Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK

ASPEK LEGAL KEPERAWATAN GERONTIK

Dosen pengampu:
Drs.Junaidi, M.Kes

Di Susun Oleh:
ABRIAN
PO7120319013

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN PALU
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesainya makalah ini dengan judul “Aspek Legal Keetawatan Gerontik ” sebagai
penugasan mata kuliah Keperawatan gerontik.

kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Kiranya dapat berguna bagi pendidikan kesehatan khususnya
bagi perawat dan pembaca

kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.kami mengharapkan
kritik serta saran yang membangun dari seluruh pembaca sehingga makalah ini
menjadi lebih sempurna.

Palu, 13 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan ...................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3

A. Standar Gerontologi...............................................................................................3
B. Prinsip Etik............................................................................................................3
C. Prioritas Penelitian Bidang Keperawatan Gerontik...............................................5
D. Prinsip Etika Pelayanan Kesehatan pada Lansia...................................................6
E. Informed Consent................................................................................................10
F. Peraturan yang Berkaitan dengan Kesejahteraan Lansia.....................................10

BAB III PENUTUP....................................................................................................14

A. Kesimpulan..........................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (2014), proporsi penduduk di atas 60
tahun di dunia tahun 2000 sampai 2050 akan berlipat ganda dari sekitar 11%
menjadi 22%, atau secara absolut meningkat dari 605 juta menjadi 2 milyar
lanjut usia. Peningkatan jumlah lanjut usia juga terjadi di negara Indonesia.
Persentase penduduk lanjut usia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di
atas 7% dari keseluruhan penduduk, dengan spesifikasi 13,04% berada di
Yogyakarta, 10,4% berada di Jawa Timur, 10,34% berada di Jawa Tengah, dan
9,78% berada di Bali (Susenas, 2012). Penduduk lanjut usia terbesar di
Yogyakarta berasal dari Kabupaten Sleman, yaitu berkisar 135.644 orang atau
12,95% dari jumlah penduduk Sleman (Pemkab Sleman, 2015).
Meningkatnya populasi usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup
yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut membutuhkan
pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka usaha mencapai masa
tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (UU No. 23 Tahun 1992
Pasal 19 tentang Kesehatan. Menurut Susenas (2012), usia harapan hidup lanjut
usia pada tahun 2000 adalah 64,5 tahun. Angka ini meningkat menjadi 69,43
tahun pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun. Menurut
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Sleman tahun 2014,
usia harapan hidup lanjut usia di Yogyakarta mencapai 74 tahun dan untuk
Kabupaten Sleman mencapai 2 76,08 tahun (laki-laki 73,46 tahun dan perempuan
77,12 tahun), yang menjadi angka harapan hidup tertinggi nasional.
Meningkatnya jumlah lanjut usia dan umur harapan hidup berdampak besar
terhadap kesehatan masyarakat, terlebih dengan perubahan-perubahan yang
dialami lanjut usia dari berbagai sistem tubuh, baik dari segi fisik, psikologis,
sosial dan spiritual (Wirahardja dan Satya, 2014). Oleh karena itu, penulis

