Anda di halaman 1dari 31

FRAKTUR

KELOMPOK 4

ADINDA SAFITRI (181043)


DEVI SUHENDAR (181049)
EXXY FRANS RIFQI (181136)
HAMBAR SAMBOWO RUKMI (181057)
KHIKMAH ARIFIN (181145)
MELLY MARLINDA (181148)
RISNA NUR AMALIA (181155)
Menurut DEPKES RI tahun 2011.
Di Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur, fraktur di Indonesia
terdapat 45.987 orang yang mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur yang
paling tinggi adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami
fraktur, sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat
3.776 orang mengalami fraktur tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur
seperti semula yaitu salah satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan
pembedahan (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
FRAKTUR

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu


tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga
sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan
keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau
ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah
sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan
Hawks, 2014).
KLASIFIKASI FRAKTUR

 Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
1. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai
dengan luka pada bagian luar permukaan kulit sehingga
bagian tulang yang patah tidak berhubungan dengan
bagian luar.
2. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada daerah yang
patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya
pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit,
namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka
memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
Fraktur terbuka dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
 Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
 Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
 Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas
pada jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak.
Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
3. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada
bagian ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan
pada sendinya terjadi dislokasi (sebuah cedera sendi
dimana tulang bergeser dan keluar dari posisi yang
seharusnya).
ETIOLOGI
 Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan menjadi:
1. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan
b. Cedera tidak langsung pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh
dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan:
a. Tumor tulang
b. Infeksi Rakhitis
c. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
P
A
T
H
W
A
Y
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :

1. Fase hematom
Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur Setelah 24 jam suplai darah di
sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
Terjadi 1 – 5 hari setelah injury Pada tahap phagositosis aktif produk necrosis hematome berubah menjadi
granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
Terjadi 6 – 10 hari setelah injuri Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku
dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
5. Fase consolidasi dan remodeling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas.
TANDA & GEJALA
Menurut Mansjoer, Arif (2014) tanda dan gejala fraktur sebagai berikut:
1. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan oleh ketergantungan fungsional otot pada
kesetabilan otot.
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah, berasal dari proses
vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan leukosit pada jaringan di sekitar tulang.
3. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering disebabkan karena tulang menekan otot.
4. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat karena penekanan sisi-sisi
fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana saraf ini dapat terjepit atau
terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme otot.
7. Pergerakan abnorrmal.
8. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga menyebabkan kerusakan jaringan
sekitarnya.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal 2. Komplikasi dalam waktu lama
a. kerusakan arteri
a. Delayed Union
Pecahnya arteri karena trauma
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
b. Kompartement Syindrom yang dibutuhkan tulang untuk menyambung
terjebaknya, otot, tulang, saraf, dan pembuluh b. Nonunion
darah dalam jaringan parut
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
c. Fat Embolism Syndrom membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis
sel-sel lemak yang di hasilkan bone marrow c. Malunion
kuning masuk ke aliran darah
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
d. Avaskuler nekrosis tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas)
aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
e. Infeksi
f. Shock
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi, luasnya fraktur/trauma
2. Scan tulang: mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan jumlah darah lengkap Hematokrik mungkin meningkat
(hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
dari trauma multiple)
4. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati
PENATALAKSANAAN
 Terapi ( Termasuk Obat )
Penanganan nyeri pada fraktur dapat diberikan terapi obat seperti non-steroid anti inflamasi (NSAID) dan
golongan opioid. Obat ini dugunakan untuk mengatasi nyeri dan meredakan inflamasi yang disebabkan oleh fraktur.
 Tindakan Medis
1. Non Operatif
a. Gips (Kalkulus) merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih yang mengandung unsur kalsium
sulfat dan air. Jenis-jenis gips:

Lengan Lengan Tungkai Tungkai Spika: bahu


berjalan
pendek panjan pendek panjang & pinggul.

b. Spalk (bidai) merupakan akat yang terbuat dari kayu, logam, atau bahan lain yang kuat terapi ringan untuk
imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan mencegah timbulnya rasa
nyeri. Jenis-jenis bidai: Splint improvisasi & konvensional.
c. Traksi merupakan suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Digunakan untuk meminimalkan spasme
otot , untuk mereduksi, mensejajarkan dan untuk mengimobilisasi fraktur dan untuk menambah ruangan diantara
kedua permukaan patahan tulang. Jenis-jenis traksi:
( Traksi skeletal, metode balance, traksi kulit bryant, traksi russel ).
2. Operatif
• ORIF
• OREF
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
 PENGKAJIAN
• Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
• Keluhan utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
• Riwayat penyakit sekarang
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
• Riwayat penyakit dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan
pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
• Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
A. Pengkajian primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara
nafas terdengar ronchi /aspirasi.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap
dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
B. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
Cailary refil melambat
Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera
3) Neurosensori
Kesemutan
Deformitas, krepitasi, pemendekan
Kelemahan.

