Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar
gula darah yang dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan serius
pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf (WHO, 2021). Diabetes
menjadi penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan akan melekat seumur
hidup pada diri penderitanya. Masalah kesehatan pada penderita diabetes
beragam, seperti depresi, nyeri, kualitas tidur terganggu, kecemasan,
berkurangnya energi dan juga mobilitas berkurang sehingga kualitas hidup
penderita dapat terganggu. Diabetes menjadi penyakit yang harus segera
ditangani karena dapat memicu berbagai komplikasi yang akan
membahayakan penderita. Maka, satu-satunya cara yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan rehabilitasi. Namun kendala yang terjadi adalah
tingkat kepatuhan penderita yang rendah, dimana penderita masih banyak
yang tidak memahami pengobatan pada kasus diabetes seperti ketidakpatuhan
dalam kontrol gula darah. Pengobatan yang dapat dilakukan seperti olahraga,
diet gula dan lain-lain menjadi suatu hal yang kurang diperhatikan oleh
penderita padahal hal ini lah yang dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita. Pemantauan dan dukungan dari tenaga kesehatan menjadi suatu
upaya yang dibutuhkan oleh penderita dalam rehabilitasi, hal ini sesuai dengan
prioritas Sustainable Development Goals (SDGs) ke-3.
Diabetes merupakan penyakit yang menjadi permasalahan global.
Prevalensi DM global tahun 2019 mencapai 463 juta atau 9,3% dan
diperkirakan akan melonjak menjadi 575 juta (10,2%) pada 2030 dan 700 juta
(10,9%) pada tahun 2045 (IDF, 2019). Diabetes menjadi penyebab kematian
dengan angka sekitar 1,3 juta. WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 150 juta
orang di dunia telah menderita diabetes mellitus (Saputri, Setiani, & Dewanti,
2018). Pada tahun 2015 IDF menyebutkan bahwa jumlah pasien diabetes di
Asia Tenggara sebanyak 87 juta orang. Hal ini menjadi landasan IDF
menyebutkan bahwa pada tahun 2030 diabetes mellitus akan menempati
urutan ketujuh kematian di dunia. Di Indonesia prevalensi DM sekitar 4.8%
dan lebih dari setengah kasus DM (58.8%) tidak terdiagnosis (Lathifah, 2017).
Diabetes menjadi suatu masalah yang serius dan tidak dapat diacuhkan.
Dapat ditinjau dari kasus yang semakin banyak dengan angka kematian yang
tidak sedikit, maka penyakit ini menjadi suatu masalah yang harus ditangani
dengan kritis. Beberapa upaya yang dilakukan demi menekan angka kematian
yang disebabkan diabetes seperti adanya aplikasi pengecekan diabetes seperti
Diabetes Checker, namun aplikasi ini memiliki kelemahan karena tidak ada
pendekatan teori secara khusus. Selain itu, terdapat aplikasi Track3-Diabetes
Planner yang menjadi aplikasi pendamping penderita. Aplikasi ini berfokus
pada rencana dalam upaya kesehatan penderita, namun aplikasi ini juga
memiliki kekurangan karena aplikasi ini belum terintegrasi layanan kesehatan.
Perkembangan teknologi tentunya menjadi hal yang dapat dimanfaatkan
dalam upaya pengobatan penderita diabetes. Hal ini berdasarkan pada era
revolusi 4.0 yang sekarang sedang menuju ke era society 5.0. Era ini
mengedepankan teknologi digital dalam menghadapi sebuah permasalahan.
Maka dari itu penulis berusaha menerapkan dan memanfaatkan perkembangan
teknologi dalam mengatasi masalah diabetes dengan menggagaskan aplikasi
S-DICO yang menggunakan pendekatan Health Belief Models (HBM) sebagai
landasan pendukung dalam mengembangkan aplikasi ini.
S-DICO merupakan aplikasi gagasan dari inovasi penulis yang bergerak di
bidang kesehatan khususnya untuk menangani permasalahan diabetes.
Aplikasi ini berfokus pada rehabilitasi penderita diabetes dengan fokus
perenacaan berpusat pada teori Health Belief Models (HBM). S-DICO
membantu penderita dalam proses rehabilitasi dengan memberikan edukasi,
treatment serta meningkatkan kepercayaan penderita. Maka dari itu, S-DICO
dapat menjadi inovasi yang solutif dalam upaya rehabilitasi penderita diabetes
berbasis home treatment.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, didapatkan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana solusi dalam mengatasi diabetes secara efektif dan juga
efisien dengan S-DICO?
2. Bagaimana efektivitas S-DICO sebagai upaya rehabilitasi penderita
diabetes berbasis home treatment?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis imiliah ini, antara lain:
1. Menganalisis konsep S-DICO dengan pendekatan Health Belief
Models (HBM) sebagai solusi dalam mengatasi diabetes
2. Mengetahui efektivitas S-DICO sebagai upaya rehabilitasi penderita
diabetes berbasis home treatment

