Anda di halaman 1dari 26

Analisa Model Health Belief Pada Penderita

Diabetes Melitus

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Ajar Promosi Kesehatan

Dosen : Sri Wahyuni.,S.Pd., M.Kes., PHd

Disusun Oleh :

Fitrah Ahmad K C.0105.20.194

Neneng Nuryanti C.0105.20. 181

Rieza Fitri Aprilia S C.0105.20. 185

PROGRAM STUDI S1 NON REGULER KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BUDI LUHUR CIMAHI

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji dan syukur dengan tulus kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayahNya, Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi besar

Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabatnya.

Allhamdulillah sekali kami dapat menyelesaikan makalah tentang Analisa Model Health Belief

Pada Penderita Diabetes Melitus ini dengan lancar, penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi

salah satu tugas Komunikasi Keperawatan . Makalah ini ditulis dari hasil yang diperoleh dari media

massa yang berhubungan dengan judul makalah ini. Dan tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada

guru yang telah memberi kesempatan kami untuk belajar menulis dalam bentuk makalah ini, tidak lupa

pula kepada rekan – rekan yang telah memberi dukungan sehungga menyelesaikan makalah ini dengan

baik. Kami sangat menyadari bahwa makalah kami masih terdapat banayk kekurangan, maka kami

harapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Dan mudah – mudahan upaya ini

senantiasa mendapat bimbingan dan ridho Allah SWT. Amin Yaa Rabbal Alamin.

Cimahi 02 Februari 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam

mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di bidang

kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan

pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai

(Dinas Kesehatan, 2007). Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai dengan

lingkungan yang kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit, pelayanan kesehatan

yang berhasil dan berdaya guna tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia.

Akan tetapi pada kenyataanya, pembangunan kesehatan di Indonesia masih jauh dari

yang diharapkan.

Dalam kajian psikologi kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih

perilaku sehat dikaji dalam teori Health Belief Model (HBM). HBM adalah model

kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan

perilaku kesehatan (Conner, 2005). HBM merupakan model kognitif, yang berarti bahwa

khususnya proses kognitif, dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan, termasuk hitungan.
Menurut HBM, kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung

secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health beliefs) yaitu :

ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan

pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefit and costs) (Smet, 1994).

Health Belief Model berkaitan dengan faktor-faktor predisposisi kognitif seseorang ke

perilaku kesehatan, menyimpulkan dengan keyakinan seseorang evektifitas diri untuk

perilaku tersebut (Kholid, 2015). Dalam HBM masih banyak yang harus dijelaskan oleh

faktor-faktor pendukung dan memperkuat perilaku seseorang, dan faktor-faktor ini menjadi

semakin penting ketika model digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku gaya

hidup yang lebih kompleks yang perlu dipertahankan seumur hidup.

Diabetes merupakan penyakit kronis yang dipengaruhi oleh perilaku manusia.

Modifikasi gaya hidup adalah sarana utama mengelola diabetes dan untuk mencegah atau

menunda terserang diabetes (American Diabetes Association [ADA], 1999). Beberapa

individu, berhasil mengelola diabetes dengan memperhatikan diet dan olahraga. Diabetes

Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara

absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin (Trisnawati & Setyorogo, 2013).

Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua

organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan

antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi

seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh

darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita Diabetes Mellitus yang sudah parah

menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan (Depkes, 2005).

Penyakit kenaikan gula darah ini dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikis.

Gangguan psikis berupa depresi, kecemasan, dan distress yang terjadi karena kecacatan fisik,

kekhawatiran akan terjadinya komplikasi, khawatir makanan yang akan dimakan, dan
menuntut seseorang untuk merubah gaya hidup yang sebelumnya. Hal ini akan

mempengaruhi kesejahteran psikologis seseorang (Abbas, 2011). Diabetes dapat terjadi

akibat beberapa hal, diantaranya kurangnya produksi insulin yang biasa terjadi karena ada

kelainan bawaan sejak lahir. Kejadian ini sering dikenal dengan Diabetes Melitus insulin-

dependendiabetes- melitus (IDDM) atau sering disebut dengan diabetes tipe satu , yaitu

penderita sangat tergantung bantuan mengontrol gula darah (insulin) dari luar tubuh karena

jumlah insulin di dalam tubuh tidak mencukupi (Dewi, 2011). Penyebab lainnya adalah

kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Hal ini terkait dengan pola hidup

seseorang atau sering dikenal dengan diabetes non-insulin-dependen-diabetes-melitus

(NIDDM) atau sering juga disebut melitus tipe dua. Penderita diabetes melitus tipe dua masih

dapat bertahan dengan mengontrol gula darah dari dalam tubuh ditambah bantuan dari luar

berupa obat atau insulin secukupnya (Dewi, 2011).