4) Kenyamanan
Nyeri tiba-tiba saat cidera
Spasme/ kram otot.

5) Keamanan
Laserasi kulit
Perdarahan
Perubahan warna
Pembengkakan lokal
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan spasme otot,pergeseran fragmen tulang
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka
neuromuskuler
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka , bedah perbaikan
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan faktor yang mengganggu
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan spasme otot,pergeseran fragmen tulang
Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
 Klien menyatajkan nyeiri berkurang
 Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
 Tekanan darah normal
 Tidak ada peningkatan nadi dan RR
 Intervensi:
Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
Kaji ttv
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
Berikan posisi nyaman
Jelaskan prosedur sebelum memulai
Anjurkan dan ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Kolaborasi : pemberian analgetik
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan: kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan
Kriteria hasil:
 Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
 Mempertahankan posisi fungsinal
 Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
 Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

 Intervensi:

Kaji ttv.
Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan.
Tinggikan ekstrimutas yang sakit.
Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit.
Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak .
Kolabirasi dengan dokter sesuai program.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka , bedah perbaikan.
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan. Kriteria hasil:
TTV dalam batas normal.
Penyembuhan luka sesuai waktu.
Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.

Intervensi:

Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
Monitor suhu tubuh
Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
Kolaborasi dengan dokter sesuai program
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan faktor yang mengganggu.
Tujuan : Menunjukan gangguan perfusi jaringan perifer dapat diatasi.
Kriteria hasil :
Tekanan darah normal.
Tidak adanya edema perifer.
Menunjukan fungsi otonom yang utuh.

Intervensi :

Kaji ttv .
Lakukan pengkajian komprehensif sirkulasi perifer .
Berikan posisi nyaman .
Kolaborasi dengan dokter sesuai program.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan spasme otot,pergeseran fragmen tulang.

 Mengkaji ttv
 Mengkaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
 Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
 Memberikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
 Memberikan posisi nyaman
 Menjelaskanprosedur sebelum memulai
 Menganjurkan dan ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
 Mengkolaborasi : pemberian analgetik
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka
neuromuskuler :

 Mengkaji ttv
 Mempertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
 Mentinggikan ekstrimutas yang sakit
 Menginstruksikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstrimitas yang sakitdan tak sakit
 Memberi penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak
 Mengkolabirasi dengan dokter sesuai program
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka , bedah perbaikan.

 Mengkaji ttv
 Monitor suhu tubuh
 Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
 Melakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
 Melakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
 Mempertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
 Memasage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
 Menggunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
 Mengkolaborasi dengan dokter sesuai program
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan faktor yang mengganggu.

 Mengkaji ttv
 Melakukan pengkajian komprehensif sirkulasi perifer
 Memberikan posisi nyaman
 Mengkolaborasi dengan dokter sesuai program
EVALUASI
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan spasme otot,pergeseran fragmen tulang.

 Ttv pasien normal kembali


 nyeri pada pasien berkurang / hilang setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
 pasien tampak tenang dan nyaman
 pasien tampak memiliki energy untuk beraktivitas namun harus dipantau
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka
neuromuskuler:

Ttv pasien normal kembali


Mobilitas fisik secara optimal / normal
Pasien bisa melakukan latihan rentang gerak secara mandiri namun harus di pantau.
Rasa sakit pada tulang berkurang karena sudah melakukan latihan gerak rentang.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka , bedah perbaikan.

 Ttv pasien normal kembali


 Kulit terlihat normal
 Sudah tidak ada infeksi
 Luka bersih dan tidak bau
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan faktor yang mengganggu.

 Ttv pasien normal kembali


 Posisi paisen tampak nyaman dan aman

Anda mungkin juga menyukai