Anda di halaman 1dari 30

ETIKA KEPERAWATAN

“BIOETIK DAN HUBUNGAN ETIK “

Kelompok 1

1. Anisha Mursalina (163110195)


2. Fadiah Rilwahyuni (163110204)
3. Faras Fajri (163110205)
4. Niken Yulista (163110215)
5. Ratna Oktavia (163110219)
6. Sonia Zhahara (163110224)
7. Yulvinda Amritama (163110231)

Kelas : I.B

Dosen Pembimbing :

1. Reflita, SKp, M.Kep


2. Efitra, SKp, M.Kep
3. Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG

2017

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga

kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena

itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya . Dari sanalah semua kesuksesan

ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada

langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,

namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah

ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Padang , 5 april 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Pengertian Bioetik ......................................................................................... 3

B. Bioetika keperawatan ................................................................................... 4

C. Prinsip Etis Dalam Pelayanan Keperawatan ............................................. 5

D. Model Keputusan Bioetika ........................................................................... 6

E. Pendekatan Bioetik......................................................................................11

F. Isu Bioetik Dalam Keperawatan.................................................................14

G. Nilai- Nilai Pribadi Dan Praktik Profesional............................................16

H. Hubungan Perawat Pasien Dan Dokter......................................................16

I. Hubungan Perawat Dengan Pasien.............................................................16

J. Hubungan Kerja Perawat Dengan Perawat...............................................18

K. Hubungan Perawat Dengan Tempat Kerja...............................................19

L. Hubungan Perawat Dengan Dokter............................................................20

M. Model – Model Hubungan.............................................................................22

BAB III PENUTUP..............................................................................................25

A. Kesimpulan......................................................................................................25

3
B. Saran................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemajuan dan pengetahuan teknologi di bidang kesehatan berdampak besar terhadap

peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang dilaksanakan oleh

tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja secara mandiri dan dapat

pula bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan

keperawatan untuk klien bik secara individu, keluarga ataupun masyarakat dengan

memandang manusia secara biopsikososial spiritul yang komprehensif.

Sebagai tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap yang

menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan bertanggung jawab secara moral.

Masalah merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari segala segi kehidupan.

Tidak ada satupun benda ataupun subjek hidup yang bersih tanpa masalah.

Begitu juga dalam praktik keperawatan terdapat beberapa hal yang bisa jadi merupakan

masalah dalam praktik keperawatan. Baik merupakan perbuatan dari pihak yang tidak

bertanggung jawab, ataupun segala hal yang terjadi disebabkan oleh pertimbangan etis.

B. TUJUAN

a. Tujuan Umum

agar mahasiswa dapat memahami tentang pendekatan etika dan bioetik,serta

hubungan etika.

b. Tujuan Khusus

1) Mahasiswa dapat mengetahui Pengertian Bioetik


2) Mahasiswa dapat mengetahui Bioetika keperawatan
3) Mahasiswa dapat mengetahui Prinsip Etis Dalam Pelayanan Keperawatan

5
4) Mahasiswa dapat mengetahui Model Keputusan Bioetika
5) Pendekatan Bioetik
6) Mahasiswa dapat mengetahui Isu Bioetik Dalam Keperawatan
7) Mahasiswa dapat mengetahui Nilai- Nilai Pribadi Dan Praktik Profesional
8) Mahasiswa dapat mengetahui Hubungan Perawat Pasien Dan Dokter
9) Mahasiswa dapat mengetahui Hubungan Perawat Dengan Pasien
10) Mahasiswa dapat mengetahui Hubungan Kerja Perawat Dengan Perawat
11) Mahasiswa dapat mengetahui Hubungan Perawat Dengan Tempat Kerja
12) Mahasiswa dapat mengetahui Hubungan Perawat Dengan Dokter
13) Mahasiswa dapat mengetahui Model – Model Hubungan

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bioetik
Secara harfiah, istilah bioetik muncul dari bahasa Yunani, bios (hidup) dan ethike (apa
yang seharusnya dilakukan manusia). Istilah ini sendiri diartikan sebagai kajian etika
mengenai isu sosial dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan medis.
Bioetik adalah studi tentang isu etik dalam pelayanan kesehatan. Bioetik adalah etika
yang menyangkut kehidupan dalam lingkungan tertentu atau etika yang sberkaitan dengan
pendekatan terhadap asuhan kesehatan ( Ismani Nila, 2001 hal;16 ). Bioetik adalah penerapan
etik dalam situasi perawatan kesehatan.Bioetik merupakan evaluasi etik pada moralitas
treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada
lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin
membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan
nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan tindakan pengobatan dan
biologi.
Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etik pada moralitas
treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada
lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin
membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan
nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu
dalam bioetik antara lain : peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan
kesehatan
Bioetika muncul sebagai respon atas semakin berkembangnya ilmu dan teknologi
hayati, utamanya di bidang medis yang berhubungan erat dan/atau menjadikan manusia
sebagai objeknya.
Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut
perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah
pelayanan kesehatan.
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik,
menyangkut masalah biologi dan dalam kaitannya dengan pengobatan. Lebih lanjut bioetik
difokuskan kepada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan,

7
bioteknologi, pengobatan,politik, hukum dan theologi. Isu bioetik yang muncul antara lain
peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pmberian pelayananan kesehatan.

B. Bioetika keperawatan
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan
keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan dan setiap
penganbilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata
tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang
dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001).
Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak & Gallo,
1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik sebagaimana
tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi keperawatan.
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum
teratasi ( catalano, 1991).
Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah,
kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika merupakan aplikasi atau
penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-
prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya
yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik
untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional
seperti Kode Etik PPNI atau IBI.
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap
suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai
dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan
sebagai perilaku personal. Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar
personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam
agama, hukum, adat dan praktek professional.
Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang
berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional.

8
Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau bidan, dan berlanjut
pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis
mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan
keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat
atau bidan seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip
dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan /kebidanan.

