Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Falsafah dan Teori Keperawatan, dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
CALISTA ROY ”
Makalah ini disusun dengan sebaik-baiknya, dan penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yang dengan
tulus memberikan doa, kritik dan saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. Ibu Neni Nuraeni M.Kep, Ners, Sp.Kep. Mat selaku dosen mata kuliah yang
telah membantu penulis selama Menyusun makalah ini;
2. Rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan
penyusunan makalah ini;
3. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnyah bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang
penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar penulis dapat
memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Penyusun
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Biografi Callista Roy ................................................................................. 4
2.2. Definisi Keperawatan ................................................................................ 6
2.3. Asumsi Dasar ............................................................................................ 7
2.4. Konsep Utama Teori ................................................................................. 7
2.5. Konsep Utama Keperawatan Menurut Roy............................................... 13
2.6. Analisis Model Callista Roy ..................................................................... 13
2.7. Proses Keperawatan Menurut Callista Roy ............................................... 16
2.8. Kekuatan dan Kelemahan Teori Callista Roy ........................................... 20
2.9. Asuhan Keperawatan Teori Callista Roy Pada Kasus Pasien Stroke
Iskemia Berulang....................................................................................... 22
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
pengembangan teorinya. Salah satu gurunya memintanya untuk menguraikan
model keperawatan konseptual. Dari urutan itulah Model Adaptasi Roy lahir.
Dasar dari model ini adalah pertimbangan manusia secara keseluruhan, juga
dipengaruhi oleh lngkungan dan keadaan mereka. Roy menetapkan empat bidang
yang mempengaruhi setiap orang dan menyatakan bahwa perawatan harus
bertujuan untuk mengintegrasikan bidang-bidang ini dan merawat setiap pasien
secara global.
2
1.4 Manfaat Masalah
1.4.1 Secara teoritis
Disusunnya makalah ini untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam
melakukan penulisan makalah, serta mengenal tentang asuhan keperawatan
Callista Roy.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
itulah la menjalankan riset tentang intervensi keperawatan untuk pemulihan
kognitif pada kasus cedera kepala dan tentang pengaruh model keperawatan
terhadap pengam bilan keputusan klinis. Pada tahun 1987, Roy mulai menjadi
seorang teoris keperawatan di Sekolah Keperawatan Boston College.
Roy telah menerbitkan banyak buku, bab buku, dan artikel rutin serta
memberikan berbagai kuliah atau lokakarya yang berfokus pada teori adaptasi
keperawatan (Roy & Andrews, 1991). Perbaikan dan pernyataan Kembali model
Adaptasi Roy diterbitkan tahun 1999 dalam bukunya, The Roy Adaptation Model
(Roy & Andrews, 1999).
Roy merupakan anggota Sigma Theta Tau, dan pada tahun 1981 ia
menerima Penghargaan dari Pendiri Bangsa atas prestasinya dalam mengem-
bangkan standar keperawatan profesional. Pencapaian lainnya termasuk gelar
Doktor Kehormatan Humane Letters dari Alverno College (1984), Doktor Ke-
hormatan dari Eastern Michigan University (1985) dan St. Joseph's College di
Maine (1999), dan penghargaan Buku Tahun Ini dari American Journal of Nursing
untuk Essentials of the Roy Adaptation Model (Andrews & Roy, 1986). Roy pun
mendapatkan pengakuan sebagai World Who's Who of Women (1979);
Personalities of America (1978); fellow of the American Academy of Nursing
(1978); menerima Penghargaan Ilmuwan Senior Fulbright dari Yayasan
Pendidikan Australia-Amerika (1989), dan menerima penghargaan Martha Rogers
Award untuk ilmu keperawatan lanjut dari National League for Nursing
(1991).Selain itu, Roy menerima penghargaan Alumni Berprestasi dan Medali
Carondelet yang prestisius dari almamaternya, kampus Mount Saint Mary's.
American Academy of Nursing juga memberikan penghargaan bagi Roy untuk
pencapaiannya yang luar biasa dengan menganugerahi gelar Living Legend (2007).
