Diabetes Melitus
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Ajar Promosi Kesehatan
Disusun Oleh :
2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur dengan tulus kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahNya, Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi besar
Allhamdulillah sekali kami dapat menyelesaikan makalah tentang Analisa Model Health Belief
Pada Penderita Diabetes Melitus ini dengan lancar, penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas Komunikasi Keperawatan . Makalah ini ditulis dari hasil yang diperoleh dari media
massa yang berhubungan dengan judul makalah ini. Dan tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada
guru yang telah memberi kesempatan kami untuk belajar menulis dalam bentuk makalah ini, tidak lupa
pula kepada rekan – rekan yang telah memberi dukungan sehungga menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Kami sangat menyadari bahwa makalah kami masih terdapat banayk kekurangan, maka kami
harapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Dan mudah – mudahan upaya ini
senantiasa mendapat bimbingan dan ridho Allah SWT. Amin Yaa Rabbal Alamin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai
lingkungan yang kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan
yang diharapkan.
Dalam kajian psikologi kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih
perilaku sehat dikaji dalam teori Health Belief Model (HBM). HBM adalah model
kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan
perilaku kesehatan (Conner, 2005). HBM merupakan model kognitif, yang berarti bahwa
khususnya proses kognitif, dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan, termasuk hitungan.
Menurut HBM, kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung
secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health beliefs) yaitu :
ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan
pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefit and costs) (Smet, 1994).
perilaku tersebut (Kholid, 2015). Dalam HBM masih banyak yang harus dijelaskan oleh
faktor-faktor pendukung dan memperkuat perilaku seseorang, dan faktor-faktor ini menjadi
semakin penting ketika model digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku gaya
Modifikasi gaya hidup adalah sarana utama mengelola diabetes dan untuk mencegah atau
individu, berhasil mengelola diabetes dengan memperhatikan diet dan olahraga. Diabetes
Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara
absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin (Trisnawati & Setyorogo, 2013).
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan
antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi
seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh
darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita Diabetes Mellitus yang sudah parah
Penyakit kenaikan gula darah ini dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikis.
Gangguan psikis berupa depresi, kecemasan, dan distress yang terjadi karena kecacatan fisik,
kekhawatiran akan terjadinya komplikasi, khawatir makanan yang akan dimakan, dan
menuntut seseorang untuk merubah gaya hidup yang sebelumnya. Hal ini akan
akibat beberapa hal, diantaranya kurangnya produksi insulin yang biasa terjadi karena ada
kelainan bawaan sejak lahir. Kejadian ini sering dikenal dengan Diabetes Melitus insulin-
dependendiabetes- melitus (IDDM) atau sering disebut dengan diabetes tipe satu , yaitu
penderita sangat tergantung bantuan mengontrol gula darah (insulin) dari luar tubuh karena
jumlah insulin di dalam tubuh tidak mencukupi (Dewi, 2011). Penyebab lainnya adalah
kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Hal ini terkait dengan pola hidup
(NIDDM) atau sering juga disebut melitus tipe dua. Penderita diabetes melitus tipe dua masih
dapat bertahan dengan mengontrol gula darah dari dalam tubuh ditambah bantuan dari luar
seumur hidup. Penyakit Diabetes Melitus dapat disembuhkan dengan cara mengendalikan
gula darah dalam batas normal. Penyakit ini akan menyertai penderita seumur hidup penderita
sehingga akan mempengaruhi terhadap kecemasan penderita baik dari keadaan kesehatan
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa depresi lebih sering terjadi pada populasi
pasien diabetes dibandingkan dengan populasi secara umum. Kemunculan depresi pada DM
dapat meningkatkan resiko munculnya komplikasi DM. Adanya depresi berkaitan dengan
menurunnya kepatuhan pasien mengikuti restriksi diet, kepatuhan minum obat, dan
monitoring gula darah. Hal tersebut akan menyebabkan diabetes tidak terkontrol.
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang
dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan
spesifik dan meliputi peri laku menghindar (Romauli, 2009). Jika penderita diabetes harus
mengikuti rekomendasi dokter, sangat penting bagi dokter untuk memahami pengetahuan
mereka tentang diabetes dan kepercayaan kesehatan tentang diabetes serta bagaimana hal ini
B. Rumusan Masalah
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Health belief model dikemukakan pertama kali oleh Resenstock 1966, kemudian
disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan 1980.Sejak tahun 1974, teori Health belief model
telah menjadi perhatian para peneliti. Model teori ini merupakan formulasi konseptual untuk
mengetahui persepsi individu apakah mereka menerima atau tidak tentang kesehatan mereka.
