Anda di halaman 1dari 52

CASE REPORT

PERDARAHAN
SUBARACHNOID
Preseptor

dr. Edinirwan, Sp. S, M. Biomed

Disusun oleh :

Nadia Silvani 2110070200061


Kori Liliani 2110070200074
Naufal Jihad Alfalah 2110070200075
Bab I
Pendahuluan
Latar belakang
 Perdarahan Subarachnoid (PSA) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan adanya darah pada rongga subarachnoid yang disebabkan oleh
proses patologis. Perdarahan subarachnoid ditandai dengan adanya
ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan
dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang
merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meningens).

 Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun,
serta diperkirakan 6,5-26,4 dari 100.000 kasus perdarahan subarachnoid terjadi
setiap tahunnya. Faktor-faktor tertentu meningkatkan resiko terjadinya
pendarahan.
Tujuan penulisan

1 2

Mengetahui dan memahami Melengkapi syarat tugas


penyakit perdarahan stase Neurologi dan syarat
subarachnoid Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi
Bab II
Tinjauan
Pustaka
ANATOMI
Perdarahan subaraknoid dapat diartikan
sebagai proses pecahnya pembuluh darah di
ruang yang berada dibawah arakhnoid
(subaraknoid). Subarachnoid
hemoragikditandai dengan adanya
ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid
yaitu rongga antara lapisan dalam
(piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid
matter) yang merupakan bagian selaput
yang membungkus otak (meninges).
DEFINISI

Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada


rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis.
Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke
rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan
lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang
membungkus otak (meninges).
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur
aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV).
Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti

Aneurisma
Aneurisma fusiformis
sakuler
(berry)
Pembesaran pada pembuluh darah yang
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio
berbentuk memanjang disebut aneurisma
arteri intrakranial. Lokasi tersering
fusiformis. Aneurisma tersebut
aneurisma sakular adalah arteri komunikans
umumnya terjadi pada segmen
anterior (40%), bifurkasio arteri serebri
intracranial arteri karotis interna, trunkus
media di fisura sylvii (20%), dinding lateral
utama arteri serebri media, dan arteri
arteri karotis interna (pada tempat
basilaris. Aneurisma fusiformis dapat
berasalnya arteri oftalmika atau arteri
disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau
komunikans posterior 30%), dan basilar tip
hipertensi.
Epidemiologi
Perdarahan subarachnoid
menduduki 7-15% dari seluruh
kasus gangguan peredaran darah
otak.

Prevalensi kejadiannya sekitar


62% timbul pertama kali pada usia
40-60 tahun. Dan jika
penyebabnya MAV (malformasi
arteriovenosa) maka insidennya
lebih sering pada laki-laki
daripada wanita.
Patofisiologi
Manifestasi klinis

keluhan yang timbul :


nyeri kepala hebat yang mendadak ( Thunderclap
headache) , terjadi pada 97% kasus. biasanya
disertai dengan mual dan muntah, hilangnya
kesadaran, nyeri/kaku leher (meningismus), dan
fotofobia.
Diagnosis
Untuk diagnosis pasien PSA
harus diperhatikan juga Bisa dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi
faktor risikonya. Hipertensi Riwayat pernah menderita PSA

Perokok (masih atau riwayat) Riwayat keluarga dengan PSA

Konsumsi alcohol
Penderita atau riwayat
Tingkat pendidikan rendah keluarga menderita polikistik renal

BMI rendah

Konsumsi kokain dan narkoba jenis


lainnya

Bekerja keras terlalu ekstrim pada


2jam sebelum onset
Diagnosis
Grade Gambaran Klinis
Adapun parameter yang
digunakan sebagai acuan I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
intervensi dan prognosis
pada psa seperti skala Hunt   Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur
dan Hess II
hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus
abdusen sering ditemukan)

III Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan

IV Stupor, deficit neurologis berat (misalnya, hemiparesis),


manifestasi otonom

V Koma, desebrasi
Diagnosis
Selanjutnya skor Fisher juga bisa Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala
digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan 1 Tidak terdeteksi adanya darah
subarachnoid berdasarkan
munculnya darah di kepala 2 Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah ukuran
pada pemeriksaan CT scan. <1 mm, tidak ada jendalan