5
2.2. Definisi Keperawatan Menurut Callista Roy
Roy mendefinisikan keperawatan secara luas sebagai "profesi pelayanan
kesehatan yang berfokus pada proses kehidupan manusia beserta polanya dan
menekankan pada promosi kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat secara ke- seluruhan" (Roy & Andrews, 1999, hal. 4). Secara spesifik,
Roy mendefinisikan keperawatan ber- dasarkan modelnya sebagai ilmu dan praktik
yang memperluas kemampuan adaptif dan meningkatkan transformasi manusia dan
lingkungan. Ia meng- identifikasi aktivitas keperawatan sebagai pengkajian
perilaku dan stimulus yang memengaruhi adaptasi. Penilaian keperawatan
didasarkan pada pengkajian ini, sedangkan intervensi keperawatan adalah
perencanaan yang disusun untuk mengelola stimulus tersebut (Roy & Andrews,
1999). Roy membedakan keperawatan sebagai ilmu dengan keperawatan sebagai
disiplin praktis. Keperawatan sebagai ilmu adalah... "suatu sistem pengembangan
ilmu mengenai manusia yang mengamati, mengklasifikasikan, dan
menghubungkan proses di mana manusia membawa dampak positif pada status
kesehatannya" (Roy, 1984, hal. 3-4). Keperawatan sebagai disiplin praktik adalah
"batang tubuh ilmu keperawatan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan
penting, yaitu untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam mem- bawa
dampak pada kesehatannya secara positif" (Roy, 1984, hal. 3-4). "Keperawatan
bekerja untuk meningkatkan interaksi antara manusia dengan lingkungannya untuk
meningkatkan adaptasi" (Andrews & Roy, 1991, hal. 20).
Tujuan dari keperawatan menurut Roy yaitu "meningkatkan adaptasi
individu dan kelompok pada ke empat mode adaptif, sehingga berkontribusi pada
kesehatan, kualitas hidup, dan meninggal dengan terhormat" (Roy & Andrews,
1999, hal. 19). Kepe- rawatan mengisi peran yang unik sebagai fasilitator adaptasi
dengan mengkaji perilaku dari empat mode adaptif ini beserta faktor yang
memengaruhi adaptasi, dan juga melakukan intervensi untuk meningkatkan
kemampuan adaptif dan interaksi dengan lingkungan (Roy & Andrews, 1999).
6
2.3.Asumsi Dasar
Asumsi tentang teori sistem dan asumsi tentang teori tingkat telah
dikombinasikan menjadi se- perangkat asumsi ilmiah. Berdasarkan teori sistem,
sistem adaptif manusia dipandang sebagai bagian interaktif yang bekerja dalam
satu kesatuan untuk tujuan tertentu. Sistem adaptif manusia bersifat kompleks,
beranekaragam dan berespons terhadap berbagai stimulus lingkungan untuk
mencapai adaptasi. Kemampuan sistem manusia untuk ber- adaptasi terhadap
lingkungan membuat manusia mampu menciptakan perubahan pada
lingkungannya (Roy & Andrews, 1999). Roy menarik benang merah dari
karakteristik penciptaan spiritualitas (Swimme & Berry, 1992) dan
mengombinasikannya dengan asumsi humanisme dan veritivitas menjadi seper-
angkat asumsi filosofis. Humanisme menegaskan bahwa manusia dan pengalaman
manusia adalah penting untuk dapat mengetahui dan menghargai. Humanisme juga
menyatakan bahwa manusia dan pengalamannya sama-sama memiliki kekuatan
kreatif. Sedangkan veritivitas menegaskan tentang keyakinan tentang tujuan, nilai,
dan makna seluruh hidup manusia. Asumsi-asumsi ilmiah dan filosofis ini telah
diperbaiki dan diperhalus untuk digunakan sebagai model di abad kedua puluh satu
ini (Kotak 9-1).
7
lingkungan adalah satu kesatuan atau dengan kata lain adaptasi merupakan respon
positif terhadap perubahan lingkungan (Roy, 2009).
Menurut Roy sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga,
kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai "Holistic adaptif system" dalam
segala aspek yang merupakan satu kesatuan. Sistem adalah suatu kesatuan yang
dihubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan un- tuk beberapa tujuan dan
adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. Sistem terdiri dari
proses in- put, output, kontrol dan umpan balik dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan
informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan
respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual
dan stimulus residual.
1) Stimulus fokal yaitu suatu respon stimulus yang di- berikan
langsung terhadap input yang masuk.
2) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana
dapat me- nimbulkan respon negatif pada stimulus fokal se- perti
anemia, isolasi sosial.
3) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan
dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi
kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai
pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk
toleransi.
8
b. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang
digunakan. Mekanisme kon- trol ini dibagi atas regulator dan kognator yang
meru- pakan subsistem.
1) Subsistem regulator Subsistem regulator mempunyai komponen-kom-
ponen: Input-proses dan output. Input stimulus berupa internal atau
eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau
endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan
spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator
sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
2) Subsistem kognator Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal
maupun internal. Perilaku output dari regulator sub- sistem dapat
menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator
kontrol proses ber- hubungan dengan fungsi otak dalam memproses
informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau pro- ses informasi
berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat
dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforce-
ment (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam).
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses
internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah
proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergu- nakan
penilaian dan kasih sayang.
c. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat diamati, diukur atau secara
subyektif dapat dilapor- kan baik berasal dari dalam maupun dari luar. Perilaku
ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem
sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang
adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat
terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan
9
dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan.
Sedangkan respon yang maladaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses
kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Roy memperkenalkan konsep ilmu
keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut regulator dan
kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian subsistem adaptasi.
Mode ini berhubungan dengan proses fisik dan kimiawi yang berhubungan
dengan fungsi dan aktivitas kehidupan (Tomey & Aligood, 2010). Ada lima
kebutuhan yang berhubungan dengan ke- butuhan dasar dari mode fisiologi
yaitu:
a) Oksigenasi yang merupakan kebutuhan tubuh untuk memperoleh oksigen
dan proses dasar ke- hidupan yang meliputi vintilasi, pertukaran gas dan
transport gas.
b) Nutrisi yang merupakan kebutuhan yang ber- hubungan dengan sistem
pencernaan seperti in- gesti dan asimilasi dari metabolism dan makan- an,
penyimpanan energi, membentuk jaringan dan regulasi dari proses
metabolisme.
c) Eliminasi merupakan proses fisiologis untuk mengeksresikan pembuangan
hasil-hasil meta- bolisme melalui ginjal dan intestinal.
d) Aktivitas dan istirahat merupakan keseimbangan dalam proses dasar
kehidupan yang mencakup mobilisasi dan tidur yang memberikan fungsi
fisiologis yang optimal dari semua komponen dan periode perbaikan dan
pemulihan.
e) Proteksi merupakan perlindungan pada dua proses kehidupan dasar yaitu
proses pertahanan spesifik dan non spesifik atau imunitas.
10
Ada empat proses kompleks yang berkontribusi dalam mode fisiologis yaitu:
11
3) Mode fungsi peran
Adalah satu dari dua mode sosial dan fokus terhadap peran seseorang dalam
masyarakat. Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan
dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial
dalam berhubungan dengan orang lain. Peran dibagi menjadi peran primer,
sekunder dan tertier. Peran primer yaitu peran yang ditentukan oleh jenis
kelamin, usia dan tahapan tumbuh kembang. Peran sekunder yaitu peran yang
harus diselesikan oleh tugas peran primer. Peran tertier merupakan cara
individu menemukan harapan dari peran mereka Fokusnya pada bagaimana
dirinya di masyarakat sesuai kedudukannya (Roy, 2009; Tomey & Aligood,
2010).
4) Mode adaptasi interdependensi Adalah bagian akhir dari metode yang
dijabar- kan oleh Roy, berfokus pada hubungan seseorang dengan orang lain.
Hubungan interdependensi di dalamnya mempunyai keinginan dan
kemampuan memberi dan menerima semua aspek seperti cinta, hormat, nilai,
rasa memiliki, waktu dan bakat (Roy, 2009; Tomey &Aligood, 2010).
