Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma mata merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Meskipun termasuk kasus
yang masih dapat dicegah, trauma mata tetapi menjadi salah satu penyebab mortilitas,
morbiditas dan disability. Dalam kenyataannya, trauma mata menjadi kasus tertinggi penyebab
kebutaan unilateral di seluruh dunia terutama pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda
terutama laki-laki merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami trauma mata.
Tetapi, lebih banyak usaha dan rujukan dilakukan secara klinis atau penanganan bedah suatu
trauma mata dibandingkan dengan usaha pencegahannya sehinggakan penyebab trauma mata
dianggap sebagai suatu kecelakaan diluar kawalan pasien dan bukan suatu masalah masyarakat.
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip,
mata masih sering mendapat trauma dari sunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberi penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas, perumusan masalah yang dapat dibuat yaitu
“Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan diagnosa medis Trauma Mata?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari trauma mata.
2. Mahasiswa dapat mengetahui epidemiologi dari trauma mata.
3. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dari trauma mata.
4. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari trauma mata.
5. Mahasiswa dapat mengetahuid diagnosis dari trauma mata.
6. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari trauma mata.
7. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari trauma mata.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan pada mata dan merupakan kasus gawat darurat. Perlukaan yang ditimbulkan
dapat ringan sampai berat dan dapat menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata
(Sidarta, 2015).
Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh
zat kimia maupun oleh benda keras dan tajam (Anas, 2010).

Klasifikasi trauma mata :


a. Trauma Tumpul : trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang relatif
besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Taruma tumpul dapat menyebabkan cedera
perforasi dan non perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ
eksterna (orbita dan palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan
silier, lensa, korpus vitreus, retina dan nervus optikus (N.II).
b. Trauma Tajam: trauma pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang masuk
ke mata.
c. Trauma Kimia
 Trauma Kimia Asam: trauma pada mata akibat substansi yang bersifat asam.
 Trauma Kimia Basa: trauma pada mata akibat substansi yang bersifat basa.

B. ETIOLOGI
Trauma mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
a. Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar,
tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau
shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
b. Trauma tajam (penetrating injuries) disebabkan benda tajam atau benda asing yang
masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel kayu berkecepatan tinggi, percikan
proses pengelasan, dan peluru.
c. Trauma kimia disebabkan akibat substansi yang bersifat asam dan alkali yang masuk
ke mata.
 Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam dilaboratorium (asam sulfat,
asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, asam hidroflorida).
2
 Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan pembersih lantai,
kapur, lem perekat.

C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan akibat trauma tumpul dapat mengenai kelopak mata dan struktur
mata bagian luar sehingga mengakibatkan hematoma kelopak. Jika trauma menembus
ke bagian konjugtiva, maka kemungkinannya akan terjadi hematoma subkonjugtiva
akibat pecahnya pembuluh darah sebagai akibat terkena hantaman benda tumpul dan
keras.
Kerusakan yang diakibatkan trauma tajam/tembus akan lebih parah lagi karena
melibatkan kerusakan hingga bagian dalam struktur dan jaringan mata. Kondisi ini
biasanya sampai merusak fungsi mata dan kerusakannya permanen (dapat disembuhkan
hanya melalui operasi). Gangguan mata akibat trauma tajam juga beragam, tergantung
pada organ mata yang terkena dan seberapa besar kerusakannya.
Sedangkan pada trauma khemis/ kimia, jika traumanya akibat asam biasanya
hanya akan menyebabkan kerusakan pada bagian permukaan/superfisial saja karena
terjadi pengendapan dan penggumpalan bahan protein permukaan. Namun pada trauma
akibat basa/alkali, kerusakan yang diakibatkan bisa gawat karena alkali akan menembus
kornea dengan cepat lalu ke bilik mata depan sampai pada jaringan retina. Bahan alkali
dapat merusak kornea dan retina karena bahan alkali bersifat mengkoagulasi sel
sehingga akan menghancurkan jaringan kolagen kornea sehingga memperparah
kerusakan kornea hingga ke retina.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Trauma Tumpul
a. Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang
membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila,
platinum dan zigomatikus.Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan
terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam
rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b. Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi
bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang
3
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan
penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan
mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka
akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata
tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata
(lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c. Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet.Musin berfungsi membasahi bola mata terutama
kornea. Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan
subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva
terkena trauma.
d. Kornea : Kornea (Latin cornum-seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi
oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi,
laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang
sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat
trauma pada kornea.
e. Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan
antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus
yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf
optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior,
medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior
ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan
siliar.Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar
posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.
Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya)
merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.
f. Lensa : Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan
terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan
karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya. Secara
patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata
(perpindahan tempat).
4
g. Korpus vitreus : perdarahan korpus vitreus.
h. Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca
dan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir
pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan
terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang
berperan penting untuk tajam penglihatan.Ditengah makula lutea terdapat
bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik jika retina
terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang
pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i. Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan
2. Trauma Tajam
a. Orbita : kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi
bola mata.
b. Palpebra : ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis).
c. Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
d. Konjungtiva : robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
e. Sklera : pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier
dan koroid yang berwarna gelap).
f. Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi kornea yang disertai
penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea,
edema.
g. Koroid dan kornea : luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus
vitreus dan ablasi retina.

3. Trauma Kimia
a. Asam.
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea.
b. Basa/Alkali.
1) Kebutaan.
2) Penggumpalan sel kornea atau keratosis.
3) Edema kornea.
4) Ulkus kornea.
5) Tekanan intra ocular akan meninggi.
5
6) Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar.
7) Membentuk jaringan parut pada kelopak.
8) Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada
kelenjar asesoris air mata.
9) Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada
konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata.
10) Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan.
2. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
3. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
4. Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata. nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
5. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk
mengetahui adanya benda asing intraokuler.
6. Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini
dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian
diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter
kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila
ada pengeluaran cairan mata.
7. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda
asing.
8. Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.
9. Kartu snellen : pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin
mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada
sistem suplai untuk retina.
10. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi,
maupun funduskopi
11. Pemeriksaan dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari
okuler, papiledema, retina hemoragi.
12. Pemeriksaan Radiologi : Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda
asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan
6
pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa,
retina.pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
13. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa trauma asam atau basa.
14. Pemeriksaan Laboratorium, seperti : SDP, leukosit, kultur, kemungkinan adanya
infeksi sekunder.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma
ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam
mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya
infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang.
Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa
dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
1. Penatalaksanaan Emergency
a. Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata
dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang
harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara)
harus digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata
menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama,
paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat
diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa
(lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan
aliran yang konstan.
b. Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material
yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan
terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan
konjungtiva forniks.
c. Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga
dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan).
2. Penatalaksanaan Medikamentosa
7
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-
obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari.
Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk
mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus
kornea.
a. Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan
menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu
steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari.
Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila
diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg.
b. Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior.
Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
c. Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh
fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk
dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
d. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra
okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara
oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
e. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil
dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal
dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
f. Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan
mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam
selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi
7 hari setelah trauma.
3. Pembedahan
a. Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi
limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan
forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:

8
 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea.
 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi
normal.
 Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
b. Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

G. KOMPLIKASI
1. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intra okuler di dalam bola mata
sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan visus mata menurun.
2. Ablasi Retina
Akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan kimia masuk ke belakang dan
mendorong retina atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina
terangkat.
3. Infeksi
Ini bisa terjadi apabila perawatan yang dilakukan tidak adekuat.

9
H. WOC

Etiologi :
- Trauma tumpul
- Trauma tajam Trauma mata
- Trauma kimia

Close globe injury Open globe injury

Manifestasi pada berbagai jaringan mata Kurang informasi tentang penyakit

MK : Deficit
Kornea
Pengetahuan

Edema kornea Erosi kornea Erosi kornea rekuren

Penglihatan kabur, kornea keruh Epitel kornea terkelupas

Gangguan penglihatan Serat sensible terangsang Pertahanan primer tidak


adekuat

Timbulnya rasa nyeri


MK : Ansietas MK : Resiko cidera MK : Resiko infeksi
10
MK : Nyeri akut

Retina

Rupture retina dan koroid

Perdarahan

Ablatio retina

Ketajaman penglihatan

Jangka panjang
terjadi kebutaan

MK : Gangguan citra
tubuh

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ILUSTRASI KASUS

Pada tanggal 01 Januari 2020 An. B berusia 8 tahun sedang menangis datang
bersama ibunya Ny. T dengan kedaan berlumuran darah, Ny. T menagatakan anaknya 1
jam yang lalu bermain pistol-pistolan dari kayu bersama temannya. Mata An. B terkena
peluru yang terbuat dari kayu. Terdapat luka robek, pasien mengeluh nyeri, perih, dan
pandangan kabur. Dengan pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/80 mmHg, Nadi: 88
x/menit, RR: 22 x/menit, Suhu: 360C

1. Biodata
a. Identitas Pasien
Nama : An. B
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Bedono, Sayung
Tanggal Masuk : 01 Januari 2020
Diagnosa Medis : Trauma Mata
Register : 5667717
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. T
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Bedono, Sayung

12
Hub dg px : Ibu

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Saat dikaji pasien mengatakan nyeri di mata kanan.
b. Riwayat kesehatan Sekarang
Mulai tanggal 01 Januari 2020, pasien dirawat di RSUP Kariadi dengan diagnosis
medis trauma mata. Klien mengeluh nyeri pada bagian mata
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu pasien mengatakan
d. Riwayat kesehatan Keluarga
Ibu pasien mengatakan dari keluarga ada yang sakit hipertensi.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmetis
Tekanan Darah : 110/80 mmHG
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 360C
Berat Badan : 24 kg
Tinggi Badan : 92 cm
b. Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Bentuk mesocepal
Rambut : Warna hitam, ikal, tidak rontok, tidak ada ketombe
Mata : Konjungtiva anemis
Hidung : Simetris, tidak ada polip
Telinga : Simetris, ada serumen
Mulut : Bibir kering, tidak ada siansis, mukosa bibir kering, dan tidak
bau
Leher :Tidak ada pembesaran tiriod dan tidak ada pembesaran getah
bening.
Dada
I : Simetris
Pa : vocal fremtus simetri kanan dan kiri
13
Pc : Sonor seluruh lapang paru
Aus : Vesikuler
Cardiac
I : ictus cordis tidak tampak
Pa : ictus cordis teraba
Pc : pekak
Aus : tidak ada bising
Abdomen
I : Datar, ada gambar untuk radioterapi
Aus : bising usus 5-15x/ detik
Pc : Tympani
Pa : tidak ada nyeri tekan
Anus : bersih, tidak ada haemorhoid
ekstermitas : tidak terpasang kateter, tidak odem
Kulit : Turgor kulit kembali > 3 detik
c. Terapi
1. Levofloxacin ed 66 gtt I OS
2. Amoxcillin sirup 3 dd cth 1
3. Bebat mata kanan

14
3.1 Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 Ds : Kornea Nyeri akut
- Ibu pasien mengatakan mata
anaknya nyeri Erosi kornea
- Ibu pasien mengatakan anaknya
rewel dan menangis Epitel kornea
terkelupas
- P : trauma pada mata
- Q : Seperti ditusuk-tusuk
Serat sensible
- R : Pada mata kanan
terangsang
- S:7
- T : Hilang timbul
Timbulnya rasa nyeri
Do :
- Pasien terlihat menangis kesakitan
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak lemas
TTV :
TD: 110/80 mmHG
Nadi: 88 x/menit
RR: 22 x/menit
Suhu: 360C

2 Ds : Kornea Resiko infeksi


- Ibu pasien mengatakan terdapat
luka robek di mata sebelah Erosi kornea rekuren
kanan
Do : Epitel kornea
terkelupas
- Terdapat luka robek di mata
sebelah kanan
Pertahanan primer
TTV :
tidak adekuat
TD: 110/80 mmHG
Nadi: 88 x/menit
RR: 22 x/menit
Suhu: 360C

15
3. Ds : Kornea Ansietas
- Ibu pasien mengatakan cemas
mata anaknya tidak dapat Edema kornea
normal kembali ketika sebelum
sakit Penglihatan kabur
- Ibu pasien mengatakan terdapat
luka robek di mata sebelah Kornea keruh
kanan anaknya
- Ibu pasien mengatakan cemas Gangguan
mata anaknya sebelah kanan penglihatan
tidak bias melihat/buta
Do :
- Terdapat luka robek dimata
sebelah kanan
- Ibu pasien tampak cemas dan
matanya berkaca-kaca.

3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut b.d _____
2. Resiko infeksi b.d ____
3. Gangguan persepsi b.d ____

3.3 Intervensi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d ____ Setelah di lakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan 2x24 jam secara kemprehesif termasuk
diharapkan nyeri dapat teratasi lokasi, karakteristik, durasi,
Dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, dan factor
1. Mampu mengontrol nyeri presipitasi
(tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal
mampu menggunakan dan ketidaknyamanan

16
teknik nonfarmakologi 3. Gunakan teknik komunikasi
untuk mengurangi nyeri, 4. Kaji kultur yang
mencari bantuan) mempengaruhi respon nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi rasa nyeri masa
berkurang dengan lampau
menggunakan manajemen 6. Evaluasi bersama pasien dan
nyeri tim kesehatan yang lain tentang
3. Mampu mengenali nyeri ketidakefektifan control rasa
(skala, intensitas, frekuensi nyeri masa lampau
dan tanda nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga
4. Menyatakana rasa nyamana untuk mencari dan menemukan
setelah nyeri berkurang dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan
pencahayaan, dan kebisingan
9. Kurangi factor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi, inter personal)
2. Resiko infeksi Setelah di lakukan tindakan 1. Bersihkan lingkungan
b.d _____ keperawatan 2x24 jam setelah dipakai pasien lain
diharapkan resiko infeksi dapat 2. Pertahankan teknik isolasi
teratasi 3. Batasi pengunjung bila
Dengan kriteria hasil : perlu instruksikan kepada
1. Klien bebas dari tanda dan pengundung untuk mencuci
gejala infeksi tangan saat berkunjung
2. Mendiskripsikan proses sebelum dan setelah
penularan penyakit, factor berkunjung meninggalkan
yang mempengaruhi pasien
penularan serta 4. Gunakan sabun antimikroba
penatalaksanaannya untuk cuci tangan cuci
tangan setiap sebelum dan