1
tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi mengenai aspek legal etik tentang lanjut
usia, serta dasar hukum pelayanan untuk lanjut usia sehingga dapat memahami
masalah-masalah yang dialami lanjut usia dewasa ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah standar gerontologi?
2. Bagaimanakah prinsip etik?
3. Bagaimanakah prioritas penelitian bidang keperawatan gerontik?
4. Bagaimanakah prinsip etika pelayanan kesehatan pada lansia?
5. Apakah informed consent ?
6. Bagaimanakah peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui standar gerontologi
2. Untuk mengetahui prinsip etik
3. Untuk mengetahui prioritas penelitian bidang keperawatan gerontik
4. Untuk mengetahui prinsip etika pelayanan kesehatan pada lansia
5. Untuk mengetahui informed consent
6. Untuk mengetahui peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Standar Gerontologi
Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan logos
berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia
dengan masalah-masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis,
sosiologis, psikologis, dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah
(scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan
(Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut Miller (2004), gerontologi merupakan
cabang ilmu yg mempelajari proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi
pada lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang
mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi
promotof, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan
badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).
Gerontologi adalah suatau pendekatan ilmiah dari berbagai aspek proses
penuaan, yaitu biologis, psikologis, social, ekonomi, kesehatan, lingkungan dan
lain-lain. Menurut kozier (1987), gerontologi adalah ilmu yang mempelajari
seluruh aspek penuaan. Menurut Miller (1990), gerontologi adalah Ilmu yang
memperlajari proses menua dan masalah yang mungkin terjadi pada lansia.
Gerontologi adalah suatu ilmu yang memperlajari proses penuaan dan maslaah
yang akan terjadi pada lansia (kozier,1987). Dalam referensi lain dikatakan
gerontology merupakan suatu pendekatan ilmiah dari berbagai proses penuaan
yaitu kesehatan, social, ekonomi , prilaku, lingkungan dan lain-lain (Depkes RI,
2000).
Pada tahun 1995 WHO menggariskan bahwa focus pembinaan bagi usia
lanjut adalah upaya promotif dan meminimalkan ketergantungan pada usia lanjut.
B. Prinsip Etik
a. Respect (Hak untuk dihormati)

3
Perawat harus menghargai hak-hak pasien
b. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatmen terbaik untuk dirinya
c. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal yang tidak membahayakan pasien/orang lain
dan secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasien
d. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
Kewajiban untuk perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian
atau cedera
e. Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang
pasien yang dipercayakan pasien kepada perawat.
f. Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri
berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
g. Fidelity (loyalty/ketaatan)
a) Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab
terhadap kesepakatan yang telah diambil.
b) Era modern, pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya
pada satu profesi). 80% kebutuhan dipenuhi perawat.
c) Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
d) Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang
disepakati.
h. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran
a) Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
b) Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan
kebenaran

4
Pemecahan masalah etik

1. Identifikasi masalah etik


2. Kumpulkan fakta-fakta
3. Evaluasi tindakan alternatif dari berbagai perspektif etik.
4. Buat keputusan dan uji cobakan
5. Bertindaklah, dan kemudian refleksikan pada keputusan tsb
C. Prioritas Penelitian Bidang Keperawatan Gerontik
Keperawatan gerontik secara holistik menggabungkan aspek pengetahuan
dan keterampilan dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan
kondisi kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual lansia. Hal ini diupayakan
untuk memfasilitasi lansia kearah perkembangan kesehatan yang lebih optimum,
dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan, maksimalkan kualitas hidup
lansia baik dalam kondisi sehat, sakit, maupun kelemahan serta memberikan rasa
aman, nyaman, terutama dalam menghadapi kematian. Penelitian keperawatan
gerontik diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
pengem- bangan teknik maupun mutu pelayanan dengan berbagai pendekatan di
atas. Namun, dalam menyusun prioritas penelitian, perlu diseimbangkan antara
kebutuhan untuk menambah ilmu dan wawasan baru dengan kebutuhan untuk
meningkatkan kualitas, efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan pelayanan. Dalam
mengembangkan penelitian tersebut, kita terlebih dahulu perlu mengetahui
aspek- aspek kritis yang ada dalam keperawatan gerontik.
a. Area Prioritas
a) Pelayanan, evaluasi dan efektivitas intervensi terhadap individu atau
kelompok atau metode baru dalam pelayanan keperawatan. sub area
prioritas: ventilasi dan sirkulasi, nutrisi, ekskresi, aktivitas dan istirahat,
stimulasi mental, tidur, masalah kardiovaskuler, masalah penyakit
vaskularisasi periver, masalah respiratori, masalah gastrointestinal, 3
masalah diabetes, masalah muskulusskeletal, masalah genitourinary,

