang dihabiskan

di ranjang. Pada penilaian terhadap gangguan tidur dinilai apakah

seseorang terbangun tidur pada tengah malam atau bangun pagi

terlalu cepat, bangun untuk pergi ke kamar mandi, sulit bernafas

secara nyaman, batuk atau mendengkur keras, merasa kedinginan,

merasa kepanasan, mengalami mimpi buruk, merasa sakit, dan

alasan lain yang mengganggu tidur (Buysee 1989 dalam Angkat,

2012).
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur
a. Cahaya
Keadaan mengantuk dan tidur berhubungan dengan irama

sirkadian dalam pengaturan siang dan malam. Keadaan

terbangun berkaitan dengan cahaya matahari atau kondisi yang

terang. Cahaya yang mempengaruhi tidur dan aktivitas otak

selama terbangun, sedangkan, irama sirkadian, dan homeostasis

mempengaruhi regulasi tidur manusia. Cahaya mempengaruhi

produksi melatonin. Melatonin adalah hormon dalam setiap

organisme dengan tingkat berbeda tergantung siklus hidup dan

paparan cahaya. Melatonin dihasilkan oleh kelenjar pineal di

otak manusia. Melatonin berperan besar dalam membantu

kualitas tidur. Mengatasi penyimpangan-penyimpangan, depresi,

dan system kekebalan yang rendah. Peneletian menunjukkan

bahwa hormon ini membantu seseorang untuk tidur lebih

nyenyak, mengurangi jumlah bangun mendadak di malam hari

serta meningkatkan kualitas tidur (Indarwati, 2012).


b. Aktivitas Fisik
Aktivitas dan latihan fisik dapat meningkatkan kelelahan

dan kebutuhan untuk tidur. Latihan fisik yang melelahkan

sebelum tidur membuat tubuh mendingin dan meningkatkan

relaksasi. Individu yang mengalami kelelahan menengah

biasanya memperoleh tidur yang tenang terutama setelah bekerja

atau melakukan aktivitas yang menyenangkan (Indarwati, 2012).


c. Linkungan
Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh terhadap

kemampuan seseorang untuk tidur dan tetap tidur. Lingkungan

yang tidak mendukung seperti terpaparbanyak suara


menyebabkan seseorang kesulitan untuk memulai tidur.

Lingkungan yang tidak nyaman seperti lembab juga dapat

mempengaruhi tidur (Indarwati, 2012).


d. Umur
Umur menjadi salah satu faktor mempengaruhi tidur dan

kebutuhan tidur seseorang. Kebutuhan tidur berkurang dengan

pertambahan usia. Kebutuhan tidur anak-anak berbeda dengan

kebuthan tidur dewasa. Kebutuhan tidur dewasa juga akan

berbeda dengan kebutuhan lansia (Indarwati, 2012).


e. Pola Tidur
Kebiasaan tidur pada siang hari mempengaruhi kualitas

tidur seseorang di malam hari Pola-pola tidur siang berlebihan

dapat mempengaruhi keterjagaan, kualitas tidur, penampilan

kerja, kecelakaan saat mengemudi, dan masalah perilaku

emosional (Indarwati, 2012).


f. Stress Emosional
Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat

mengganggu tidur seseorang. Kecemasan menyebabkan

seseorang menjadi terjaga. Keadaan terjaga terus menerus inilah

yang dapat mengakibatkan gangguan tidur (Indarwati, 2012).


6. Gangguan Tidur
a. Insomnia
Insomnia adalah gangguan tidur yang kesulitan untuk tidur

atau mempertahankan tidur pada malam hari. Ini akan

menjadi gangguan jangka pendek jika berakhir hanya

dalam waktu beberapa malam, namun akan menjadi kronik

jika sampai berbulanbulan atau semakin lama. Insomnia

sementara dapat disebabkan oleh stress, perasaan yang

terlalu gembira, atau perubahan pola tidur selama


melakukan perjalanan. Pola tidur akan kembali normal

ketika rutinitas kegiatan kembali seperti biasanya. Insomnia

kronik mungkin disebabkan karena medikasi, perilaku atau

masalah psikologi (Indarwati, 2012).


b. Hiperinsomnia
Hipersomnia kebalikan dari insomnia, yaitu terjadi

kelebihan waktu tidur, terutama pada siang hari.