C. Prinsip Etis Dalam Pelayanan Keperawatan

Lima prinsip penting dalam bidang keperawatan yang dikembangkan oleh Fry (1991)
meliputi :
1. Kemurahan Hati (Beneficence)
Inti dari prinsip ini adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang
menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yang merugikan atau membahayakan klien.
Tetapi dengan kemajuan ilmu dan teknologi, resiko yang membahayakan klien dapat terjadi
sehingga akan menimbulkan konflik atau dilema. Untuk itu diperlukan sistem klarifikasi nilai
sebelum seseorang memutuskan suatu tindakan. Megan (1989) mengelompokan tujuh proses
penilaian ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Menghargai
· Menjunjung dan menghargai nila/keyakinan dan perilaku seseorang
· Menegaskan di depan umum jika diperlukan
b. Memilih
· Memilih dari berbagai alternative
· Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya
· Memilih secara bebas
c. Bertindak
· Bertindak sebagai pola, konsistensi, dan repetisi (mengulang yang telah disepakati)

Langkah-langkah di atas dapat digunakan perawat untuk membantu pasien dalam


mengambil keputusan melalui proses mengidentifikasi bidang konflik, memilih dan
menentukan berbagai alternatif, menetapkan tujuan dan pada akhirnya melakukan tindakan.

9
2. Keadilan (Justice)
Beauchamp dan Childress memandang bahwa mereka yang sederajat harus
diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat,
sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan kata lain ketika seseorang mempunyai kebutuhan
kesehatan yang besar, maka ia harus mendapatkan sumber kesehatan yang besar pula.
3. Kemandirian (Otonomi)
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih (Veatch dan
Fry, 1987). Penerapan prinsip ini dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
usia, penyakit, ekonomi, lingkungan rumah sakit, tersedianya informasi dan lain-lain.
4. Kejujuran (Veracity)
Menurut Veatch dan Fry (1987), prinsip ini didefinisikan dengan menyatakan yang
sebenarnya atau tidak bohong. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada klien dalam keadaan
terminal, klien ingin diberi tahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978). Kejujuran
harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan klien, karena kejujuran merupakan dasar
terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
5. Ketaatan (Fidelity)
Prinsip ini didefinisikan oleh Veatch dan Fry sebagai tanggung jawab untuk tetap
setia pada suatu kesepakatan. Dalam konteks hubungan perawat-klien meliputi
tanggungjawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan memberikan
perhatian/kepedulian. Kesetiaan perawat terhadap janji-janji tersebut mungkin tidak akan
mengurangi penyakit atau mencegah kematian klien, tetapi akan mempengaruhi kehidupan
serta kualitas kehidupan klien.

D. Model Keputusan Bioetika

Para siswa sering mengalami kesulitan bagaimana cara memulai ketika menganalisis
suatu konflik etika atau dilema. Mereka tidak mengetahui pertanyaan apa yang disampaikan
dan bagaimana proses untuk sampai pada suatu keputusan (Johansen & Harris, 2000).

Di dalam kelas, kita memperkenalkan suatu masalah ilmiah teknis dan meminta para
siswa mengemukakan sebanyak mungkin pandangan etis yang mereka kuasai. Sebagai
contoh, kita meminta para siswa untuk mempertimbangkan percobaan menggunakan binatang
untuk penemuan ilmiah yang secara etika benar. Kita menggolongkan tanggapan mereka ke
dalam teori konsekuensialisme atau deontologi (Teori Kantian). Dari diskusi seperti itu akan

10
membimbing siswa untuk sampai kepada wawasan bahwa ada banyak pandangan-
panadangan yang berbeda, yang mungkin sebelumnya siswa mengira hanya ada satu
pandangan/kesimpulan yang benar guna memberikan solusi terhadap suatu konflik atau
dilema.

Etika keperawatan mengacu pada bioetik yang terdiri dari 3 pendekatan

1) Pendekatan Telelogik
2) Pendekatan Deontologik
3) Pendekatan Intiutionism
Pendekatan Telelogik
Menjelaskan suatu fenomena dan akibatnya
Pendekatan ini dihadapkan pada konsekuensi dan keputusan etik.
Membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk kepentingan medis.
Pendekatan ini selalu digunakan dalam menghadapi masalah medis
Contoh kasus:
Dalam suatu kondisi seorang pasien harus segerah dioperasi sedangkan tidak ada ahli
bedah yang berpengalaman, namun hanya ada ahli bedah yang belum berpengalaman untuk
keselamatan pasien bisa dilakukan operasi.
-Seorang perawat bisa menolong pesalinan bila tidak ada bidan.
Pendekatan Deontologi
Adalah merupakan suatu teori atau study tentang kewajiban moral atau
pendekatannya didasarkan pada kewajiban moral.
Moralitas dari suatu keputusan etis yang sepenuhnya terpisah dari konsukensinya.
Seorang perawat berkeyakinan bahwa menyampaikan suatu kebenaran merupakan
suatu hal yang sangat penting dan tetap harus disampaikan .
Perbedaan 2 pendekatan pada kasus sbb;
Isu etis aborsi (teleologik); mungkin mempertimbangkan bahwa tujuan
menyelamatkan kehidupan ibu, hal yang dibenarkan dalam tindakan aborsi.
Deontologik secara moral terminasi kehidupan merupakan hal yang buruk untuk
dilakukan. Pendekatan ini dilakukan tanpa menentukan keputusan.
Pendekatan Intiutionism
Bahwa pandangan atau sifat manusia dalam mengetahui hal yang benar dan salah
Keyakinan akan etika keperawatan yang akan dilakukan dan meyakini baik dan benar.
Contoh kasus:

11
Seorang perawat tentu mengetahui bahwa menyakiti pasien merupakan tindakan yang
tidak benar. Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi pada perawat, karena mengacu pada etika
seorang perawat yang diyakini dapat membedakan mana yang benar dan mana yang buruk
untuk dilakukan.
Pembelajaran bioetika dapat dilakukan sebagaimana yang dikemukakan Fullick &
Ratcliffe (1996) yakni :
1. Interpretasi (memperkenalkan isu-isu etika dalam Biologi, misal: kloning, apa kloning itu?
bagaimana kalau suami istri tidak punya anak secara biologis karena suami Azoospermia,
bertahan ingin punya anak biologis dengan kloning?)
2. Analisis (faktor-faktor apa baik dari luar maupun dalam diri seseorang yang
mempengaruhi seseorang ingin punya anak?)
3. Argumen (rencana keputusan apa saja yang mungkin diambil dan apa kekuatan dan
kelemahan masing-masing?)
4. Pengambilan Keputusan (keputusan yang dapat diambil setelah melakukan kritik terhadap
masing-masing rencana keputusan).
Strategi pembelajaran bioetika dapat berupa diskusi maupun debat yang mengandung
tahapan di atas. Pembelajaran bioetika seperti tersebut di atas dikenal juga dengan
pembelajaran bioetika menggunakan Dilema Bioetika.
1. RESOLVEDD
Model pengambilan keputusan yang lain adalah strategi RESOLVEDD,
diperkenalkan dalam Ethics on the job (Pfeiffer & Forsberg dalam Johansen & Harris, 2000).
Strategi ini mengijinkan para siswa untuk membuat suatu keputusan setelah menganalisis dan
mengevaluasi kedua sumber utama pertimbangan etis: prinsip (deontologi) dan konsekwensi
(konsekuensialisme).

Strategi RESOLVEDD meliputi langkah-langkah berikut:

R. Review :Meninjau ulang sejarah.

E. Estimate :Menaksir masalah atau konflik.

S. Solutions :Mendaftar kemungkinan pemecahan yang utama.

O. Outcomes :Menyatakan konsekwensi atau hasil yang penting dari tiap solusi utama.

L. Likely :Menguraikan kemungkinan dampak dari tiap solusi utama.

V.Values :Menjelaskan nilai-nilai yang ditegakkan dan yang dilanggar oleh masing-
masing solusi.

12
E. Evaluate :Mengevaluasi masing-masing solusi utama dan hasilnya, kemungkinan
dampak, nilai-nilai yang ditegakkan dan yang dilanggar.

D.Decide :Memutuskanlah solusi mana yang terbaik, memperjelas detilnya, dan


membenarkan hal itu.

D2.Defend :Mempertahankan keputusan melawan kelemahan utama.

Untuk menerapkan RESOLVEDD, para siswa harus mempunyai suatu pemahaman


dasar menyangkut biologi terkait dengan masalah yang ingin mereka pecahkan. Salah satu
keuntungan menggunakan RESOLVEDD ialah mencegah para siswa hanya melihat satu
jawaban yang dianggap benar bagi suatu konflik etis, sebab RESOLVEDD sering
menghasilkan banyak keputusan terakhir atau solusi. Sebagai contoh, model ini mungkin
bekerja baik sekali untuk isu etis yang terkait ke masalah medis. Menggunakanlah metode
RESOLVEDD, para siswa akan mampu menghasilkan banyak solusi, menguraikan dampak
dari tiap solusi utama, mengevaluasi kemungkinan dampak, menguraikan solusi yang terbaik,
dan mempertahankan keputusan mereka.

Kekurangan RESOLVEDD, para siswa sering mengalami kesulitan untuk


menjelaskan nilai-nilai yang etis yang ditegakkan dan yang dilanggar oleh masing-masing
solusi utama. Seringkali RESOLVEDD dapat tidak berhasil, sebab para siswa tidak mampu
untuk memutuskan tindakan yang terbaik untuk diri mereka atau untuk masyarakat.

2. Model Ten-Step dari Alasan-alasan Moral


Ten-Step Model ( O'Morrow & Carter dalam Johansen & Harris, 2000) didasarkan
pada alasan moral, teori keputusan, pengembangan moral, nilai-nilai dan penilaian, dan
evaluasi. Para siswa membahas proses ini dan secepatnya memutuskan suatu tindakan yang
bisa diterima sesuai dengan situasi yang telah ditentukan. Untuk semua model pengambilan
keputusan etis terbaik, pengetahuan siswa tentang teori etika membantu mereka untuk
mengidentifikasi isu etika dan menyediakan pertimbangan moral untuk tindakan yang mereka
putuskan benar. Di bawah ini adalah langkah-langkah dari Ten-Step Model:

1. Mengisolasi masalah, mengidentifikasi keputusan yang diperlukan,


mencakup komponen etika, dan menetapkan individu kunci.
2. Memperjelas situasi; mengumpulkan informasi tambahan.
3. Mengidentifikasi isu etika atau dilema etika dari situasi.
4. Menguji masalah untuk pribadi dan posisi moral profesional.
5. Memperjelas posisi moral individu kunci yang terlibat.

13
6. Mengidentifikasi konflik nilai menyangkut individu.
7. Memutuskan siapa pembuat keputusan.
8. Mengembangkan wilayah tindakan dengan hasil antisipasi.
9. Menjangkau suatu keputusan atas suatu tindakan dan membawanya ke luar.
10. Mengevaluasi dan meninjau ulang hasil dari keputusan. Memonitor hasil evaluasi ini
dari waktu ke waktu (O'Morrow & Carter dalam Johansen & Harris, 2000).

Salah satu dari keuntungan penggunaan model ini dalam pengambilan keputusan etika
adalah individu kunci dilibatkan di dalam situasi dan yang menentukan pembuatan keputusan
itu. Jika pada model RESOLVEDD terlalu memerlukan banyak waktu dan menghasilkan
terlalu banyak alternatif tanpa datangnya suatu solusi, maka pada Ten-Step Model
mempercayakan sebagian besar individu kunci yang tidak mungkin secara langsung
dilibatkan dalam proses ilmiah. Keputusan yang paling etis adalah dibuat oleh individu secara
pribadi, dan sering tidak ditanya, percaya kepada proses pengambilan keputusan etis. Model
berikutnya dirancang untuk proses menilai diri sendiri yang dapat diterapkan pada banyak
dilema etika yang terjadi di dalam penentuan ilmiah atau teknis.

3. Metode ABCDE
Metoda pengambilan keputusan etika ini memberikan peluang kepada suatu
kelompok atau individu untuk menjangkau suatu keputusan terakhir di dalam suatu konflik
etika. Model ABCDE untuk pengambilan keputusan meminta para siswa untuk memikirkan
tentang argumentasi yang bertentangan, biaya dan manfaat, dan untuk menjangkau suatu
keputusan terakhir berdasarkan pada kejujuran pribadi.

Model ini diterangkan sebagai berikut:

1. Argumentasi. Meminta dengan tegas kepada para siswa itu memberikan argumentasi
sederhana, pendek/singkat untuk melawan masing-masing sisi dari suatu konflik etika. Satu
dari jalan yang paling efektif untuk melakukan hal ini adalah meminta para siswa berpegang
teguh pada posisi sebelum diskusi tentang sisi lain dari argumentasinya.

2. Both Sides. Meyakinkan bahwa suatu argumentasi mempunyai dua atau lebih sisi yang
dapat didekati dari perspektif konsekuensi. Mengingatkan para siswa untuk membuat tanpa
putusan adalah suatu keputusan dengan konsekwensi. Adalah penting untuk mendorong para
siswa untuk melihat bahwa ada sisi lain dari dilema sungguhpun mereka boleh memprotes
bahwa mereka hanya melihat dari satu sisi saja.

14
3. Costs and Benefits. Menggunakan informasi yang telah mereka kembangkan sampai
sekarang terkait dengan biaya dan keuntungan-keuntungan masing-masing argumentasi.

4. Decision. Penggunaan diskusi terbuka dan debat, agar para siswa dapat menjangkau suatu
keputusan atau kesimpulan. Tidak berarti seluruh kelas perlu setuju. Bagaimanapun, ini
adalah suatu hal berharga dari waktu untuk mencoba untuk menjangkau keputusan terakhir
sebab hal ini dengan teliti mencerminkan proses di dalam masyarakat yang lebih luas.
Keputusan boleh jadi disetujui oleh mayoritas pemilih atau oleh konsensus. Atau tidak semua
orang akan setuju, tetapi adalah penting bagi para siswa untuk menjadi bagian dari proses
yang menjangkau suatu keputusan yang disetujui oleh kebanyakan dari kelompok itu.

5. Evaluate. Dengan semua argumentasi, biaya-biaya dan manfaat, dan keputusan terakhir,
apakah proses nampak adil? Selagi adil adalah sesuatu yang tidak sederhana, maka pada
umumnya siswa dapat menerimanya.

Model ini dengan jelas menunjukkan bahwa siswa perlu memegang teori etika klasik
sebab memungkinkan untuk mengemukakan argumentasi ke depan baik teori teleologi
maupun deontologi. Para siswa juga perlu mempunyai pengetahuan menyangkut biologi
dasar dibalik pokok materi yang sedang dalam pembicaraan. Model ini mempunyai
keuntungan antara lain mudah untuk menjelaskan dan menawarkan suatu proses pengambilan
keputusan secara langsung. Juga menyediakan suatu forum di mana masing-masing individu
harus menjelaskan nilai-nilai yang dimiliki dan memahami perihal (orang) lain. Melalui
proses ini , para siswa akan menemukan informasi baru, menyelidiki poin-poin pandangan,
mempertentangkan apa yang mereka miliki, dan mengembangkan argumentasi. Keputusan
sebagai bagian dari proses ini memberikan peluang pada para siswa untuk belajar menerima
secara sosial dan secara moral. Akhirnya, langkah evaluasi menyoroti para siswa
konsekwensi dari keputusan mereka. Penggunaan model ini tidak akan membuat semua orang
bahagia tetapi akan menawarkan kepada para siswa suatu kesempatan untuk menguji proses
pengambilan keputusan yang etis dengan menyelidiki hal-hal di luar nilai-nilai individu
mereka.

E. Pendekatan Bioetik

Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat yang berarti


masyarakat memberikan kepercayaan kepada keperawatan untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentuny setiap keputusan dari tindakan

15
keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan setiap pengambilan keputusan
tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata, tetapi juga pada
pertimbangan etik.
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etik kesehatan yang sebagaian besar belum
teratasi .
Tenaga keperawatan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan
profesional
Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat dan berlanjut pada
diskusi formal maupun informal dengan rekan sejawat atau teman di lingkungan sekitar baik
kampus ataupu lingkungan tempat tinggal. Dalam hal ini keperawatan seringkali
menggunakan 3 pendekatan yaitu : pendekatan teleologik, deontologik dan intuitionism.

1. Pendekatan Teleologik
Pendekatan Teleologik adalah suatu doktrin yang menjelaskan fenomena dan
akibatnya, dimana seseorang yang melakukan pendekatan terhadap etika dihadapkan
terhadap konsekuensi dan keputusan- keputusan etis. Dengan kata lain pendekatan ini
mengemukakan tentang hal- hal yang berkaitan dengan the end justifies the means (pada
akhirnya membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk
kepentingan medis).
Contoh Kasus :
1. Seorang perawat yang harus menghadapi kasus kebidanan karena tidak ada bidan
dan jarak untuk rujukan terlalu jauh, dapat memberikan pertolongan sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya demi keselamatan pasien.
2. Seorang anak mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit. Tindakan ini
baik untuk moral dan kemanusiaan tetapi dari aspek hukum tindakan ini
melanggar hukum sehingga pendekatan teleologi lebih bersifat situasional, karena
tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus
tertentu.
3. Dalam situasi dan kondisi dimana seorang pasien harus segera dioperasi,
sedangkan tidak ada ahli bedah yang berpengalaman dalam bidang tersebut,
dokter ahli bedah yang belum bepenglaman sekalipun tetap dibenarkan untuk

16
melakukan tindakan pembedahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Hal ini dilakukan demi keselamatan pasien tersebut.

2. Pendekatan Deontologik
Pendekatan Deontologi merupakan suatu teori atau studi tentang kewajiban
moral. Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi
menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan
kedua dilarang’.
Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut
antara lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.Yang
menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga
salah satu teori etika yang terpenting.
Contoh kasus:
1. Seorang perawat dihadapkan pada kondisi yang su;it, dimana seorang pasien
didiagnosa kanker darah putih (leukemia) stadium akhir.dan harus segara diberi
tahukan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang diderita pasien.
Dan dengan berat hati perawat mengatakan hal itu, agar pasien dan keluarganya
bisa mengambil tindakan selanjutnya.
2. Jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka itu
dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.
3. Kewajiban seseorang yang memiliki dan mempecayai agamanya, maka orang
tersebut harus beribadah, menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya.
4. Seorang perawat yang berkeyakinan bahwa menyampaikan suatu kebenaran
merupakan hal yang sangat penting, dan tetap harus disampaikan tanpa peduli
apakah hal tersebut mengakibatkan orang lain tersinggung atau tidak.

3. Pendekatan Intuitionism
Pendekatan ini menyatakan pandangan atau sifat manusai dalam mengetahui
hal yang benar atau salah. Hal tersebut terlepas dari pemikiran rasional atau irasional
suatu keadaan.

Contoh Kasus :

17
Seorang perawat sudah tentu mengetahui bahwa menyakiti pasien merupakan
tindakan yang tidak benar. Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi kepada perawat
karena sudah mengacu pada etika dari seorang perawat yang diyakini dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dilakukan.

Pembelajaran bioetika ini dapat dilakukan yakni :


a) Interpretasi (memperkenalkan isu-isu etika dalam Biologi, misal: kloning, apa kloning
itu? – bagaimana kalau suami istri tidak punya anak secara biologis karena suami
Azoospermia, bertahan ingin punya anak biologis dengan kloning?)
b) Analisis (faktor-faktor apa baik dari luar maupun dalam diri seseorang yang
mempengaruhi seseorang ingin punya anak?
c) Argumen (rencana keputusan apa saja yang mungkin diambil dan apa kekuatan dan
kelemahan masing-masing?)
d) Pengambilan Keputusan (keputusan yang dapat diambil setelah melakukan kritik
terhadap masing-masing rencana keputusan).

Strategi pembelajaran bioetika dapat berupa diskusi maupun debat yang mengandung
tahapan di atas. Pembelajaran bioetika seperti tersebut di atas dikenal juga dengan
pembelajaran bioetika menggunakan Dilema Bioetika.

F. Isu Bioetik Dalam Keperawatan


Isu bioetik melibatkan perawat dalam pelaksanaan praktik keperawatan dan berhubungan
dengan profesi lain. Hal ini muncul hampir di semua bidang praktik keperawatan.
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang memberikan
kesejahteraan kepada manusia. Hal ini dilakukan salah satunya dengan memberikan bantuan
kepada individu baik sehat maupun sakit.

Contoh kasus :
Beberapa tahun lalu, salah satu Pahlawan Nasional Korea Selatan, Profesor Woo Suk
Hwang, seorang pioner dan pakar terkenal bidang kloning telah tersandung kasus bioetika.
Hasil kerja keras bersama timnya sejak tahun 2001 telah menghasilkan karya yang bisa
disebut monumental yaitu melakukan kloning sel somatis manusia untuk mendapatkan sel
stem, suatu proyek yang didanai Pemerintah Korea sebesar 4 milyar won atau sekitar 40

18
milyar rupiah. Sebelumnya, tim riset yang dipimpinnya pertama kali di dunia berhasil
mengkloning anjing, dan salah satu staf pengajar Universitas Gadjah Mada juga merupakan
kandidat doktor ikut terlibat di dalamnya.
Kesuksesan luar biasa tersebut ternyata diikuti dengan tuduhan bernada miring yaitu
adanya kemungkinan bahwa Profesor Woo Suk Hwang telah melakukan kebohongan publik
dan melanggar rambu-rambu bioetika. Dia dianggap telah menggunakan telur yang
diperoleh dengan cara membeli dari donor di rumah sakit maupun mendapatkannya dari
beberapa anggota tim yang terlibat langsung dalam penelitian tentang kloning tersebut.
Walaupun tuduhan ini lebih besar gaungnya di luar negeri ketimbang di dalam negeri,
namun Profesor Hwang merasa perlu untuk mundur dari segala jabatan strategis terutama
jabatan sebagai ketua lembaga pusat sel stem dunia. Keputusan berat yang berarti
kemungkinan besar harus meninggalkan segala kemewahan fasilitas penelitian yang telah
dikucurkan oleh pemerintah Korea.

Contoh kasus lain :


Menurut pandangan almarhum mufti syafi, dari pakistan dalam kondisi biasa, transfusi
darah merupakan sesuatu yang haram karena, pertama, darah merupakan bagian yang tak
yerpisahkan dari tubuh manusia, kedua, darah termasuk benda najis (Wulan, 2011:27).
Adapun masalahnya dalam etika praktik keperawatan yaitu sebagai berikut :
Transfusi darah merupakan masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan terutama di
Eropa dan negara barat lainnya. Dilihat dari aspek bioetis, transfusi darah paling banyak
menyebabkan kematian pada pasien karena pasien mendapatkan transfusi darah yang salah
darah yang dimasukkan kedalam tubuhnya tidak sesuai dengan darah resipien. Selain itu,
masalah etis yang sering terjadi juga masalah malpraktik perawat yang sengaja
menyebabkan pasien meninggal dengan menginjeksikan darah dengan tidak benar dan tidak
sesuai dengan kebutuhan resipien. Oleh karena itu hal tersebut melanggar hukum dan etika
keperawatan
Berbagai masukkan telah diberikan oleh para ahli terhadap transfusi darah baik yang
mendukung maupun yang menolaknya. Untuk masa sekarang ini, pertanyaan moral dari
masyarakat yang perlu dijawab bukan: apakah transfusi darah secara moral diperbolehkan,
melainkan jenis dan metode transfusi darah yang mana yang layak, dan pada kondisi seperti
apa ?

Contoh Kasus:

19
Seorang ibu yang taat pada ajaranya menderita sakit anemia dan sangat membutuhkan
donor darah secepatnya akan tetapi pada kondisi tersebut ibu ini menolak untuk
ditransfusikan karena dalam kepercayaannya atau pada agamanya melarang transfusi
darah kerena dianggap telah melanggar ketentuan keyakinanya.

G. Nilai- Nilai Pribadi Dan Praktik Profesional


Adanya perkembangan dan perubahan yang terjadi pada ruang lingkup praktik
keperawatan dan bidang teknologi medis akan mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik
antara nilai- nilai pribadi yang dimiliki perawat dengan pelaksanaan praktik keperawatan
yang dilakukan setiap hari.

Contoh :
Bantuan perawat sangat dibutuhkan untuk melakukan aborsi terapeutik pada pasien,
padahal perawat tersebut berkeyakinan bahwa aborsi itu adalah tindakan yang berdosa.
Pada kasus ini perawat tersebut berhak menolak tugas itu karena hal itu betentangan dengan
nilai-nilai pribadinya dan ia dapat mengalihkan tugas tersebut pada perawat lain yang
mempunyai pandangan berbeda.

H. HUBUNGAN PERAWAT PASIEN DAN DOKTER


Perawat pasien dan dokter adalah tiga unsur manusia yang saling berhubungan selama
mereka terkait dalam hubungan timbal balik pelayanan kesehatan. Hubungan perawat dan
dokter telah terjalin seiring perkembangan kedua profesi ini, tidak terlepas dari sejarah , sifat
ilmu pendidikan, dan latar belakang pendidikan .

I. HUBUNGAN PERAWAT DENGAN PASIEN


Hubungan perawat dengan pasien adalah suatu wahana untuk mengaplikasikan proses
keperawatan pada saat perawat dan pasien berinteraksi kesediaan untuk terlibat guna
mencapai tujuan asuhan keperawatan. Hubungan perawat dan pasien adalah hubungan yang
direncanakan secara sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk pencapaian tiuan
klien. Dalam hubungan itu perawat menggunakan pengetahuan komunikasi guna
memfasilitasi hubungan yang efektif.

20
Pada dasarnya hubungan perawat dan pasien bersifat professional yang diarahkan
pada pencapaian tujuan. Hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan
interpersonal titik tolak saling memberi pengertian.
Kewajiban perawat memberikan asuhan keperawatan dikembangkan hubungan saling
percaya dibentuk dalam interaksi ,hubungan yang dibentuk bersifat terapetik dan bukan
hubungan social,hubungan perawat dan klien sengaja dijalin terfokus pada klien,bertujuan
menyelesaikan masalah klien.
Tahap hubungan perawat dengan pasien
1. Tahap orientasi
Di mulai pada saat pertama kali berhubungan.Tujuan utama tahap orientasi adalah
membangun trust.
2.Tahap bekerja
1. Menyatukan proses komunikasi dengan tindakan keperawatan
2. Membangun suasana yang mendukung untuk berubah

3.Tahap terminasi
a. Penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan
b. Terminasi disampaikan sejak awal atau tidak mendadak
faktor-faktor yang mempengaruhi klien dalam berhubungan
1. Perbedaan perkembangan
2. Perbedaan budaya
3. Perbedaan gender
4. Gangguan pendengaran
5. Gangguan penglihatan
Hubungan yang baik antar perawat dengan pasien akan terjadi bila :
1. Terdapat rasa saling percaya antara perawat dengan pasien
2. Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus melindungi hak
tersebut,salah satunya adalah hak untuk menjaga privasi pasien
3. Perawat harus sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada
pribadi pasien yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya,antara lain kelemahan fisik
dan ketidakberdayaan dalam menentukan sikap atau pilihan sehingga tidak dapat
menggunakan hak dan kewajibannya dengan baik
4. Perawat harus memahami keberadaan pasien sehingga dapat bersikap sabar dan tetap
memperhatikan pertimbangan etis dan moral

21
5. Dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala risiko yang mungkin
timbul selama pasien dalam perawatannya
6. Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara nilai-nilai pribadi
pasien dengan cara membina hubungan baik antara pasien,keluarga,dan teman sejawat serta
dokter untuk kepentingan pasien

Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu,keluarga,atau


komunitas,perawat sangat memerlukan etika keperawatan yang merupakan filsafat yang
mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasar terhadap pelaksanaan peraktek
keperawatan,dimana inti dari filsafat tersebyut adalah hak dan martabat manusia. Karena
itu,fokus dari etika keperawatan ditujukan terhadap sifat manusia yang unik. Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat diperlukan peraturan tentang
hubungan antara perawat dengan masyarakat,yaitu sebagai berikut :
1. Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya senantiasa berpedoman pada tanggung
jawab yang bersumber dari adanya kebutuhan terhadap keperawatan individu,kelurga,dan
masyarakat.
2. Perawat dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan,memelihara suasana
lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya,adat istiadat dan kelangsungan hidup
beragama dari individu,keluarga,dan masyarakat
3. Perawat dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu,keluarga dan
masyarakat,senantiasa dilandasi rasa tulus,ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur
keperawatan
4. Perawat menjalin hubungan kerja sama dengan individu,keluarga dan
masyarakat,khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan serta
upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi
kepentingan masyarakat.

J. HUBUNGAN KERJA PERAWAT DENGAN PERAWAT


Dalam membina hubungan antarsesama perawat yang ada, baik dengan lulusan SPK
maupun DIII Keperawatan (perjenjangan) diperlukan adanya sikap saling menghargai dan
saling toleransi sehingga sebagai perawat baru dapatr mengadakan pendekatan yang baik
dengan kepala ruangan, dan juga para perawat lainnya.
Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama dengan
sesama perawat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terhadap klien.

22
Dalam menjalankan tugasnya, perawat harus dapat membina hubungan baik dengansesama
perawat yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Dalam membina hubungan tersebut, sesama
perawat harus mempunyai rasa saling mengahrgai dan saling toleransi yang tinggi agar tidak
terjadi sikap saling curiga dan benci.
Tunjukkan sikap memupuk rasa persaudaraan dengan cara:
1) Silih Asuh
Yaitu sesama perawat dapat saling membimbing, menasihati, menghormati, dan
mengingatkan bila sejawat melakukan kesalahan atau kekeliruan sehingga terbina hubungan
yang serasi.
2) Silih Asih
Yaitu dalam menjalankan tugasnya, setiap perawat dapat saling mrnhargai satu sama lain,
saling mengahrgai antar anggota profesi, saling bertenggang rasa, serta bertoleransi yang
tinggi sehingga tidak terpengaruh oleh hasutan yang dapat menimbulkan sikap saling curiga
dan benci.
3) Silih Asah
Yaitu perawat yang merasa lebih pandai/tahu dalam hal ilmu pengetahuan, dapat
mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya kepada rekan sesama perawat tanpa pamrih

K. HUBUNGAN PERAWAT DENGAN TEMPAT KERJA

Seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan, baik tingkat akademi maupun
tingkat sarjana, memerlukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya baik di
bidang pengetahuan, keterampilan , maupun profesionalisme.
Memperoleh pekerjaan yang benar – benar sesuai dengan kemampuan standar yang telah
digariskan oleh pendidikan yang telah diikutinya sangatlah sulit karena besarnya persaingan
antara jumlah tenaga yang ada dengan sedikitnya jumlah lahan tempat bekerja. Oleh karena
itu, banyak yang beranggap bahwa yang penting bekerja dulu, sedangkan masalah
penempatan kerja sesuai atau tidak , akan dipikirkan kemudian .
Hal ini sangat berpengaruh terhadap motivasi untuk bekerja , bila pekerjaan yang
diberikan sesuai dengan keinginan dan kemampuan, maka motivasi kerja akan meningkat,
tetapi bila pekerjaan yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan dan cita – cita, maka
akan terjadi penurunan motivasi kerja yang menjurus terjadinya konflik antara nilai – nilai
sebagai perawat dengan kebijakan institusi tempat bekerja.

23
Bila terjadi penumpukan konflik nilai dalam pelaksanaan pekerjaan setiap hari, lambat
laun akan terjadi ;
1. Buruknya komunikai antara perawat sebagai pekerja dengan institusi selaku pemberi
kebijakan
2. Tumbuhnya sifat masa bodoh terhadap tugas yang merupakan tanggung jawabnya.
3. Menurunnya kinerja
Agar dapat terbina hubungan kerja yang baik antara perawat dengan institusi tempat
bekerja, perlu diperhatikan hal – hal dibawah ini ;
1. Perlu ditanamlam dalam diri perawat bahwa bekerja itu tidak sekadar mencari uang,
tapi juga perlu hati yang ikhlas
2. Bekerja juga merupakan ibadah, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh dari pekerjaan
yang dilakukan dengan sungguh – sungguh dan penuh rasa tanggung jawab akan dapat
memnuhi kebutuhan lahir maupun batin
3. Tidak semua keinginan individu perawat akan pekerjaan dan tugasnya dapat terealisasi
dengan baik sesuai dengan nilai – nilai yang ia miliki.
4. Upayakan untuk memperkecil terjadinya konflik nilai dalam melaksanakan tugas
keperawatan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tempat bekerja.
5. Menjalinkan kerjasama dengan baik dan dapat memberikan kepercayaan kepada
pemberi kebijakan bahwa tugas dan tanggung jawab keperawatan selalu mengalami
perubahan sesuai iptek .

L. HUBUNGAN PERAWAT DENGAN DOKTER

Pada saat ini berkembang paradigma baru dalam upaya pemberian palayanan
kesehatan yang bermutu dan konfrehensif, tentu hal ini dipicu ketika WHO pada tahun 1984
mendefinisikan sehat yang meliputi sehat fisik,sehat psikis,sehat sosial, dan sehat spiritual.
Dulu orang memandang masing –masing berdiri sendiri, hanya sedikit keterkaitan antara satu
sama lainnya. Oleh karena itu penanganan kesehatan pada umumnya akan melibatkan
berbagai elemen disiplin ilmu yang saling menunjang
.
Hubungan dokter dan perawat dalam pemberian asuhan kesehatan kepada pasien
merupakan hubungan kemitraan ( partnership) yang lebih mengikat dimana seharusnya
terjadi harmonisasi tugas, peran dan tanggung jawab dan sistem yang terbuka.Sebagaimana
American Medical Assosiasi ( AMA ), 1994, menyebutkan kolaborasi yang terjadi antara

24
dokter dan perawat dimana mereka merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan
berbagai nilai – nilai yang saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang
berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat

Apabila kolaborasi antara dokter dan perawat berjalan sebagaimana dimaksudkan tentu
berdampak langsung terhadap pasien, karena banyak aspek positif yang dapat dihasilkan
tetapi pada kenyataannya terutama dalam praktek banyak hambatan kolaborasi antara dokter
dan perawat sehingga kolaborasi sulit tercipta.
1. Hambatan Kolaborasi Dokter dan Perawat
a. Dominasi Kekuasan
Dari pengamatan penulis terutama dalam praktek Asuhan Keperawatan perawat
belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi dengan baik khususnya dengan dokter
walaupun banyak pekerjaan yang seharusnya dilakukan dokter dikerjakan oleh perawat,
walaupun kadang tidak ada pelimpahan tugasnya dan wewenang. Hal ini karena masih
banyaknya dokter yang memandang bahwa perawat merupakan tenaga vokasional. Degradasi
keperawatan ke posisi bawahan dalam hubungan kolaborasi perawat-dokter, secara empiris
hal ini menunjukkan bahwa dokter berada di tengah proses pengambilan keputusan dan
perawat melaksanakan keputusan tersebut. Pada tahun 1968, psikiater Leonard Stein
menggambarkan hubungan perawat-dokter pada kenyataanya perawat menjadi pasif.

b. Perbedaan Tingkat Pendidikan/Pengetahuan

Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan dokter dan perawat secara


umum masih jauh dari harapan hal ini dapat berdampak pada interprestasi terhadap masalah
kesehatan pasien yang berbeda, tentu juga akan berdampak pada mutu asuhan yang diberikan.

c. Komunikasi

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif,


bertanggungjawab dan saling menghargai antar kolaborator, catatan kesehatan pasien akan
menjadi sumber utama komunikasi yang secara terbuka dapat dipahami sebagai pemberi
informasi dari disiplin profesi untuk pengambilan keputusan. Kesenjangan tingkat pendidikan
dan pengetahuan akan menghambat proses komunikasi yang efektif.

25
d.cara pandang

Perbedaan antara dokter dan perawat dalam upaya kolaboratif terlihat cukup
mencolok. Dokter dapat menentukan atau memandang kolaborasi dalam perspektif yang
berbeda dari perawat. Mungkin dokter berpikir bahwa kerjasama tersirat dalam tindak lanjut
sehubungan dengan mengikuti perintah /instruksi daripada saling partisipasi dalam
pengambilan keputusan. Meskipun komunikasi merupakan komponen yang diperlukan, itu
saja tidak cukup untuk memungkinkan kolaborasi terjadi. Gaya maupun cara berkomunikasi
juga berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi. Pelaksanaan instruksi dokter oleh perawat
dipandang sebagai kolaborasi oleh dokter sedangkan perawat merasa mereka sedang
diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Kemungkinan kedua adalah bahwa perawat tidak
merasa nyaman “menantang” dokter dengan memberikan sudut pandang yang berbeda.. Atau,
mungkin input yang perawat berikan tidak dihargai atau ditindaklanjuti, sehingga interaksi
tersebut tidak dirasakan oleh perawat sebagai kolaborasi.

M. MODEL – MODEL HUBUNGAN


1. Model aktivitas- pasivitas
Suatu model dimana perawat dan dokter berperan aktif dan pasien berperan pasif.
Model ini tepat untuk bayi, pasien koma, pasien dibius, dan pasien dalam keadaan darurat.
Dokter berada pada posisi mengatur semuanya, merasa mempunyai kekuasaan, dan identitas
pasien kurang diperhatikan. Model ini bersifat otoriter dan paternalistic.

2. Model hubungan membantu


Merupakan dasar untuk sebagian besar dari praktik keperawatan atau praktik
kedokteran. Model ini terdiri dari pasien yang mempunyai gejala mencari bantuan dan
perawat atau dokter yang mempunyai pengetahuan terkait dengan kebutuhan pasien. Perawat
dan dokter memberi bantuan dalam bentuk perlakuan/ perawatan atau pengobatan. Timbal
baliknya pasien diharapkan bekerja sama dengan mentaati anjuran perawat atau dokter.
Dalam model ini, perawat dan dokter mengetahui apa yang terbaik bagi pasien, memegang
apa yang diminati pasien dan bebas dari prioritas yang lain. Model ini bersifat paternalistik
walau sedikit lebih rendah.

26
3. Model partisipasi mutual
Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang sama atau kesejahteraan antara
umat manusia merupakan nilai yang tinggi, model ini mencerminkan asumsi dasar dari proses
demokrasi. Interaksi, menurut model ini, menyebutkan kekuasaan yang sama, saling
membutuhkan, dan aktivitas yang dilakukan akan memberikan kepuasan kedua pihak.
Model ini mempunyai ciri bahwa setiap pasien mempunyai kemampuan untuk
menolong dirinya sendiri yang merupakan aspek penting pada layanan kesehatan saat ini.
Peran dokter dalama model ini adalah membantu pasien menolong dirinya sendiri.
Dari perspektif keperawatan, model partisipasi mutual ini penting untuk mengenal
dari pasien dan kemampuan diri pasien. Model ini menjelaskan bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Keperawatan bersifat menghargai martabat
individu yang unik, berbeda satu sama lain dan membantu kemampuan dalam menentukan
dan mengatur diri sendiri ( Bandman and Bandman,1999. dikutip dari American Nurses
Assocication, Nursing: Asocial Policy. Kansas City. MO: 1980. hal:6 ).

Robert veatch mengembangkan 4 model hubungan dokter-pasien, meliputi hubungan


yang dapat menimbulkan maupun mencegah permasalahan etis
1. The engineering model
Dalam model ini veatch menolak sikap kemungkinan nilai bebas murni dari ilmu atau
kedokteran. Pilihan-pilihan di buat secara terus-menerus terhadap fakta,observasi,desain
penelitian, dan tingkat statistik signifikasi dalam satu kerangka nilai-nilai dengan praduga
menurut ilmu-ilmu murni.
Sejumlah besar pilihan-pilihan nilai dan signifiksai harus di buat oleh orang-orang terhadap
ilmu terapan seperti kedokteran,yang mana tidak seperti ilmu teknik (engienering), nilai-nilai
tidak dapat di tiadakan dari nasehat teknis terhadap manusia.

2. The priestly model


Dalam model ini dokter memegang figur seorang ahli moral yang dapat memberi tahu pasien
apa yang harus di kerjakan pasien pada situasi tertentu. Tradisi ini berdasarkan prinsip
etis jangan kerjakan ketidak baikan ini mencerminkan peleksaan prinsip paternalistik
dengan tidak memberitahukan berita buruk dari pasien, tetapi memberikan suatu pemantapan
yang tidak nyata. Model ini tidak menyertakan pasien dalam membuat kepeutusan, tetapi
menyerahkan kebebasan pada dokter. Misalnya, pasien tidak di ijinkan menolak tranfusi

27
darah yang menurut agamanya tidak di perbolehkan.prinsip paternalisme mengurangi takdir
pasien dengan mengurangi pengendalian pasien terhadap tubuh dan kehidupannya.

3. The collegial model


Dalam model ini, dokter dan perawat merupakan mitra dalam mencapai tujuan untuk
menyembuhkan penyakit dan mempertahankan kesehatan pasien.saling percaya dan percaya
dirui merupakan hal utama. Kedua belah pihak mempunyai kedudukan yang sama. Namun
pada kenyataannya, veatch berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada dasar untuk persamaan
kedudukan dalam hubungan pasien-dokter karena perbedaan kelas sosial, status ekonomi,
pendidikan dan sistem nilai menimbulkan asumsi tentang rasa tertarik yang lazim pada ilusi.

4. The contractua model


Dalam model ini,peserta yang mengadakan hubungan atau interaksi berharap untuk
memegang ketaatan terhadap anjuran dan manfaat untuk kedua belah pihak.kesepakatan
terhadap prinsip moral merupakan hal yang penting lebih lanjut dalam kesepakatan
hubungan,pasien berhak menentukan nasip mereka.dalam model ini terjadi curah pendapat
tentang tanggung jawab dan kewajiban etis.

28
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan
kesehatan (Hudak & Gallo, 1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik
sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi
keperawatan. Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam
hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik
serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.

B. SARAN

Adapun saran-saran dalam penulisan makalah ini adalah :

Bagi Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengetahui mengenai bioetika dan
pendekatan bioetika serta kasusnya. Dan juga memahami dan mengetahui tentang hubungan
eti.

29
DAFTAR PUSTAKA

Suhaemi, Mimin Emi. 2004. Etika Keperawatan . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ismani, Nila . 2001. Etika Keperawatan .Jakarta : Widya Medika.
Stright, Barbara. 2005. Keperawatan Ibu – Bayi Baru Lahir. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
https://www.academia.edu/12790192/BIOETIKA_KEPERAWATAN
https://safieraputriauliyah.wordpress.com/2015/08/08/makalah-etika-kep-tentang-hubungan-
perawat-dokter-dan-pasien/

30

Anda mungkin juga menyukai