Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CVA DI RUANG

PAMENANG B RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Disusun Oleh :
MARIA TUL QIPTIYAH
10216019

PRODI S1-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
TAHUN 2019
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
CVA disebut juga stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan
oleh karena gangguan peredaran darah ke otak dimana secara mendadak (dalam
beberapa detik), atau secara tepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu. (Prof. Dr. dr. B. Chandar, hal 181).
CVA ( Cerebrovascular accident) merupakan suatu keadaan yang timbul karena
terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian
(Fransisca B. Batticaca, 2011).
CVA ( Cerebrovascular accident) merupakan suatu penyakit defisit neurologis
akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara
mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang
terganggu. Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius karena ditandai
dengan tingginya morbiditas dan mortalitasnya. Selain itu, tampak adanya
kecenderungan peningkatan insidennya (Gofir, 2009).

B. Klasifikasi
Secara garis besar, CVA dibagi menjadi 2 yaitu :
1. CVA karena pendarahan (Haemorragic)
Pada CVA Iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena atheroklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami jenis ini. CVA Hemoragik yaitu penyakit stroke yang
terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan
intraserebral, perdarahan subarakhnoid.
2. CVA bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/ Iskemik)
Pada CVA haemorragic pembulih darah pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes kedalam suatu daerah diotak dan
merusaknya. Hampir 70% kasus stroke ini terjadi pada penderita hipertensi. CVA
Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke otak
terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic Attack (TIA), trombosis
serebri, emboli serebri (Misbach J. Guideline, 2011).

C. Etiologi
Menurut (Pinzon Rizaldy, 2010) penyebab utama dari CVA diurutkan dari yang
paling penting adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang
menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya
disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung,
peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.
1. CVA Iskhemik
CVA yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada arteri
sehingga menyebabkan penurunan suplay oksigen pada jaringan otak (
iskhemik ) hingga menimbulkan nekrosis. Sekitar 87 % kasus CVA disebabkan
kerena adanya sumbatan yang berupa thrombus atau embolus.Trombus adalah
gumpalan/sumbatan yang berasal dari pembuluh darah otak. Embolus adalah
gumpalan/sumbatan yang berasal dari tempat lain, misalnya jantung atau arteri
besar lainnya. Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang irreguler
(atrial fibrillation) yang merupakan tanda adanya sumbatan dijantung yang dapat
keluar menuju otak. Adanya penimbunan lemak pada pembuluh darah otak
(aterosklerosis) akan meningkatkan resiko terjadinya CVA iskhemik.
2. CVA Hemoragi
CVA yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah yang rapuh diotak.
Dua tipe pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragi, yaitu :
aneurysms dan arteriovenous malformations (AVMs). Aneurysms adalah
pengembangan pembuluh darah otak yang semakin rapuh sehingga data pecah.
Arteriovenous malformations adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, sehingga mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.

D. Manifestasi klinis
1. Manifestasi CVA infark
a. Nyeri kepala mendadak
b. Paraesthesia, paresis,Plegia sebagian badan
c. Dysphagia
d. Aphasia
e. Gangguan penglihatan
f. Perubahan kemampuan kognitif
2. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik
a. Nyeri talamik spontan
b. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
(Bederson Jb, et al, 2009).

E. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriol yang berdiameter 100-400 mm
mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-
arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo
perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami
perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau
kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh
darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka
perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan
merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang
timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara
selaput akson masa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan
diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas
terjadi destruksi masa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian
dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah
yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko
kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75% tetapi volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal (Jusuf Misbach, 1999).

F. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan :
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal (Nastiti Dian,
2012).

G. Pemeriksaan diagnostik
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium :
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan Primer CVA
Pendekatan pada pencegahan adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor
resiko yang dapat dimodifikasi. Hipertensi adalah faktor resiko paling prevalen,
dan telah dibuktikan bahwa penurunan tekanan darah memiliki dampak yang
sangat besar pada resiko stroke. Akhir-akhir ini perhatian ditujukan kepada
pentingnya hipertensi sistolik saja (isolated systolic hypertension, ISH), yang
sekarang dianggap sebagai faktor resiko utama untuk stroke (Domanski et al.,
1999). Diuktikan bahwa terapi aktif terhadap ISH secara bermakna menurunkan
resiko stroke, terutama pada pasien berusia lanjut. Pada sebuah uji klinis acak,
pengidap ISH yang mendapat penyekat saluran kalsium nitrendipin (Cardif,
Nitrepin) memperlihatkan penurunan 42 dalam stroke fatal dan nonfatal selama
periode rata-rata 2 tahun (JNCVI, 1997;Staessen et al.,1997).
The European Stroke Initiative (ESI, 2000) telah mempublikasikan
rekomendasi untuk penatalaksanaan stroke yang mencerminkan praktik yang
sekarang dijalankan. Rekomendasi pencegahan primer yang paling terinci dan
banyak diteliti adalah bahwa antikoagulasi oral harus digunakan sebagai profilaksis
primer terhadap semua pasien dengan fibrilasi atrium yang beresiko tinggi
mengalami stroke pengidap hipertensi, usia lebih dari 75 tahun, embolisme
sistemik, atau berkurangnya fungsi ventrikel kiri. ESI merekomendasikan INR
sasaran sebesar 2,5 untuk antikoagulasi. INR sasaran lebih rendah (2,0) untuk
pasien berusia lebih dari 75 tahun yang beresiko tinggi mengalami perdarahan otak.
Karena fibrilasi atrium meningkatkan resiko mengalami stroke hamper lima kali
lipat, maka antikoagulasi padapopulasi ini sangatlah penting. Pendekatan
pencegahan primer penting yang kedua adalah mempertimbangkan endarterektomi
karotis (CEA) pada pasien simtomatik dengan bising karotis, terutama dengan
stenosis 60% – 90%. Penatalaksanaan diabetes yang baik merupakan faktor penting
lain dalam pencegahan stroke primer. Meningkatnya kadar gula darah secara
berkepanjangan berkaitan erat dengan disfungsi endotel yang pada gilirannya
memicu terbentuknya aterosklerosis (Laight et al.,1999). Selain itu, terdapat suatu
komponen kelainan metabolisme pada diabetes mellitus yang baru diketahui yang
disebut sebagai keadaan protrombik, pada keadaan protrombik ini terjadi
peningkatan kadar inhibitor activator plasminogen 1 (plasminogen activator
inhibitor-1: PAI-1) (Bastard et al., 2000). Kecenderungan membentuk bekuan
abnormal semakin dipercepat oleh resistensi insulin sehingga kecendrungan
mengalami koagulasi intravascular semakin meningkat (Laakso, 1999). Terdapat
dua pendekatan utama pada pencegahan stroke : (1) strategi kesehatan masyarakat
atau populasi dan (2) strategi resiko tinggi. Strategi populasi didasarkan pada
peraturan dan program pendidikan yang bertujuan mengurangi prilaku beresiko
pada seluruh populasi. Strategi resiko tinggi mengarahkan upaya untuk orang-
orang yang memiliki resiko stroke di atas rata-rata. Agar hemat biaya, pendekatan
resiko tinggi harus didasarkan pada resiko basal (absolut) seseorang mengalami
suatu kejadian dan bukan didasarkan pada usia atau pertimbangan resiko relative
yang berkaitan dengan satu faktor resiko. Pada semua kelompok usia dan di semua
kategori resiko, perempuan memiliki resiko absolute yang lebih rendah daripada
laki-laki.
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder mengacu pada strategi untuk mencegah kekambuhan
stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA dan memakai
obat antigregat antitrombosit. Berbagai penilitian seperti the European Stroke
Prevention Study of antiplatelet antiaggregant drugs (Diener, 1996) dan banyak
meta-analisis terhadap obat inhibitor glikoprotein IIb / IIIa jelas memperlihatkan
efektivitas obat antiagregasi trombosit dalam mencegah kambuhnya stroke (Albers
et al., 2001). Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi aspirin dan dipiridamol
yang telah dibuktikan efektif untuk mencegah stroke sekunder.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
Pengumpulan data
1. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.Dan
hipertensi arterial.
3. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak.Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
5. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,dysfagia.
6. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial.Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.Suara nafas, whezing,
ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan
nutrisi.Tidak mampu mengambil keputusan.
10. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan fungsi saraf
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
4. Defisit perawatan diri berbubungan dengan tidak dapat memelihara kebersihan
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi

C. Intervensi keperawatan
No. Diangnosa Tujuan ( NOC ) Intervensi ( NIC )
keperawatan
1. Ketidakefektifan 1. Respiratory status : 1. Posisikan pasien
pola nafas b.d Ventilation untuk
sesak nafas 2. Respiratory status : memaksimalkan
Airway patency ventilasi.
3. Vital sign Status 2. Pasang mayo bila
perlu.
Setelah dilakukan tindakan 3. Lakukan fisioterapi
keperawatan selama 1 x 24 dada jika perlu.
jam pasien menunjukkan 4. Keluarkan sekret
keefektifan pola nafas, dengan batuk atau
dibuktikan dengan. suction.
Kriteria hasil: 5. Auskultasi suara
1. Mendemonstrasikan nafas, catat adanya
batuk efektif dan suara tambahan
suara nafas yang 6. Berikan
bersih, tidak ada bronkodilator.
sianosis dan 7. Berikan pelembab
dyspneu (mampu udara Kassa basah
mengeluarkan NaCl Lembab.
sputum, mampu 8. Atur intake untuk
bernafas dg mudah, cairan
tidakada pursed mengoptimalkan
lips) keseimbangan.
2. Menunjukkan jalan 9. Monitor respirasi
nafas yang paten dan status O2.
(klien tidak merasa 10. Bersihkan mulut,
tercekik, irama hidung dan secret
nafas, frekuensi trakea.
pernafasan dalam 11. Pertahankan jalan
rentang normal, nafas yang paten.
tidak ada suara 12. Observasi adanya
nafas abnormal) tanda tanda
3. Tanda Tanda vital hipoventilasi.
dalam rentang 13. Monitor vital sign.
normal (tekanan 14. Monitor pola nafas
darah, nadi,
pernafasan)
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga
komunikasi verbal Keperawatan selama 1 x 24 untuk membantu
b.d kerusakan jam, diharapkan klien memahami
fungsi saraf mampu untuk /memahamkan
berkomunikasi lagi dengan informasi dari /ke
Kriteria hasil: klien.
1. Dapat menjawab 2. Dengarkan setiap
pertanyaan yang ucapan klien
diajukan perawat. dengan penuh
2. Dapat mengerti dan perhatian.
memahami pesan- 3. Gunakan kata-kata
pesan melalui sederhana dan
gambar. pendek dalam
3. Dapat komunikasi
mengekspresikan dengan klien.
perasaannya secara 4. Dorong klien
verbal maupun untuk mengulang
nonverbal. kata-kata.
5. Berikan arahan /
perintah yang
sederhana setiap
interaksi dengan
klien.
6. Programkan
speech-language
teraphy.
7. Lakukan speech-
languageteraphy
setiap interaksi
dengan klien.
3. Ansietas b.d 1. Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
kurang terpaparnya 2. Koping (penurunan kecemasan)
informasi 1. Gunakan
Setelah dilakukan tindakan pendekatan yang
asuhan keperawan selama 1 menenangkan.
x 24 jam kecemasan teratasi 2. Nyatakan dengan
dengan. jelas harapan
Kriteria hasil: terhadap pelaku
1. Klien mampu pasien.
mengidentifikasi 3. Jelaskan semua
dan prosedur dan apa
mengungkapkan yang dirasakan
gejala cemas. selama prosedur.
2. Mengidentifikasi, 4. Temani pasien
mengungkapkan untuk memberikan
dan menunjukkan keamanan dan
tehnik untuk mengurangi takut.
mengontol cemas. 5. Berikan informasi
3. Vital sign dalam faktual mengenai
batas normal. diagnosis,
4. Postur tubuh, tindakan
ekspresi wajah, prognosis.
bahasa tubuh dan 6. Libatkan keluarga
tingkat aktivitas untuk
menunjukkan mendampingi
berkurangnya klien.
kecemasan. 7. Instruksikan pada
pasien untuk
menggunakan
tehnik relaksasi.
8. Dengarkan dengan
penuh perhatian.
9. Identifikasi tingkat
kecemasan.
10. Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
11. Kolaborasi
pemberian obat
antikecemasan.
4. Intoleransi 1. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
aktivitas b.d 2. Toleransi aktivitas pembatasan klien
kelemahan otot 3. Konservasi energi dalam melakukan
aktivitas.
Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji adanya faktor
keperawatan selama 1 x 24 yang
jam Pasien bertoleransi menyebabkan
terhadap aktivitas dengan kelelahan.
Kriteria hasil : 3. Monitor nutrisi
1. Berpartisipasi dan sumber energi
dalam aktivitas fisik yang adekuat.
tanpa disertai 4. Monitor pasien
peningkatan akan adanya
tekanan darah, nadi kelelahan fisik dan
dan RR. emosi secara
2. Mampu melakukan berlebihan.
aktivitas sehari hari 5. Monitor respon
(ADLs) secara kardivaskuler
mandiri terhadap aktivitas
3. Keseimbangan (takikardi,
aktivitas dan disritmia, sesak
istirahat. nafas, diaporesis,
pucat, perubahan
hemodinamik).
6. Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat
pasien.
7. Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalam
merencanakan
progran terapi
yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan.
9. Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan
sosial.
10. Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan.
11. Monitor respon
fisik, emosi, so sial
dan spiritual.
5. Defisit perawatan 1. Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
diri b.d tidak dapat Daily Living (ADLs) 1. Monitor
memelihara kemempuan klien
kebersihan Setelah dilakukan tindakan untuk perawatan
keperawatan selama 1 x 24 diri yang mandiri.
jam Defisit perawatan diri 2. Monitor
teratasi. kebutuhan klien
Kriteria hasil: untuk alat-alat
1. Klien terbebas dari bantu untuk
bau badan. kebersihan diri,
2. Menyatakan berpakaian,
kenyamanan berhias, toileting
terhadap dan makan.
kemampuan untuk 3. Sediakan bantuan
melakukan ADLs sampai klien
3. Dapat melakukan mampu secara
ADLS dengan utuh untuk
bantuan. melakukan self-
care.
4. Dorong klien
untuk melakukan
aktivitas sehari-
hari yang normal
sesuai kemampuan
yang dimiliki.
5. Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian,
untuk memberikan
bantuan hanya jika
pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas
rutin sehari- hari
sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan
usia klien jika
mendorong
pelaksanaan
aktivitas sehari-
hari.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
CVA ( Cerebrovascular accident) merupakan suatu keadaan yang timbul karena
terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematianSecara garis besar, CVA dibagi menjadi 2 yaitu Stroke karena pendarahan
(Haemorragic) dan Stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/ Iskemik).
Penyebab utama dari stroke adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi
yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular.