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan intervensi terapi

seumur hidup. Penyakit Diabetes Melitus dapat disembuhkan dengan cara mengendalikan

gula darah dalam batas normal. Penyakit ini akan menyertai penderita seumur hidup penderita

sehingga akan mempengaruhi terhadap kecemasan penderita baik dari keadaan kesehatan

fisik, psikologis, social dan lingkungan (Copel, 2007).

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa depresi lebih sering terjadi pada populasi

pasien diabetes dibandingkan dengan populasi secara umum. Kemunculan depresi pada DM

dapat meningkatkan resiko munculnya komplikasi DM. Adanya depresi berkaitan dengan

menurunnya kepatuhan pasien mengikuti restriksi diet, kepatuhan minum obat, dan

monitoring gula darah. Hal tersebut akan menyebabkan diabetes tidak terkontrol.

Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang

dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan

atau penyakit.Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang

spesifik dan meliputi peri laku menghindar (Romauli, 2009). Jika penderita diabetes harus
mengikuti rekomendasi dokter, sangat penting bagi dokter untuk memahami pengetahuan

mereka tentang diabetes dan kepercayaan kesehatan tentang diabetes serta bagaimana hal ini

mempengaruhi rekomendasi dokter yang diberikan untuk penderita diabetes.

B. Rumusan Masalah
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Health Belief Model

1. Pengertian Health Belief Model

Health belief model dikemukakan pertama kali oleh Resenstock 1966, kemudian

disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan 1980.Sejak tahun 1974, teori Health belief model

telah menjadi perhatian para peneliti. Model teori ini merupakan formulasi konseptual untuk

mengetahui persepsi individu apakah mereka menerima atau tidak tentang kesehatan mereka.

Variabel yang dinilai meliputi keinginan individu untuk menghindari kesakitan, kepercayaan

mereka bahwa terdapat usaha agar menghindari penyakit tersebut.

Menurut World Health Organization (WHO) yang dimaksud dengan sehat atau health

adalah suatu kondisi tubuh yang lengkap secara jasmani, mental, dan sosial, dan tidak hanya

sekedar terbebas dari suatu penyakit dan ketidakmampuan atau kecacatan, sedangkan

menurut UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik

secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomi.

Belief dalam bahasa inggris artinya percaya atau keyakinan. Menurut peneliti belief

adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perilaku tertentu. Misalnya individu

percaya bahwa belajar sebelum ujian akan berpengaruh terhadap nilai ujian. Jenis

kepercayaan tersebut terkadang tanpa didukung teori teori lain yang dapat dijelaskan secara

logika.

Model adalah seseorang yang bisa dijadikan panutan atau contoh dalam perilaku, cita-cita

dan tujuan hidup yang akan dicapai individu. Biasanya teori modeling ini sangat efektif pada
perkembangan anak di usia dini, namun dalam materi peneliti kali ini teori modeling di

umpakan sebuah issue atau pengalaman pengobatan dari seseorang yang memiliki riwayat

sakit yang sama dan memilih serta menjalani pengobatan alternative yang mendapatkan hasil

yang positif.

Health Belief Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu

untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Menurut

Hochbaum, (dalam Hayden 1958) Konsep dasar HBM adalah Perilaku kesehatan ditentukan

oleh persepsi individu tentang kepercayaan terhadap suatu penyakit dan cara yang tersedia

untuk mengurangi terjadinya gejala penyakit yang diderita oleh individu.

Model kepercayaan kesehatan (HBM), yang dikembangkan oleh Becker dan Maiman

1975 (dalam Adejoh 2014) berguna untuk menjelaskan aktivitas perawatan diri seperti

rekomendasi manajemen diabetes dan memiliki fokus pada perilaku yang berkaitan dengan

pencegahan penyakit. Dasar dari HBM adalah bahwa individu akan mengambil tindakan

untuk mencegah, mengendalikan, atau mengobati masalah kesehatan jika mereka merasa

masalah menjadi parah; Jika mereka merasa bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan atau

menghasilkan hasil yang diharapkan; Dan karena konsekuensi negatif dari terapi.

Dari pemaparan teori menurut para ahli tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

Health Belief Model adalah model yang menspesifikasikan bagaimana individu secara

kognitif menunjukkan perilaku sehat maupun usaha untuk menuju sehat atau penyembuhan

suatu penyakit. Health belief model ini didasari oleh keyakinan atau kepercayaan individu

tentang perilaku sehat maupun pengobatan tertentu yang bisa membuat diri individu tersebut

sehat ataupun sembuh.