Hipersomnia dapat disebabkan karena kondisi media,

seperti adanya kerusakan pada sistem saraf pusat, gangguan

metabolik (asidosis diabetik dan hipotiroidisme). Seseorang

tertidur selama 8-12 jam dan mengalami kesulitan untuk

bangun di pagi hari (kadang-kadang dikenal sebagai tidur

dengan keadaan mabuk) (Indarwati, 2012).


c. Gangguan Irama Sirkadian
Gangguan tidur irama sirkadian terjadi karena tidak

tepatnya jadwal tidur seseorang dengan pola normal tidur

sirkadiannya. Seperti seseorang tidak dapat tidur ketika

orang tersebut berharap untuk tidur, ingin tidur, atau pun

pada saat membutuhkan tidur.Sebaliknya, seseorang

mengantuk di saat waktu yang tidak diinginkan (Indarwati,

2012).
d. Sleep Apnea
Sleep apnea adalah kondisi dimana seseorang akan berhenti

napasnya dalam periode singkat selama tidur. Ada tiga tipe

sleep apnea: obstruktif, sentral dan mixedcomplex. Apnea

obstruktif disebabkan oleh jaringan halus yang berelaksasi,

dimana membuat sebagian sampai seluruhnya tersumbat di


saluran napas.Sindrom sleep apnea obstruktif merupakan

faktor resiko terjadinya hipertensi dan penyakit

kardiovaskuler lainnya. SzentkiráLyi, MadaráSz, dan

NováK, berpendapat bahwa kondisi somatik lainnya seperti

sindrom metabolik, diabetes dan penyakit ginjal kronik juga

dikaitkan dengan sleep apnea obstruktif. Apnea sentral

terjadi karena kegagalan otak untuk berkomunikasi dengan

otot respiratori. Apnea mixed-complex merupakan

kombinasi dari apnea obstruktif dan apnea sentral

(Indarwati, 2012).
e. Narkolepsi
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur

keadaan bangun dan tidur. Narkolepsi terjadi secara tiba-

tiba ketika seseorang sedang dalam keadaan terjaga, dapat

terjadi secara berulang dan tidak terkontrol. Periode tidur

singkat ini bisa terjadi setiap waktu dan durasinya dari

beberapa detik sampai lebih dari 30 menit. Sebagai contoh,

seseorang dapat jatuh tertidur saat sedang membaca buku,

menonton televisi, maupun menyetir. Narkolepsi terjadi

pada wanita dan pria di berbagai usia, meskipun gejala ini

dirasakan pertama kali pada saat remaja atau dewasa muda.

Narkolepsi merupakan gangguan tidur yang

dikarakteristikan oleh abnormalnya pengaturan tidur rapid

eye movement (REM) (Indarwati, 2012).


f. Deprivasi Tidur
Deprivasi tidur meliputi kurangnya tidur pada waktu

tertentu atau waktu tidur yang kurang optimal. Deprivasi

tidur dapat disebabkan oleh penyakit, stress emosional,

obat-obatan, gangguan lingkungan dan keanekaragaman

waktu tidur yang terkait dengan waktu kerja. Seseorang

yang bekerja dengan jadwal kerja yang panjang dan rotasi

jam kerja cenderung mengalami deprivasi tidur. Deprivasi

tidur melibatkan penurunan kuantitas dan kualitas tidur

serta ketidakkonsistenan waktu tidur. Apabila pola tidur

mengalami gangguan maka terjadi perubahan siklus tidur

normal. Deprivasi tidur mengakibatkan daya ingat yang

melemah, sulit membuat keputusan dan gangguan

emosional seperti respon interpersonal yang memburuk dan

meningkatnya sikap agresif (Indarwati, 2012).


g. Parasomnia
Parasomnia sebagai suatu aktivitas yang normal di saat

seseorang terjaga tetapi akan menjadi abnormal jika

aktivitas tersebut muncul di saat seseorang sedang tertidur.

Masalah tidur ini lebih banyak terjadi pada anak-anak

daripada orang dewasa, aktivitas tersebut meliputi

somnambulisme (berjalan dalam tidur), terjaga malam,

mimpi buruk, enuresis nocturnal (mengompol), dan

menggeratakkan gigi(Indarwati, 2012).


C Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan

lansia apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita.


Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang

dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari

usia 60 tahun ( Kushariyadi, 2010; Indriana, 2012; Wallnce, 2007).