B. Saran
Dari penulis mengharapkan saran dari pembaca agar dapat member kritik dan
saran untuk kesempurnaan makalah Stroke. Kami dari kelompok juga menyarankan
kepada para pembaca hendaknya tidak hanya mengambil satu referensi dari makalah
ini saja dikarenakan kami dari penulis menyadari bahwa asuhan keperawatan ini
hanya mengambil reperensi dari beberapa sumber saja.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 1995 Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan . Jakarta:EGC Kapitaselekta


Kedokteran . 1982. Jakarta: Media Aeskulapius FKUI

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua . Jakarta: Media Aesculapius
FKUI Mc Closkey, C.J., et all . 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition . New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan .
Jakarta: Salemba Medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 . Jakarta: Prima
Medika

Gofir, Abdul. 2009. Evidence Base Medicine ; Manajemen Stroke. Pustaka Cendekia Press.
Yogyakarta.

Misbach J. Guideline Stroke Tahun 2011. PERDOSSI: Jakarta; 2011.

Pinzon Rizaldy, Asanti L. Awas STROKE pengertian, gejala, tindakan, perawatan, dan
pencegahan. Yogyakarta: Penerbit Andi; 2010.
Bederson Jb, et al. 2009. Guidelines for the Management of Aneurysmal Subarachnoid
Hemorage : American Heart Association, Stoke.

Nastiti Dian. Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Pasien Stroke Rawat Inap di
Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun 2011. Depok. Universitas Indonesia; 2012.

Anda mungkin juga menyukai