1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penulisan ini adalah inovasi pengembangan
teknologi yang dapat mengembangkan ilmu dibidang kesehatan terkait
rehabilitasi pada kasus diabetes.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penulisan ini merupakan sebagai bentuk upaya
intervensi dalam memberikan layanan kesehatan yang efektif dan efisien
serta dapat bersaing dengan perkembangan teknologi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mengalami gangguan


metabolisme kronis disertai dengan multietiologi. Pada umumnya, diabetes
melitus ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein, serta lemak akibat dari ketidakcukupan fungsi
dari insulin (Dipiro, et. al. 2018). Jenis diabetes melitus yang paling sering
dialami masyarakat Indonesia, yaitu diabetes tipe 1 (bergantung pada insulin) dan
diabetes tipe 2 (tidak bergantung pada insulin). Diabetes melitus tipe 1 ditandai
dengan penderita selalu bergantung pada pengontrol insulin yang berada di luar
tubuh karena jumlah insulin tidak mencukupi batas normal. Diabetes tipe 1 ini
biasanya terjadi karena kelainan bawaan dari lahir. Diabetes tipe 2 sering terjadi
pada penderita yang berkaitan dengan buruknya pola hidup seseorang. Penderita
diabetes tipe 2 ini dapat bertahan dengan mengontrol gula darah melalui dalam
tubuh dan dibantu dengan obat atau insulin secukupnya.

2.2 Health Belief Model (HBM)

Teori Health Belief Model (HBM) pertama kali dipopuleri oleh Resenstock
1966 dan disempurnakan oleh Becker 1970. Sejak tahun 1974, teori ini menjadi
perhatian oleh beberapa peneliti. Konsep utama dalam teori HBM adalah terdapat
perilaku sehat yang ditentukan oleh kepercayaan suatu individu atau presepsi
mengenai suatu penyakit. Konsep model ini sering digunakan untuk mengetahui
suatu presepsi dalam individu dapat menerima atau tidak mengenai kesehatan
mereka. Gambaran mengenai teori Health Belief Model :
Perceived susceptibility
Faktor-faktor
demografis:

Usia, status sosial Perceived severity


ekonomi, dan
gender

Health Motivation Tindakan

Faktor-faktor
psikologis:

Gaya kepribadian Perceived benefitsm


dan tekanan
rekan sebaya Isyarat untuk tindakan
Perceived barriers

Gambar 1. 1 Gambaran Health Belief Model (Bulgar, White, dan Robinson, 2018)

Menurut Bulgar, White, dan Robinson, 2018 teori HBM terdiri dari 4 dimensi,
yaitu

a. Perceived Susceptibility (kerentanan yang dirasakan)


Kerentanan yang dirasakan dapat berupa risiko personal. Dalam hal ini,
presepsi subyektif suatu individu berhubungan dengan risiko kondisi
kesehatannya. Di dalam lingkup medis, dimensi ini berupa penerimaan hasil
diagnosa dan kepekaan terhadap suatu penyakit secara umum.
b. Perceived Benefitsm (manfaat yang dirasakan)
Dimensi ini mendorong suatu individu untuk menghasilkan dukungan pada
perubahan perilaku. Hal ini tergantung kepercayaan individu mengenai
efektivitas dalam mengurangi ancaman suatu penyakit atau manfaat yang
dirasakan saat mengambil upaya kesehatan.
c. Health Motivation (motivasi hidup sehat)
Health motivation sangat berkaitan dengan motivasi seseorang untuk hidup
sehat, meliputi mengontrol kondisi kesehatannya dan health value
d. Perceived Barriers (hambatan untuk berubah)
Suatu individu akan menghadapi rintangan dalam mengambil tindakan. Aspek
negatif dalam upaya kesehatan, antara lain ketidakpastian dan efek samping.

2.3 Telehealth

Beberapa tahun terakhir, perawatan kesehatan tentang teknologi informasi


dan komunikasi menjadi suatu priorias politik di seluruh dunia (WHO, 2020).
Dampak pengembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat signifikan
dalam kehidupan sehari-hari dan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi di
bidang kesehatan (Schlachta et al, 2020). Keperawatan merupakan salah satu
profesi yang memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan berbasis
teknologi. Dalam memanfaatkan pengenbangan teknologi tersebut dapat
diterapkan melalui pelayanan homecare untuk memberikan pelayanan
keperawatan berkelanjutan. Beberapa ahli teknologi memprediksi 90% orang
dewasa memiliki akses smartphone pada tahun 2020 (VOA Indonesia, 2018). Hal
ini mendukung penerapan teknologi telehealth dalam penunjang komunikasi jarak
jauh antara perawat dengan pasien. Aplikasi telehealth ini telah berkembang sejak
lama dalam mengatasi akses pelayanan kesehatan. Ruang lingkup aplikasi
telehealth sangat luas dan berfokus untuk pelayanan kesehatan dan Pendidikan
kesehatan (Soemitro, 2018; Olson & Thomas, 2018). Telehealth diprediksi dapat
diaplikasikan dalam upaya preventif dan rehabilitatif, seperti pelayanan
keperawatan homecare.