3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal


dengan ukuran >1 mm

4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara


difus atau tidak ada darah
Pemeriksaan Klinis

Pada pasien perdarahan subarachnoid biasanya


dijumpai kaku kuduk (+) dan kernig (+) yang
merupakan ciri khas untuk membedakan dengan
PIS. Perdarahan retina berupa perdarahan
subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid. Pada 10% penderita
mengalami edema papil beberapa jam setelah
pendarahan.
Pemeriksaan penunjang
1.CT Scan : Berfungsi untuk mengetahui adanya massa
intracranial.
2.Pemeriksaan penunjang lain: Darah lengkap, kadar
ureum, elektrolit, glukosa darah, foto toraks, dan EKG
untuk melihat ada tidaknya faktor resiko yang dapat
memicu terjadinya perdarahan subarachnoid.
Gambaran CT Scan
Foto toraks
EKG
Diagnosis banding

Migraine Paroxysmal
hemicranial

Cluster Non-
headache hemorrhagic
stroke
PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah


identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan
pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman dan
pemantauan invasive terhadap central venous pressure dan atau pulmonary artery
pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk
mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi pasien harus dilakukan
secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesic dan pasien harus
istirahat total.
PENATALAKSANAAN
PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus diintubasi
dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai PCO2
sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan
tekanan intracranial seperti.
 Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial secara
signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).
 Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan intracranial
 Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan
intracranial masih kontroversial tapi direkomendasikan oleh beberapa
penulis lain.
KOMPLIKASI
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering
pada perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa
status mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan
iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal
tunggal dan lesi multiple luas. Perdarahan ulang mempunyai mortalitas
70%. Untuk mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan
perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati dengan
diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine (hipotensi), labetalol,
esmolol, dan nikardipi (hipertensi).

Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100 mmHg untuk


semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan
darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama
ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat
sampai 1200- 220 mmHg
PROGNOSIS
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40%
meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun
pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama
sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30% penderita
meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60%
dalam 2 bulan pertama.
Pendapat lain mengemukakan bahwa prognosis pasien-pasien PSA
tergantung lokasi dan jumlah perdarahan serta ada tidaknya
komplikasi yang menyertai. Sedangkan prognosis yang baik dapat dicapai jika
pasien-pasien ditangani secara agresif seperti resusitasi
preoperative yang agresif, tindakan bedah sedini mungkin,
penatalaksanaan tekanan intracranial dan vasospasme yang agresif
serta perawatan intensif perioperative dengan fasilitas dan tenaga medis
yang mendukung
BAB III
LAPORAN 1 Identitas Pasien
KASUS Nama : Tn.J
Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Air Tabik Baso
Tanggal Masuk : 5 Juli 2022
No RM : 527971
Anamnesa

a. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak +/- 2 jam SMRS .

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran sejak +/- 2 jam SMRS. Sebelumnya
Pasien menonton TV kemudian ditemukan oleh keluarga pasien dalam keadaaan tidak sadar dan
muntah berbusa. Lalu keluarga membawa pasien ke puskesmas dan pasien mengeluh nyeri
kepala hebat, gelisah, dan kejang. Setelah dari puskesmas pasien dirujuk ke IGD RSAM
Bukittinggi mengalami kejang kembali. Besok harinya pasien mengalami kelemahan anggota
gerak bawah kanan. Kaku Kuduk (+). Pasien ada riwayat hipertensi tidak terkontrol. Saat ini
Nafsu makan berkurang disertai penurunan berat badan. Pasien belum pernah di rawat di rumah
sakit sebelumnya.
ANAMNESA

c. Riwayat Penyakit dahulu

Hipertensi tidak terkontrol (+)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada
e. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang petani, pasien tinggal
bersama dengan keluarga dan memiliki kebiasaan
merokok serta sering minum kopi.
 
Pemeriksaan Fisik
1. Umum  Kelenjar Getah Bening

a. Keadaan Umum : Sedang a) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah


b. Kesadaran : Composmentis Kooperatif bening
c. Tekanan Darah : 138/81 mmHg b) Aksila : Tidak ada pembesaran kelenjar
d. Nadi : 69 x/menit getah bening
e. Pernapasan : 22 x/menit c) Inguinal : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
f. Suhu : 36,7 oC bening
 Thorak

- Paru
a. Inspeksi : Simetris kiri-kanan, statis dinamis
b. Palpasi : Fremitus kanan = kiri PEMERIKSAAN FISIK
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : Vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
- Jantung

a. Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat


b. Palpasi : Ictus cordis teraba
c. Perkusi : Jantung dalam batas normal
‐ Abdomen
d. Auskultasi : Reguler, gallop (-), bising (-)
a. Inspeksi : Perut tidak terlihat membengkak
b. Palpasi : Tidak teraba masa, nyeri tekan (-)
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Supel, bising usus (+) normal
1. Status Neurologis

a. GCS : E4 M5 V6
b. Tanda rangsangan meningeal
 Kaku kuduk : (+)
 Brudzinsky I : (-)
 Brudzinksky II : (-)
 Tanda Kernig : (-)
c. Tanda peningkatan tekanan intracranial
 Pupil : Isokor
 Refleks cahaya : +/+
 Muntah proyektil : Ada
Pemeriksaan nervus cranialis

 N I: Nervus Olfaktorius
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Tidak dinilai Tidak dinilai
Objektif dengan
Tidak dinilai Tidak dinilai
bahan
 N II: Nervus Optikus

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Berkurang Berkurang

Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 

 N III: Nervus Okulomotorius


  Kanan Kiri
Bola mata Ditengah Ditengah
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso-endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil Midriasis Midriasis
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Reflek cahaya + +
Reflek akomodasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Reflek konvergen Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 N IV: Nervus Troklearis
  Kanan Kiri

Gerakan
mata Normal Normal
kebawah

Sikap
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
bulbus

Diplopia Tidak ada Tidak ada


 N V: Nervus Trigeminus
  Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakkan rahang Kurang Kurang
Mengigit Kurang Kurang
Mengunyah Kurang Kurang
Sensorik
Divisi optalmika Tidak dilakukan Tidak dilakukan
‐ Reflek kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
‐ Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Divisi maksila Tidak dilakukan Tidak dilakukan
‐ Reflek masseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan
‐ Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Divisi mandibular Tidak dilakukan Tidak dilakukan
‐ Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 N VI: Nervus Abdusen
  Kanan Kiri

Gerakan
mata ke Tidak dilakukan Tidak dilakukan
lateral

Sikap bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Diplopia Tidak ada Tidak ada


 N VII: Nervus Fasialis
  Kanan Kiri
Raut wajah Simetris simetris

Sekresi air mata Normal Normal

Fissura palpebral Simetris Simetris

Menggerakkan dahi Simetris Simetris

Menutup mata Simetris Simetris

Mencibir/bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Memperlihatkan gigi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensasi 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hiperakustik Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 N VIII: Nervus Vestibulokoklearis
  Kanan Kiri

Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

‐ Memanjang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

‐ Memendek Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

‐ Pendular Tidak dilakukan Tidak dilakukan

‐ Vertical Tidak dilakukan Tidak dilakukan

‐ Sikikal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pengaruh posisi kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 N IX: Nervus Glossopharingeus

  Kanan Kiri

Sensasi
lidah 1/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang

Reflek
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
muntah
 N X: Nervus Vagus