5
masalah neurology, masalah menurunnya fungsi sensorik, masalah
dermatologi, masalah kesehatan mental, tindakan operatif dan
dampaknya, palliative care, manajemen nyeri, rehabilitasi, perawatan diri
dan higienitas, pengawasan menelan obat.
b) Parameter dan hasil (out come) intervensi klinik yang spesifik. Subarea
prioritas:diagnosis keperawatan yang spesifik, pengembangan alat ukur
geriatric.
c) Factor-faktor organisasi yang berdampak pada system pelayanan dan
kinerja, sub area prioritas : peran kolaborasi, model keperawatan di rumah
(home care), model perawatan di rumah sakit (hospital care), model
perawatan di panti jompo (institutional care), model perawatan jangka
panjang (long-term care), nursing agency, team work.
d) Factor-faktor sosial yang berdampak pada tingkat kesehatan lansia. Sub
area prioritas : aspek legal:kebijakan dan regulasi, kelenturan kesehatan
yang berbasis budaya dan kepercayaan, sosial ekonomi, konsep-konsep
gerontology (aspek kesehatan, aspek spiritual, aspek etika dan moral,
aspek nutrisi, aspek psikologis, aspek fisiologis dan aspek social).
e) Kualitas hidup (quality of life) dan intervensi kesehatan psiko social. Sub
area prioritas:penilaian status fungsional, psikologis, senile demensia,
olah raga, rekreasi, upaya preventif terhadap risiko kecelakaan, interaksi
social, spiritual, manajemen stress, sakaratul maut, support keluarga,
aktivitas dan disfungsi seksual.
f) Promosi kesehatan. Sub area prioritas:pesan, teknologi.
D. Prinsip Etika Pelayanan Kesehatan pada Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada
penderita usia lanjut adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
a. Empati : istilah empati menyangkut pengertian : “Simpati atas dasar
pengertian yang dalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan
geriatri harus memandang seorang lansia yang sakit denagn pengertian,

6
kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita
tersebut.
b. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan,
sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas-kasihan. Oleh
karena itu semua petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan
patologik dari penderita lansia.
c. Yang harus dan yang ”jangan” : prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-
maleficence dan beneficence. Pelayanan geriatri selalu didasarkan pada
keharusan untuka mngerjakan yang baik untuk pnderita dan harus
menghindari tindakan yang menambah penderita (harm) bagi penderita.
Terdapat adagium primum non nocere (”yang penting jangan membuat
seseorang menderita”). Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring
yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu
dengan derivat morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan
merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk
dikerjakan.
d. Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang inidividu mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri.
Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri
hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita dapat membuat
putusan secara mandiri dan bebas. Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini
dibantu (atau menjadi semakin rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi
secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang
fungsional masih kapabel (sedanagkan non-maleficence dan beneficence
lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal
aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang
menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu keputusan (mis. Seorang
ayah membuat keuitusan bagi anaknya yang belum dewasa).

7
e. Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatri harus memberikan perlakuan yang
sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang
penderita secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar
karakteristik yang tidak relevan.
f. Kesungguhan Hati : yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji
yang diberikan pada seorang penderita. Mengenai keharusan untuk berbuat
baik dan otonomi, Meier dan Cassel menulis sebagai berikut :
”..............although the medical community has ferquently been attacked for
its attitude toward patients, it is usually conceded that paternalism can be
justified if certain criteria are met; if the dangers averted or benefits gained
for the person outweigh the loss of autonomy resulting from intervention; if
the person is too ill to choose the same intervention… ”.
Dengan melihat prinsip diatas tersebut, aspek etika pada pelayanan geriatric
berdasarkan prinsip otonomi kemudian di titik beratkan pada berbagai hal
sebagai berikut :
a) Penderita harus ikut berpartisipasi dalam prosea pengambilan keutusan dan
pembuatan keputusan. Pada akhirnya pengambilan keputusan harus bersifat
sukarela.
b) Keputusan harus telah mendapat penjelasan cukup tentang tindakan atau
keputusan yang akan diambil secara lengkap dan jelas.
c) Keputuan yang diambil hanya dianggap sah bial penderita secara mental
dianggap kapabel.
Atas dasar hal diatas maka aspek etika tentang otonomi ini kemudian
ituangkan dalam bentuk hukum sebagai persetujuan tindakan meik (pertindik)
atau informed consent. Dalam hal seperti diatas, maka penderita berha menolak
tindakan medik yang disarankan oleh dokter, tetapi tidak berarti boleh memilih
tindakan, apabila berdasarkan pertimbangan dokter yang bersangkutan tindakan
yang dipilih tersebut tidak berguan (useless) atau bahkan berbahaya (harmful).

8
Kapasitas untuk mengambil keputusan, merupakan aspek etik dan hukum
yang sangat rumit. Dasar dari penilaian kapasitas pengambilan keputusan
penderita tersebut haruslah dari kapasitas fungsional penderita dan bukan atas
dasar label diagnosis, antara lain terlihat dari :
1) Apakah penderita bisa buat/tunjukan keinginan secara benar?
2) Dapatkah penderita memberi alasan tentang pilihan yang dibuat?
3) Apakah alasan penderita tersebut rasional (artinya setelah penderita
mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar)?
4) Apakah penderita mengerti implikasi bagi dirinya? (misalnya tentang
keuntungan dan kerugian dari tindakan tersebut? Dan mengerti pula berbagai
pilihan yang ada?)
Pada dasarnya prinsip etika ini mnyatakan bahwa kapasitas penderita untuk
mengambil/menentukan keputusan (prinsip otonomi) dibatasi oleh :
1) Realitas klinik adanya gangguan proses pengambilan keputusan (misalnya
pada keadaan depresi berat, tidak sadar atau dementia). Bila gangguan
tersebut demikian berat, sedangakan keputusan harus segera diambil, maka
keputusan bisa dialihkan kepada wakil hukum atau walimkeluarga
(istri/suami/anak atau pengacara). Dalam istilah asing keadaan ini disebut
sebagai surrogate decission maker.
2) Apabila keputusan yang diharapkan bantuannya bukan saja mengenai aspek
medis, tetapi mengenai semua aspek kehidupan (hokum, harta benda dll)
maka sebaiknya terdapat suatu badan pemerintah yang melindungi
kepentingan penderita yang disebut badan perlindungan hokum (guardianship
board). (brocklehurst and allen 1987, kane et al, 1994).
Dalam kenyatannya pengambila keputusan ini sering dilakukan
berdasarkan keadaan de-facto yaitu oleh suami/istri/anggota kelurga, dinbanding
keadaan dejure oleh pengacara, karena hal yang terkhir ini sering tidak praktis,
waktu lama, dan sering melelahkan baik secara fisik maupun emosional.

9
Oleh karena suatu hal, misalnya gangguan komunikasi, salah pengertian,
kepercayaan penderita atau latar belakang budaya dapat menyebabkan penderita
mengambil keputusan yang salah ( antara lain menolak tramfusi / tindakan bedah
yagn live saving). Dalam hal ini, dokter dihadapkan pada keadaan yang sulit,
dimana atas otonomi penderita tetap harus dihargai.
Yang penting adalah bahwa dokter mau mendengar semua keluhan atau
alasan penderita dan kalau mungkin memperbaiki keputusan penderita tersebut
denagn pemberian edukasi. Seringkali perlu diambil tindakan “kompromi” antara
apa yang baik menurut pertimbangan dokter dan apa yang diinginkan oleh
penderita.
E. Informed Consent
Persetujuan tertulis merupakan suatu persetujuan yang diberikan sebelum
prosedur atau pengobatan diberikan kepada seorang lanjut usia atau penghuni
panti. Syarat yang diperlukan bila seorang lanjut usia memberikan persetujuan
ialah ia masih kompeten dan telah mendapatkan informasi tentang manfaat dan
risiko dari suatu prosedur atau pengobatan tertentu yan g diberikan kepadanya.
Bila seoang lanjut usia inkompeten, persetujuan diberikan oleh pelindung atau
seorang walui.
F. Peraturan yang Berkaitan dengan Kesejahteraan Lansia
Berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang langsung mengenai
Lanjut Usia atau yang tidak langsung terkai dengan kesejahteraan Lanjut Usia
telah diterbitkan sejak 1965. beberapa di antaranya adalah :
1. Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang
Jompo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja.
3. Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.

10
4. Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
5. Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional.
6. Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Usaha Perasuransian.
7. Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
8. Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
9. Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan keluarga Sejahtera.
10. Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
11. Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 ahun 1994 tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan.
14. Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti undang-
Undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang jompo.
15. Pasal 27 UUD 45 Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjungnya hukum dan
pemerinahannya itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaannya dan penghidupannya yang layak bagi
kemanusiaan.
16. Pasal 34 UUD 45 Fakir miskin dan anak–anak yang terlantar dipelihara oleh
negara. Berpedoman pada hukum tersebut, sebagai perawat kesehatan
masyarakat bertanggung jawab dalam mencegah penganiayaan.
Penganiayaan yang dimaksud dapat berupa : penyianyiaan, penganiayaan
yang disengaja dan eksploitasi. Sedangkan pencegahan yang dapat dilakukan
adalah berupa perlindungan di rumah, perlindungan hukum dan perawatan di
rumah.

11
Jenis-jenis penyiksaan (Gelles & Straus, 1988)
1) Penyiksaan suami-istri
2) Penyiksaan terhadap anak fisik dan seksual
3) Penyiksaan terhadap lansia
4) Peniksaan terhadap orang tua
5) Penyiksaan terhadap sibling
17. Undang-undang No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial.
18. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19: Kesehatan manusia usia
lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan agar tetap
produktif dengan bantuan pemerintah dalam upaya penyelenggaraannya.
19. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut pasal 14 : Pelayanan
kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajad
kesehatan dan kemampuan usia lanjut agar kondisi fisik, mental, dan
sosialnya dapat berfungsi secara wajar melalui upaya penyuluhan,
penyembuhan, dan pengembangan lembaga.
20. Undang-undang No.13 tahun 1998 mengamanatkan bahwa pemerintah dan
masyarakat berkewajiban memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia.
Pemberikan pelayanan berlandaskan pada filosofi dan nilai budaya
masyarakat Indonesia yang berasas Three Generation in One Roof yang
mengandung arti yaitu adanya pertautan yang bernuansa antar 3 generasi,
yaitu: anak, orang tua dan kakek/nenek.
21. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Seseorang yang telah
lulus dan mendapatkan ijasah dari pendidikan kesehatan yang diakui
pemerintah. Tenaga keperawatan adalah perawat dan bidan.
22. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah Kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan

12
peraturan perundang-undangan. 4.23. UU No. 23 Tahun 1999 tentang
Kesehatan.
23. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
24. Keppres No 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 60 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pembentukan Komda Lansia dan Pemberdayaan Masyarakat dalam
penanganan lansia di daerah
25. Peraturan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanan
Sosial Lanjut Usia.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pengertian lanjut usia secara umum, seseorang dikatakan
lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas (Effendi dan Makhfudli,
2009). Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut
usia meliputi usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun, lanjut usia (elderly) antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) antara
75 sampai 90 tahun sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap
berbagai aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009). Gerontic
nursing berorientasi pada lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur.
Nugroho (2006), gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut
usia dengan segala permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
Masalah Kesehatan Gerontik meliputi masalah kehidupan sexual, perubahan
prilaku, pembatasan fisik, palliative care, pengunaan obat, kesehatan mental.
Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas, pendekatan, dan jenis
pelayanan kesehatan yang diterima.
Dasar hukum pelayanan lansia meliputi UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, Keppres No 52 Tahun
2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Komda Lansia dan
Pemberdayaan Masyarakat dalam penanganan lansia di daerah, Peraturan
Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut
Usia dan UU No. 13 tahun 1998.

14
B. Saran
Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahamannya terhadap
materi mengenai aspek legal keperawatan gerontik. Diharapkan makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembacanya dan menambah pengetahuan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi. 2000. Buku Ajar Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut), Edisi 2. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Effendi & Mukhfudli. 2009. Keperawatan Komunitas : Teori dan Praktek


dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Elliopolous, C. 2005. Gerontologic Nursing. Jakarta : Erlangga


Maryam, R siti.2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakatra: Salemba
medika Situart dan Sundart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 1. Jakarta: EGC

SKM, dkk. 2005. Pandaun Gerontologi, Tinjauan Dari Berbagai Aspek. PT


Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Tamher, S & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

16

Anda mungkin juga menyukai