2. Dimensi Health Belief Model

Health Belief Model terdapat empat dimensi yang dapat menggambarkan bagaimana

keyakinan individu terhadap suatu perilaku sehat (Buglar, White & Robinson, 2009),

dimensi-dimensi tersebut antara lain:


a. Perceived susceptibility

Perceived susceptibility adalah keyakinan individu mengenai kerentanan dirinya

atas resiko penyakit dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku yang lebih

sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan individu

terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risikonya. Sangat logis bila sesorang

percaya mereka berada dalam risiko penyakit, mereka akan cenderung melakukan

sesuatu untuk mencegahnya, sebaliknya juga jika orang percaya mereka tidak

berisiko atau memiliki anggapan rendahnya risiko kerentanan, perilaku tidak sehat

cenderung terjadi. Bila perceived susceptibilit dikombinasikan dengan keseriusan,

akan menghasilkan ancaman yang dirasakan (Stretcher & Rosen- Saham, 1997). Jika

persepsi ancaman adalah penyakit serius Untuk itu ada resiko yang nyata, tingkah

laku sering berubah.

Kita melihat hal yang sama ketika orang merasakan ancaman berkembangnya

diabetes melitus non-insulin-dependent (NIDDM). Persepsi ancaman berkembang itu

sendiri adalah prediktif untuk meningkatkan kesehatan, mengurangi risiko perilaku.

Yang paling penting, mereka lebih berperilaku mengendalikan berat badan mereka

(Forsyth, 1997), mengingat obesitas merupakan faktor risiko yang diketahui untuk

NIDDM.

b. Perceived severity

Perceived severity adalah keyakinan individu akan keparahan suatu penyakit.

Sedangkan persepsi keparahan terhadap penyakit sering didasarkan pada informasi

atau pengetahuan pengobatan, mungkin juga berasal dari kepercayaan terhadap

orang yang memiliki kesulitan tentang penyakit yang diderita atau dampak dari

penyakit terhadap kehidupannya (McCormick-Brown, 1999). Sebagai contoh,

kebanyakan dari kita memandang flu sebagai penyakit ringan. Kita mendapatkan

kesembuhan dengan tinggal di rumah beberapa hari, dan membuat tubuh kita merasa
lebih baik. Namun, jika kita menderita asma, terjangkit flu bisa membuat kita berada

di rumah sakit. Dalam hal ini, persepsi kita tentang flu mungkin itu adalah penyakit

serius.

c. Perceived barriers

Perceived barriers adalah aspek negatif pada diri individu yang menghalangi

individu untuk berperilaku sehat. Karena perubahan bukanlah sesuatu yang mudah

terjadi, konstruk dari HBM menangani masalah ini adalah hambatan yang dirasakan

untuk berubah. Hal tersebut dimiliki individu sendiri mengevaluasi hambatan dalam

cara individu mengadopsi sebuah perilaku baru dari semua konstruksi, hambatan

yang dirasakan adalah hal yang paling signifikan dalam menentukan perubahan

perilaku (Janz & Becker, 1984). Agar perilaku baru dilakukan, seseorang

membutuhkan kepercayaan akan manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada

melanjutkan perilaku lama (Centers for Disease Kontrol dan Pencegahan, 2004). Hal

ini memungkinkan adanya penghalang untuk mengatasi hambatan dalam menentukan

perilaku baru yang harus dilakukan.

d. Perceived benefits

Perceived benefits adalah keyakinan akan manfaat yang dirasakan pada diri

individu jika melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Konstruksi dari

manfaat yang dirasakan adalah pendapat seseorang tentang kegunaan suatu perilaku

baru dalam menurunkan berisiko terkena penyakit. Individu cenderung lebih sehat saat

mereka percaya perilaku baru akan menurun kemungkinan mereka terserang penyakit.

Manfaat yang dirasakan memainkan peran penting dalam menentukan perilaku untuk

pencegahan sekunder.

e. Self-efficacy

Pada tahun 1988, self-efficacy ditambahkan ke empat kepercayaan semula Dari

HBM (Rosenstock, Strecher, & Becker, 1988). Self-efficacy adalah kepercayaan pada
diri sendiri kemampuan untuk melakukan sesuatu (Bandura, 1977). Orang umumnya

melakukannya tidak mencoba melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka berpikir

bisa melakukannya. Jika seseorang percaya suatu perilaku baru itu bermanfaat

(dirasakan Manfaat), tapi tidak berpikir dia mampu melakukannya (Perceived

barrier), kemungkinan itu tidak akan dicoba.

Edukasi merupakan faktor yang penting sehingga mempengaruhi health belief

model individu (Bayat dkk, 2013). Kurangnya pengetahuan akan menyebabkan

individu merasa tidak rentan terhadap gangguan, yang dalam suatu penelitian yang

dilakukan oleh Edmonds dan kawan – kawan adalah osteoporosis (Edmonds dkk,

2012). Karakteristik psikololgis merupakan faktor yang mempengaruhi health belief

model individu (Conner & Norman, 2003). Dalam penelitian ini, karakteristik

psikologis yang mempengaruhi health belief model kedua responden adalah ketakutan

kedua responden menjalani pengobatan secara medis.