  Kanan Kiri

Arkus
Simetris Simetris
faring

Ditengah
Uvula
 

Menelan Normal Normal

Artikula Tidak ada Tidak ada


si

Suara Tidak ada Tidak ada

Nadi Reguler Reguler


 
 N XI: Nervus Assesorius

  Kanan Kiri

Menoleh ke
Normal Normal
kanan

Menoleh ke
Normal Normal
kiri

Mengangkat
Kaku Kaku
bahu kanan
N XII: Nervus Hipoglosus
  Kanan Kiri

Kedudukan
lidah Normal Normal
dalam

Kedudukan
lidah Normal Normal
dijulurkan

Tremor Tidak ada Tidak ada

Fasikulasi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada


SISTEM REFLEK
Fisiologis
  Kanan Kiri   Kanan Kiri
 
Kornea - Biseps - -
-
Berbamgkis Tidak dilakukan Triseps - -
Laring - - APR - -
Maseter Tidak dilakukan KPR - -
Dinding Bulbokavernos
- - - -
perut us
‐ Atas - - Cremaster - -
‐ Teng
- - Sfingter - -
ah
‐ Baw
- -      
ah
Patologis
Lengan Tidak dilakukan Klonus paha Tidak dilakukan
Hoffman –
Tidak dilakukan Klonus kaki Tidak dilakukan
tromner
Tungkai Tidak dilakukan      
Babinski - -      
Chaddoks Tidak dilakukan      
Oppenheim Tidak dilakukan      
Gordon Tidak dilakukan      
FUNGSI OTONOM
Miksi Normal
Defekasi Normal
Sekresi keringat Normal
RONTGEN
THORAX
Kesan: Kardiomegali dengan
atherosclerosis aorta
CT SCAN

Ditemukan:
Adanya lesi hiperdens
membentuk ring enhacment
dan tampak adanya
perdarahan di ventikel
Pemeriksaan laboratorium

 Urea : 19.0 mg/dl


 Kreatinin : 1.06 mg/dl
 Glukosa : 136 mg/dl
 Natrium : 140,3 mEq/I
 Kalium : 3,33 mEq/I
 Klorida : 110,7 mEq/I
 Kolestrol total : 216 mg/dl
 LDL : 147 mg/dl
 Triglycerides : 74 mg/dl
 HDL Chol : 54 mg/dl Diagnosa
 Uric acid : 7,1 mg/dl
 Trombosit : 207 uL  Diagnosa klinis : Perdarahan Subarachnoid
 Leukosit : 10,35 uL

 Diagnosa topik : Subarachnoid

 Diagnosa sekunder: Dislipidemia dan Hipokalemia


Terapi
 Amlodipin 1x10 inj
 Citicolin 2x500 (iv)  Lactulosa syr 3x1
 Fenitolin 3x1 (po)  Ranitidin 2x1 inj/sp3
 Aspilet 1x20 mg (po)  Nimotop 4x1 tab (po)
 Diazepam 2x200 (po)  Omeprazole 1x1 (iv)
 Clopidogrel 1x75 mg (po)  Vit K 4x1
 NGT  Allupurinol 2x100 mg
 Dulcolax Supp  Atorvastatin 1x1 20mg (po)
 Kalium klorida 1x1  Ericaf 3x1 (po)
 Codein 2 x 20 Mg
 Patral 3x1 (po)
BAB IV
ANALISA KASUS
 
Tn. J 70 tahun dengan diagnosis klinik Perdarahan Subarachnoid, diagnosa ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis yang dilakukan, didapatkan keluhan
penurunan kesadaran sejak +/- 2 jam SMRS, pasien sulit melihat dengan jelas serta mengeluhkan Nyeri kepala
hebat. Setelah dari puskesmas pasien dirujuk ke IGD RSAM Bukittinggi mengalami kejang kembali. Besok
harinya pasien mengalami kelemahan anggota gerak bawah kanan. Pasien ada riwayat hipertensi tidak
terkontrol. Dari pemeriksaan fisik didapatkan leher kaku kuduk. Tekanan darah 138/81 mmHg, nadi 69
kali/menit, nafas 22 kali/menit, suhu 36,7 0C . Tatalaksana diberikan Citicolin 2x500 (iv), Fenitolin 3x1 (po),
aspilet 1x20 mg (po), diazepam 2x200 mg (po), clopidogrel 1x75 mg (po), amlodipine 1x10 inj, lactulose syr
3x1, nimotop 4x1 tab (po).
 
BAB V
PENUTUP
 
5.1 Kesimpulan

Perdarahan Subarachnoid adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya darah pada rongga
subarakhnoid disebabkan oleh proses patologis. Subarachnoid Haemorrhage ditandai dengan adanya
ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah
(arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges
Manifestasi klinis Perdarahan Subarachnoid nyeri kepala hebat dan mendadak, hilang kesadaran,
fotofobia, mual dan muntah. Penegakan diagnosis Perdarahan Subarachnoid didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan Perdarahan Subarachnoid ialah dengan
pemberian obat dan operasi.
 
  
5.2 Saran

1. Melalui case report ini diharapkan anggota


Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) mampu
membuat diagnosis klinik terhadap
Perdarahan Subarachnoid serta menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya.
 
 
 
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai