Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

TENTANG KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

DISUSUN OLEH :
1. IRMA WILIS 1710105015
2. SYAFRINA YOLANDA 1710105072
3. RATIH KARTIKARAHAYU 101050102
4. AGUNG MULIA 1810105001
5. AFIFAH RAHMADHANI 1810105002
6. ANNISA REJA RAHAYU 1810105003
7. ANGGUN MARSHA 1810105004

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Ledia Restipa, M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, berkat
karunia dan pertolongannya lah sehingga Makalah Keperawatan gerontik tentang konsep dasar
keperawatan gerontik.
Makalah ini disusun berdasarkan referensi dari beberapa buku dan media internet dengan
harapan dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi para pembaca sekalian.
Ucapan terima kasih tak lupa saya tuturkan sebanyak-banyaknya kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran penyusunan makalah ini.Semoga Allah swt membalas segala
kebaikan saudara sekalian.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam penulisan
maupun informasi yang terkandung di dalam makalah ini, mengingat akan kemampuan yang
penulis miliki, oleh karena itu dengan segala kerendahan dan tangan terbuka penulis
mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini sebagai tuntunan agar makalah ini kedepannya dapat lebih baik lagi.
Akhir kata semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Amin..

Padang, 21 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………….………..ii
A.     Latar Belakang……………………………………………………….………..3
B.     Rumusan Masalah……………………………………………………………..3
C.    Tujuan………………………………………………………………….………4
D.  Manfaat…………………………………………………………………………4
BAB 2 PEBAHASAN……………………………………………………….……..6
A.      Pengertian Keperawatan Gerontik…………………………………………..6
B.     Tujuan Keperawatan Gerontik……………………………………………….7
C.      Fungsi Perawat Gerontik……………………………………………………..8
D.    Peran Perawat Gerontik……………………………………………………….9
E.     Masalah Kesehatan Pada Lansia……………………………………………..11
F.     Mitos Pada Lansia……………………………………………………………..15
G.    Pendekatan pada Lansia………………………………………………………16
H.    Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia…………………………………..17
Bab III PENUTUP…………………………………………………………………21
A.      Kesimpulan………………………………………………………………….…21
B.       Saran…………………………………………………………………………...21
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah
mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran
sejalan dengan waktu dan proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial serta saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada
lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan lansia, yaitu pelayanan
konsultasi, pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Pelayanan ini tidak lain untuk
meningkatkan taraf  kesejahteraan lansia, mewuujudkan kemandirian usaha  sosial ekonomi
lansia.   
Mengingat proyeksi penduduk lansia pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,37 %
penduduk Indonesia, maka keperawatan gerontik memiliki potensi kerja yang cukup besar di
masa mendatang. Perawat perlu membudayakan kegiatan penelitian dan pemanfaatan hasil-
hasilnya dalam praktik klinik keperawatan untuk mempersiapkan pelayanan yang prima. Praktik
yang bersifat evidence-based harus dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan organisatoris
pelayanan kesehatan pada semua tingkatan agar langkah-langkah tersebut dapat diaplikasikan
untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan tersebut. Budaya ilmiah juga dapat
dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik, justifikasi tindakan keperawatan, dan bahan
pengambilan keputusan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian keperawatan gerontik?
2.      Apa tujuan dari keperawatan gerontik?
3.      Apa fungsi dari perawat gerontik?
4.      Apa peran dari perawat gerontik?
5.      Apa masalah kesehatan pada lansia?
6.      Apa saja pendekatan yang dapat digunakan?
7.      Apa saja model konseptual gerontik menurut para ahli?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui defenisi gerontik
2.      Untuk mengetahui tujuan dari keperawatan gerontik
3.      Untuk mengetahui fungsi dari perawat gerontik
4.      Untuk mengetahui peran dari perawat gerontik
5.      Untuk mengetahui model konseptual dalam keperawatan gerontik menurut para ahli

 D.  Manfaat
1.      Pembaca dapat mengetahui informasi tentang keperawatan gerontik
2.      Perawat dapat mengetahui cara atau langkah yang dapat dilakukan dalam memberikan
asuhan keperawatan bagi lansia
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama kalinya
sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun 1976, nama tersebut
diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia
dan logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia
dengan masalah-masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis,
psikologis, dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach)
terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut Miller
(2004), gerontologi merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses manuan dan masalah yg
mungkin terjadi pada lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang
mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa, dan sosial, serta
penyakit cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie Gunter dan Carmen
Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun istilah keperawatan gerontik
sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing berorientasi pada
lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara luas,
tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala permasalahannya,
baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli, istilah yang paling menggambarkan
keperawatan pada lansai adalah gerontological nursing  karena lebih menekankan kepeada
kesehatan ketimbang penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek
perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
B.     Tujuan Keperawatan Gerontik
 Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):
1.         Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan
proses penuaan
2.         Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik
jasmani, rohani, maupun social secara optimal
3.         Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut
usia
4.         Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
5.         Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
6.         Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit
7.         Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat

Tujuan dari geriatrik menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut:


1.         Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-tingginya
sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan
2.         Memelihara kondisi kesehatan dengan akticitas fisik dan mental
3.         Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang
tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu
4.         Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit
atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)
5.         Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada
stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan
perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan
perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).

Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi


tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan
teknik keperawatan gerontik (Maryam, 2008).
C.      Fungsi Perawat Gerontik
Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam bidang gerontik.
Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari perawat gerontologi adalah :
1.         Guide persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang pada segala
usia untuk mencapai masa tua yang sehat)
2.         Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua)
3.         Respect the tight of older adults and ensure other do the same (menghormati hak orang
yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan  hal yang sama)
4.         Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong kualitas
pelayanan)
5.         Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan serta menguragi resiko
terhadap kesehatan dan kesejahteraan)
6.         Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan)
7.         Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk pertumbuhan
selanjutnya)
8.         Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)
9.         Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat, dukungan, dan harapan)
10.     Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan, mendukung,
menggunakan, dan berpartisipasi dalam penelitian)
11.     Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan restorative dan
rehabilitative)
12.     Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)
13.     Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic maner (mengkaji,
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan individu dan perawatan secara
menyeluruh)
14.     Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)
15.     Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality (membangun masa
depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya)
16.     Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each other (saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan spiritual)
17.     Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal dan
mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja)
18.     Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan kenyamanan
dalam menghadapi proses kematian)
19.     Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk meningkatkan
perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)

D.    Peran Perawat Gerontik


Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu peran
secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting, seperti rumah
sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan kepada individu dan
keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk pelayanan
dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan hingga
evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik spesialis
klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik pelaksana/geriatric
nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung, pendidik, manajer
perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau
meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit,
fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan
peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan intervensi
untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan klien;
manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang,
dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran perawat gerontik spesialis klinis.
Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:
a)      Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah sakit dengan kondisi
akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka panjang. Lansia biasanya memiliki gejala
yang tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan perawatannya. Maka perawat klinis perlu
memahami tentang proses penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di usia lanjut termasuk
faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup.
b)      Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau baccalaureate level.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan metode evidence based
practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature terbaru, membacanya, dan
mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada
level undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu melakukan
pengumpulan data.
c)      Manajer Perawat                
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen waktu, membangun
hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai role model
bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan melaksanakan
program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit. Perawat gerontik
berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas hidup yang mendorong perawat
menerapkan perubahan inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan setting
perawatan jangka panjang lainnya.
d)     Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di masyarakat.
Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur seseorang. Seringkali
para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai
layanan masyarakat termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat
bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan
mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
e)      Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan dengan
modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai
usia tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres untuk menghadapi
usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara
dan sarana untuk mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes,
alzheimer, dementia, bahkan kanker.
f)       Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan optimal, memelihara
kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai inovator  yakni dengan
mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan riset/
penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan gerontik.
g)      Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi penurunan fungsional
klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi
klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.

E.     Masalah Kesehatan Pada Lansia


Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada dewasa muda, karena 
penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit
dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa,
yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility (kurang
bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser
buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan
intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell,
communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi,
penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang
gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan),
insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence
(impotensi).
Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan
dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat
memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang  seoptimal mungkin.
Kesehatan
1.    Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia
kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan
saraf, dan penyakit jantung dan pembuluh darah.
2.     Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang
berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun faktor
ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan. 
Akibat yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar karena air panas
akibat terjatuh ke dalam tempat mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya.
3.     Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada
lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup
mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang seringkali
dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi
baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah
kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Lansia dengan beser bak sering mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi
keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga berkurangnya
kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab),
yang justru akan memperberat keluhan beser bak tadi.
4.    Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi
intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas
kehidupan shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau
lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia (kepikunan
berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu
hal yang dapat menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan
dengan gangguan intelektual lainnya.
5.     Infeksi:  merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain
sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di
dalam diaggnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor
risiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi,
kekebalan tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya
beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat
berkurang. Selain daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan
mempermudah tubuh mengalami infeksi.
6.    Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua
semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-otot
yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi, sedangkan kulit
menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.
7.    Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat,
kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi
usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus
menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat
berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
8.     Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian
sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya
depresi pada lansia. Namun demikian, sering sekali gejala depresi menyertai penderita dengan
penyakit-penyakit gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya,
karena gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses
menua yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak
bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban,
cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat
berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya
kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan
mau bunuh diri, dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi
terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung
berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa
tidak jelas.
9.    Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan maupun
kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang
bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera,
kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan baru
kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental,
gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.
10.      Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan
mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan penghasilan.
Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat,
yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai  peranan di dalam menjalani masa
tuanya.
11.     Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah menderita
penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebahagian
lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat
menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.  
12.      Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia
adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi karena sangat rutin maka
kita sering melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan pada kedua proses
tersebut maka kita ingat akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat)
maka pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak. Berbagai
keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni  sulit untuk masuk dalam
proses tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi,  jika terbangun
sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari. 
13.      Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia
merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang 
walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula  karena
berbagai keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang
baru saja diderita (akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian
juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh
dan lain-lain.
14.  Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi
yang cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan.  
Menurut Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria
usia 40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang terdiri dari
disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan minimal 17 %. Penyebab disfungsi
ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan
pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan
juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya
kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan (Siburian, 2009).

F.     Mitos Pada Lansia


1.         Mitos kedamaian dan ketenangan
Kenyataan :
a.       Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit
b.      Depresi
c.       Kekhawatiran
d.      Paranoid
e.       Masalah psikotik
2.      Mitos konservatisme dan kemunduran
a.       Konservatif
b.      Tidak kreatif
c.       Menolak inovasi
d.      Berorientasi ke masa silam
e.       Merindukan masa lalu
f.       Kembali ke masa kanak-kanak
g.      Susah berubah
h.      Keras kepala
i.        Cerewet
3.      Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh berbagai penderitaan
akibat bermacam penyakit yang menyertai proses manua.
4.      Mitos semilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak
5.      Mitos tidak jatuh cinta
Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada atau sudah berkurang
6.      Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat, dorongan, gairah,
kebutuhan dan daya seks berkurang
7.      Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif

G.    Pendekatan pada Lansia


1.      Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian terhadap
kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik
pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan
penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien lanjut
usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
a.       Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
b.      Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat  harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini, terutama
tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan
kesehatannya.
2.      Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut
usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila
perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
3.      Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame klien
lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial,
baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan komunikasi,
melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama mereka
maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna wherda.

H.    Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia


1.         Pelayanan social di keluarga sendiri
Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia yangdlakukan di rumah
sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia. Tujuan pelayanan yang diberikan adalah
membantu keluarga dalam mengatasi dan memecahkan masalah lansia sekaligus memberikan
kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarganya.
Pelayanan ini dapat diberikan oleh:
a.       Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
b.      Keluarga
c.       Kelompok
d.      Lembaga / organisasi sosial
e.       Dunia usaha dan pemerintah
Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan
secara kontinu setiap hari, minggu, bulan dan selama lansia atau keluarganya membutuhkan.
2.      Foster Care Service
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial yang diberikan
kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lansia tinggal bersama keluarga lain
karena keluarganya tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm
kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang
dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat
dilayani oleh keluarganya sendiri.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa
a.       Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi makanan
b.      Peningkatan gizi
c.       Bantuan aktivitas
d.      Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan
e.       Pendampingan rekreasi
f.       Olah raga dsb
3.      Pusat santunan keluarga (pusaka)
Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh daritempat tinggal lansia.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu keluarga/lanjut usia dalam mengatasi permasalahan,
memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah lansia sekaligus member kesempatan kepada lansia
untuk tetap tinggal di lingkungan keluarga.
Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan keluarga sendiri atau
keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi mengalami keterbatasan ekonomi.
4.      Panti social Tresna Wherda
Institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani, rohani, sosial dan perlindungan untuk
memenuhi kebutuhan lansia agar dapat memiliki kehidupan secara wajar.
Pelayanan yang diberikan dalam bentuk kegiatan, antara lain:
  Kegiatan rutin
a.       Pemenuhan makan 3x/hari
b.      Senam lansia (senam pernafasan, senam jantung, senam gerak latih  otak dsb)
c.       Bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agama
d.      Kerajinan tangan (menjahit, menyulam, merenda)
e.       Menyalurkan hobi (bermain angklung, menyanyi, karaoke, berkebun)

  Kegiatan waktu luang


a.       Bermain (catur, pingpong)
b.      Berpantun/baca puisi
c.       Menonton film
d.      Membaca Koran

I.       Model Keperawatan Gerontik Menurut Ahli

1.    Model Konseptual Adaptasi Callista Roy


Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang berfokus pada kemampuan
adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya. Dalam penerapannya Roy menegaskan bahwa
individu  adalah makhluk  biopsikososial sebagai satu kesatuan  utuh yang memiliki mekanisme
koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan lingkungan
sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh pada perkembangan manusia. Sehat
adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri, respon yang menyebabkan
penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu kebutuhan dan menyebabkan individu
berespon terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya atau prilaku tertentu. Menurutnya peran
perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan yang ada.

2.    Model Konseptual Human Being Rogers


Marta Rogers (1992) mengungkapkan metaparadigma lansia. Dia menyajikan lima asumsi
tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan sebagai kesatuan yang dengan individualitas.
Manusia secara kontinyu mengalami pertukaran energi dengan lingkungan. Manusia mampu
abstraksi, citra, bahasa, pikiran, sensasi, dan emosi. Manusia diidentifikasi dengan pola dan
mewujudkan karakteristik dan perilaku yang berbeda dari bagian dan yang tidak dapat
diprediksi dengan pengetahuan tentang bagian - bagiannya.
1.      Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya, individu dan
lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan, tereduksi terpisahkan, energi
lapangan pandimensional diidentifikasi dengan pola dan integral dengan bidang manusia
(Rogers, 1992).
2.      Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan. Ditujukan
terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah pembangunan manusia.
Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses perubahan sehingga orang dapat mengambil
manfaat (Rogers, 1992).
3.      Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari komunikasi pribadi
dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa ia memandang kesehatan sebagai
sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan kesimpulan sebelumnya bahwa penyakit, patologi
dan kesehatan adalah sebuah nilai.
3.  Model Konseptual Keperawatan Neuman
Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara utuh dan keperawatan
adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan semua variabel yang mempengaruhi
respon klien terhadap stressor. Melalui penggunaan model keperawatan dapat membantu
individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level maksimum dari
total wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi dari semua variabel
yang mana mendapat perhatian dari keperawatan . Neuman (1981) menyatakan bahwa dia
memandang model sebagai sesuatu yang berguna untuk semua profesi kesehatan dimana mereka
dan keperawatan mungkin berbagi bahasa umum dari suatu pengertian. Neuman juga percaya
bahwa keperawatan dengan perspektif yang luas dapat dan seharusnya mengkoordinasi
pelayanan kesehatan untuk pasien supaya fragmentasi pelayanan dapat dicegah.
4.  Model Konseptual Keperawatan Henderson
Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki keterikatan hidup secar
individual selama daur kehidupan, dari fase ketergantungan hingga kemandirian sesuai dengan
usia, keadaan, dan lingkungan. Perawat merupakan penolong utama klien dalam melaksanakan
aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau mencapai kematian
yang damai. Bantuan ini diberikan oleh perawat karena kurangnya pengetahuan kekeuatan, atau
kemauan klien dalam melaksanakan 14 komponen kebutuhan dasar.
5.  Model Konseptual Budaya Leininger
Model konseptual Leininger sering disebut sebagai  Trancultural Nursing Theory atau teori
perawatan transkultural.
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture
imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau
beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan
perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan
kebiasaan. Sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik
secara diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan
kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain
karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok lain.
6.  Model Konseptual Perilaku Johnson
 Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien beradaptasi
terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial dapat mempengaruhi
kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress sehingga klien
dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968). Teori Johnson
berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku berikut:
1.      Perilaku mencari keamanan
2.      Perilaku mencari perawatan
3.      Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi
4.      Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
5.      Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural
6.      Perilaku seksual dan identitas peran
7.      Perilaku melindungi diri sendiri
Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku diatas, yang
disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam
lingkungannya.Akan tetapi ketika stres mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi
tidak dapat diduga dan tidak jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti
ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan
tersebut.
7.  Model Konseptual Self Care Orem
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan klien untuk
mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
a.    Teori Self care deficit
Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam
mencapai taraf kesehatannya.
b.    Teori Self care
Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit perawatan diri
terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas perawatan dirinya
c.    Teori nursing system
Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang mengatur kemampuan
individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai dengan tiga tingkatan
BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
Keperawatan gerontik bertujuan memberikan asuhan keperawatan yang efektif terhadap
klien yaitu lanjut usia. Asuhan diberikan agar klien mendapatkan kenyamanan dalam hidup.
Peran perawat dalam gerontik adalah memberikan asuhan keperawatan dan membantu klien
dalam mengahadapi masalahnya dan membantu memenuhi kebutuhan yang tidak bias dipenuhi
sendiri oleh klien.

B.       SARAN
Dalam keperawatan gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui asuhan
keperawatan yang akan diberikan terhadap klien yaitu para lansia sehingga lansia merasa
tercukupi kebutuhannya secara lebih efektif.
Bagi keluarga klien juga hendaklah mengetahui tentang cara-cara asuhan pada lansia sehingga
lansia dapat menjalani masa tuanya dengan lebih baik dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2012
dari http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-d189511678
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012
dari http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i
Sri, Nina. (2010). Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012
dari http://cheezabluesecret.multiply.com/journal

Anda mungkin juga menyukai