Beberapa faktor Health belief model berbasis kognitif (seperti keyakinan dan

sikap) dan berkaitan dengan proses berfikir yang terlibat dalam pengambilan

keputusan individu dalam menentukan cara sehat individu. Dalam kajian psikologi

kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih perilaku sehat dikaji

dalam teori Health belief model (HBM). HBM adalah model kepercayaan kesehatan

individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan perilaku kesehatan

(Conner, 2005)

Teori Health belief model menghipotesiskan terdapat hubungan aksi dengan

faktor berikut:

1) Motivasi yang cukup kuat untuk mencapai kondisi yang sehat.

2) Kepercayaan bahwa seseorang dapat menderita penyakit serius dan dapat

menimbulkan sekuele.
3) Kepercayaan bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit tersebut

walaupun hal tersebut berhubungan dengan finansial.

Health belief model juga dapat menjelaskan tentang perilaku pencegahan pada

individu.Hal ini menjelaskan mengapa terdapat individu yang mau mengambil

tindakan pencegahan, mengikuti skrining, dan mengontrol penyakit yang ada.

3. Perilaku Preventif atau Pencegahan

Menurut Kirscht dalam (Bart Smet 1990) mengatakan bahwa perilaku preventif adalah

perilaku pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai macam

perilaku, seperti check up untuk pencegahan atau pemeriksaan awal dan imunisasi.

Menurut Skinner dalam (Notoatmodjo 2010) mengatakan bahwa perilaku preventif

mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau menghindari

dari penyakit dan penyebab atau masalah atau penyebab masalah kesehatan.

Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock adalah sebagai berikut:

a) Ancaman

1. Presepsi tentang kerentanan diri terhadap bahaya penyakit (atau kesedian

menerima diagnosa sakit).

2. Presepsi tentang keparahan sakit atau kondisi kesehatannya.

b) Harapan

1. Presepsi tentang keuntungan suatu tindakan.

2. Presepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan suatu tindakan.

c) Pencetus tindakan : media, pengaruh orang lain dan hal-hal yang mengingatkan

(reminder).

d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin atau gender, suku

bangsa).
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu)

(Anonim, 2012)

Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang

dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan

atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang

spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Romauli 2009).

Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu

(Maryati2009) :

a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.

2) Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan.

3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain

4) pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena

penyakit infeksi akibat bakteri tertentu.

b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection).

1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap

penyakit-penyakit tertentu.

2) Isolasi terhadap penyakit menular.

3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum dan ditempat

kerja.

4) Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, Bahanbahan racun

maupun alergi.
c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early

Diagnosis and Promotion).

1) Mencari kasus sedini mungkin. Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

2) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu.

3) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

4) Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita berpenyakit

menular.

5) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

d. Pemulihan Kesehatan

1) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan seseorang setelah

ia sembuh dari suatu penyakit.

2) Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan

masyarakat. Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan

melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia

percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku

terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu,

pada norma-norma subjektif dan pada control perilaku yang dia hayati. Ketiga

komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya

akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak.

4. Health Belief Model pada Diabetes

Model kepercayaan kesehatan (HBM), yang dikembangkan oleh Becker dan Maiman

1975 (dalam Adejoh 2014) berguna untuk menjelaskan aktivitas perawatan diri seperti

rekomendasi manajemen diabetes dan memiliki fokus pada perilaku yang berkaitan dengan

pencegahan penyakit. Dasar dari HBM adalah bahwa individu akan mengambil tindakan untuk

mencegah, mengendalikan, atau mengobati masalah kesehatan jika mereka merasa masalah
menjadi parah; Jika mereka merasa bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan atau

menghasilkan hasil yang diharapkan; Dan karena konsekuensi negatif dari terapi.

HBM telah diterapkan pada berbagai perilaku kesehatan. Tiga area yang luas dapat

diidentifikasi:

a) perilaku kesehatan preventif, yang meliputi perilaku mempromosikan kesehatan (seperti

diet, olahraga) dan perilaku berisiko kesehatan (seperti kebiasaan merokok) serta vaksinasi

dan praktik kontrasepsi.

b) perilaku perilaku buruk, yang mengacu pada kepatuhan terhadap rejimen medis yang

direkomendasikan, biasanya mengikuti diagnosis penyakit secara profesional.

c) penggunaan klinik, yang mencakup kunjungan dokter karena berbagai alasan. HBM

menyatakan bahwa perilaku individu dapat diprediksi berdasarkan isu-isu tertentu yang

mungkin dipertimbangkan individu (kerentanan yang dirasakan, tingkat keparahan yang

dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan yang dirasakan) saat membuat

keputusan tentang perilaku tertentu mengenai kesehatannya (Glanz, Lewis , & Rimer,

1990).