2. Batasan Usia Lansia
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia

dari pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008) :


1) Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I

pasal 1 ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang

yang mencapai usia 60 tahun keatas”.


2) Menurut WHO:
a) Usia pertengahan : 45-59 tahun
b) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
c) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
d) Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi,

2010).

3. Tipe Lansia
Tipe yang ada pada lansia tergantung oleh karakter,

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan

ekonominya (Nugroho , 2000 dalam Siti Maryam 2009) :


1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri

dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap

ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi

undangan, dan menjadi panutan .


2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang

baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan

teman, dan memenuhi undangan.


3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.


4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama, dan melakukan pekerjaan apa saja .


5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

4. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Siti Maryam (2009), tugas perkembangan pada lansia

yaitu:
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3) Membentuk hubungan yang baik dengan orang seusianya.
4) Mempersiapkan kehidupan baru.
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial /

masyarakat secara santai.


6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian

pasangan.

Tugas perkembangan pada usia lanjut menurut Tamher (2009)

yaitu:

1) Penyesuaian terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan

fisik.
2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan penghasilan.
3) Penyesuaian terhadap kematian pasangan atau orang

terdekat, membangun suatu perkumpulan dengan

sekelompok seusia, mengambil prakarsa dan beradaptasi

terhadap peran sosial dengan cara yang fleksibel, serta


membuat pengaturan hidup atau kegiatan fisik yang

menyenangkan.
5. Teori Proses Menua
Teori Biologi
Teori biologi tentang proses penuaan terdiri dari :
1) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas mampu merusak membran sel, lisosom,

mitokondria, dan inti membran melalui reaksi kimia yang

disebut peroksidasi lemak. Teori radikal bebas pada

penuaan ditunjukkan oleh hormon yang ditandai dengan

munculnya efek patologis. Radikal bebas dapat

menyebabkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen

pada proses penuaan. Meningkatnya radikal bebas dapat

dihambat dengan pengaturan diet (jumlah kalori) serta

konsumsi obat/makanan yang mengandung banyak anti

oksidan seperti makanan yang mengandung vitamin E,

vitamin C, selenium, glutation peroksidae, dan superokside

dismutase.
2) Teori Autoimun
3) Menurut teori autoimun, penuaan diakibatkan oleh antibodi

yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Reaksi

tersebut terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal

dan memproduksi antibodi yang salah. Akibatnya, antibodi

tersebut akan bereaksi terhadap sel normal, disamping sel

abnormal yang menstimulasi pembentukannya. Teori ini

didukung dengan kenyataan bahwa jumlah antibodi

autoimun meningkat pada lansia dan terdapat persamaan

antara penyakit imun (seperti artritis reumatoid, diabetes,


tiroiditis, dan amiloidosis) dengan fenomena menua di

masyarakat.
4) Teori Telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah dengan proses

mekanisme satu arah. Setiap pembelahan akan

menyebabkan panjang ujung telomer (ujung lengan pendek

kromosom) berkurang panjangnya (65 rantai dasar asam

amino) saat terjadi pemutusan duplikat kromosom. Makin

sering sel membelah, makin cepat ujung telomer memendek

dan akhirnya tidak mampu untuk membelah lagi.

5) Teori Hormonal
Pusat terjadinya proses penuaan terletak pada otak. Hal ini

didasarkan pada studi tentang hipotiroidisme yang dapat

menjadi fatal apabila tidak diobati dengan tiroksin.

Manifestasi dari penuaan akan tampak jika penyakit

tersebut tidak segera ditangani seperti penurunan sistem

kekebalan, kulit yang mulai keriput, munculnya uban, dan

penurunan proses metabolisme secara perlahan.


6) Teori Mutasi Somatik ( error catastrophe )
Menurut teori ini terjadi penuaan karena adanya mutasi

somatik yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan yang

buruk. Mutasi somatik bisa terjadi karena adanya kesalahan

dalam proses transkripsi DNAaRNA dan proses translasi

RNA- a protein atau enzim, dan berlangsung terus-

menerus, sehingga terjadi penurunan fungsi organ atau sel-

sel menjadi kanker atau penyakit. (Suhana, 1994 dalam

Rahayu, 2002).
7) Teori Stres
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa menua terjadi

sebagai akibat dari hilangnya sel-sel yang biasa digunakan

tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres

yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai kembali.


1. Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa

perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah

perubahan fisik,intlektual, dan keagamaan.


1) Perubahan fisik
a. Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam

tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun,

ukuran lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan

terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah

dan hati berkurang.


b. Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada

lansia akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya

syaraf panca indra. Pada indra pendengaran akan terjadi

gangguan pendengaran seperti hilangnya kemampuan

pendengaran pada telinga. Pada indra penglihatan akan

terjadi seperti kekeruhan pada kornea, hilangnya daya

akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Pada indra

peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri menurun

dan kelenjar keringat berkurang. Pada indra pembau akan

terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot pernafasan,

sehingga kemampuan membau juga berkurang.


c. Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya

selara makan , seringnya terjadi konstipasi, menurunya

produksi air liur(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga

menurun.
d. Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami

pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.


e. Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan

cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek,

persendian kaku dan tendon mengerut.


f. Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan

mengalami pompa darah yang menurun , ukuran jantung

secara kesuruhan menurun dengan tidaknya penyakit klinis,

denyut jantung menurun , katup jantung pada lansia akan

lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan

darah sistolik meningkat pada lansia kerana hilangnya

distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau

meningkat.

2) Perubahan intelektual

Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012),

akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada

kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ)

yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia

akanmengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal,

pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah

seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan ,

karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan


kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikan kepadanya

sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga

menurun.

3) Perubahan keagamaan

Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya

lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal

tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan

meninggalkan kehidupan dunia.


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Lansia

Stress Kualitas tidur

Tingkatan Stress 1. Kualitas tidur Baik


2. Kualitas tidur Buruk Faktor – faktor yang
Faktor – faktor penyebab 1. Tahap 1
stress mempengaruhi Tidur
2. Tahap 2
Cahaya
3. Tahap 3
1. Faktor Biologis Aktivitas Fisik
4. Tahap 4
2. Faktor Pisikologis Lingkungan
5. Tahap 5
3. Faktor Lingkungan Umur
Pola Tidur
Stress
Jika stress maka
kualitas tidur baik
A Penjelasan Kerangka Konsep

Sesuai dengan judul hubungan tingkat stress dengan kualitas tidur,

peneliti akan meneliti adakah hubungan antara stress dengan kualitas tidur

pada lansia di posyandu lansia Ratna Kusuma Mojoroto Kota Kediri.

Dalam skema diatas dipaparkan bahwa stress dapat mempengaruhu

kulaitas tidur pada lansia. Dalam hal ini stress dapat dibagi menjadi

beberapa tahapan yakni tahap 1,tahap 2,tahap 3,tahap 4 dan tahap 5.

Sedangkan kualitas tidur juga dibagi menjadi dua yaitu kualitas tidur baik

dan kualitas tidur buruk. Faktor –faktor yang mempengaruhi stress sendiri

seperti faktor biologis, pisikologis dan lingkungan. Sedangkan faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas tidur yaitu cahaya,aktivitas

fisik,lingkungan,umur,pola tidur, dan stress.


B Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pernyataan (Notoatmodjo, 2012). Hipotesis dalam

penelitian ini adalah :

H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat stress dengan kualitas tidur.


H1 : Ada hubungan antara hubungan antara tingkat stress dengan kualitas

tidur.

DAFTAR PUSTAKA
Bansil., et al. 2011. Association Between Sleep Disorder, Sleep Duration, Quality
of Sleep, and Hypertension; Result from the National Health and
Nutrition Examination Survey 2005-2008. Official Journal of the
American Society of Hypertension.13: 739-743.

Fitri, A. 2013. Hubungan Kualitas Tidur terhadap Kejadian Hipertensi. Skripsi


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.

Ganong, W.F. 2008. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta : EGC; 201-206.

Guyton, A.C., Hall, J.A. 2008..Text Book of Medical Physiology. 11th Edition.
Jakarta : EGC.

Indarwati, N. 2012. Hubungan antara Kualitas Tidur Mahasiswa yang Mengikuti


UKM dan Tidak Mengikuti UKM pada Mahasiswa Reguler Fakultas
Ilmu Keperawatan. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia

Kaplan, H.I., Saddock, B.J., Gredd, J.A. 2012. Kaplan-Saddock Sinopsis Psikiatri
Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara

Pinel, J. 2009. Biopsikologi. Edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai