Disusun Oleh :
Siti Selyna
181038
JAKARTA, 2021
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Asam Urat atau dalam dunia medis disebut penyakit Gout Arthritis
adalah penyakit sendi yang yang diakibatkan oleh gangguan metabolisme Purin yang
ditandai dengan tingginya kadar Asam Urat dalam darah. Kadar Asam Urat yang
tinggi dalam darah melebihi batas normal dapat menyebabkan penumpukan Asam
Urat di dalam persendian dan organ tubuh lainnya. Penumpukan Asam Urat ini yang
membuat sendi sakit, nyeri, dan meradang. Apabila kadar Asam Urat dalam darah
terus meningkat menyebabkan penderita penyakit ini tidak bisa berjalan, penumpukan
Kristal Asam Urat berupa Tofi pada sendi dan jaringan sekitarnya, persendian terasa
sangat sakit jika berjalan dan dapat mengalami kerusakan pada sendi bahkan sampai
menimbulkan kecacatan sendi dan mengganggu aktifitas penderitanya (Susanto,
2013). Angka kejadian Gout Arthritis pada tahun 2016 yang dilaporkan oleh World
Health Organization (WHO) adalah mencapai 20% dari penduduk dunia adalah
mereka yang berusia 55 tahun, prevalensi penyakit Gout Arthritis adalah 24,7%
prevalensi yang didiagnosa oleh tenaga kesehatan lebih tinggi perempuan 13,4%
dibanding laki-laki 10,3%. Menurut Word Health Organization (WHO) pada tahun
2013 sebesar 81% penderita Gout Arthritis di Indonesia hanya 24% yang pergi ke
dokter, sedangkan 71% cenderung langsung mengkonsumsi obat pereda nyeri yang
dijual secara bebas. Sedangkan menurut Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa
penyakit Gout Arthritis di Indonesia yang diagnosis tenaga kesehatan sebesar 11.9%
dan berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 24.7%, sedangkan berdasarkan daerah
diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Nusa Tenggara Timur 33,1%, diikuti Jawa
Barat 32,1% dan Bali 30%.
4
Berdasarkan data tersebut, penulis ingin memberikan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Pendidikan kesehatan mengenai diet rendah purin di lingkungan kel. Tegal alur Jakarta Barat.
A. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan praktek di kel. Tegal alur Jakarta barat diharapkan
mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada dalam kelompok lansia melalui
pengkajian gerontik.
b. Menentukan diagnosa keperawatan secara kelompok.
c. Menentukan prioritas pemecahan masalah.
d. Membuat rencana keperawatan sesuai dengan prioritas masalah.
e. Mengimplementasikan rencana keperawatan sesuai dengan prioritas masalah.
f. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama kelompok lansia.
g. Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang telah dilakukan dengan
baik dan benar.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
e. Lingkungan
f. Stress
5. Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia semakin berkembangnya umur
manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga
kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik, 2011 dalam Kholifah, 2016).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem pendengaran prebiakusis (gangguan pada pendengaran), 50% terjadi
pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen, kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
bercerak.
3) Sistem Muskuloskeletal : Perubahan pada lansia jaringan penghubung (kolagen
dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen : mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago : menjadi lunak dan
mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Tulang :
berkurangnya kepadatan tulang, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis
dan lebih lanut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot :
perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak
pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi : pada lansia, jaringan ikat sekitar
sendi seperti tondon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler : adalah masa jantung bertambah, venrikel kiri
mengalami hipertropi sehingga perenggangan jantung berkurang, kondisi ini
terjadi karena perubahan jaringan ikat.
5) Sistem Respirasi : terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkonvensasi kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme : seperti penurunan produksi sebagai
kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati)
makin mengecil dan menurunnya tmpat penyimpanan, dan berkurangnya aliran
darah.
8
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah:
konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan atau makan
10
3. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi
sebagai respons peningkatan curah jantungatau peningkatan tekanan perifer. Akan
tetapi, ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a) Genetik: respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi transport Na.
b) Obesitas: terkait denagn tingkat insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat
c) Stress karena lingkungan
d) Hilangnya elasitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Pada orang lanjut usia, penyebab hipertensi disebabkan terjadinya perubahan pada
elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrum dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan volume intravaskular. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan terjadinyahipertensi (Aspiani,2014)
4. Manifestasi Klinis
Pasien yang menderita hipertensi terkadang tidak menampakkan gejala hingga
bertahun-tahun. Gejala jika ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
maifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pumbuluh darah
bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urinisasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea
darah dan kreatinin). Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
11
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,
seperti pendarahan, eksudat, penyempitan pumbuluh darah, dan pada kasus berat,
edema pupil (edema pada diskus optikus) Keterlibatan pumbuluh darah otak
dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien (transient ischemik
attack, TIA) yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi
(hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Smeltzer, 2002) dalam (Aspiani,
2014).
Gejala yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada setiap
orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala yang dikeluhan
oleh penderita hipertensi sebagai berikut:
a) Sakit kepala
b) Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c) Perasaan berputar seperti tuju keliling serasa ingin jatuh
d) Detak jantung terasa cepat
e) Telinga berdenging
Menurut (Crowin, 2000 dalam Aspiani, 2014) menyebutkan bahwa sebagian besar
gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa:
a) Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan
retina akibat hipertensi
b) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
c) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
d) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
e) Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi, yaitu pusing,
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
12
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini
meliputi :
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok
2. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-
87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan
berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
3. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh
subyek dianggap tidak normal.Penerapan biofeedback terutama dipakai
untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga
untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
c. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
15
8. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, kemudian dalam
mengkaji harus memperhatikan data dasar dari klien, untuk informasi yang
diharapakan dari klien (Iqbal dkk, 2011).
Fokus pengkajian pada Lansia dengan Gout Arthritis:
1)Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan pekerjaan.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis adalah nyeri dan terjadi
peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas klien.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari nyerinya
umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik dan nyeri yang dirasakan
terus menerus atau pada saat bergerak, terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya
dirasakan sejak lama dan sampai menggangu pergerakan dan pada Gout Arthritis
Kronis didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan penyakit Gout
Arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah mendapat pertolongan sebelumnya
dan umumnya klien Gout Arthritis disertai dengan Hipertensi.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat Gout Arthritis dalam keluarga.
6) Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan penyakit klien dalam
lingkungannya. Respon yang didapat meliputi adanya kecemasan individu dengan
rentan variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan
adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri dan kurang
pengetahuan akan program pengobatan dan perjalanan penyakit. Adanya perubahan
17
aktivitas fisik akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon
terhadap konsep diri yang maladaptif.
7) Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi Purin.
8) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung
rambut hingga ujung kaki (head to toe). Pemeriksaan fisik pada daerah sendi
dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati
daerah keluhan klien seperti kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak
dan saat diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri pada kulit apakah terdapat
kelainan seperti benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan klien
melakukan pergerakan yaitu klien melakukan beberapa gerakan bandingkan antara
kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan tersebut aktif, pasif atau abnormal.
9) Pemeriksaan Diagnosis
a. Asam Urat meningkat dalam darah dan urin.
b. Sel darah putih dan laju endap darah meningkat (selama fase akut).
d. Pemeriksaan Radiologi.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang
status dan masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan
keperawatan. Dengan demikian, diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan
masalah yang ditemukan. Diagnosis keperawatan akan memberikan gambaran
tentang masalah dan status kesehatan, baik yang nyata (aktual) maupun yang
mungkin terjadi (potensial) (Iqbal dkk, 2011).
Menurut NANDA (2015) diagnosa yang dapat muncul pada klien Gout Arthritis
yang telah disesuaikan dengan SDKI (2017) adalah:
C. Perencanaan Keperawatan
Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi dan kualitas nyeri.
2. Pantau kadar asam urat.
Dx 2 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
persendian
1. Kaji tingkat mobilisasi klien
2. Bantu klien untuk melakukan rentan gerak aktif maupun rentan gerak pasif
pada sendi.
DX 3 : hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
1. Pantau TD, monitor suhu 4 jam sekali, monitor warna kulit dan suhu kulit.
DX 4 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
1. Identifikasi tingkat kecemasan
2. Gunakan pendekatan yang menenangkan
3. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi.
DX 5 : Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
kelebihan cairan (peradangan kronik akibat adanya kristal urat)
1. Anjurkan klien untuk menggunakan alas kaki longgar
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
3. Monitor aktivitas klien
19
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap keempat dari asuhan
keperawatan. pelaksanaan keperawatan adalah melaksanakan tindakan
keperawatan berdasarkan asuhan keperawatan yang telah disusun. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu mengamati
keadaan bio-psiko-sosio-spiritual pasien. Kegiatan yang perlu dilakukan dalam
tahap pelaksanaan keperawatan yaitu meliputi data dasar, mempelajari rencana,
menyesuaikan rencana yang telah disusun, analisa umpan balik,
mengkomunikasikan hasil asuhan keperawatan (Triyoga, 2015).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien terhadap standar atau
kriteria yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap
evaluasi proses keperawatan yaitu terdapat jam melakukan tindakan, data
perkembangan pasien yang mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan
tercapai atau tidak, serta ada tanda tangan atau paraf. Evaluasi adalah tahapan
akhir dari proses keperawatan. Evaluasi disini menyediakan nilai informasi yang
mengenai pengaruh dalam hal perencanaan (intervensi) yang telah direncanakan
secara seksama dan merupakan hasil dari perbandingan yang diamati dengan cara
melihat hasil dari kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan tersebut
(Hidayat, 2010).
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
Bab ini menguraikan asuhan keperawatan pada lansia penderita Asam urat di Wilayah Jl.
Bakty mulya Rt.10 Rw.02 Kel. Tegal Alur Jakarta Barat, pengkajian dilakukan pada tanggal
24 Mei 2021. Dalam asuhan keperawatan, pendekatan yang digunakan adalah proses
keperawatan yang meliputi: pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, Satuan Acara Pembelajaran, rancangan media dan leaflet.
A. Pengkajian
Pada tahap ini mengumpulkan data yang di dapatkan dari para lansia di Wilayah
Kamp Bakty mulya Rt.10 Rw.02, data diperoleh melalui observasi, pemeriksaan fisik,
dan wawancara meliputi:
1. Ny. S berumur 84 tahun klien mengatakan mempunyai riwayat asam urat
sudah 2 tahun yang lalu klien mengatakan nyeri pada persendian dari lutut
sulit beraktifitas karena saat beraktivitas berat kaki klien nyeri, klien
mengatakan tidak tahu cara lain selain minum obat asam urat, klien
mengatakan merasakan nyeri pada malam hari dan pada saat bangun tidur
2. Ny. C berumur 67 tahun memiliki riwayat asam urat sejak 1 tahun lalu, klien
Klien mengatakan jari telunjuk dan pergelangan kaki pernah bengkak, klien
mengatakan merasakan nyeri pada pergelangan kaki pada malam hari skala
nyeri 5/10, klien mengatakan jika kakinya bengkak hanya minum obat
tinggi purin seperti kulit melinjo dan bayam. TD: 140/100 mmHg,
Nadi:77x/menit, RR:23x/menit
klien mengatakan nyeri pada sendi lutut bagian kanan, klien mengatakan
suka berjalan kerumah anaknya, klien mengatakan nyeri pada saat sesudah
berjalan kerumah anaknya dan dirasakan pada saat malam hari dengan skala
B. Analisa Data
malam hari.
DO :
kirinya.
g/dl.
g/dl
g/dl
kemerahan dibagian
pergelangan kaki.
hari
DO :
TTV Ny. S
TD : 120/70, S : 36˚C, N :
80x/menit, RR : 20x/menit
TTV Ny. C
TD : 140/100, S : 36˚C, N :
77x/menit, RR : 23x/menit
TTV Ny. B
TD : 130/90, S : 36˚C, N :
80x/menit, RR : 22x/menit
3. DS : Defisit b.d
pengetahuan kuran
Ny. S mengatakan masih
g
mengkonsumsi makanan
terpap
yang tinggi purin seperti
ar
kangkung, bayam, sarden,
infor
daging merah dan jeroan.
masi
Ny. C Klien mengatakan
terkadang masih
mengkonsumsi makanan
tinggi purin seperti kulit
melinjo dan bayam.
Ny. B mengatakan sudah
24
menghindari makanan
pegal
tradisional saja.
DO :
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis
2. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri persendian
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
D. Rencana Keperawatan (TAK)
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan mengenai kompres hangat dingin selama 1x30
menit, diharapkan seluruh klien mampu mengerti dan memahami serta dapat
meredemonstarasikan kompres hangat dingin dengan benar.
2. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian gout arthritis dengan benar
2. Menyebutkan 6 Manfaat kompres hangat – dingin dengan benar
3. Menyebutkan 2 perbedaan kompres hangat – dingin dengan benar
4. Menyebutkan 2 Alat yang diguakan untuk kompres hangat – dingin dengan benar
5. Mendemonstrasikan kompres dingin bersama perawat
6. Meredemostrasikan 5 langkah kompres dingin dengan benar
25
E. SAP
Waktu : 30 menit
5. Menyebutkan 2 Alat yang diguakan untuk kompres hangat – dingin dengan benar
6. Mendemonstrasikan kompres dingin bersama perawat
7. Meredemostrasikan 5 langkah kompres dingin dengan benar
a. Ceramah
b. Tanya jawab/Diskusi
c. Demonstrasi dan redemonstrasi
V. Media Penyuluhan
a. Leaflet
b. Lembar balik
c. Baskom
d. Washlap/handuk kecil
e. Air dingin
c. Menjawab pertanyaan
keluarga/peserta
VII. Evaluasi
1. Evaluasi Struktural
a. SAP dan media telah dikonsultasikan kepada pembimbing sebelum pelaksanaan
b. Pemberi materi telah menguasai seluruh materi
c. Tempat dipersiapkan H-3 sebelum pelaksanaan
d. Mahasiswa, pasien dan keluarga berada di tempat sesuai kontrak waktu yang telah
disepakati
2. Evaluasi Proses
a. Proses pelaksanaan sesuai rencana
b. Anggota keluarga aktif dalam diskusi dan tanya jawab
c. Anggota keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Evaluasi Hasil
a. 70% peserta dapat menyebutkan
1) Pengertian kompres hangat – dingin
2) Manfaat kompres hangat – dingin
3) perbedaan kompres hangat – dingin
4) Alat kompres hangat dingin
5) Cara kompres hangat dingin
b. Pasien mau mendemonstrasikan kompres dingin.
c. Klien dan keluarga dapat meredemonstrasikan cara kompres dingin dengan benar
IX. Sumber
LAMPIRAN MATERI
D. Alat
1. Wadah berisi air hangat/dingin
2. Washlap/handuk kecil
33
2. Masukan wahlap/handuk kecil kedalam baskom air dingin dengan suhu <15oC ( air
es)