Konsep-konsep ini diusulkan untuk menjelaskan "kesiapan untuk bertindak" orang.

Konsep tambahan, isyarat untuk bertindak, akan mengaktifkan kesiapan dan merangsang

perilaku terbuka, sementara konsep self-efficacy, atau kepercayaan seseorang adalah

kemampuan untuk berhasil melakukan suatu tindakan. . Konsep ini ditambahkan untuk

membantu HBM menyesuaikan tantangan perubahan perilaku kebiasaan sehat yang tidak

sehat, seperti tidak duduk, merokok, atau makan berlebihan. Peran faktor psikososial dan

perilaku pada penderitak diabetes telah lama diakui oleh dokter dan psikolog. Diabetes adalah

penyakit kronis yang dipengaruhi oleh perilaku penderita. Modifikasi gaya hidup adalah
sarana utama untuk mengelola diabetes dan untuk mencegah atau menunda berkembangnya

diabetes (American Diabetes Association [ADA], 1999).

Pada kenyataannya beberapa individu, berhasil mengelola diabetes dengan memperhatikan

diet dan olahraga saja. Bagi banyak orang mengubah kebiasaan gaya hidup adalah perjuangan,

dan tuntutan penderita diabetes kompleks memiliki beban baik secara emosional dan perilaku.

Kepatuhan terhadap rekomendasi untuk pemantauan diri, insulin, olahraga, dan diet seringkali

kurang diperhatikan (Glasgow, 1991; Kurtz, 1990). Selain itu, orang dengan diabetes

dihadapkan dengan tantangan emosional yang hidup dengan penyakit kronis serta

kemungkinan pada jangka panjang akan menjadi komplikasi (Polonsky, 1993). Psikolog

kesehatan klinis dalam pengaturan perawatan primer dapat memainkan peran berharga dalam

membantu individu mengelola kondisi sulit ini dan belajar untuk beradaptasi dengan

dampaknya pada kehidupan mereka.

Sebuah pemahaman keyakinan penderita tentang penyakit dan maknanya bagi kehidupan

mereka dapat menjelaskan hambatan potensial. Persepsi bahwa penyakit merupakan cacat

pribadi atau hukuman dari Tuhan dapat menyebabkan depresi, yang, pada gilirannya, dapat

mengganggu adaptasi dan manajemen diri. Fungsi kognitif juga harus dievaluasi, hubungan

Interpersonal juga harus diperhatikan seperti dalam keluarga dan dukungan teman sebaya,

lingkungan kerja, serta kualitas hubungan penderita dengan penyedia layanan kesehatan dan

sistem perawatan kesehatan secara umum.

B. Perspektif Teoritis

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan intervensi terapi

seumur hidup. Penyakit Diabetes Melitus dapat disembuhkan dengan cara mengendalikan gula

darah dalam batas normal. Penyakit ini akan menyertai penderita seumur hidup penderita
sehingga akan mempengaruhi terhadap kecemasan penderita baik dari keadaan kesehatan fisik,

psikologis, social dan lingkungan (Copel, 2007).

Aspek sosial pada penderita diabetes melitus sangat penting diperhatikan karena pada

kenyataannya diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang mempunyai muatan psikologis,

sosial dan perilaku yang besar (Jauhari, 2016).

Dalam ilmu biomedis, pengelolaan diabetes sebagian besar terletak pada penderita

diabetes. Hal ini termasuk praktik itu harus dilakukan oleh penderita sendiri. Seperti halnya

memakan makanan sehat, melakukan kegiatan fisik, minum obat seperti yang ditentukan,

pemantauan tingkat glukosa darah, kunjungan klinik secara teratur, dan penanganan stres

(American Diabetes Association, 2002). Namun, melakukan kegiatan diatas tetap menjadi

masalah bagi penderita diabetes yang hidup dengan kondisi seperti yang dibutuhkannya

perubahan perilaku.

Bagi banyak orang, mengubah kebiasaan gaya hidup adalah perjuangan, dan diabetes

kompleks memiliki efek yang luar biasa baik secara emosional dan perilaku. Kepatuhan terhadap

rekomendasi untuk pemantauan diri, insulin, olahraga, dan diet seringkali tidak diperhatikan

(Glasgow, 1991; Kurtz, 1990). Selain itu, penderita diabetes dihadapkan dengan tantangan

emosional berupa hidup dengan penyakit kronis serta kemungkinan akan mengarah pada

komplikasi (Polonsky, 1993).

Melihat bahwa Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber

daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka sangat diperlukan

program pengendalian Diabetes Mellitus. Diabetes Melitus bisa dicegah, ditunda kedatangannya

atau dihilangkan dengan mengendalikan faktor resiko (Kemenkes, 2010).

Dalam kajian psikologi kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih

perilaku sehat dikaji dalam teori Health Belief Model (HBM). HBM adalah model kepercayaan

kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak melakukan perilaku kesehatan

(Conner, 2005).
Menggunakan HBM, kemungkinan individu dengan diabetes mellitus mengikuti resep

biomedis ditentukan dengan variabel tertentu. Variabel pertama, suseptibilitas, mengacu Untuk

persepsi kerentanan terhadap diabetes dan komplikasi. Bagaimana individu memandang masalah

berkembang karena diabetes, misalnya, hipoglikemia dan hiperglikemia. Persepsi individu

tentang komplikasi diabetes kemungkinan akan memotivasi dia untuk mematuhi peraturan yang

diberikan oleh medis.

BAB III

TINJAUAN KASUS

a. Nama :Ny. U

Usia : 61 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Guru PAUD

Penderita diabetes tipe : Tipe 2

Ny. U Kesibukan subjek selain mengajar di PAUD subjek juga menerima pesanan

menjahit. Subjek menderita diabetes sejak 10 tahun yang lalu. Suami subjek telah

meninggal sejak tahun 2004, dan subjek memiliki 3 orang anak. Satu perempuan dan

dua laki-laki. Saat ini subjek tinggal di Kaliwaru bersama dengan anak laki-laki,

menantu dan cucunya yang bekerja sebagai Perawat.

Ayah Ibu Ny. U dulunya juga sakit diabetes. Subjek baru mengetahui ada gula

darah yang tinggi dalam dirinya ketika melakukan pemeriksaan kesehatan waktu mau

berangkat haji sekitar tahun 1997. Sejak saat itu subjek mulai memperhatikan pola

makannya.
Ketika ikut tinggal dirumah anak perempuannya yang di Bangil Pasuruan, Ny. U

pernah mengobati diabetnya menggunakan pengobatan tradisional dengan meminum

jamu, sampai akhirnya subjek terkena sakit lambung. Setelah itu subjek baru mulai

mau mengkonsumsi obat secara medis. Dalam pengobatan medis ibu U tidak rutin

mengkonsumsi obatnya karena terbilang terlalu mahal, subjek hanya meminum obat

jika mulai terasa gula darahnya naik. Semenjak dua tahun terakhir subjek telah

bergabung menjadi anggota rumah diabetes, subjek disarankan untuk meminum obat

yang memiliki khasiat sama namun harganya terjangkau, tujuannya supaya Ny. U

dapat meminum obat secara rutin untuk membantu mengontrol gula darahnya.

b. Hasil Analisis

1. Deskripsi Hasil Temuan

Dalam penyajian data ini, peneliti akan menggambarkan atau mendeskripsikan data yang

diperoleh dari hasil wawancara di lapangan, guna untuk membantu keabsahan data atau

kevaliditasan data yang disajikan. Data dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk health

belief model penderita diabetes.

1) Perceived susceptibility

Perceived susceptibility adalah subjek menyadari dan selalu belajar mencari jalan

keluar dari sakit yang di derita Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan

mengikuti terapi dan ikut komunitas rumah diabetes. Hal ini terjadi pada Ny. U,

seperti yang ada dikutipan wawancara subjek U berikut ini : “Ya... sehat itu semua

Allah yang menentukan yah mbak yah, kita hanya menerima, setelah kita dikasih

sakit yah berusaha berobat. Sebisa mungkin saya usahakan, disitu yang menyebabkan

apa penyakit ini bisa membuat semakin parah atau membuat semakin kita sehat itu

kita harus menggali sedalam mungkin tentang sakit itu seperti dirumah diabet kan

sering ada seminar atau edukasi apa, yaitu mbak tumpuan ku ya disitu. Dirumah

diabet itu Bu Lisa sangat fer sekali sama orang diabet itu mbak”
2) Perceived severity

Perceived severity adalah subjek tahu resiko jangka panjang apalagi kalau tidak

menjaga gaya hidup bisa menyebabkan menyerang organ lain semisal ginjal, jantung

dan liver maka dari itu subjek selalu menjaga kadar gulanya. Hal ini terjadi pada Ny.