17
3. Menunjukkan kemampuan sesudah tindakan
untuk mencegah timbulnya keperawatan
infeksi 5. Gunakan baju, sarung
4. Jumlah leukosit dalam batas tangan sebagai alat
normal pelindung
5. Menunjukkan perilaku 6. Pertahankan lingkuan
hidup sehat aseptikselama pemasangan
alat
7. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuaidengan petunjuk
umum
8. Berikan terapi antibiotic bila
perlu
9. Monitor tanda dan gejala
sistemik dan local
10. Ajarkan pasien dan keluarga
pasien tanda dan gejala
infeksi
11. Ajarkan cara menghindari
infeksi
3. Gangguan Setelah di lakukan tindakan 1. Observasi ketajaman
persepsi keperawatan 2x24 jam pendengaran, catat apakah
sensori b.d diharapkan gangguan persepsi kedua telinga terlibat
____ sensori dapat teratasi 2. Berikan lingkungan yang
Dengan kriteria hasil : tenang dan tidak bising
1. Pasien dapat mendengar 3. Anjurkan pasien dan
dengan baik tanpa alat bantu keluarganya untuk
pendengaran mematuhi program terapi
2. Mampu menentukan letak yang diberikan
suara dan sisi paling keras
dari garputala
3. Membedakan suara jam
dengan gesekan tangan

18
4. Pasien tidak meminta
mengulang setiap
pertannyaan yang diajukan
kepadanya.

3.4 Implementasi
No. Diagnosa Intervensi
1. Nyeri b.d ____ 1. Melakukan pengkajian nyeri secara kemprehesif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
dan factor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
3. Menggunakan teknik komunikasi
4. Mengkaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Mengevaluasi rasa nyeri masa lampau
6. Mengevaluasi bersama pasien dan tim kesehatan yang
lain tentang ketidakefektifan control rasa nyeri masa
lampau
7. Membantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan pencahayaan, dan kebisingan
9. Mengurangi factor presipitasi nyeri
10. Memilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi, inter personal)
2. Resiko infeksi b.d 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
____ 2. Mempertahankan teknik isolasi
3. Membatasi pengunjung bila perlu instruksikan kepada
pengundung untuk mencuci tangan saat berkunjung
sebelum dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
4. Menggunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
5. Menggunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung

19
6. Mempertahankan lingkuan aseptikselama pemasangan
alat
7. Mengganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuaidengan petunjuk umum
8. Memberikan terapi antibiotic bila perlu
9. Memonitor tanda dan gejala sistemik dan local
10. Mengajarkan pasien dan keluarga pasien tanda dan
gejala infeksi
11. Mengajarkan cara menghindari infeksi

3. Gangguan persepsi 1. Mengobservasi ketajaman pendengaran, catat apakah


sensori b.d _____ kedua telinga terlibat
2. Memberikan lingkungan yang tenang dan tidak bising
3. Menganjurkan pasien dan keluarganya untuk
mematuhi program terapi yang diberikan

3.5 Evaluasi
No. Dx EVALUASI TTD
1. S:
 Pasien mengatakan nyerinya mulai berkurang
 Pasien mengatakan masih merasa lemas
 Skala nyeri berkurang menjadi 3
O:
 Pasien tampak lemas
 Pasien tampak jarang menangis
 Pasien jarang merintih kesakitan
TTV :
TD: 110/80 mmHG
Nadi: 88 x/menit
RR: 22 x/menit
Suhu: 360C
A:
Masalah teratasi sebagian
P:

20
Lanjutkan intervensi 1 dan 3

2. S:
 Ibu pasien mengatakan terdapat luka robek di mata
sebelah kanan
 Ibu pasien mengatakan sudah dilakukan pembedahan
dan luka sudah dibalut
O:
 Luka sudah di operasi dan dibalut
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan intervensi
3. S:
 Ibu pasien mengatakan sudah tidak cemas
O:
 Setelah diberikan edukasi oleh perawat ibu pasien
tampak sudah tidak gelisah lagi
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

4.2 SARAN

22

Anda mungkin juga menyukai