Variabel yang dinilai meliputi keinginan individu untuk menghindari kesakitan, kepercayaan
Menurut World Health Organization (WHO) yang dimaksud dengan sehat atau health
adalah suatu kondisi tubuh yang lengkap secara jasmani, mental, dan sosial, dan tidak hanya
sekedar terbebas dari suatu penyakit dan ketidakmampuan atau kecacatan, sedangkan
menurut UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
Belief dalam bahasa inggris artinya percaya atau keyakinan. Menurut peneliti belief
adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perilaku tertentu. Misalnya individu
percaya bahwa belajar sebelum ujian akan berpengaruh terhadap nilai ujian. Jenis
kepercayaan tersebut terkadang tanpa didukung teori teori lain yang dapat dijelaskan secara
logika.
Model adalah seseorang yang bisa dijadikan panutan atau contoh dalam perilaku, cita-cita
dan tujuan hidup yang akan dicapai individu. Biasanya teori modeling ini sangat efektif pada
perkembangan anak di usia dini, namun dalam materi peneliti kali ini teori modeling di
umpakan sebuah issue atau pengalaman pengobatan dari seseorang yang memiliki riwayat
sakit yang sama dan memilih serta menjalani pengobatan alternative yang mendapatkan hasil
yang positif.
Health Belief Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu
untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Menurut
Hochbaum, (dalam Hayden 1958) Konsep dasar HBM adalah Perilaku kesehatan ditentukan
oleh persepsi individu tentang kepercayaan terhadap suatu penyakit dan cara yang tersedia
Model kepercayaan kesehatan (HBM), yang dikembangkan oleh Becker dan Maiman
1975 (dalam Adejoh 2014) berguna untuk menjelaskan aktivitas perawatan diri seperti
rekomendasi manajemen diabetes dan memiliki fokus pada perilaku yang berkaitan dengan
pencegahan penyakit. Dasar dari HBM adalah bahwa individu akan mengambil tindakan
untuk mencegah, mengendalikan, atau mengobati masalah kesehatan jika mereka merasa
masalah menjadi parah; Jika mereka merasa bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan atau
menghasilkan hasil yang diharapkan; Dan karena konsekuensi negatif dari terapi.
Dari pemaparan teori menurut para ahli tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Health Belief Model adalah model yang menspesifikasikan bagaimana individu secara
kognitif menunjukkan perilaku sehat maupun usaha untuk menuju sehat atau penyembuhan
suatu penyakit. Health belief model ini didasari oleh keyakinan atau kepercayaan individu
tentang perilaku sehat maupun pengobatan tertentu yang bisa membuat diri individu tersebut
Health Belief Model terdapat empat dimensi yang dapat menggambarkan bagaimana
keyakinan individu terhadap suatu perilaku sehat (Buglar, White & Robinson, 2009),
atas resiko penyakit dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku yang lebih
sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan individu
terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risikonya. Sangat logis bila sesorang
percaya mereka berada dalam risiko penyakit, mereka akan cenderung melakukan
sesuatu untuk mencegahnya, sebaliknya juga jika orang percaya mereka tidak
berisiko atau memiliki anggapan rendahnya risiko kerentanan, perilaku tidak sehat
akan menghasilkan ancaman yang dirasakan (Stretcher & Rosen- Saham, 1997). Jika
persepsi ancaman adalah penyakit serius Untuk itu ada resiko yang nyata, tingkah
Kita melihat hal yang sama ketika orang merasakan ancaman berkembangnya
Yang paling penting, mereka lebih berperilaku mengendalikan berat badan mereka
(Forsyth, 1997), mengingat obesitas merupakan faktor risiko yang diketahui untuk
NIDDM.
b. Perceived severity
orang yang memiliki kesulitan tentang penyakit yang diderita atau dampak dari
kebanyakan dari kita memandang flu sebagai penyakit ringan. Kita mendapatkan
kesembuhan dengan tinggal di rumah beberapa hari, dan membuat tubuh kita merasa
lebih baik. Namun, jika kita menderita asma, terjangkit flu bisa membuat kita berada
di rumah sakit. Dalam hal ini, persepsi kita tentang flu mungkin itu adalah penyakit
serius.
c. Perceived barriers
Perceived barriers adalah aspek negatif pada diri individu yang menghalangi
individu untuk berperilaku sehat. Karena perubahan bukanlah sesuatu yang mudah
terjadi, konstruk dari HBM menangani masalah ini adalah hambatan yang dirasakan
untuk berubah. Hal tersebut dimiliki individu sendiri mengevaluasi hambatan dalam
cara individu mengadopsi sebuah perilaku baru dari semua konstruksi, hambatan
yang dirasakan adalah hal yang paling signifikan dalam menentukan perubahan
perilaku (Janz & Becker, 1984). Agar perilaku baru dilakukan, seseorang
membutuhkan kepercayaan akan manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada
melanjutkan perilaku lama (Centers for Disease Kontrol dan Pencegahan, 2004). Hal
d. Perceived benefits
Perceived benefits adalah keyakinan akan manfaat yang dirasakan pada diri
individu jika melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Konstruksi dari
manfaat yang dirasakan adalah pendapat seseorang tentang kegunaan suatu perilaku
baru dalam menurunkan berisiko terkena penyakit. Individu cenderung lebih sehat saat
mereka percaya perilaku baru akan menurun kemungkinan mereka terserang penyakit.
Manfaat yang dirasakan memainkan peran penting dalam menentukan perilaku untuk
pencegahan sekunder.
e. Self-efficacy
HBM (Rosenstock, Strecher, & Becker, 1988). Self-efficacy adalah kepercayaan pada
diri sendiri kemampuan untuk melakukan sesuatu (Bandura, 1977). Orang umumnya
melakukannya tidak mencoba melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka berpikir
bisa melakukannya. Jika seseorang percaya suatu perilaku baru itu bermanfaat
individu merasa tidak rentan terhadap gangguan, yang dalam suatu penelitian yang
dilakukan oleh Edmonds dan kawan – kawan adalah osteoporosis (Edmonds dkk,
model individu (Conner & Norman, 2003). Dalam penelitian ini, karakteristik
psikologis yang mempengaruhi health belief model kedua responden adalah ketakutan
Beberapa faktor Health belief model berbasis kognitif (seperti keyakinan dan
sikap) dan berkaitan dengan proses berfikir yang terlibat dalam pengambilan
keputusan individu dalam menentukan cara sehat individu. Dalam kajian psikologi
kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih perilaku sehat dikaji
dalam teori Health belief model (HBM). HBM adalah model kepercayaan kesehatan
individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan perilaku kesehatan
(Conner, 2005)
faktor berikut:
menimbulkan sekuele.
3) Kepercayaan bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit tersebut
Health belief model juga dapat menjelaskan tentang perilaku pencegahan pada
Menurut Kirscht dalam (Bart Smet 1990) mengatakan bahwa perilaku preventif adalah
perilaku pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai macam
perilaku, seperti check up untuk pencegahan atau pemeriksaan awal dan imunisasi.
mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau menghindari
dari penyakit dan penyebab atau masalah atau penyebab masalah kesehatan.
a) Ancaman
b) Harapan
c) Pencetus tindakan : media, pengaruh orang lain dan hal-hal yang mengingatkan
(reminder).
bangsa).
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu)
(Anonim, 2012)
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang
dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan
atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang
Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu
(Maryati2009) :
4) pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena
penyakit-penyakit tertentu.
kerja.
maupun alergi.
c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early
menular.
d. Pemulihan Kesehatan
melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia
percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku
pada norma-norma subjektif dan pada control perilaku yang dia hayati. Ketiga
komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya
akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak.
Model kepercayaan kesehatan (HBM), yang dikembangkan oleh Becker dan Maiman
1975 (dalam Adejoh 2014) berguna untuk menjelaskan aktivitas perawatan diri seperti
rekomendasi manajemen diabetes dan memiliki fokus pada perilaku yang berkaitan dengan
pencegahan penyakit. Dasar dari HBM adalah bahwa individu akan mengambil tindakan untuk
mencegah, mengendalikan, atau mengobati masalah kesehatan jika mereka merasa masalah
menjadi parah; Jika mereka merasa bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan atau
menghasilkan hasil yang diharapkan; Dan karena konsekuensi negatif dari terapi.
HBM telah diterapkan pada berbagai perilaku kesehatan. Tiga area yang luas dapat
diidentifikasi:
diet, olahraga) dan perilaku berisiko kesehatan (seperti kebiasaan merokok) serta vaksinasi
b) perilaku perilaku buruk, yang mengacu pada kepatuhan terhadap rejimen medis yang
c) penggunaan klinik, yang mencakup kunjungan dokter karena berbagai alasan. HBM
menyatakan bahwa perilaku individu dapat diprediksi berdasarkan isu-isu tertentu yang
dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan yang dirasakan) saat membuat
keputusan tentang perilaku tertentu mengenai kesehatannya (Glanz, Lewis , & Rimer,
1990).
Konsep tambahan, isyarat untuk bertindak, akan mengaktifkan kesiapan dan merangsang
kemampuan untuk berhasil melakukan suatu tindakan. . Konsep ini ditambahkan untuk
membantu HBM menyesuaikan tantangan perubahan perilaku kebiasaan sehat yang tidak
sehat, seperti tidak duduk, merokok, atau makan berlebihan. Peran faktor psikososial dan
perilaku pada penderitak diabetes telah lama diakui oleh dokter dan psikolog. Diabetes adalah
penyakit kronis yang dipengaruhi oleh perilaku penderita. Modifikasi gaya hidup adalah
sarana utama untuk mengelola diabetes dan untuk mencegah atau menunda berkembangnya
diet dan olahraga saja. Bagi banyak orang mengubah kebiasaan gaya hidup adalah perjuangan,
dan tuntutan penderita diabetes kompleks memiliki beban baik secara emosional dan perilaku.
Kepatuhan terhadap rekomendasi untuk pemantauan diri, insulin, olahraga, dan diet seringkali
kurang diperhatikan (Glasgow, 1991; Kurtz, 1990). Selain itu, orang dengan diabetes
dihadapkan dengan tantangan emosional yang hidup dengan penyakit kronis serta
kemungkinan pada jangka panjang akan menjadi komplikasi (Polonsky, 1993). Psikolog
kesehatan klinis dalam pengaturan perawatan primer dapat memainkan peran berharga dalam
membantu individu mengelola kondisi sulit ini dan belajar untuk beradaptasi dengan
Sebuah pemahaman keyakinan penderita tentang penyakit dan maknanya bagi kehidupan
mereka dapat menjelaskan hambatan potensial. Persepsi bahwa penyakit merupakan cacat
pribadi atau hukuman dari Tuhan dapat menyebabkan depresi, yang, pada gilirannya, dapat
mengganggu adaptasi dan manajemen diri. Fungsi kognitif juga harus dievaluasi, hubungan
Interpersonal juga harus diperhatikan seperti dalam keluarga dan dukungan teman sebaya,
lingkungan kerja, serta kualitas hubungan penderita dengan penyedia layanan kesehatan dan
B. Perspektif Teoritis
seumur hidup. Penyakit Diabetes Melitus dapat disembuhkan dengan cara mengendalikan gula
darah dalam batas normal. Penyakit ini akan menyertai penderita seumur hidup penderita
sehingga akan mempengaruhi terhadap kecemasan penderita baik dari keadaan kesehatan fisik,
Aspek sosial pada penderita diabetes melitus sangat penting diperhatikan karena pada
kenyataannya diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang mempunyai muatan psikologis,
Dalam ilmu biomedis, pengelolaan diabetes sebagian besar terletak pada penderita
diabetes. Hal ini termasuk praktik itu harus dilakukan oleh penderita sendiri. Seperti halnya
memakan makanan sehat, melakukan kegiatan fisik, minum obat seperti yang ditentukan,
pemantauan tingkat glukosa darah, kunjungan klinik secara teratur, dan penanganan stres
(American Diabetes Association, 2002). Namun, melakukan kegiatan diatas tetap menjadi
masalah bagi penderita diabetes yang hidup dengan kondisi seperti yang dibutuhkannya
perubahan perilaku.
Bagi banyak orang, mengubah kebiasaan gaya hidup adalah perjuangan, dan diabetes
kompleks memiliki efek yang luar biasa baik secara emosional dan perilaku. Kepatuhan terhadap
rekomendasi untuk pemantauan diri, insulin, olahraga, dan diet seringkali tidak diperhatikan
(Glasgow, 1991; Kurtz, 1990). Selain itu, penderita diabetes dihadapkan dengan tantangan
emosional berupa hidup dengan penyakit kronis serta kemungkinan akan mengarah pada
Melihat bahwa Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber
daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka sangat diperlukan
program pengendalian Diabetes Mellitus. Diabetes Melitus bisa dicegah, ditunda kedatangannya
Dalam kajian psikologi kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih
perilaku sehat dikaji dalam teori Health Belief Model (HBM). HBM adalah model kepercayaan
kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan perilaku kesehatan
(Conner, 2005).
Menggunakan HBM, kemungkinan individu dengan diabetes mellitus mengikuti resep
biomedis ditentukan dengan variabel tertentu. Variabel pertama, suseptibilitas, mengacu Untuk
persepsi kerentanan terhadap diabetes dan komplikasi. Bagaimana individu memandang masalah
tentang komplikasi diabetes kemungkinan akan memotivasi dia untuk mematuhi peraturan yang
BAB III
TINJAUAN KASUS
a. Nama :Ny. U
Usia : 61 tahun
Status : Menikah
Pendidikan : SMP
Ny. U Kesibukan subjek selain mengajar di PAUD subjek juga menerima pesanan
menjahit. Subjek menderita diabetes sejak 10 tahun yang lalu. Suami subjek telah
meninggal sejak tahun 2004, dan subjek memiliki 3 orang anak. Satu perempuan dan
dua laki-laki. Saat ini subjek tinggal di Kaliwaru bersama dengan anak laki-laki,
Ayah Ibu Ny. U dulunya juga sakit diabetes. Subjek baru mengetahui ada gula
darah yang tinggi dalam dirinya ketika melakukan pemeriksaan kesehatan waktu mau
berangkat haji sekitar tahun 1997. Sejak saat itu subjek mulai memperhatikan pola
makannya.
Ketika ikut tinggal dirumah anak perempuannya yang di Bangil Pasuruan, Ny. U
jamu, sampai akhirnya subjek terkena sakit lambung. Setelah itu subjek baru mulai
mau mengkonsumsi obat secara medis. Dalam pengobatan medis ibu U tidak rutin
mengkonsumsi obatnya karena terbilang terlalu mahal, subjek hanya meminum obat
jika mulai terasa gula darahnya naik. Semenjak dua tahun terakhir subjek telah
bergabung menjadi anggota rumah diabetes, subjek disarankan untuk meminum obat
yang memiliki khasiat sama namun harganya terjangkau, tujuannya supaya Ny. U
dapat meminum obat secara rutin untuk membantu mengontrol gula darahnya.
b. Hasil Analisis
Dalam penyajian data ini, peneliti akan menggambarkan atau mendeskripsikan data yang
diperoleh dari hasil wawancara di lapangan, guna untuk membantu keabsahan data atau
kevaliditasan data yang disajikan. Data dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk health
1) Perceived susceptibility
Perceived susceptibility adalah subjek menyadari dan selalu belajar mencari jalan
keluar dari sakit yang di derita Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan
mengikuti terapi dan ikut komunitas rumah diabetes. Hal ini terjadi pada Ny. U,
seperti yang ada dikutipan wawancara subjek U berikut ini : “Ya... sehat itu semua
Allah yang menentukan yah mbak yah, kita hanya menerima, setelah kita dikasih
sakit yah berusaha berobat. Sebisa mungkin saya usahakan, disitu yang menyebabkan
apa penyakit ini bisa membuat semakin parah atau membuat semakin kita sehat itu
kita harus menggali sedalam mungkin tentang sakit itu seperti dirumah diabet kan
sering ada seminar atau edukasi apa, yaitu mbak tumpuan ku ya disitu. Dirumah
diabet itu Bu Lisa sangat fer sekali sama orang diabet itu mbak”
2) Perceived severity
Perceived severity adalah subjek tahu resiko jangka panjang apalagi kalau tidak
menjaga gaya hidup bisa menyebabkan menyerang organ lain semisal ginjal, jantung
dan liver maka dari itu subjek selalu menjaga kadar gulanya. Hal ini terjadi pada Ny.
U, seperti yang ada dikutipan wawancara subjek U berikut ini : “Resikonya orang
diabet kalau diabetnya ndak terkontrol, terlalu tinggi efeknya nanti menyebabkan
menyerang organ yang lain, seperti ginjal, jantung, paruh, yo liver semua bisa
3) Perceived barriers
Perceived barriers adalah subjek terkadang menyalahi aturan yang telah diberikan
seperti tidak makan sebelum melakukan suntik insulin, sehingga membuat kondisi
subjek menjadi drop. Hal ini terjadi pada subjek U, seperti yang ada dikutipan
wawancara Ny U berikut ini : “Katanya yang ini suntik mau tidur, jadi habis suntik
tidur, tapi yang kemaren itu, tadi pagi pas habis sholat subuh tak cek kadar gula saya
masih 200 mbak. Padahal subuh itu loh mbak belum makan apa-apa kan sudah lama
kan dari suntik sampek semalem sudah 200. Tapi yang kapan hari itu jam 3 kok
ngedrop aku, sampek anak saya tak celok-celok, ibu godokno banyu nduk, gawekno
banyu gulo itu jam setengah 3 mbak. Kadang pas sholat bawa banyu gulo sama air
putih itu mbak, soalnya sudah jam 3 aku durung sholat wes tak gowo ae banyu
gulone”
4) Perceived benefits
Perceived benefits adalah subjek merasa diusia subjek yang sudah 61 tahun subjek
masih mampu menjalankan aktivitasnya, masih dapat berkendara dengan baik. Hal
ini terjadi pada subjek U, seperti yang ada dikutipan wawancara subjek U berikut ini :
“Nggeh katah sanget loh mbak, kalo ndak minum obat yah ndak bisa kita melakukan
apapun, yah banyak sekali contoh-contohnya orang yang sembrono gak minum obat
masih muda sudah gak bisa apa-apa lagi, sudah sakit, sudah kena apanya- sudah kena
5) Cues to action
Cues to action adalah Ny. u memiliki tingkat keimanan yang tinggi. Hal tersebut
mampu memotivasi subjek untuk tetap menjaga kesehatannya. Selain itu subjek juga
masih ingin bisa berkumpul dan bermain bersama anak cucunya Hal ini terjadi pada
Ny. U, seperti yang ada dikutipan wawancara Ny. U berikut ini : “Motivasi saya,
pengen kalau masih diberi umur panjang pengen ibadah mbak, yang saya tekuni
ibadah saya untuk bekal kita besok mbak motivasi saya yaitu, saya yang habis dari
ngamar kemaren yang terus makek insulin itu, saya masuk masjid itu nangis mbak,
“Ya Allah terimakasih saya masih bisa dikasih isok melbu masjid maneh iki aku
nangis mbak aku wes gak isok ngempet loh ku soale wes maturnuwun banget, sek
dikeki isok ibadah nang Gusti Allah, hanya itu motivasi saya mbak, yahh sama
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari wawancara dan observasi yang dibahas pada
bab sebelumnya, selanjutnya akan dibahas mengenai hasil analisis dari health belief model pada
penderita diabetes melitus. Pada sub bab analisis data telah digambarkan bagaimana hasil analisis
dari masing- masing pertanyaan peneliti. Pembahasan lebih lengkapanya adalah sebagaimana
Health Belief Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu
untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Menurut Hochbaum,
(dalam Hayden 1958) Konsep dasar HBM adalah Perilaku kesehatan ditentukan oleh persepsi
individu tentang kepercayaan terhadap suatu penyakit dan cara yang tersedia untuk mengurangi
Penelitian sebelumnya yang membahas tentang The Relationship Between the Health
Belief Model and Compliance of Persons with Diabetes Mellitus. menunjukkan bahwa terdapat
korelasi 0,5 antara tingkat kepatuhan pasien dengan keyakinan kesehatan, dimana dari korelasi
tersebut menunjukkan adanya motivasi untuk melakukan perilaku sehat (Cerkoney dan Hart,
1980.)
1) Perceived susceptibility
resiko penyakit dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku yang lebih sehat.
Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan individu terlibat dalam
perilaku untuk mengurangi resikonya. Sangat logis bila sesorang percaya mereka berada
dalam resiko penyakit, mereka akan cenderung melakukan sesuatu untuk mencegahnya,
sebaliknya juga jika orang percaya mereka tidak beresiko atau memiliki anggapan
Pada Ny. U Pengalaman Ny. U merawat orang tua yang juga sakit diabetes membuat Ny.
U banyak mengetahui tentang apa itu sakit diabetes. Sehingga ketika Ny.U mendapat
diagnosa sakit diabetes subjek sudah mengetahui apa yang harus dia lakukan seperti
mengurangi makan yang manis, mengurangi takaran makanan dan tetap berperilaku sehat.
2) Perceived severity
Perceived severity adalah keyakinan individu akan keparahan suatu penyakit. Sedangkan
persepsi keparahan terhadap penyakit sering didasarkan pada informasi atau pengetahuan
pengobatan, mungkin juga berasal dari kepercayaan terhadap orang yang memiliki
kesulitan tentang penyakit yang diderita atau dampak dari penyakit terhadap kehidupannya
(McCormick-Brown, 1999). Sebagai contoh, kebanyakan dari kita memandang flu sebagai
penyakit ringan.
Ny. U tahu resiko jangka panjang apalagi kalau tidak menjaga gaya hidup bisa
menyebabkan menyerang organ lain semisal ginjal, jantung dan liver maka dari itu subjek
3) Perceived barriers
Perceived barriers adalah aspek negatif pada diri individu yang menghalangi individu
untuk berperilaku sehat. Karena perubahan bukanlah sesuatu yang mudah terjadi, konstruk
dari HBM menangani masalah ini adalah hambatan yang dirasakan untuk berubah. Hal
tersebut dimiliki individu sendiri mengevaluasi hambatan dalam cara individu mengadopsi
sebuah perilaku baru dari semua konstruksi, hambatan yang dirasakan adalah hal yang
paling signifikan dalam menentukan perubahan perilaku (Janz & Becker, 1984).
Pada Ny. U hal negatif yang menghalangi Ny. U berperilaku sehat seperti Ny.U belum bisa
sepenuhnya menahan diri untuk tidak terlalu banyak makan. Dengan aktivitas yang
dijalani, keempat subjek masih belum bisa konsisten dalam waktu meminum obat atau
suntik insulin.
4) Perceived benefits Perceived benefits adalah keyakinan akan manfaat yang dirasakan pada
diri individu jika melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Konstruksi dari manfaat
yang dirasakan adalah pendapat seseorang tentang kegunaan suatu perilaku baru dalam
menurunkan berisiko terkena penyakit. Individu cenderung lebih sehat saat mereka percaya
perilaku baru akan menurun kemungkinan mereka terserang penyakit. Manfaat yang
sekunder.
Pada Ny. U terdapat manfaat yang dirasakan selama melakukan perilaku sehat sehingga
Ny. U mau melakukan perilaku sehat adalah berkurangnya rasa nyeri pada tubuh ketika
melakukan suntik insulin sesuai dengan anjuran dokter. Selain itu proses komplikasi yang
terjadi pada Ny. U dapat terhambat dengan adanya perilaku sehat yang dilakukan Ny. U
5) Cues To Action
Cues to action suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi isyarat bagi
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku. (Becker dkk, 1997 dalam Conner
& Norman, 2003). Isyaratisyarat yang berupa faktor-faktor eksternal maupun internal,
misalnya pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga
pengasuhan dan pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku, keadaan
ekonomi, sosial, dan budaya, self-efficacy yaitu keyakinan seseorang bahwa dia
mempunyai kemampuan untuk melakukan atau menampilkan suatu perilaku tertentu. Iklan,
saran keluarga, pengalaman teman atau tetangga dapat menjadi stimulus bagi individu yang
Ny. U selain memiliki keyakinan akan diri yang rentan, merasakan keparahan sakit
diabetes serta manfaat yang dirasakan selama berperilaku sehat. Ny. Umeiliki dorongan
untuk tetap terus melakukan perilaku sehat karena adanya dukungan dari keluarga.
B. SARAN
1. Bagi Ny. U diharapkan dapat tetap melakukann perilaku sehat terus menerus sesua dengan
yang sudah dijalankan dengan baik, sehingga kesehatan dari masing-masing subjek dapat
terjaga.
2. Bagi pembaca diharapkan tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang berlebihan,
sehingga tidak menimbulkan adanya besitas yang dapat mengganggu kesehatan tubuh.
3. Untuk peneliti selanjutnya disarankan ketika akan melakukan penelitian hendaknya terlebih
dahulu menentukan dan memastikan subjek yang akan diteliti sesuai dengan tema yang akan
dikaji sehingga tidak akan terjadi kesalahan dalam hasil penelitian. Selain itu memperdalam
metode penelitian juga sangat diperlukan dalam hal ini memperbanyak hasil observasi dan
wawancara. Serta menguji keabsahan data (triangulasi) dengan menggunakan metode yang
Aziz Alimul Hidayat, A. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Surabaya: Salemba
Medika
Rizqi, Alfiatur, 2018. Health belief model pada penderita diabetes melitus Surabaya :
2021