Anda di halaman 1dari 55

DRAFT

PETUNJUK TEKNIS
DETEKSI DINI PENYAKIT TIDAK MENULAR
KATA PENGANTAR

Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
indonesia, karena menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyakit
Tidak menular semakin menjadi ancaman bagi kesehatan di Indonesia selama Pandemi
COVID-19 karena menjadi komorbid yang mengakibatkan fatality rate penderita COVID-19
meningkat yang berujung pada meningkatnya angka kematian serta berdampak pada
meningkatnya pembiayaan kesehatan.

Sebagian besar penyandang PTM tidak menyadari dirinya menderita PTM, karena
penyakit tidak menular sering muncul tanpa gejala, jika ada gejalapun sering diabaikan yang
berdampak pada lambatnya penanganan sehingga berpotensi terjadinya komplikasi bahkan
kematian. Data Riskesdas 2018 menunjukkan hanya 3 dari 10 penderita PTM yang
terdeteksi, selebihnya tidak mengetahui bahwa diri mereka sakit karena tidak menunjukkan
gejala yang serius sampai terjadinya komplikasi. Untuk itu penting melakukan deteksi dini
agar mengetahui kondisi tubuh lebih awal sehingga jika seseorang memiliki faktor risiko,
segera dilakukan intervensi yang memiliki peluang besar untuk kembali ke kondisi normal.
Jika diketahui sudah dalam kondisi PTM, maka segera bisa mendapatkan
pengobatan/tatalaksana untuk menjaga kondisi agar tetap terkontrol dan bisa hidup
produktif.

Buku petunjuk teknis deteksi di PTM ini dibuat bertujuan untuk memberikan
panduan yang memudahkan para pengambil kebijakan tingkat pusat dan daerah, dokter,
perawat, bidan, ahli gizi dan tenaga non kesehatan terlatih di UKBM (kader) untuk
menyelenggarakan dan mengoperasionalkan pelaksanaan di lapangan

Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
penyusunan buku ini. Semoga Bermanfaat dan Salam sehat Indonesia.

Jakarta, April 2022


Plt. Direktur P2PTM

dr. Elvieda Sariwati, M. Epid


KATA SAMBUTAN

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karuniaNya sehingga Buku Petunjuk Teknis Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular ini selesai
disusun.

Penyakit Tidak Menular (PTM) utama seperti Diabetes Melitus, jantung iskemik,
kanker menjadi penyebab kematian terbanyak di Indonesia. PTM menjadi ancaman
komorbid selama Pandemi COVID-19 yang mengakibatkan meningkatnya angka kesakitan
dan kematian. Hal ini berdampak pada peringkatan pembiayaan kesehatan untuk
pengobatannya yang harus ditanggung oleh pemerintah.

Seiring dengan dampak PTM yang sudah menjadi ancaman serius bagi
pembangunan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi nasional, PTM diangkat menjadi salah
satu indikator prioritas dan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, bagian SPM Bidang Kesehatan tentang
pelayanan dasar skrining pada usia produktif dan bagian Pembudayaan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat Bidang Kesehatan (GERMAS). Strategi penanggulangan PTM
mencakup promosi kesehatan, perlindungan spesifik, deteksi dini dan tatalaksana kasus.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada tim


penyusun, editor, dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini.
Semoga kontribusi yang diberikan merupakan bagian dari amal kebaikan.

Demikian, semoga buku ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan memberi
manfaat sebesar-besarnya bagi semua pihak.

Jakarta, April 2022


Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS


TIM PENYUSUN

Penasehat:
Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS
dr. Elvieda Sariwati, M. Epid

Penyusun
dr. Esti Widiastuti, M.ScPH
dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA
dr. Nani Rizkiyati, M.Kes
dr. Aldrin NP, Sp Ak(K), M.Biomed (Onk), MARS. M.Kes, SH
dr. Benget Saragih, M. Epid
dr. Tiersa Vera Junita, M.Epid
dr. Prihandriyo Sri Hijranti, M.Epid
dr. Soitawati, M. Epid
dr. Sylviana Andinisari, M.Sc
dr. Indri Oktaria Sukmaputri, MPH
dr. Aries Hamzah, M.K.M
Resti Dwi Hasriani, SKM, MKKK, M.Epid
dr. Uswatun Hasanah, M.Epid
Dian Kurnia Rabbani, SKM, M.Epid
Fratiwi Oetami, SKM
dr. Rainy Fathiyah, M.K.M
Ns. Aswardi, S.Kep, M.Kep
Teguh Rahardjo Heriwibowo, SKM
Misti, SKM, MPH
dr. Rezavitawanti
Rindu Rachmiaty, S.KM., M.Epid
dr. Novi Indriastuti, M.Epid
Lili Lusiana, S.KM., M.Si
Cicilia Nurteta, S.KM., M.Kes
dr. Frides Susanty, M.Epid
Aryanti Natalia, SKM, M.K.M
dr. Yoan Hotnida Naomi, M.Sc
dr. Elmi Suryani
Siti Aisyah, S.Si
Sekretariat Subdit DMGM:
Syarifah Aini, SKM
Ria Resti Sarfiani, Amd
Yuyun Masruroh, Amd

Desain Grafis:
drg. Anitasari
Ira Carlina Pratiwi
DAFTAR ISI

Kata Sambutan................................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................................... ii
Daftar Isi.......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................................. 2
1.3 Sasaran.......................................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingkup............................................................................................... 2
1.5 Landasan Hukum........................................................................................... 2

BAB II PELAKSANAAN DETEKSI DINI PENYAKIT TIDAK MENULAR


2.1 Dasar Pelaksanaan Kegiatan......................................................................... 3
2.2 Persiapan penyakit tidak menular................................................................... 4
2.3 Pelaksanaan deteksi dini penyakit tidak menular............................................ 4
2.4 Pencatatan dan Pelaporan............................................................................. 38

BAB III PENUTUP............................................................................................................ 39

LAMPIRAN....................................................................................................................... 40
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia menghadapi beban ganda penyakit, dimana penyakit menular seperti
tuberkulosis, HIV/AIDS, malaria, DBD, dan lain-lain belum sepenuhnya teratasi dan
masih menjadi masalah kesehatan yang besar, sementara Penyakit Tidak Menular
(PTM) saat ini juga menjadi penyebab kematian terbanyak dan membutuhkan
pembiayaan negara terbesar untuk pengobatannya. Lima penyakit penyebab kematian
terbanyak di Indonesia adalah (1) Penyakit Jantung Koroner 36,9%; (2) Kanker 9,7%;
(3) Diabetes dengan komplikasi 9,3%; (4) Tuberkulosis 5,%; dan (5) PPOK 2,9%. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mencatat beban negara untuk pembiayaan
kesehatan terbesar adalah Penyakit Jantung sebesar 7,6 Triliun, Kanker sebesar 3,1
triliun, Stroke sebesar 1,9 triliun, Gagal Ginjal 1,6 triliun serta Talasemia sebesar 545
milyar.
Penyakit Tidak menular semakin menjadi ancaman bagi kesehatan di Indonesia
selama Pandemi COVID-19 karena menjadi komorbid yang mengakibatkan fatality rate
penderita COVID-19 meningkat yang berujung pada meningkatnya angka kematian.
Selain meningkatnya angka kesakitan dan kematian, meningkatnya jumlah kasus PTM
sangat berdampak besar terhadap lonjakan beban biaya kesehatan.
Penyakit tidak menular adalah penyakit yang sering muncul tanpa gejala, jika
ada gejalapun sering diabaikan oleh penderita karena dianggap biasa karena tidak
terlalu mempengaruhi produktifitas. Padahal jika dibiarkan berlarut-larut maka akan
berpotensi untuk kondisi yang lebih parah seperti komplikasi bahkan kematian. Hal ini
diperkuat oleh data Riskesdas tahun 2018 yang menunjukkan hanya 3 dari 10 penderita
PTM yang terdeteksi, selebihnya tidak mengetahui bahwa diri mereka sakit karena tidak
menunjukkan gejala yang serius sampai terjadinya komplikasi. Oleh sebab itu
pentingnya melakukan deteksi dini untuk mengetahui kondisi tubuh lebih awal sehingga
jika memiliki faktor risiko bisa segera dilakukan intervensi yang memiliki peluang besar
untuk kembali ke kondisi normal. Jika diketahui sudah dalam kondisi PTM, maka
segera bisa mendapatkan pengobatan untuk menjaga kondisi agar tetap terkontrol dan
bisa hidup produktif.
Pentingnya deteksi dini dalam upaya P2PTM diwujudkan menjadi salah satu
target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan yang perlu dicapai, tentu juga diiringi
dengan dukungan penguatan promosi kesehatan dan tatalaksana kasus. Program
deteksi dini memiliki sasaran usia 15 tahun ke atas artinya semua penduduk Indonesia
usia 15 tahun keatas wajib mendapatkan deteksi dini minimal 1 kali setahun. Sejalan
Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan
tindak lanjut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/198/2020 tentang Tim Koordinasi Pembudayaan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat Bidang Kesehatan (GERMAS), menyebutkan bahwa deteksi
dini merupakan upaya terbaik dalam pencegahan penyakit melalui pengendalian faktor
risikonya.
Mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas maka perlu disusun “Petunjuk
Teknis Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular” dalam rangka mencegah dan
mengendalikan penyakit tidak menular.
2.1 Tujuan
A. Tujuan
1. Umum
Sebagai acuan dalam penyelenggaraan deteksi dini penyakit tidak menular.
2. Tujuan Khusus
Memberi acuan kepada pelaksana di Dinas Kesehatan, Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat (UKBM), Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dalam rangka
Pelaksanaan Deteksi dini.
B. Sasaran
Sasaran petunjuk teknis ini adalah:
1. Pengambil kebijakan di tingkat Pusat dan Daerah
2. UKBM (Posbindu PTM/ Posyandu/Pos UKK)
3. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
4. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan meliputi deteksi dini Obesitas, Diabetes, Hipertensi,
Gangguan Indera, Kanker Leher Rahim, Kanker Payudara, PPOK (Penyakit Paru
Obstruksi Kronis, Penyakit Jantung, dan Stroke); pemeriksaan lanjutan atas
indikasi; serta intervensi/tatalaksana sesuai standar.
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat (GERMAS)
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2015 tentang Penanggulanagan
Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 tahun 2015 tentang
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan
Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim
6. Peraturan Menteri Kesehatan No 4 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan
Minimal;
7. Peraturan Menteri Kesehatan No 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategi
Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020 tentang Penanggulangan
Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59 Tahun 2021 tentang Standar Pelayanan
Minimal;
10. Peraturan Menteri Kesehatan No 5 Tahun 2022 tentang Struktur Organisasi Tata
Kerja di Lingkungan Kementerian Kesehatan;
BAB II
PELAKSANAAN DETEKSI DINI PENYAKIT TIDAK MENULAR

2.1. Dasar Pelaksanaan Kegiatan


Pentingnya pelaksanaan deteksi dini/skrining sebagai upaya pencegahan dan
pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 1
tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak
Menular dalam rangka mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) dan pencapaian target SPM yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 4 tahun 2019 tentang standar teknis pemenuhan mutu pelayanan
dasar pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan.

Tabel 1. Indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)


TARGET (persen)
NO INDIKATOR
2020 2021 2022 2023 2024
1 Prevalensi Merokok
9,1 9,0 8,9 8,8 8,7
penduduk usia 10-18 tahun
2 Prevalensi Obesitas pada
21,8 21,8 21,8 21,8 21,8
penduduk usia >18 tahun
Tabel 2. Indikator Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2022-2024

I Prevalensi obesitas pada penduduk usia 34 Dit.


21.8 21.8 21.8 21.8 21.8 21.8
ISS > 18 tahun provinsi P2PTM

Sasaran Program:
34
a) Tidak meningkatnya prevalensi 21.8 21.8 21.8 21.8 21.8 21.8
provinsi
obesitas pada penduduk usia > 18 tahun
b) Menurunnya Persentase merokok 34
8.9 8.9 8.8 8.8 8.7 8.7
penduduk usia 10-18 tahun provinsi

I Jumlah kabupaten/kota yang melakukan Dit.


514 514 514 514 514 514 514
IKP deteksi dini faktor risiko PTM P2PTM

Sasaran Kegiatan: Meningkatnya jumlah


kab/ kota yang melakukan deteksi dini
faktor risiko PTM
I Persentase penduduk sesuai kelompok 34 20 45 30 70 35 90 Dit.
IKK usia yang dilakukan skrining PTM provinsi P2PTM,
prioritas Dit UPL
I Persentase merokok penduduk usia 10- 34 Dit.
ISS 18 tahun 8.9 8.9 8.8 8.8 8.7 8.7
provinsi P2PTM
I Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 34 Dit.
20 43 30 63 40 90
IKP pengendalian faktor risiko provinsi P2PTM
Sasaran Kegiatan: Meningkatnya jumlah
kab/ kota yang melakukan Pengendalian
faktor risiko PTM
I Jumlah kabupaten/kota yg melakukan
IKK pelayanan terpadu (Pandu) PTM di ≥ 34 Dit.
308 411 514
provinsi P2PTM
80% puskesmas
Persentase penyandang hipertensi yang
34 Dit.
tekanan darahnya terkendali di 20 43 30 63 40 90
provinsi P2PTM
puskesmas/FKTP
Persentase penyandang diabetes melitus
34 Dit.
yang gula darahnya terkendali di 15 36 25 58 40 90
provinsi P2PTM
puskesmas/FKTP
Jumlah kabupaten/kota yang
34 Dit.
menerapkan Kawasan Tanpa Rokok 350 424 450 474 490 514
provinsi P2PTM
(KTR)
Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 34 Dit.
pelayanan Upaya Berhenti Merokok 150 175 250 275 300 350
provinsi P2PTM
2.2. Persiapan Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular Tabel 3. Standar Pelayanan
Minimal (SPM)
No Indikator Target
1 Pelayanan kesehatan pada usia produktif 100%
2 Pelayanan kesehatan pada usia lanjut 100%
3 Pelayanan kesehatan penderita Hipertensi 100%
4 Pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus 100%

Dalam penyelenggaraan deteksi dini PTM dibutuhkan beberapa langkah kegiatan


untuk mencapai target sesuai indikator kerja salah satunya adalah persiapan. Tahapan
persiapan yang perlu dilakukan adalah:
A. Penentuan sasaran deteksi dini berdasarkan kelompok umur
 Sasaran deteksi dini obesitas, diabetes, hipertensi : penduduk usia > 15 tahun
 Sasaran deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran : anak
usia 7 – 15 tahun serta penduduk usia > 15 tahun
 Sasaran deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim: perempuan usia
30-50 tahun dengan riwayat kontak seksual
 Sasaran deteksi dini PPOK : penduduk usia 40 tahun
 Sasaran deteksi dini penyakit jantung dan stroke : usia 60 tahun keatas serta
penderita hipertensi dan atau DM usia 18 – 59 tahun.
B. Waktu pelaksanaan
Pelaksanaan deteksi dini PTM disesuaikan dengan jumlah target sasaran. Kegiatan
dilaksanakan secara rutin dan berkala untuk memudahkan masyarakat menjangkau
layanan dan berdampak pada keberhasilan pencapaian target.
C. Tempat deteksi dini
Deteksi dini PTM dapat dilakukan di Posbindu PTM/Posyandu/Pos UKK, Komunitas,
Sekolah, Kampus, Instansi/ tempat kerja dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta
tempat-tempat umum lainnya.
D. Penyiapan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan
 Posbindu kit (Alat ukur tinggi badan, timbangan, alat ukur lingkar perut,
tensimeter, glukometer)
 BMHP (Strip test gula darah, lancet, kapas alkohol)
 IVA kit
 Kit Ophthalmologi Komunitas (E-Tumbling, occluder pinhole, tali pengukur 6
meter)
 Instrumen kuesioner PUMA
 Alat pemeriksaan profil lipid
 Alat pemeriksaan EKG
 Spirometer
E. Penyiapan SDM pelaksana
Sumber Daya Manusia disesuaikan dengan lokasi dan jenis layanan yang diberikan.
SDM meliputi dokter, bidan, perawat, bidan, ahli gizi dan tenaga non kesehatan
terlatih di UKBM (kader)
2.3. Pelaksanaan deteksi dini penyakit tidak menular
A. Pendaftaran
Pengisian Identitas dan Pencatatan Hasil Layanan
Data Pribadi (mengisi tanggal kunjungan, NIK, nama lengkap, tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan terakhir, alamat rumah, pekerjaan, alamat kantor,
status perkawinan, No. HP/Rumah/Kantor, Email, Golongan Darah)
B. Wawancara Faktor Risiko PTM
1. Riwayat Penyakit Tidak Menular pada keluarga dan diri sendiri.
 Penyakit Diabetes Melitus
 Penyakit Hipertensi
 Penyakit Jantung
 Penyakit Stroke
 Penyakit Asma
 Penyakit Kanker
 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
 Kolesterol tinggi
 Thalasemia
 Gangguan Penglihatan
 Gangguan Pendengaran
 Gangguan Mental Emosional
 Disabilitas
2. Identifikasi Faktor Risiko PTM:
 Tanyakan Merokok atau tidak, atau pernah merokok.
 Tanyakan apakah ada anggota keluarga serumah merokok. Jika iya,
apakah merokok di dalam atau di luar rumah.
 Tanyakan pola konsumsi sayur buah.
 Tanyakan apakah pola aktifitas fisik.
 Tanyakan apakah mengkonsumsi alkohol
 Tanyakan instrumen PUMA

C. Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular


1. Deteksi dini Obesitas
a. Obesitas Umum
Obesitas umum diukur berdasarkan pengkategorian IMT yaitu melihat
perbandingan antara Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB)
(1) Pengukuran berat badan
 Ambil timbangan dari kotak karton dan keluarkan dari bungkus
plastiknya.
 Letakkan alat timbang pada lantai yang keras dan datar.
 Peserta yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket
serta mengeluarkan isi kantong yang berat seperti kunci.
 Pastikan timbangan pada nilai pengukuran pada angka “0”.
 Persilahkan peserta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di
tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca.
 Perhatikan posisi kaki Peserta tepat di tengah alat timbang,
sikap tenang (jangan bergerak – gerak) dan kepala tidak menunduk
(memandang lurus ke depan).
 Jarum di kaca jendela alat timbang akan bergerak dan tunggu
sampai diam/tidak berubah.
 Catat angka yang ditunjuk oleh jarum berhenti dan isikan pada
buku monitoring faktor risiko PTM.
 Minta Peserta turun dari alat timbang.
 Jarum pada alat timbang akan berada pada posisi “0” secara
otomatis.
 Untuk menimbang Peserta berikutnya, ulangi prosedur awal.

(2) Pengukuran tinggi badan


 Pasang alat pengukur tinggi badan (dapat menggunakan pita
meteran, microtoise, dan lain-lain).
 Minta peserta melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi
(penutup kepala).
 Peserta diminta berdiri tegak.
 Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan
tumit menempel pada dinding tempat pita meteran terpasang.
 Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi
tergantung bebas.
 Baca angka tinggi badan tepat pada bagian atas kepala.
 Catat hasil pengukuran ke dalam Buku Monitoring FR PTM.

(3) Penghitungan IMT


 Hitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan menggunakan
rumus berikut:

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

 Bandingkan hasil perhitungan IMT dengan ukuran IMT yang


terdapat pada tabel di bawah ini.
 Kemudian tetapkan apakah peserta masuk kategori obesitas
atau tidak.
 Catat hasil IMT dan kategori obesitas pada buku
pemantauan/ monitoring .

Contoh:
Badu dengan berat badannya 80 kg, tinggi badan 160 cm, maka untuk
menghitung IMT, satuan tinggi badan dikonversi menjadi satuan
meter dahulu (160 cm = 1,6 m). sehingga IMT adalah 80 / (1,6 x 1,6) =
30,8 (Badu tergolong obesitas)
Tabel 4. Kategori obesitas pada orang dewasa
Kategori IMT
Kekurangan berat badan
Sangat Kurus <17,0
tingkat berat
Kekurangan berat badan
Kurus 17 - < 18,5
tingkat ringan
Normal 18,5 – 25, 0
Gemuk Kelebihan berat badan
(overweight tingkat ringan >25,0 – 27,0
)
Kelebihan berat badan
Obese >27,0
tingkat berat
Sumber : PMK No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang

b. Obesitas Sentral
Obesitas sentral dilihat dari ukuran lingkar perut
(1) Pengukuran lingkar perut
 Jelaskan pada peserta tujuan pengukuran lingkar perut dan
tindakan apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran.
 Raba tulang rusuk paling bawah peserta dan tandai sebagai
batas atas pengukuran.
 Raba ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai
sebagai batas bawah pengukuran.
 Tetapkan titik tengah di antara batas atas dan batas bawah dan
tandai sebagai titik tengah pengukuran.
 Minta peserta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal).
 Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik
tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang
dan perut kembali menuju titik tangah di awal pengukuran.
 Apabila peserta mempunyai perut yang gendut ke bawah,
pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir
pada titik tengah tersebut lagi. Pita pengukur tidak boleh melipat.

Tabel 5. Kategori Obesitas Sentral


Jenis
No Lingkar Perut Klasifikasi
Kelamin
1 ≤ 90 cm Laki-laki Normal
2 Laki-laki Berisiko/ Obesitas
> 90 cm
Sentral
3 ≤ 80 cm Perempuan Normal
4 > 80 cm Perempuan Berisiko/ Obesitas
Sentral
Sumber: The Asia Pesific Perspective, WHO 2000

2. Deteksi dini Hipertensi


a. Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan menggunakan tensimeter digital, untuk
mendapatkan data tekanan darah pada penduduk.
1) Persiapan Alat :
a) Tensimeter Digital
b) Manset besar
c) Batu baterai AA

2) Persiapan Pasien
Sebelum pengukuran tekanan darah dilakukan, sebaiknya lakukan hal-hal
sebagai berikut :
a) Pasien dipersilahkan duduk 3-5 menit
b) Dalam keadaan tenang
c) Dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih
d) Menghindari konsumsi kopi, alkohol dan rokok minimal 30 menit
sebelum pengukuran

3) Prosedur pengukuran tekanan darah


a) Sebelum pengukuran dilakukan, pastikan baterai terpasang dan
berfungsi dengan baik
b) Tekan tombol “START/STOP” untuk mengaktifkan alat

Cara Mengaktifkan
Tensimeter Digital

c) Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan pasien dalam keadaan


sebagai berikut:
- Pasien pada posisi bersandar dan rileks
- Lengan diposisikan di atas meja dengan ketinggian sejajar posisi
jantung
- Posisi kaki tidak menyilang dan telapak kaki rata menyentuh lantai
- Lengan baju tidak dilipat
- Tidak bergerak dan berbicara selama pengukuran
Posisi Pengukuran Tekanan Darah

d) Gunakan manset dengan lebar 3/4 dari ukuran lengan


Cara Pemasangan Manset pada Tensimeter Digital

e) Pasang manset pada lengan atas sejajar posisi jantung, batas bawah
manset sekitar 2,5 cm (2 jari) di atas lipatan siku

Cara Pemasangan Manset pada Lengan


f) Lakukan pengukuran 2 (dua) kali, dengan jeda 1-2 menit. Ambil nilai
rata-rata dari kedua pengukuran tersebut
Contoh Angka Hasil Pengukuran Tensimeter Digital

g) Pengukuran tekanan darah berulang dapat dilakukan pada pasien


dengan aritmia untuk meningkatkan akurasi
h) Pada kunjungan pertama, pengukuran tekanan darah dilakukan pada
kedua lengan untuk mendeteksi kemungkinan adanya perbedaan
tekanan. Pengukuran selanjutnya dapat dilakukan pada sisi lengan
yang menunjukkan hasil tertinggi pada pengukuran sebelumnya
i) Pada kunjungan pertama pasien diabetes melitus, lanjut usia dan
kondisi lain dengan kecurigaan kemungkinan terjadi hipotensi
ortostatik, maka lakukan pula pengukuran tekanan darah 1-3 menit
setelah posisi berdiri.

4) Interpretasi hasil pengukuran tekanan darah


No. Tekanan Darah Klasifikasi
1. 120 / 80 mmHg Normal
2. 120-139 / 80-90 mmHg Prehipertensi
3. 140-150 / 90-99 mmHg Hipertensi derajat 1
4. 160 / 100 mmHg Hipertensi derajat 2
5. >140/ <90 mmHg Hipertensi Sistolik Terisolasi
(Sumber: JNC VII, 2003)

3. Deteksi dini Diabetes


Deteksi dini diabetes dapat dilakukan di komunitas, FKTP, FKRTL atau
Laboratorium klinik swasta lainnya. Deteksi dini di komunitas dilakukan oleh
kader terlatih dan penegakan diagnosa dilakukan di FKTP. Deteksi dini di FKTP
dilakukan sesuai dengan PPK, dan deteksi dini di FKRTL sesuai dengan PNPK
atau ketentuan lain yang berlaku.
Sasaran deteksi dini:
a. Usia 15 - < 40 th dengan faktor risiko PTM (riwayat obesitas dan atau
obesitas sentral dan atau tekanan darah tinggi)
b. Usia > 40 th
Pemeriksaan Gula Darah
1) Persiapan Alat dan Bahan
a) Alat pemeriksaan kadar gula darah (Glukometer)
b) Alat pemeriksaan kadar gula darah (Fotometer/ Clinical Chemistry
Analyzer).
c) Test strip gula darah.
d) Auto lancet (Autoclix).
e) Jarum khusus/ lancet untuk pengukuran gula darah.
f) Kapas alkohol.
g) Tissue kering.
h) Sarung tangan.
i) Kotak limbah benda tajam/safety box.

2) Cara penggunaan jarum khusus


a) Putar ujung penutup pena ke angka-angka yang sesuai dengan tebal
tipisnya kulit jari tangan.
b) Lepaskan penutup instrumen.
c) Masukkan jarum ke dalam pena. Putar pelindung penutup pena.
d) Pasang penutup pena dan putar pada posisinya. Bunyi klik menan
dakan pena siap digunakan.
e) Tempelkan dan tekan pena pada bagian pinggir ujung jari tangan.
f) Lepaskan penutup dan lancet yang telah digunakan.

3) Pemeriksaan dengan Glukometer


a) Masukkan chip yang terdapat pada tabung strip tes ke alat gluko-
meter.
b) Bersihkan ujung jari (jari manis/jari tengah/telunjuk) dengan kapas
yang telah diberi alkohol 70%, keringkan.
c) Masukkan strip tes bila gambar strip tes telah muncul.
d) Tusukkan jarum khusus/ lancet pada ujung jari secara tegak lurus,
cepat dan tidak terlalu dalam.
e) Tekan ujung jari ke arah luar.
f) Sentuhkan satu/dua tetes darah sampai memenuhi tengah area/
tanda pada strip tes.
g) Baca hasil pemeriksaan glukosa darah yang muncul.

Kriteria Gula darah sewaktu (mg/dl) Gula darah Puasa (mg/dl)


Diabetes* ≥ 200 ≥ 126
Prediabetes 140 -199 100 – 125
Normal < 100 < 100
*disertai gejala klasik

h) Penegakan diagnosa dilakukan oleh dokter

4) Interpretasi hasil pemeriksaan kadar gula darah dengan alat Fotometer /


Clinical Chemistry Analyzer .
Glukosa plasma 2 HbA1c
Glukosa Plasma Glukosa Plasma
Kriteria jam Setelah TTGO
sewaktu (mg/dl) Puasa (mg/dl) (%)
(mg/dl)
Diabetes ≥ 200 ≥ 126 ≥ 200 ≥6,5
Prediabetes 140 -199 100 – 125 140 – 199 5,7 –
6,4
Normal < 100 < 100 < 140 < 5,7
Sumber : PNPK tatalaksana DM tipe 2 dewasa dan Pedoman Umum Pencegahan dan Pengendalian DM
tipe 2

4. Deteksi dini Gangguan Indera


a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Dapat dilakukan dengan metode Hitung Jari atau menggunakan E-Tumbling
1) Metode Hitung Jari
Pemeriksaan sederhana dengan melakukan metode hitung jari dengan
cara “MELIHAT” ini sangat mudah dan dapat dilakukan siapa saja untuk
mengetahui adanya gangguan penglihatan.
a) MEngambil jarak dengan berjalan 20 langkah normal orang dewasa
dari orang yang akan diperiksa.

Yang perlu diperhatikan:


 Jalan 20 langkah = 6 meter
 Posisi orang yang akan diperiksa dengan pemeriksa berhadapan
 Langkah kaki biasa normal orang dewasa, tidak berlari atau
melompat saat melangkah
 Pemeriksaan dilakukan pada tempat yang tidak gelap (tempat
terang atau dengan pencahayaan yang bagus)
 Baik pemeriksa maupun yang akan diperiksa tidak boleh berada
pada sorotan lampu (agar tidak kesulitan dalam melihat)
b) Lakukan hitung jari mulai dari mata kanan, mata kiri ditutup dengan
telapak tangan, kemudian lanjutkan pemeriksaan yang sama pada
mata kiri

Yang diperiksa Pemeriksa

Yang diperhatikan:
 Jari pemeriksa dan mata yang diperiksa harus sejajar, tidak boleh
lebih tinggi atau lebih rendah
 Mata diperiksa secara bergantian dengan menutup salah satu mata
yang tidak diperiksa
 Mata ditutup harus dengan telapak tangan (agar tidak mengintip
dari sela jari tangan) dan tidak boleh menekan bola mata
 Jari tangan pemeriksa saat melakukan pemeriksaan hitung jari tidak
boleh berurutan

c) Hitung jawaban 3 kali benar secara berturut-turut pada masing-masing


mata

Yang diperhatikan:
 Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata
 Dikatakan tidak ada gangguan penglihatan jika menjawab benar
dalam hitung jari sebanyak 3 kali berturut-turut
 Jika dalam pemeriksaan 3 kali hitung jari tersebut ada jawaban
salah, maka dicurigai mempunyai gangguan penglihatan.
d) Antar ke fasilitas kesehatan, optik atau dokter mata jika dari hasil
pemeriksaan ditemukan gangguan penglihatan

Pada tempat tersebut akan dilakukan pemeriksaan kembali untuk


mengetahui apakah memang terdapat gangguan penglihatan atau
tidak.

e) Temukan gangguan penglihatan di sekitar dengan sebarkan Gerakan


Deteksi Dini Gangguan Penglihatan

Keluarga Teman, Tetangga, Rekan Kerja

2) Pemeriksaan menggunakan E-Tumbling


 Tujuan pemeriksaan untuk mengukur ketajaman penglihatan
seseorang dari jarak 6 meter.
 Ketajaman penglihatan diukur dengan “E” Snellen optotypes ukuran 12
(VA 6/12), 18 (VA 6/18) dan 60 (VA 6/60). Ukuran 60 juga dapat
digunakan pada jarak 3 meter dan 1 meter untuk mengukur VA 3/60
dan VA 1/60.
a) Persiapan Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan berupa Kit Ophtalmologi Komunitas, terdiri dari:
 Kartu E yang telah disederhanakan atau Tumbling E
 Occluder atau penutup mata dengan pinhole fleksibel
 Tali pengukur 6 meter dengan penanda/multiple cincin di kedua
ujungnya dan penanda pada 1 meter & 3 meter

b) Persiapan Lokasi
 Pemeriksaan dilakukan di tempat yang terang atau dengan
pencahayaan yang bagus. Diutamakan pada siang hari di ruang
terbuka.
 Baik pemeriksa maupun yang akan diperiksa tidak boleh berada
pada sorotan lampu (agar tidak kesulitan dalam melihat)

c) Persiapan Pemeriksaan
 Berikan penjelasan singkat cara pemeriksaan serta cara
penggunaan occluder atau penutup mata dan pinhole pada orang
yang diperiksa, selanjutnya disebut sebagai klien.
 Klien diminta untuk menyebutkan/menunjuk arah kaki huruf E yang
terlihat (arah ke atas, ke bawah, kanan, atau kiri). Dapat dijawab
dengan isyarat arah tangan sesuai arah kaki huruf E.
 Pemeriksa menempatkan satu cincin di jari sebagai penanda, klien
melakukan hal yang sama dengan cincin di ujung pita lainnya

d) Langkah – Langkah Pemeriksaan Tajam Penglihatan Menggunakan E-


Tumbling
(1) Pemeriksaan dimulai dari mata kanan tanpa menggunakan
pinhole, dengan mata kiri tertutup occluder. Upayakan mata klien
tidak tertekan

Ketika tes dilakukan upayakan mata klien tidak memicing saat


huruf tidak terlihat. Sarankan untuk mengedipkan mata
sebentar dengan tujuan membasahi mata, karena
kemungkinan mata kering sehingga pandangan kabur.

(2) Pemeriksaan dimulai dari jarak 6 meter. Klien diminta untuk


menunjukkan arah kaki E, dimulai dari huruf E yang paling besar
terlebih dahulu. Tekniknya adalah pemeriksa memutar-mutar
optotype atau kartu E untuk mengubah arah kaki huruf E. Rotasi
ini harus dalam berbagai arah untuk menghindari klien menghafal
jawaban
(3) Tes dilakukan sebanyak 4 kali, apabila jawaban benar semua
maka dilanjutkan pada tes yang lebih sulit yaitu huruf yang lebih
kecil. Apabila terdapat kesalahan saat menjawab, ulangi terlebih
dahulu sampai dengan 5 kali.

Kriteria tajam penglihatan dinilai dari 4 jawaban berturut-turut


yang benar, atau benar 4 dari 5 pemeriksaan
(4) Apabila klien tidak dapat menjawab benar minimal 4 kali dari 5 tes
yang diberikan, catat di kartu pemeriksaan untuk hasil
pemeriksaan terakhir, misalkan pada jarak 6 meter ditulis 6/60
(untuk huruf yang paling besar), 6/18 (untuk huruf ukuran sedang),
atau 6/12 (untuk huruf ukuran paling kecil).
(5) Mata dengan tajam penglihatan 6/12 atau lebih baik, maka klien
tidak perlu diperiksa menggunakan pinhole. Setiap mata dengan
tajam penglihatan kurang dari 6/12 harus diperiksa untuk
ketajaman dengan menggunakan pinhole sampai diperoleh visus
terbaik. Jika orang tersebut memakai kacamata, tempatkan
pinhole di depan kacamata. Lakukan tes dengan pinhole sesuai
tahapan sebelumnya.
(6) Setelah selesai dilakukan pemeriksaan pada mata kanan, lakukan
pemeriksaan dengan tahapan yang sama untuk mata kiri.
(7) Apabila ditemukan hasil pemeriksaan 6/60 baik pada salah satu
maupun kedua mata, disarankan agar dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk penegakan diagnosa. Angka 6/60
menunjukkan indikasi adanya gangguan penglihatan.

b. Pemeriksaan Tajam Pendengaran


Langkah pemeriksaan tajam pendengaran dengan metode Tes Berbisik
Modifikasi sebagai berikut.
a) Persiapan
Pastikan kondisi lingkungan sekitar tidak terlalu bising.
b) Pemeriksaan
(1) Posisi pemeriksa berada setengah meter di belakang orang yang
akan diperiksa.

Gambar 1. Posisi Pemeriksaan 1

(2) Pada telinga yang tidak diperiksa, dilakukan masking yaitu menekan
bagian tragus (bagian menonjol dari telinga bagian depan yang dekat
dengan pipi) kemudian menggesek-gesek sehingga timbul bunyi.
Gambar 2. Masking telinga yang tidak diperiksa

(3) Pemeriksaan dimulai pada telinga kanan terlebih dahulu. Posisi


kepala pemeriksa menjauh dari telinga yang diperiksa.

Gambar 3. Posisi Kepala pemeriksa pada pemeriksaan telinga kanan

(4) Pemeriksa membisikkan kata-kata yang terdiri dari dua suku kata
seperti mata, kaki, muka, susu, kaca dan meminta orang yang
diperiksa untuk mengulang kembali kata-kata tersebut.

Gambar 4. Pemeriksa menyebutkan kata-kata

(5) Kata-kata yang dibisikkan harus mengandung huruf lunak yang terdiri
dari frekuensi rendah dan huruf desis yang terdiri dari frekuensi
tinggi. Berikut daftar kata-kata yang digunakan untuk Tes Bisik
Modifikasi.
(6) Pemeriksaan diulang pada telinga kiri dengan langkah-langkah yang
sama. Pemeriksaan pada telinga sebelah kiri, maka telinga kanan
dilakukan masking

Gambar 5. Pemeriksa melakukan masking pada telinga kanan


Gambar 6. Posisi Kepala pemeriksa pada pemeriksaan telinga kiri

c) Penilaian
 Bila kata-kata yang dapat diulang lebih dari 80%, maka dinyatakan
lulus dari pemeriksaan
 Bila kata-kata yang dapat diulang kurang dari 80%, maka dinyatakan
tidak lulus dan disarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut
menggunakan audiometri. Segera bawa ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk diperiksa kembali pendengarannya lebih lanjut.

5. Deteksi Dini PPOK


Sasaran Deteksi Dini
Kelompok individu berisiko.
a. Usia ≥ 40 tahun
b. Mempunyai riwayat paparan: asap rokok, polusi udara, lingkungan tempat
kerja
c. Mempunyai gejala dan keluhan batuk berdahak, sesak nafas, gejala
berlangsung lama umumnya semakin memberat.

Cakupan Deteksi Dini.


Target Deteksi Dini yang harus dicapai paling sedikit 80% dari populasi sasaran
dengan formulasi (6.9% x jumlah penduduk usia ≥ 40 Tahun).
Contoh perhitungan bila total sasaran penduduk yang berusia ≥ 40 Tahun
sebanyak 84.496.356, maka target 80% yang harus dicapai adalah
(6,9%x84.496.356)x80% sebanyak 4.664.199 orang.

Frekuensi Deteksi Dini


Deteksi dini PPOK dilakukan minimal 1 kali dalam 1 tahun.

Tenaga Pelaksana Deteksi Dini;


Untuk kegiatan deteksi dini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah
dilatih dalam melakukan manuver spirometri dan interpretasi. Pengisian
instrumen PUMA dapat dilakukan oleh tenaga non nakes seperti kader
kesehatan dan lainnya. Prinsipnya dalam pengisian Instrumen PUMA harus
dilakukan secara terpimpin untuk menghindari kesalahan dalam skoring
nilainya.

Metode Deteksi Dini


Deteksi PPOK ini menggunakan skrining instrumen (PUMA) kuesioner dengan
isian 7 pertanyaan, ditambah dengan gejala dan tanda klinis yang ditemukan.
Selanjutnya dari hasil penilaian ditentukan yang akan diperiksa berikutnya
dengan Siprometri. Pemeriksaan Spirometri ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat obstruksi pada individu setelah diberikan bronkodilator. Kegiatan deteksi
dini PPOK dengan Instrumen PUMA dapat dilaksanakan dalam dan di luar
gedung seperti Posbindu/ Posyandu, Puskesmas keliling, dan Visitasi Rumah.

Penyelenggaraan Deteksi Dini


Deteksi dini dilakukan pada kelompok individu berisiko tinggi dan masyarakat
secara aktif baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di tatanan
masyarakat. Dengan alur sebagai berikut

GAMBAR 7 . ALUR DETEKSI DINI PPOK


Edukasi Gaya Hidup
Target Populasi Sehat dan Kunjungan
(usia ≥ 40 Tahun) Rutin
Tidak

Penilaian Risiko PPOK


Hasil Skor ≥7
dengan Instrumen PUMA

Tidak Ya
Pemeriksaan Penunjang FEV1/ FVC < 0,7
Lainnya Pemeriksaan Spirometer
Ya
Penilaian Tingkat
KeparahanYa

Tidak Ya
FEV1< 80% Konfirmasi Diagnosis
dari Prediksi

Ya Tidak
Rujuk Ke Spesialistik PPOK

Teknik Pemeriksaan Spirometri


2. Persiapan Tindakan
a. Bahan dan Alat
 Alat spirometer yang telah dikalibrasi untuk volume dan arus
minimal 1 kali dalam seminggu
 Mouth Piece sekali pakai
b. Pasien
 Bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan
 Tidak boleh makan terlalu kenyang, sesaat sebelum
pemeriksaan
 Tidak boleh berpakaian terlalu ketat
 Penggunaan bronkodilator kerja singkat terakhir minimal
8 jam sebelum
 pemeriksaan dan 24 jam untuk bronklodilator kerja
panjang.
 Memasukkan data ke dalam alat spirometri, data berikut :
identitas diri (Nama)
Jenis Kelamin
Umur
Berat Badan
Tinggi Badan
Suhu Ruangan
c. Ruang dan Fasilitas
 Ruangan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik
 Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh <170C atau >400C
 Pemeriksaan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit
infeksi saluran
 napas dilakukan pada urutan terakhir dan setelah itu harus
dilakukan tindakan
 antiseptik pada alat.

3. Prosedur Tindakan
 Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar nilai
dugaan berdasarkan nilai standar faal paru Pneumobile Project
Indonesia
 Pemeriksaan sebaliknya dilakukan dalam posisi berdiri
 Penilaian meliputi pemeriksaan VC, FVC, FEV1, MVV :

Kapasitas vital (Vital Capasity, VC)


 Pilih pemeriksaan kapasitas vital pada alat spirometri.
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan.
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak
ada kebocoran.
 Instruksikan pasien menghirup udara sebanyak mungkin dan
kemudian udara
 dikeluarkan sebanyak mungkin melalui mouthpiece.
 Manuver dilakukan minimal 3 kali

Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capasity, FVC) dan Volume


ekspirasi paksa detik pertama (Forced Expiratory Volume in One
Second, FEV1)
 Pilih pemeriksaan FVC pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak
ada kebocoran
 Istruksikan pasien menghirup udara semaksimal mungkin dengan
cepat kemudian sesegera mungkin udara dikeluarkan melalui mouth
piece dengan tenaga maksimal hingga udara dapat dikeluarkan
sebanyak-banyaknya.
 Nilai FEV1 ditentukan dari FVC dalam 1 detik pertama (otomatis)

Maksimal Voluntary Ventilation (MVV)


 Pilih pemeriksaan MVV pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak
ada kebocoran
 Instruksikan pasien bernapas cepat dan dalam selama 15 detik
 Manuver dilakukan 1 kali
Menampilkan hasil di layar spirometri dan mencetak hasil grafik.
Menentukan interpretasi hasil uji faal paru (spirometri).

Pengisian Instrumen PUMA sebagai tahap awal deteksi dini PPOK

a. Deteksi dini PPOK dilakukan pada peserta usia > 40 tahun


b. Wawancara menggunakan kuesioner PUMA dapat dilakukan oleh
Tenaga Kesehatan atau Kader Kesehatan

Tabel 6
KUESIONER PUMA
DETEKSI DINI PPOK DI POSBINDU PTM/ POSYANDU

Petunjuk pengisian :

Petunjuk pengisian :
a. Mengisi data dasar seperti Nama, Tanggal wawancara, Puskesmas, Nama
petugas
Nama : Tanggal :

Puskesmas : Petugas :

b. Beri tanda silang (X) pada pernyataan yang sesuai. Masing-masing


jawaban memiliki nilai (skor) yang akan diakumulasikan.

No. Pertanyaan Skor


1 Jenis kelamin ☐ 0 : Perempuan
☐ 1 : Laki - laki
2 Usia dalam tahun ☐ 0: 40 – 49 tahun
☐ 1: 50 – 59 tahun
☐ 2: > 60 tahun
3 Merokok
Apakah Anda pernah merokok?
- Tidak merokok, jika merokok kurang ☐ 0: Tidak
dari 20 bungkus selama hidup atau
kurang dari 1 rokok/ hari dalam 1 tahun
maka pilih Tidak
- Merokok : (Diisi oleh Responden)
Rata-rata jumlah rokok/ hari = _____
batang
Lama merokok dalam tahun = _____
tahun
- Catatan untuk Petugas (Diisi oleh Petugas)
Hitung Indeks Brinkman = ☐0: Tidak
Lama merokok dalam tahun x Jumlah
batang rokok per hari/20 ☐ 0 :< 20 bungkus
tahun
Contoh :
Jumlah merokok/hari = 15 batang ☐ 1: 20 – 30
Lama merokok = 20 tahun bungkus tahun
Indeks Brinkman = 15 x 20 =
300,kemudian dibagi 20 = 15 bungkus
☐ 2: > 30 bungkus
tahun tahun

4 Apakah Anda pernah merasa napas pendek ☐ 0: Tidak


ketika Anda berjalan lebih cepat pada jalan ☐ 1: Ya
yang datar atau pada jalan yang sedikit
menanjak?
5 Apakah Anda biasanya mempunyai dahak ☐ 0: Tidak
yang berasal dari paru atau kesulitan ☐ 1: Ya
mengeluarkan dahak saat Anda sedang tidak
menderita flu?

c. Jika hasil wawancara didapatkan nilai > 7 maka Responden dirujuk ke


FKTP untuk melakukan pemeriksaan uji fungsi paru menggunakan
Spirometri untuk penegakan diagnosis

Interpretasi :
 Skor < 7 : Risiko rendah PPOK
 Skor > 7 : Risiko tinggi PPOK, lakukan pemeriksaan spirometri

6. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim


1) Sasaran
 Perempuan usia 30-50 tahun, khusus untuk kanker leher rahim dengan
riwayat sudah kontak seksual.
 Bagi perempuan selain usia 30-50 tahun tetap dianjurkan untuk
melakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher Rahim.
 Deteksi dini kanker payudara sebaiknya dilakukan sejak perempuan
mengalami haid pertama
2) Waktu :
 SADARI sebaiknya dilakukan setiap bulan pada hari ke 7 hingga hari ke
10 setelah hari pertama haid.
 SADANIS dilakukan setiap 3 tahun sekali atau lebih cepat apabila
ditemukan kelainan pada SADARI. Pada perempuan dengan usia diatas
40 tahun dianjurkan dilakukan SADANIS setiap tahun.
 Tes IVA dilakukan dilakukan 3 tahun sekali namun bila dibutuhkan dapat
dilakukan setiap tahun pada populasi berisiko tinggi
(multipartner/pasangan seksual multipel, riwayat seksual kurang dari 18
tahun, riwayat pernikahan lebih dari sekali, infeksi menularseksual
berulang, penderita HIV AIDS/ immunocompromised atau mendapatkan
terapi imunosupresan jangka panjang, malnutrisi)
 Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk
saat menstruasi, dan saat asuhan nifas atau paska keguguran.
Sebaiknya tunda pemeriksaan IVA.pada ibu hamil
3) Pelaksana
 Untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini dan tindaklanjut IVA positif
dapat dilakukan oleh dokter dan atau bidan yang memiliki kompetensi
baik melalui pendidikan tinggi maupun pelatihan
 Bagi dokter atau bidan yang belum memiliki kompetensi wajib mengikuti
pelatihan yang terakreditasi oleh Kementerian Kesehatan atau organisasi
profesi terkait

4) Sarana dan Prasarana


a) Alat dan Bahan

No Alat dan Bahan Keterangan


1 Bed pemeriksaan/ Bed
Ginekologi/ Meja Biasa

2 Sekat pembatas Untuk menjaga privasi klien


3 Spekulum steril (stainless ) Berbagai ukuran S/M/L
atau spekulum plastik
disposible
4 Sumber cahaya (Lampu
sorot/ senter/ lampu kepala
untuk pemeriksaan)
5 Mangkok Wadah tempat asam cuka/ asam asetat
dan air DTT (khusus untuk asam asetat
dengan bahan plastik dengan penutup)
6 Ember Wadah untuk spekulum bekas pakai,
larutan klorin, dan laruran detergen
7 Wastafel atau sumber air Jika tidak ada dapat menggunakan
mengalir larutan antiseptik
8 Tempat sampah kedap air
9 Kain penutup atau sarung Himbauan untuk membawa sarung
masing-masing agar lebih nyaman.

10 Formulir berkarbonisasi &


rujukan

b) Bahan Habis Pakai


(1) Larutan asam asetat 3-5%
(2) Air DTT
(3) Kapas lidi
(4) Jelly (jika memungkinkan)
(5) Pelumas/ lotion (minyak kelapa/ baby oil)
(6) Sarung tangan disposible
(7) Larutan klorin 0,5%
(8) Larutan detergen
(9) Sabun dan air mengalir / larutan antiseptik

c) Perhitungan Kebutuhan
(1) Lidi Kapas,
1 orang klien membutuhkan 5-6 lidi kapas , jadi jika target 300 orang
klien maka jumlah kapas lidi yang dibutuhkan 1500 - 1800 lidi kapas
(2) Spekulum
Spekulum di gunakan untuk 1 orang, perlu ditambahkan spekulum
tambahan 10 % dari target untuk mengantisipasi lonjakan jumlah
klien dan kesalahan dalam perhitungan ukuran spekulum, jika target
300 orang maka dibutukan spekulum 330 buah
(3) Tenaga Pemeriksa
1 orang tenaga pemeriksa dapat memeriksa maksimal 20 orang per
hari.
(4) Waktu
1 orang klien membutuhkan waktu rata-rata 15 menit (1 jam 4 orang).
Pemeriksaan SADANIS dan IVA 1 hari rata-rata 6-7 jam
(5) Larutan asam asetat
Untuk membuat pengenceran asam asetat sesuaikan dengan jumlah
sasaran. Asam asetat yang sudah di encerkan sebaiknya digunakan
untuk 1 hari (tidak digunakan lagi untuk esok harinya)

5) Pemeriksaan Payudara
Pemeriksaan Payudara dilakukan dengan metoda SADANIS (Pemeriksaan
Payudara Klinis), sambil di ajarkan untuk melakukan SADARI (Pemeriksaan
Payudara Sendiri) di rumah setiap bulannya. Jika ditemukan kelainan seperti
benjolan, abnormal pada kulit payudara dan kelainan pada puting di rujuk ke
FKRTL.
Tahapan Pemeriksaan SADANIS
Hal yang perlu di perhatikan pada saat pemeriksaan payudara adalah untuk
melihat apakah ada perubahan dalam bentuk dan ukuran, bintik-bintik pada
kulit, dan keluarnya cairan dari puting dan pada pemeriksaan kedua
payudara dan ketiak adalah untuk melihat apakah terdapat kista atau massa
yang menebal dan berisi cairan (tumor). Untuk memudahkan pemeriksaan,
dapat menggunakan cairan pelicin seperti minyak kelapa, baby oil atau
lotion.
a) Persiapan
Minta klien untuk membuka pakaian mulai pinggang ke atas.
b) Inspeksi
(1) Lihatlah bentuk dan ukuran payudara (Gambar 1). Perhatikan apakah
ada perbedaan bentuk, ukuran, puting atau kerutan atau lekukan
pada kulit (Gambar 2).
(2) Lihat puting susu dan perhatikan ukuran dan bentuknya serta arah
jatuhnya (misalnya apakah kedua payudara menggantung secara
seimbang?). Periksa juga apakah terdapat ruam atau nyeri pada kulit
dan apakah keluar cairan dari puting
(3) Minta ibu/klien untuk mengangkat kedua tangan ke atas kepala
(Gambar 3a) kemudian menekan kedua tangan di pinggang untuk
mengencangkan otot dadanya (M.pectoral/otot pektoralis) (Gambar
3b). Pada setiap posisi, periksa ukuran, bentuk dan simetri, lekukan
puting atau kulit payudara dan lihat apakah ada kelainan. Kemudian
minta klien untuk membungkukkan badannya ke depan untuk melihat
apakah kedua payudara tergantung secara seimbang (Gambar 3c).

Gambar 3a Gambar 3b Gambar 3c

c) Palpasi
(1) Minta klien untuk berbaring di meja periksa
(2) Letakkan sebuah bantal di bawah punggung pada sisi yang akan
diperiksa (membuat jaringan ikat payudara menyebar, sehingga
dapat membantu pemeriksaan payudar)
(3) Letakkan kain bersih di atas perut ibu/klien
(4) Letakkan lengan kiri ibu ke atas kepala. Perhatikan payudaranya
untuk melihat apakah tampak sama dengan payudara sebelah kanan
dan apakah terdapat lipatan atau lekukan
(5) Gunakan permukaan tiga jari tengah Anda (Gambar 4a), lakukan
palpasi payudara dengan menggunakan teknik spiral. Mulai pada sisi
terluar payudara (Gambar 4b). Tekan jaringan ikat payudara dengan
kuat pada tulang rusuk setelah selesai tiap satu putaran dan secara
bertahap pindahkan jari-jari Anda menuju areola. Lanjutkan sampai
semua bagian selesai diperiksa. Perhatikan apakah terdapat
benjolan atau nyeri (tenderness).

Gambar 4a Gambar 4b

(6) Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, tekan puting
payudara dengan lembut (Gambar 5). Lihat apakah keluar cairan:
bening, keruh, atau berdarah. Cairan keruh atau berdarah yang
keluar dari puting

(7) Ulangi langkah tersebut pada payudara sebelah kiri

(8) Jika ada keraguan tentang temuan (misalnya apakah terdapat


benjolan) ulangi langkah-langkah, ibu duduk dengan kedua lengan di
sisi badannya

(9) Palpasi bagian pangkal payudara, dengan minta ibu duduk dan
mengangkat lengan kirinya setinggi bahu. Bila perlu, minta ibu
meletakkan tangannya di bahu Anda. Tekan sisi luar dari otot
pektoralis sambil bertahap menggerakkan jari-jari ke pangkal ketiak
untuk memeriksa apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening
(lymph nodes) atau kekenyalan
(10) Ulangi langkah tersebut untuk payudara sebelah kiri

(11) Jelaskan temuan kelainan jika ada, dan hal yang perlu dilakukan.
Jika pemeriksaan sepenuhnya normal, katakan bahwa semua normal
dan sehat dan waktunya untuk kembali melakukan pemeriksaan.

(12) Tunjukkan kepada ibu cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri


(SADARI)

(13) Catat temuan

6) Pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA)


Deteksi dini kanker leher rahim adalah pemeriksaan leher rahim secara
visual yang dilakukan oleh bidan dan dokter terlatih menggunakan asam
asetat yang sudah di encerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata
telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-
5%. Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang
tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim
mungkin memiliki lesi prakanker.

a) Tahapan pemeriksaan deteksi dini Kanker Leher Rahim (IVA)

(1) Memastikan identitas, memeriksa status dan kelengkapan klien


(2) Klien diminta untuk menanggalkan pakaiannya dari pinggang hingga
lutut dan menggunakan kain yang sudah disediakan
(3) Klien diposisikan dalam posisi litotomi
(4) Tutup area pinggang hingga lutut klien dengan kain
(5) Gunakan sarung tangan
(6) Bersihkan genitalia eksterna dengan air DTT
(7) Masukkan spekulum dan tampakkan serviks hingga jelas terlihat
(8) Bersihkan serviks dari cairan , darah, dan sekret dengan kapas lidi
bersih
(9) Periksa serviks sesuai langkah-langkah berikut :

 Terdapat kecurigaan kanker atau tidak : Jika ya, klien dirujuk,


pemeriksaan IVA tidak dilanjutkan.
 Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi Sambungan Skuamo
kolumnar (SSK).
 Jika SSK tidak tampak, maka :.Klien disarankan untuk
melakukan pemeriksaan pap smear.
 Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas lidi
yang sudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke seluruh
permukaan serviks
 Tunggu hasil IVA selama 1 menit, perhatikan apakah ada
bercak putih ( acetowhite epithelium/IVA Positif) atau tidak
(IVA negatif)
 Catat hasil temuan, Jika IVA negatif, jelaskan kepada klien kapan
harus kembali untuk mengulangi pemeriksan IVA. Jika IVA positif,
tentukan metode terapi tindak lanjut yang akan dilakukan

(10) Bersihkan servik dengan kapas lidi yang dicelupkan ke dalam air
DTT
(11) Keluarkan spekulum
(12) Buang sarung tangan, kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke
dalam container ( tempat sampah) yang tahan bocor, sedangkan
untuk alat-alat yang dapat digunakan kembali, rendam dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi
(13) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien, kapan harus melakukan
pemeriksaan lagi, serta rencana terapi tindak lanjut jika diperlukan.

b) Penatalaksanaan IVA Positif

 Bila ditemukan IVA Positif dan memenuhi syarat untuk krioterapi,


dilakukan krioterapi oleh dokter umum di FKTP.

 Jika tidak memenuhi syarat krioterapi , klien dirujuk untuk


mendapatkan alternatif tindak lanjut seperti elektrokauterisasi atau
eksisi LEEP/LLETZ di FKRTL yang dilakukan oleh dokter spesialis
obstetri dan ginekologi atau konsultan onkologi ginekologi.

7. Deteksi Dini Penyakit Jantung


Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
 Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan untuk mengukur
dan merekam aktivitas listrik jantung, umumnya dilakukan untuk memeriksa
kondisi jantung dan menilai efektivitas pengobatan penyakit jantung.
 Elektrokardiogram dilakukan menggunakan mesin pendeteksi impuls listrik
jantung yang disebut elektrokardiograf. Dengan alat tersebut, impuls atau
aktivitas listrik jantung akan terpantau dan tampak berupa grafik yang
ditampilkan di layar monitor.
 Bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas fungsi maupun
struktur organ jantung
 Pemeriksaan EKG dilakukan pada penderita hipertensi dan atau Diabetes
Melitus yang berusia 40 tahun keatas, minimal satu tahun sekali.

a. Persiapan Alat
1. Mesin EKG, yang dilengkapi :
- kabel untuk sumber listrik
- kabel untuk bumi (ground)
- Kabel elektroda ekstremitas dan dada
- Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat
- Balon penghisap elektroda dada
2. Jelly
3. Tissu
4. Kapas Alkohol
5. Kertas EKG

b. Persiapan Pasien
1) Penjelasan (informed consent)
Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan
2) Pastikan kondisi pasien tenang, kooperatif dan dapat dipasang elektroda
3) Hal-hal yang perlu diperhatikan saat perekaman :
- Dinding dada harus terbuka dan tidak ada perhiasan logam yang
melekat
- Pasien diminta tenang atau tidak bergerak saat perekaman EKG

c. Pelaksanaan
1) Cek identitas pasien
2) Pasang semua komponen/ kabel-kabel pada mesin EKG
3) Nyalakan mesin EKG
4) Lakukan cuci tangan
5) Atur posisi pasien tidur telentang. Tangan dan kaki tidak saling
bersentuhan
6) Buka dan longgarkan pakaian pasien bagian atas. Lepaskan perhiasan
yang dipakai pasien, seperti jam tangan, gelang dan logam lain.
7) Bersihkan daerah dada, kedua pergelangan kaki dan tangan dengan
kapas alkohol (kalau perlu dada dan pergelangan kaki dicukur) di lokasi
yang akan dipasang manset elektroda
8) Oleskan jelly pada keempat permukaan manset elektroda ektremitas
9) Pasang keempat manset elektrode ektremitas tersebut pada kedua
pergelangan tangan dan kaki.
10) Sambung kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan kedua
tungkai pasien, untuk sadapan ekstremitas LEAD (LEAD I, II, III, AVR,
AVL, AVF) dengan cara sebagai berikut :
- Warna merah pada tangan kanan
- Warna kuning pada tangan kiri
- Warna hijau pada kaki kiri
- Warna hitam pada kaki kanan
11) Oleskan jelly pada dinding dada sesuai dengan lokasi elektroda V1 s/d
V6.
12) Pasang elektroda ke dada dengan menekan karet penghisap untuk
merekam precardical :
8. Deteksi dini Stroke
Deteksi dini stroke dengan pemeriksaan lipid profil. Pemeriksaan
lipid profil (kolesterol total, HDL, LDL dan Trigliserid) dilakukan
pada usia 60 tahun keatas serta penderita hipertensi dan atau DM
usia 18 – 59 tahun, dilakukan minimal setahun sekali.
Persiapan yang Anda lakukan sebelum menjalani pemeriksaan ini:
- V1 : Pada garis parasternal kanan sejajar dengan intercosta ke 4,
(merah)
- V2 : Pada garis parasternal kiri sejajar dengan intercosta ke 4
(kuning)
- V3 : Pertengahan antara V2 dan V4 (hijau)
- V4 : Pada garis mid klavikula kiri sejajar intercosta ke 5 pada axilla
bagian belakang kiri (coklat)
- V5 : di garis aksila anterior kiri sejajar intercosta ke 5 (hitam)
- V6 :Pada garis mid aksila kiri sejajar intercosta ke 5 (ungu)
13) Lakukan perekaman secara berurutan sesuai dengan pemilihan LEAD
yang terdapat pada mesin EKG.
14) Lepaskan semua electroda
15) Bersihkan jelly dari tubuh pasien
16) Beritahu pasien bahwa perekaman sudah selesai
17) Tulis pada hasil perekaman : nama, umur, jenis kelamin, jam, tanggal,
bulan dan tahun pembuatan, nama masing-masing lead serta nama
orang yang merekam
18) Matikan mesin EKG
19) Bersihkan dan rapikan alat
 Berpuasa kurang lebih 9-12 jam sebelum mengambil sampel darah Anda.
Sebaiknya puasa di mulai dari jam 7 atau 8 malam. Anda hanya boleh
mengonsumsi air mineral selama periode puasa tersebut..
 Jangan makan makanan tinggi lemak pada malam hari sebelum
pemeriksaan.
 Jangan konsumsi minuman beralkohol atau olahraga berlebih sebelum
pemeriksaan.
 Tidak melakukan aktivitas berat selama puasa.
1) Pemeriksaan menggunakan alat Rapid tes kolesterol
Alat dan Bahan
1. Alat pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL dan Trigliserida)
2. Test strip (carik uji)
3. Lancet/Autoclix
4. Sarung tangan
5. Alkohol 70%
6. Tissue
7. Kapas

Cara pengambilan Darah


1. Bersihkan salah satu ujung jari pasien dengan kapas yang telah diberi
alkohol 70%,keringkan.
2. Tusukkan lancet/autoclix pada ujung jari secara tegak lurus, cepat dan
dalam
3. Usap dengan kapas steril kering setelah darah keluar dari ujung jari.
4. Tekan ujung jari ke arah luar
5. Balikkan tangan dan biarkan darah keluar setetes/dua tetes.
6. Sentuhkan setetes/dua tetes darah pada strip test.
7. Lakukan prosedur pemeriksaan sesuai instruksi alat periksa
8. Tunggu dan baca hasilnya

Langkah-langkah pengambilan darah kapiler

1 Putar ujung penutup lancet ke angka-angka yang


sesuai dengan tebal tipisnya kulit jari tangan

2 Lepaskan penutup instrumen

3 Masukkan lancet ke dalam tempat lancet. Putar


pelindung penutup lancet.

4 Pasang penutup instrumen dan putar pada


posisinya. Bunyi klik menandakan alat tempat
lancet siap digunakan

5 Tempelkan dan tekan lancet pada bagian pinggir


ujung jari tangan

6 Lepaskan penutup dan lancet yang telah


digunakan.
7 Masukkan tes strip bila gambar strip tes muncul

8 Bersihkan ujung jari (jari manis/jari tengah/ jari


telunjuk) dengan kapas yang telah diberi alkohol
70%, keringkan

9 Tusukkan lancet pada ujung jari secara tegak


lurus, cepat dan dalam

10 Usap dengan kapas steril kering setelah darah


keluar dari ujung jari. Tekan ujung
jari ke arah luar

11 Sentuhkan satu/ dua tetes darah sampai


memenuhi tengah medan test

12 Tunggu dan baca hasil yang muncul

2) Pemeriksaan menggunakan Fotometer


Alat dan Bahan
1. Jarum
2. Kapas alcohol 70%
3. Tali bendung (torniket)
4. plester
5. Tabung vakum
6. Tabung reaksi
7. sentrifuge
8. mikropipet beserta tip (1000µL; 10µL)
9. Reagensia (Kolesterol Tota, Trigliserid, HDL, LDL)
10. Aquabidest
11. Fotometer

Cara pengambilan darah vena dengan vacutainer


1. Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
2. Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan
pasien senyaman mungkin
3. Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar
permintaan
4. Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat
bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb
5. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak
melakukan aktifitas
6. Minta pasien mengepalkan tangan.
7. Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku
8. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba,
lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres
hangat selama 5 menit daerah lengan.
9. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol
70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang
lagi.
10. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas.
Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian
posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke
dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Ambil darah
sebanyak 3 cc.
11. Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume
darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang
diperlukan untuk pemeriksaan.
12. Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum.
Tekan kapas beberapa sat lalu plester selama kira-kira 15 menit.
Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.
13. Sampel darah yang sudah ada di dalam tabung tadi di diamkan hingga
darah membeku

Pengambilan darah dengan menggunakan jarum suntik


1. Posisi pasien dalam keadaan relaks pada posisi duduk atau berbaring.
Lengan diluruskan dengan tapak tangan menghadap ke atas dan jari-
jari pada posisi mengepal.
2. Sediakan semua alat, wadah penampung, antikoagulansia telah
lengkap semuanya.
3. Lakukan pembendungan pada lengan atas dengan memakai manset
atau alat pembendung khusus, tetapi tidak terlalu kencang sehingga
menghambat aliran darah ke distal.
4. Bersihkan lokasi pengambilan darah dengan memakai kapas alcohol,
biarkan sampai kering sendiri
5. Semprit dipegang dengan tapak tangan, sebaiknya bagian tabung
semprit yang ada garis menghadap ke atas.
6. Tangan kiri memegang lengan pasien dengan ibu jari sedikit menekan
bagian distal vena yang akan dipungsi, lalu jarum ditusukkan pada
posisi jarum menghadap ke atas dengan sudut kurang lebih 30º.
7. Bila tusukkan tepat intra vena maka akan tampak darah masuk ke
tabung dan terlihat di antara jarum dengan tabung semprit. Dengan
tangan kiri penghisap semprit ditarik perlahan-lahan sehingga darah
masuk ke dalam tabung, kemudian pasien diminta membuka kepalan
tangannya.
8. Setelah mendapat darah sejumlah yang diinginkan, letakkan kapas
alkohol pada tempat tusukan dan jarum ditarik perlahan-lahan.
9. Biarkan kapas alkohol beberapa menit dengan posisi lengan tetap
diluruskan dan jarum segera dilepaskan dari semprit dan darah dialirkan
secara lambat ke dinding tabung penampung yang berisi
antikoagulansia (untuk mendapatkan darah lengkap atau plasma) atau
tanpa antikoagulansia (untuk mendapatkan serum).

Cara Pemisahan Serum dari Darah


1. Setelah darah beku ± 10 menit.
2. Masukkan tabung yang berisi darah ke dalam alat sentrifugasi.
3. Beri pembanding agar seimbang.
4. Putar dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
5. Setelah serum dan sel-sel darah terpisah, Serum siap untuk dilakukan
pemeriksaan.
6. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar prosedur dimasing-
masing laboratorium

Prosedur Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Kolesterol
Sediakan tiga tabung reaksi yaitu tabung blanko, tabung standart, dan
tabung sampel. Pada tabung blanko masukkan 10µl aquadest, kemudian
pada tabung standart masukkan sebanyak 10µl standart kolesterol, pada
tabung sampel masukkan sebanyak 10µl serum, pada masing-masing
tabung di masukkan reagent kolesterol sebanyak 1000µl, lalu
homogenkan. Inkubasi selama 10 menit pada suhu 37OC, dibaca hasil
pada alat strofotometer dengan panjang gelombang 500 nm.
2. Pemeriksaan Trigliserida
Sediakan tiga tabung reaksi yaitu tabung blanko, tabung standart, dan
tabung sampel. Pada tabung blanko masukkan 10µl aquadest, kemudian
pada tabung standart masukkan sebanyak 10µl standart trigeliserida,
pada tabung sampel masukkan sebanyak 10µl serum, pada tabung
blanko, standart, dan sampel masing-masing di masukkan reagent
trigeliserida sebanyak 1000µl, lalu dihomogenkan. Inkubasi selama 10
menit pada suhu 37OC, dibaca hasil pada alat fotometer dengan panjang
gelombang 500nm.
3. Pemeriksaan HDL
Pembuatan supernatant:
i. Campur 0,5mL serum dengan 50 µl reagen HDL Kolesterol
(presipitat) diamkan selama 10 menit lalu sentrifuge selama 15 menit
dengan kecepatan 3000rpm.
Prosedur kerja kolestrol HDL :
ii. Sediakan tiga tabung, pada tabung dimasukkan 25µl larutan
standart, 25µl supernantant sampel lalu masukan pada masing-
masing tabung 1000µl reagen kolesterol, inkubasi selama 10 menit
dengan suhu 37ºC. Baca hasil pada alat spektrofotometer dengan
panjang gelombang 500nm.
4. Pemeriksaan LDL
Pemeriksaan kadar kolesterol-LDL dilakukan dengan cara yang sama
pada pemeriksaan kolesterol-HDL (presipitasi), yaitu menghilangkan
partikel non-LDL dalam plasma darah, kemudian kolesterol-LDL diukur
secara kolorimetrik enzima- tik seperti tahapan pemeriksaan kolesterol
total yang dibaca pada panjang gelombang sekitar 500 nm. Metode
alternatif yang masih banyak digunakan di laboratorium klinik Indonesia
yaitu menggunakan perhitungan menurut Friedewald, penggunaan
formula Friedewald mengharuskan pasien puasa 12 sampai 14 jam dan
tidak boleh memiliki kadar trigliserida di atas 400 mg/dL. Penggunaan
formula Friedewald didasarkan pada estimasi keberadaan LDL dengan
menghitung melalui persamaan dan memanfaatkan hasil pemeriksaan
kolesterol total, trigliserida dan kolesterol- HDL.

Kolesterol LDL = (Kolesterol Total) - (Kolesterol HDL) - ( Trigliserida )


5 5
Hasil pemeriksaan profil lipid
Nilai Normal :
1. Kolesterol total < 190 mg/dL
2. Kolesterol-LDL ≤ 115 mg/dL
3. Kolesterol-HDL ≥ 40 mg/dL (L), ≥ 45 mg/dL (P)
4. Trigliserida < 150 mg/dL
Tempat Pelaksanaan Deteksi Dini
Jenis Deteksi Dini Sasaran Periode
UKBM Puskesmas FKTP Lain
Penduduk usia > 1 tahun sekali √ √
Ukur Berat Badan 15 tahun
Ukur Tinggi Badan
Ukur Lingkar Perut

a. Usia 15 - < 40 th 1 tahun sekali √ √


Pemeriksaan kadar gula darah dengan faktor
risiko PTM
(riwayat
obesitas dan
atau obesitas
sentral dan atau
tekanan darah
tinggi)
b. Usia > 40 th

Penduduk usia > 1 tahun sekali √ √


Pengukuran Tekanan darah 15 tahun

Gangguan Indera : Anak usia 7-15 1 tahun sekali √ √


Pemeriksaan Tajam tahun
Penglihatan Penduduk usia >
Pemeriksaan Tajam 15 tahun
Pendengaran

Penduduk usia > Minimal satu tahun √ √


Pengisian kuesioner PUMA 40 tahun sekali

Kanker Payudara : Perempuan usia Setiap 3 tahun sekali - √


30-50 tahun atau lebih cepat
apabila ditemukan
kelainan pada
SADARI.
Pada perempuan
dengan usia > 40
tahun dianjurkan
SADANIS setiap
tahun
Kanker Leher Rahim : Perempuan usia Setiap 3 tahun - √
Pemeriksaan IVA 30-50 tahun sekali, namun bila
dengan riwayat dibutuhkan dapat
sudah kontak dilakukan setiap
seksual. tahun pada populasi
berisiko tinggi
Penyakit Jantung : Penduduk usia 40 Minimal satu tahun - √
Pemeriksaan EKG tahun ke atas serta sekali
penderita
hipertensi dan atau
DM
Penduduk usia 60 Minimal satu tahun - √
Pemeriksaan Profil Lipid tahun keatas, serta sekali
penderita
hipertensi dan atau
DM usia 18 – 59
2.4. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dari pelaksanaan deteksi dini/skrining faktor risiko
penyakit dilaksanakan pada semua tahapan penyelenggaraan menggunakan
sistem pencatatan dan pelaporan masing - masing program. Untuk pencatatan dan
pelaporan hasil deteksi dini/skrining PTM menggunakan aplikasi Surveilans PTM
atau dapat menggunakan aplikasi lainnya yang dapat menyesuaikan dengan
aplikasi Surveilans PTM. Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan
dilakukan/dilaporkan berjenjang mulai dari Unit Utama, UPK, puskesmas, dinas
kesehatan kab/kota dan dinas kesehatan provinsi.

BAB III
PENUTUP

Pencegahan Penyakit Tidak Menular melalui pelaksanaan deteksi dini menjadi


penting dalam mengurangi beban pembiayaan kesehatan. Deteksi dini PTM perlu dilakukan
secara rutin dan berkala kepada sasaran usia 15 tahun ke atas karena seringkali muncul
tanpa gejala ataupun muncul dengan gejala namun diabaikan yang berdampak pada
lambatnya penanganan sehingga berpotensi menimbulkan komplikasi bahkan kematian.
Pada usia yang lebih muda yaitu anak usia 7 – 15 tahun perlu dilakukan deteksi dini untuk
gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran agar kelainan yang ditemukan dapat
segera dikoreksi, sehingga tidak mempengaruhi kualitas belajar dan mencegah
kedisabilitasan.
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular inii menjadi acuan yang
memudahkan para pengambil kebijakan tingkat pusat dan daerah, tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan terlatih seperti kader untuk menyelenggarakan pelaksanaan deteksi
dini penyakit tidak menular di lapangan.
Akhirnya kami sampaikan ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua
pihak yang telah berperan aktif pada penyusunan petunjuk teknis deteksi dini Penyakit Tidak
Menular ini. Semoga Bermanfaat dan Salam Sehat Indonesia.
Lampiran
IDENTITAS PESERTA
PROVINSI KOTA/KAB.
ASAL ASAL
PASIEN PASIEN
TANGGAL
NAMA JENIS (JIKA TIDAK (JIKA TIDAK STATUS STATUS
PEMERIKSAAN NI TANGGA ALAMAT NO.TELP/ PEKERJAA GOLONGA
PASIEN KELAMI DIISI AKAN DIISI AKAN PENDIDIKA PERKAWINA
* K L LAHIR * * HP N N DARAH
* N* MENGIKUTI MENGIKUTI N N
PROVINSI PROVINSI
PUSKESMAS PUSKESMAS
) )

LAMPIRAN 1 PENCATATAN DAN PELAPORAN DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO PTM (APLIKASI SURVEILANS PTM)

RIWAYAT PENYAKIT TIDAK RIWAYAT PENYAKIT TIDAK


WAWANCARA
MENULAR PADA KELUARGA MENULAR PADA DIRI SENDIRI

POLA MAKAN

KURANG KURANG
RIWAYAT RIWAYAT RIWAYAT RIWAYAT RIWAYAT RIWAYAT KONSUMS
MEROKOK AKTIFITAS MAKAN
1 2 3 1 2 3 GULA GARAM LEMAK I ALKOHOL
FISIK BUAH
BERLEBIH BERLEBIH BERLEBIH
DAN
SAYUR
TEKANAN DARAH IMT

LINGKAR
TINGGI BERAT BADAN PEMERIKSAAN GULA BENJOLAN PAYUDARA RUJUK PUSKESMAS
SISTOL DIASTOL PERUT(CM)
BADAN(CM) (KG)

GANGGUAN INDERA
GANGGUAN PENGELIHATAN GANGGUAN PENDENGARAN EDUKASI
MATA KANAN MATA KIRI RUJUK PUSKESMAS TELINGA KANAN TELINGA KIRI RUJUK PUSKESMAS
KUOSIONER PUMA
DETEKSI DINI PPOK

a. Deteksi dini PPOK dilakukan pada peserta usia > 40 tahun


b. Wawancara menggunakan kuesioner PUMA dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan
atau Kader Kesehatan

Petunjuk pengisian :
a. Mengisi data dasar seperti Nama, Tanggal wawancara, Puskesmas, Nama petugas
Nama : Tanggal :

Puskesmas : Petugas :

b. Beri tanda silang (X) pada pernyataan yang sesuai. Masing-masing jawaban memiliki
nilai (skor) yang akan diakumulasikan.

No. Pertanyaan Skor


1 Jenis kelamin ☐ 0 : Perempuan
☐ 1 : Laki - laki
2 Usia dalam tahun ☐ 0: 40 – 49 tahun
☐ 1: 50 – 59 tahun
☐ 2: > 60 tahun
3 Merokok
Apakah Anda pernah merokok?
- Tidak merokok, jika merokok kurang dari 20 ☐ 0: Tidak
bungkus selama hidup atau kurang dari 1 rokok/ hari
dalam 1 tahun maka pilih Tidak
- Merokok : (Diisi oleh Responden)
Rata-rata jumlah rokok/ hari = _____ batang
Lama merokok dalam tahun = _____ tahun
- Catatan untuk Petugas (Diisi oleh Petugas)
Hitung Packyears (Bungkus tahun)= ☐ 0: Tidak
Lama merokok dalam tahun x Jumlah batang rokok per
☐ 0 :< 20 bungkus tahun
hari/20
☐ 1: 20 – 30 bungkus tahun
Contoh :
Jumlah merokok/hari = 15 batang ☐ 2: > 30 bungkus tahun
Lama merokok = 20 tahun
Packyears (bungkus tahun) = 15 x 20 = 300,kemudian
dibagi 20 = 15 bungkus tahun
4 Apakah Anda pernah merasa napas pendek ketika Anda ☐ 0: Tidak
berjalan lebih cepat pada jalan yang datar atau pada ☐ 1: Ya
jalan yang sedikit menanjak?
5 Apakah Anda biasanya mempunyai dahak yang berasal ☐ 0: Tidak
dari paru atau kesulitan mengeluarkan dahak saat Anda ☐ 1: Ya
sedang tidak menderita flu?
6 Apakah Anda biasanya batuk saat Anda sedang tidak ☐ 0: Tidak
menderita flu? ☐ 1: Ya
7 Apakah Dokter atau tenaga kesehatan lainnya pernah ☐ 0: Tidak
meminta Anda untuk melakukan pemeriksaan fungsi ☐ 1: Ya
paru dengan alat spirometri atau peakflow meter
(dengan cara meniup ke dalam suatu alat) ?
Total
 Jika hasil wawancara didapatkan nilai > 7 maka Responden dirujuk ke FKTP untuk
melakukan pemeriksaan uji fungsi paru menggunakan Spirometri untuk penegakan
diagnosis

Interpretasi :
 Skor < 7 : Edukasi gaya hidup sehat
 Skor > 7 : Risiko PPOK, lakukan pemeriksaan spirometri
Contoh Pengisian :

Nama : Budi Tanggal : 14 April 2022

Puskesmas : Mawar Petugas : Agus

Beri tanda silang (X) pada pernyataan yang sesuai.


No. Pertanyaan Jawaban Skor
Jenis kelamin ☒ 0 : Perempuan 1
1
☒ 1 : Laki - laki
Usia dalam tahun ☐ 0: 40 – 49 tahun 1
2
☒ 1: 50 – 59 tahun
2
☐ 2: > 60 tahun
Merokok
3
Apakah Anda pernah merokok?
- Rata-rata jumlah rokok/ hari 20 batang
- Lama merokok dalam tahun 25 tahun
Hitung Packyears (Bungkus tahun)= 1
Lama merokok dalam tahun x Jumlah ☐ 0: Tidak
batang rokok per hari/20
☐ 0 :< 20 bungkus tahun
Contoh :
☒ 1: 20 – 30 bungkus tahun
Jumlah merokok/hari = 20 batang
Lama merokok = 25 tahun ☐ 2: > 30 bungkus tahun
Packyears (bungkus tahun) = 20 x 25
= 500,kemudian dibagi 20 = 25
bungkus tahun
Apakah Anda pernah merasa ☐ 0: Tidak 1
napas pendek ketika Anda berjalan ☒ 1: Ya
4 lebih cepat pada jalan yang datar
atau pada jalan yang sedikit
menanjak?
Apakah Anda biasanya ☐ 0: Tidak 1
mempunyai dahak yang berasal ☒ 1: Ya
5 dari paru atau kesulitan
mengeluarkan dahak saat Anda
sedang tidak menderita flu?
Apakah Anda biasanya batuk saat ☐ 0: Tidak 1
6 Anda sedang tidak menderita flu? ☒ 1: Ya
Apakah Dokter atau tenaga kesehatan ☐ 0: Tidak 1
lainnya pernah meminta Anda untuk
☒ 1: Ya
melakukan pemeriksaan fungsi paru
7 dengan alat spirometri atau peakflow
meter (dengan cara meniup ke dalam
suatu alat) ?
Total 7

Hasil :
Skor PUMA = 7 artinya risiko PPOK.
Disarankan untuk pemeriksaan Spirometri di FKTP.

Anda mungkin juga menyukai