U, seperti yang ada dikutipan wawancara subjek U berikut ini : “Resikonya orang

diabet kalau diabetnya ndak terkontrol, terlalu tinggi efeknya nanti menyebabkan

menyerang organ yang lain, seperti ginjal, jantung, paruh, yo liver semua bisa

diserang terutama mata. Makannya kita distabilkan gula darahnya”

3) Perceived barriers

Perceived barriers adalah subjek terkadang menyalahi aturan yang telah diberikan

seperti tidak makan sebelum melakukan suntik insulin, sehingga membuat kondisi

subjek menjadi drop. Hal ini terjadi pada subjek U, seperti yang ada dikutipan

wawancara Ny U berikut ini : “Katanya yang ini suntik mau tidur, jadi habis suntik

tidur, tapi yang kemaren itu, tadi pagi pas habis sholat subuh tak cek kadar gula saya

masih 200 mbak. Padahal subuh itu loh mbak belum makan apa-apa kan sudah lama

kan dari suntik sampek semalem sudah 200. Tapi yang kapan hari itu jam 3 kok

ngedrop aku, sampek anak saya tak celok-celok, ibu godokno banyu nduk, gawekno

banyu gulo itu jam setengah 3 mbak. Kadang pas sholat bawa banyu gulo sama air

putih itu mbak, soalnya sudah jam 3 aku durung sholat wes tak gowo ae banyu

gulone”

4) Perceived benefits

Perceived benefits adalah subjek merasa diusia subjek yang sudah 61 tahun subjek

masih mampu menjalankan aktivitasnya, masih dapat berkendara dengan baik. Hal

ini terjadi pada subjek U, seperti yang ada dikutipan wawancara subjek U berikut ini :

“Nggeh katah sanget loh mbak, kalo ndak minum obat yah ndak bisa kita melakukan

apapun, yah banyak sekali contoh-contohnya orang yang sembrono gak minum obat
masih muda sudah gak bisa apa-apa lagi, sudah sakit, sudah kena apanya- sudah kena

apanya kan masih muda-muda banyak sekali toh mbak”

5) Cues to action

Cues to action adalah Ny. u memiliki tingkat keimanan yang tinggi. Hal tersebut

mampu memotivasi subjek untuk tetap menjaga kesehatannya. Selain itu subjek juga

masih ingin bisa berkumpul dan bermain bersama anak cucunya Hal ini terjadi pada

Ny. U, seperti yang ada dikutipan wawancara Ny. U berikut ini : “Motivasi saya,

pengen kalau masih diberi umur panjang pengen ibadah mbak, yang saya tekuni

ibadah saya untuk bekal kita besok mbak motivasi saya yaitu, saya yang habis dari

ngamar kemaren yang terus makek insulin itu, saya masuk masjid itu nangis mbak,

“Ya Allah terimakasih saya masih bisa dikasih isok melbu masjid maneh iki aku

nangis mbak aku wes gak isok ngempet loh ku soale wes maturnuwun banget, sek

dikeki isok ibadah nang Gusti Allah, hanya itu motivasi saya mbak, yahh sama

pengen lihat cucu-cucu saya.”

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari wawancara dan observasi yang dibahas pada

bab sebelumnya, selanjutnya akan dibahas mengenai hasil analisis dari health belief model pada

penderita diabetes melitus. Pada sub bab analisis data telah digambarkan bagaimana hasil analisis

dari masing- masing pertanyaan peneliti. Pembahasan lebih lengkapanya adalah sebagaimana

berikut ini dari data keempat subjek.

Health Belief Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu

untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Menurut Hochbaum,
(dalam Hayden 1958) Konsep dasar HBM adalah Perilaku kesehatan ditentukan oleh persepsi

individu tentang kepercayaan terhadap suatu penyakit dan cara yang tersedia untuk mengurangi

terjadinya gejala penyakit yang diderita oleh individu

Penelitian sebelumnya yang membahas tentang The Relationship Between the Health

Belief Model and Compliance of Persons with Diabetes Mellitus. menunjukkan bahwa terdapat

korelasi 0,5 antara tingkat kepatuhan pasien dengan keyakinan kesehatan, dimana dari korelasi

tersebut menunjukkan adanya motivasi untuk melakukan perilaku sehat (Cerkoney dan Hart,

1980.)

1) Perceived susceptibility

Perceived susceptibility adalah keyakinan individu mengenai kerentanan dirinya atas

resiko penyakit dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku yang lebih sehat.

Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan individu terlibat dalam

perilaku untuk mengurangi resikonya. Sangat logis bila sesorang percaya mereka berada

dalam resiko penyakit, mereka akan cenderung melakukan sesuatu untuk mencegahnya,

sebaliknya juga jika orang percaya mereka tidak beresiko atau memiliki anggapan

rendahnya resiko kerentanan, perilaku tidak sehat cenderung terjadi.

Pada Ny. U Pengalaman Ny. U merawat orang tua yang juga sakit diabetes membuat Ny.

U banyak mengetahui tentang apa itu sakit diabetes. Sehingga ketika Ny.U mendapat

diagnosa sakit diabetes subjek sudah mengetahui apa yang harus dia lakukan seperti

mengurangi makan yang manis, mengurangi takaran makanan dan tetap berperilaku sehat.

2) Perceived severity

Perceived severity adalah keyakinan individu akan keparahan suatu penyakit. Sedangkan

persepsi keparahan terhadap penyakit sering didasarkan pada informasi atau pengetahuan

pengobatan, mungkin juga berasal dari kepercayaan terhadap orang yang memiliki

kesulitan tentang penyakit yang diderita atau dampak dari penyakit terhadap kehidupannya
(McCormick-Brown, 1999). Sebagai contoh, kebanyakan dari kita memandang flu sebagai

penyakit ringan.

Ny. U tahu resiko jangka panjang apalagi kalau tidak menjaga gaya hidup bisa

menyebabkan menyerang organ lain semisal ginjal, jantung dan liver maka dari itu subjek

selalu menjaga kadar gulanya.

3) Perceived barriers

Perceived barriers adalah aspek negatif pada diri individu yang menghalangi individu

untuk berperilaku sehat. Karena perubahan bukanlah sesuatu yang mudah terjadi, konstruk

dari HBM menangani masalah ini adalah hambatan yang dirasakan untuk berubah. Hal

tersebut dimiliki individu sendiri mengevaluasi hambatan dalam cara individu mengadopsi

sebuah perilaku baru dari semua konstruksi, hambatan yang dirasakan adalah hal yang

paling signifikan dalam menentukan perubahan perilaku (Janz & Becker, 1984).

Pada Ny. U hal negatif yang menghalangi Ny. U berperilaku sehat seperti Ny.U belum bisa

sepenuhnya menahan diri untuk tidak terlalu banyak makan. Dengan aktivitas yang

dijalani, keempat subjek masih belum bisa konsisten dalam waktu meminum obat atau

suntik insulin.

4) Perceived benefits Perceived benefits adalah keyakinan akan manfaat yang dirasakan pada

diri individu jika melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Konstruksi dari manfaat

yang dirasakan adalah pendapat seseorang tentang kegunaan suatu perilaku baru dalam

menurunkan berisiko terkena penyakit. Individu cenderung lebih sehat saat mereka percaya

perilaku baru akan menurun kemungkinan mereka terserang penyakit. Manfaat yang

dirasakan memainkan peran penting dalam menentukan perilaku untuk pencegahan

sekunder.

Pada Ny. U terdapat manfaat yang dirasakan selama melakukan perilaku sehat sehingga

Ny. U mau melakukan perilaku sehat adalah berkurangnya rasa nyeri pada tubuh ketika
melakukan suntik insulin sesuai dengan anjuran dokter. Selain itu proses komplikasi yang

terjadi pada Ny. U dapat terhambat dengan adanya perilaku sehat yang dilakukan Ny. U

5) Cues To Action

Cues to action suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi isyarat bagi

seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku. (Becker dkk, 1997 dalam Conner

& Norman, 2003). Isyaratisyarat yang berupa faktor-faktor eksternal maupun internal,

misalnya pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga

lain, aspek sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal,

pengasuhan dan pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku, keadaan

ekonomi, sosial, dan budaya, self-efficacy yaitu keyakinan seseorang bahwa dia

mempunyai kemampuan untuk melakukan atau menampilkan suatu perilaku tertentu. Iklan,

saran keluarga, pengalaman teman atau tetangga dapat menjadi stimulus bagi individu yang

membutuhkan pengobatan yang tepat.

Ny. U selain memiliki keyakinan akan diri yang rentan, merasakan keparahan sakit

diabetes serta manfaat yang dirasakan selama berperilaku sehat. Ny. Umeiliki dorongan

untuk tetap terus melakukan perilaku sehat karena adanya dukungan dari keluarga.

B. SARAN

1. Bagi Ny. U diharapkan dapat tetap melakukann perilaku sehat terus menerus sesua dengan

yang sudah dijalankan dengan baik, sehingga kesehatan dari masing-masing subjek dapat

terjaga.

2. Bagi pembaca diharapkan tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang berlebihan,

sehingga tidak menimbulkan adanya besitas yang dapat mengganggu kesehatan tubuh.

3. Untuk peneliti selanjutnya disarankan ketika akan melakukan penelitian hendaknya terlebih

dahulu menentukan dan memastikan subjek yang akan diteliti sesuai dengan tema yang akan

dikaji sehingga tidak akan terjadi kesalahan dalam hasil penelitian. Selain itu memperdalam
metode penelitian juga sangat diperlukan dalam hal ini memperbanyak hasil observasi dan

wawancara. Serta menguji keabsahan data (triangulasi) dengan menggunakan metode yang

tepat sesuai pada tema dan subjek yang akan diteliti.


DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat, A. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Surabaya: Salemba

Medika

Rizqi, Alfiatur, 2018. Health belief model pada penderita diabetes melitus Surabaya :

http://digilib.uinsby.ac.id/22200/1/Alfiatur%20Rizqi_B97213103.pdf Di unduh pada tanggal 03 Februari

2021

Anda mungkin juga menyukai