Dalam proses penyesuaian diri individu harus mening- katkan energi agar
mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan,
reproduksi dan keunggulan sehingga proses ini memiliki tujuan meningkatkan
respon adaptasi.
12
2.5.Konsep Utama Keperawatan Menurut Roy
Model adaptasi Roy dikembangkan pertama kali pada ta- hun 1964-1966 oleh
Sister Calista Roy yang baru diope- rasionalkan pada tahun 1968. Christensen dan
Kenney (2009), menjelaskan tentang konsep dalam model konseptual Sister Calista
Roy yang meliputi manusia sebagai sistem adaptif, lingkungan, kesehatan dan
keperawatan.
Model adaptasi Roy ini berdasarkan asumsi yang ada bahwa ada empat faktor yang
akan menjelaskan adaptasi antara lain:
a. Keperawatan
Roy menjelaskan bahwa keperawatan sebagai proses interpersonal yang diawal
adanya kondisi maladap- tasi akibat perubahan lingkungan baik internal mau- pun
eksternal. Manusia sebagai sistem, berinteraksi dengan lingkungan dan mengatasi
lingkungan melalui mekanisme adaptasi bio-psikososial. Adaptasi diting- katkan
bila terjadi peningkatan atau pengurangan pe- menuhan kebutuhan. Di dalam
menghadapi perubahan atau stimulus, manusia harus menjaga integritas diri- nya
dan selalu beradaptasi secara menyeluruh (holis- Patik adaptive system). Tindakan
keperawatan diarahkan untuk mengurangi atau mengatasi dan meningkatkan
kemampuan adaptasi manusia. Peran perawat adalah memfasilitasi potensi klien
untuk mengadakan adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya un-
tuk mempertahankan homeostatis atau integritasnya.
b. Manusia
Manusia dijelaskan oleh Roy adalah holistik dan meru- pakan sistem adaptasi.
Sebagai suatu sistem adaptasi, sistem manusia menggambarkan bahwa keseluruhan
bagian atau fungsinya merupakan satu kesatuan untuk mencapai tujuan, Manusia
sebagai penerima pelayanan asuhan keperawatan mencakup individu, keluarga, ke-
lompok atau masyarakat (Roy, 2009 dalam Tomey & Alligood, 2014). Roy
menjelaskan secara filosofi ma- nusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu
13
ke- satuan yang utuh. Manusia selalu dihadapkan masalah yang kompleks,
sehingga dituntut untuk melakukan adaptasi (Tomey & Aligood, 2010).
Sebagai suatu sistem, manusia mempunyai proses in- ternal yang berperan untuk
mempertahankan kesatuan individu. Proses internal ini dikategorikan sebagai sub-
sistem regulator dan kognator. Subsistem regulator melibatkan proses fisiologi
seperti respon kimia, sistem saraf dan endokrin yang memungkinkan tubuh untuk
mengatasi perubahan lingkungan. Subsistem kognator melibatkan proses kognitif
dan emosional untuk ber- interaksi dengan lingkungan. Kedua aktivitas subsistem
tersebut dimanifestasikan dalam empat cara pada se- tiap individu pada perilaku
diindikasikan dalam fungsi fisiologi-fisik, konsep diri dan identitas kelompok,
fungsi peran dan interdependensi (Roy, 2009 dalam Tommey & Aligood, 2014).
Manusia mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingku- ngan baik eksternal maupun internal. Di mana individu akan mendapatkan
stimulus dari lingkungan dan ke- mudian berespon terhadap stimulus dan
beradaptasi (Alligood & Tomey, 2014).
c. Kesehatan
Kesehatan adalah suatu keadaan dan proses ber- fungsinya manusia karena
terjadinya adaptasi terus- menerus. Respon adaptif dalam kesehatan merupakan
respon yang meningkatkan integritas dalam masa an- tara tujuan dan sistem
individu, yang bertahan, tum- buh, reproduksi, penguasaan, personal dan
perubahan lingkunga. Digambarkan oleh Roy dari rentang kema- tian sampai pada
puncak kesehatan, dengan sehat nor- mal ada di tengah. Kesehatan rendah sebagai
hasil dari maladaptasi terhadap perubahan lingkungan.
d. Lingkungan
Menurut Roy lingkungan merupakan konsep utama dalam interaksi manusia secara
konstan. Lingkungan adalah semua kondisi, keadaan dan kondisi terten- tu yang
dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok.
Interaksi lingku- ngan adalah input untuk individu atau kelompok yang disebut
14
sebagai sistem adaptasi. Input tersebut meliputi faktor internal dan eksternal yang
dikategorikan se- bagai stimulus fokal, konstektual dan residual.
Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhada- pan dengan manusia (saat
ini). Stimulus konstekstual; yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik
internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi,
diukur dan secara obyektif di- laporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan
di mana dapat menimbulkan respons negatif pada stimu- lus fokal (presifitasi).
Stimulus residual berupa ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi
yang ada tetapi sukar untuk diobservasi, meliputi kepercayaan, sikap, sifat individu
berkembang sesuai dengan pengalaman masa lalu yang dapat membantu untuk
belajar toleransi terhadap sesuatu. Adanya pertimbang- an tertentu dalam stimulus
adalah tahapan adaptasi, dimana dapat menjelaskan kapasitas koping individu.
Perubahan tahapan tersebut merupakan kemampuan internal yang mempengaruhi
perilaku adaptif.
2.6.Analisis Teori Model Sr. Calista Roy
a. Clarity (Kejelasan)
Teori keperawatan Roy mampu mengidentifikasi dan menjabarkan konsep khusus
berhubungan de- ngan hal-hal nyata dalam keperawatan.
b. Simplicity (Kesederhanaan) unit Dalam menunjang aplikasi, teori Roy sederhana
se- hingga dapat digunakan perawat untuk dapat mengkaji respon perilaku pasien
terhadap stimulus yaitu mode fungsi fisiologis, konsep diri, mode fungsi peran dan
mode interdependensi, selain itu juga dapat mengkaji stressor yang dihadapi oleh
pasien yaitu stimulus fokal, kontesktual dan residual, sehingga diagnosis yang di-
lakukan oleh perawat dapat lebih lengkap dan akurat.
c.Generality (Generalisasi/Keumuman) Teori dan model adaptasi yang
dikemukakan oleh Roy memudahkan perawat untuk dapat digunakan pada se- tiap
tatanan. Dengan penerapan dari teori adaptasi Roy perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat mengetahui dan lebih memahami individu, tentang hal- hal yang
15
menyebabkan stress pada individu, proses mekanisme koping dan effektor sebagai
upaya individu untuk mengatasi stress.
d. Empirical Precision (Presisi Empiris)
Teori dan model keperawatan Roy memudahkan kita sebagai perawat untuk
mengaplikasikan dan menggu- nakannya, karena adanya definisi-definisi dan
asumsi- asumsi yang dapat digunakan dalam praktik kepe- rawatan dan berguna
dalam penelitian. Di dalam mode konsep Roy ini beberapa mode adaptasi yang
diguna- kan mulai mode adaptasi fisiologis, mode peran, kon- sep diri dan adaptasi
interdependensi.
e. Derivable Consequence (Konsekuensi yang Didapat) Teori Keperawatan Roy
mengenai adaptasi memberi- kan kerangka berpikir yang mengarah pada
tindakan keperawatan yang berhubungan dengan mode adaptasi fisiolosi, mode
peran, konsep diri dan adaptasi interde- pendensi.
2.7.Proses keperawatan menurut Sister Calista Roy
1. Pengkajian perilaku
16
Berdasarkan pengkajian ini perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif,
maladaptif atau potensial maladaptif.
2. Pengkajian
faktor – faktor yang berpengaruh Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli
yang signifikan terhadap perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal,
kontekstual dan residual.
a. Identifikasi stimuli focal Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat
diobservasi. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan menggunakan
pengkajian perilaku yaitu: keterampilan melakukan observasi, melakukan
pengukuran dan interview.
17
B. Diagnosa keperawatan
Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan interdependen
1) Physiological model
18
b. Personal self: Ansietas, Ketidakberdayaan, Perasaan bersalah, Harga diri
rendah
3) Role Function Mode
a. Transisi Peran
b. Konflik Peran
I. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif,
misalnya ; mode fisisiologis sub kebutuhan cairan. Contoh kasus untuk diare
intake : 1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan haus (+), turgor tidak elastis,
kelopak mata tampak cekung. Dari respon pasien tersebut dapat disimpulkan
bahwa diagosa keperawatan pasien menurut Roy adalah defisit volume cairan.
II. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang terkait
dengan stimulus yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah mode
fisiologis, konsep diri dan interdependensi. Contoh kasus ; klien mengeluh
tidak mau makan, makan hanya habis ¼ porsi, BB turun 2 Kg dari normal.
Dari data tersebut klien mengalami gangguan kebutuhan nutrisi : nutrisi
kurang dari kebutuhan (mode fisiologis). Karena klien kekurangan nutrisi
mengakibatkan posturnya tampak kurus, hal ini membuat klien mengalami
gangguan Body Image (Mode Konsep diri), kondisi ini juga mengakibatkan
klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Mode
Interdependensi)
C. Penentuan Tujuan
19
pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan
manipulasi terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.
D. Intervensi
E. Evaluasi
20
masalah pasien danstimulus residual yang pada dasarnya merupakan faktor
predisposisi dari masalah pasien
Dalam hal tersebut, perawat mampu melakukan pengkajian hingga menegakan
suatudiagnosa yang lebih lengkap dan akurat, dimana dalam praktiknya
perawat tidakhanya mampu mengintervensi tanda dan gejala namun juga
dapat mengetahui danmemberikan intervensi pada faktor presipitasi dan
faktor predisposisi dari masalahyang dihadapi pasien. Sehingga, dalam hal ini
perawat dapat mencegah pasien dalammasalah resiko dan gangguan jiwa,
meningkatkan individu yang sehat agar tidakmengalami masalah resiko dan
gagguan jiwa. Selain itu, dengan mengaplikasikanteori adaptasi Roy ini
perawat dalam asuhannya mampu lebih memahami tentang proses adaptasi
yang terjadi pada individu yang dimulai dari adanya stimullus ataustressor yang
dapat menjadikan individu mengalami stress, proses mekanisme kopingdan
effektor sebagai upaya individu dalam mengatasi stressor, sehingga dalam
tujuannya penerapan model tersebut dapat membantu individu terhadap
perubahan baik dalam kebutuhan fisiologis konsep diri, fungsi peran,
maupun hubunganinterdependensi selama sehat-sakit.
Dalam praktik keperawatan khususnyakeperawatan jiwa, berdasarkan
penelitian penerapan assertiveness training efektifdalam meningkatkan
pencegahan perilaku kekerasan dimana pengkajian dalam penerapan tersebut
menggunakan pendekatan model adaptasi Roy.
B. Kelemahan Model Adaptasi Callista Roy
Kelemahan dari model adaptasi Roy ini berfokus pada sasarannya. Model
adaptasi inihanya berfokus dalam proses adaptasi dan bagaimana pemecahan
masalah pasiendengan menggunakan proses keperawatan tanpa menjelaskan
sikap caring terhadap pasien, padahal perawat tanpa sikap caring akan
menimbulkan stressor pada pasiennya. Oleh karena itu perlunya penerapan
perilaku caring perawat untukmenunjang model adaptasi tersebut, dimana
caring akan menjadi sangat pentingdalam membina hubungan interpersonal
antara perawat dengan pasiennya (Tomey dan Alligood , 2006)
21
2.9.Aplikasi Asuhan Keperawatan Teori Callista Roy Pada Kasus Pasien
Stroke Iskemia Berulang
1. Pengkajian
Studi kasus pada seorang laki-laki, 63 tahun, dirawat dengan diagnosa
medis stroke non hemoragik. Pasien masuk RS melalui IGD pada tanggal 5
November 2021 pukul 08.00 wib, masuk di ruang perawatan pada tanggal 5
November 2021 pukul 09.00 dan dilakukan pengkajian pada tanggal 5
November 2021 pukul 10.30 WIB. Penerapan teori keperawatan Adaptasi Roy
dalam asuhan keperawatan melalui proses keperawatan yaitu dari pengkajian
sampai dengan evaluasi.
Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dilakukan pengkajian
perilaku dan pengkajian stimulus sebagai berikut:
a. Adaptasi Fisiologi
Tabel 1. Tabel Pengkajian
Oksigen Nutrisi Eliminasi, Aktivitas,
cairan & Istirahat,
elektrolit Proteksi ,sensori,
neuro
1. RR 26 1. TB 170 1. BAB +, 1. Kesadaran :
Pengka
x.menit, cm tidak CM, GCS 14
jian
irama 2. BB 56 teraba 2. Keluarga
Perilak
tidak kg masa di mengatakan
u
teratur. 3. IMT19. abdomen klien tidur
2. Suara 3kg.m 2 kiri terganggu
nafas 4. Diit cair bawah karena batuk
ronkhi, 6 x 200 2. Urine dan sulit
sputum ml (1.2 warna mengeluarkan
berlebih kkl/ml) kuning,ter sputum
22
3. Hasil per pasan g 3. Kulit kering,
AGD : PH NGT kateter, tampak ada
7.45 jumlah lecet di
PCO2 1200 sacrum
29.7mmH cc/hari 4. Braden scale
g PO2 121 3. Ur/Cr : 36 12, beresiko
mmHg mg/dL / tinggi
HCO3 20 1,37 mengalami
mEq/L gr/dL luka tekan
BE - 3,07 4. Turgor 5. Pupil Bulat
4. Nadi110x kulit isokor,
/menit TD elastis, ++3mm/++3
190/100 tidak ada mm
mmHg edema, 6. Kehilangan
nutrisi per sensasi di
NGT tubuh sebelah
5. Balance kiri t
cairan/24 7. Kekuatan otot
jam : - ekstremitas
350 cc kiri 2222,
6. Ur/Cr : 36 ekstremitas
mg/dL / kanan 4444
1,37 8. Ct scan
gr/dL tampak lesi
7. Na 152 hypodense di
mEq/L periventrikel
8. K 5,4 lateralis
mmol/L kanan lobus
frontalis
23
9. Cl 104 9. Kernig.lasigu
mEq/L e/babins
ki/brudzinksi
(-)
10. Nervus
kraniaslis
dalam batas
normal
24
Berdasarkan hasil pengkajian mode adaptif terdapat perilaku pasien
yang bersifat inefektif, diantaranya adalah :
Tabel 2. Masalah Keperawatan
Mode Adaptasi Mode Adaptasi Mode Adaptasi
Fisiologis Konsep Diri Fungsi Peran
Masalah 1. Bersihan 1. Gangguan 1. Gangguan
Keperawatan jalan nafas citra tubuh fungsi peran
tidak efektif
2. Resiko
gangguan
perfusi
jaringan
serebral
3. Gangguan
mobilitas
fisik
4. Resiko
Gangguan
integritas
kulit
5. 2. 2.
3. RENCANA KEPERAWATAN, IMPLEMENTASI, DAN
EVALUASI
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuscular. Intervensi keperawatan yang direncanakan adalah untuk
merubah stimulus kea rah perilaku adaptif bersihan jalan anfas efektif
dengan mengarahkan pada aktivitas regulator dan kognator.
Aktivitas regulatornya adalah monitoring buyi nafas tambahan, sputum,
dan pola nafas. kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik,
25
ekpspektoran, penghisapan cairan lender. Aktivitas kognatornya adalah
anjurkan banyak minum air hangat, anjurkan pasien batuk efektif.
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
ditetapkan. Hasil evaluasi menunjukkan bunyi nafas tambahan ronkhi
sudah mulai menurun di hari ketiga, pola nafas teratur, produksi sputum
berkurang. Pasien pulang pada perawatn hari ke-5, dan dapat disimpulkan
pasien sudah mulai adaptif terhadap masalah bersihan jalan nafas tidak
efektif.
Resiko gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
infark di periventrikel lateralis kanan lobus frontalis. Intervensi
keperawatan yang direncanakan adalah untuk merubah stimulus kearah
perilaku adaptif perfusi serebral adekuat dengan mengarahkan pada
aktifitas regulator dan kognator.
Aktifitas regulatornya adalah monitoring tingkat kesadaran,
rekasi pupil, tingkat orientasi tanda vital dan peningkatan tekanan
intracranial. Aktivitas kognatornya adalah anjurkan pasien untuk
menghindari aktifitas berlebih yang bisa meningkatkan TIK.
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang
telah ditetapkan. Hasil evaluasi menunjukkan tanda vital sudah dalam
batas normal, MAP Sudah dalam batas normal. Pasien pulang pada hari
ke-5 dan dapat disimpulkan bahwa diagnose resiko gangguan perfusi
jaringan serebral terataasi. Ini menunjukkan pasien adaptif terahadap
masalaah keperawatan ini.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan deficit neurologi.
Intervensi keperawatan yang direncanakan adalah untuk merubah
stimulus kearah perilaku adaptif mobilitas fisik adekuat dengan
mengarahkan pada aktifitas regulator dan kognator.
Aktifitas regulatornya adalah tempatkan pasien dalam posisi
terapeutik, rubah ;osisi pasien tiap 2 jam, hindari trauma Ketika
melakukan aktifitas, bantu pasien dalam melakukan ROM. Aktifitas
26
kognatornya adalah anjurkan pasien melakukan perubahan posisi,
anjurkan klien melakukan ROM aktif. Implementasi yang dilakukan
untuk diagnose ini sesuai dengan intervensi yang telah disusun. Hasil
evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan intervensi menunjukkan
motivasi pasien untuk Latihan ROM tinggi, keluarga berpartisipasi, klien
sudah dapat berpindah kanan/kiri secara mandiri. Dapat disimpulakn
bahwa pasien adaptif terhadap masalah gangguan mobilitas fisik.
Resiko gangguan integritaskulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas. Intervensi keperawatan yang direncanakan adalah aktivitas
regulator berupa ubah posisi tiap 2jam, lakukan masase pada area
penonjolan tulang, lakukan perawatan luka. Aktifitas kognatornya adalah
anjurkan menggunakan pelembab, anjurkan meningkatkan asupan nutrisi,
anjurkan untuk menghindari tirah baring lama.
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang teah
ditetapkan. Hasil evaluasi menunjukkan kulit lembab, tidak tampak luka
lecet akibat tirah baring yang lama. Dapat disimpulkan bahwa pasien
adaptif terhadap masalah keperawatan ini.
27
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
A. Tahap Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian perilaku
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data
dan memutuskan klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam model ini
adalah kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan
atau kelebihan, misalnya terlalu sedikit oksigen ,Proses Kperawatan Menurut
Callista Roy
2. Pengkajian
faktor – faktor yang berpengaruh Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli
yang signifikan terhadap perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal,
kontekstual dan residual.
B. Diagnosa keperawatan
C. Penentuan Tujuan
D. Intervensi
28
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau
memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskanpada
koping individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai dengan
kemampuan individu untuk beradaptasi. Tindakan keperawatan berusaha
membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan kembali
pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II.
E. Evaluasi
3.2. Saran
Dengan makalah ini ,penulis berharap pembaca dapat mengetahui lebih
banyak lagi tentang Teori Keperawatan Sister Callista Roy guna menambah
wawasan untuk pelajaran.
29
DAFTAR PUSTAKA
Amidos, J. (2018, November ). Teori dan Adaptasi Sister Calista Roy : Pendekatan
Keperawatan. Diambil kembali dari ResarchGate:
https://www.researchgate.net
Dinda, H. B. (t.thn.). Kelebihan dan Kekurangan Model Teori Adaptasi Calista Roy.
Diambil kembali dari Studocu : https://www.studocu.com