Telehealth adalah suatu teknologi telekomunikasi yang dapat digunakan


untuk meningkatkan informasi dalam bidang kesehatan dan pelayanan kesehatan
di daerah yang terdapat masalah kondisi geografis, tingkat sosial, akses, dan
budaya (Sri & Sahar, 2018). Pelayanan telehealth menggunakan internet dengan
sistem telepon seluler, kamera, sensor 3D, dan WAP (Wireless Application
Protocol) dalam jaringan komunikasi antara perawat dan pasien (Sri & Sahar,
2018; Wiweko, Zesario, & Agung, 2018; Tenforde, et al, 2018). Dalam pelayanan
telehealth diaplikasikan melalui interaksi virtual dengan pasien yang ingin
konsultasi tanpa harus datang ke akses pelayanan kesehatan. Penerapan telehealth
ini sesuai dengan kondisi geografis di Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau.
Penggunaan telehealth dapat menjadi efektif pada intervensi modalitas,
meningkatkan kesadaran pasien untuk mematuhi anjuran obat dan mengurangi
terjadinya komplikasi, keefektifan dalam pemberian intervensi kesehatan dalam
jangka waktu yang sama dan fleksibel, dan dapat menjadi sistem monitoring
dalam pelayanan penyakit kronik pada pasien. Beberapa peneliti merasakan
adanya kenyamanan dalam penggunaan layanan komunikasi secara virtual melalui
telehealth (Olson & Thomas, 2018). Penerapan telehealth sangat penting sebagai
acuan dalam pelayanan kesehatan pada era perkembangan teknologi. Oleh sebab
itu, telehealth dapat dijadikan sebagai solusi terbaik dalam pelayanan kesehatan
pada jarak jauh.

2.4 Home Treatment

Penderita diabetes melitus dapat dilakukan home treatment agar dapat


mengoptimalkan kondisi penderita dan mencegah komplikasi. Penderita DM 2
seringkali mengalami perubahan dalam hidupnya. Perubahan tersebut dapat
berupa olahraga, minum obat, kontrol gula darah, dan pembatasan diet yang
dilakukan di sepanjang hidupnya. Dengan terjadinya perubahan ini, penderita DM
akan mengalami reaksi psikologis negatif, yaitu merasa tidak berguna, marah,
stress, dan cemas berlebih. Berdasarkan pengalaman stress penderita DM sebelum
dan selama terapi sangat berpengaruh. Stress dapat dicegah maupun dikurangi
dengan cara pengelolaan yang baik. Berdasarkan teori Orem, yaitu self care
merupakan perawatan penting secara umum yang perencanaan keperawatan
diberikan saat perawatan telah dibutuhkan. Apabila dilakukan home treatment
yang baik dan benar pada penderita DM termasuk pengendalian faktor risiko akan
menurunkan angka kesakitan, komplikasi, dan kematian. Oleh karena itu,
pengendalian DM akan lebih efektif bila mengutamakan pencegahan dini melalui
upaya home treatment secara mandiri di lingkungan keluarga (Home Health
Care) melalui upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya
kuratif dan rehabilitatif. Penalatalaksanaan DM dapat berupa pengaturan diet,
exercise, dan penggunaan insulin. Kepatuhan penderita mengenai program sangat
penting untuk mencegah timbulnya komplikasi. Perawatan pada penderita DM
membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang tidak sedikit, sehingga
dengan adanya perawatan mandiri, keluarga, dan penderita dapat mengelola
kesehatan sendiri termasuk mengontrol kadar glukosa darah dengan harapan
angka harapan hidup dan produktifitas penderita DM tetap dalam rentang tinggi.
Sehingga, dengan adanya dukungan dari keluarga pada penderita DM sangat
diperlukan dalam pemberian dukungan, pendidikan kesehatan, motivasi dan
perawatan mandiri.

2.5 Analisis Program Terdahulu

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya membantu rehabilitasi


penderita Diabetes Melitus. Upaya yang dilakukan pemerintah, yaitu berbentuk
aplikasi. BPJS Kesehatan telah membuat program pengelolaan penyakit kronis
(PROLANIS). Salah satu penyakit yang dipantau melalui program ini adalah
Diabetes Melitus. Dalam rekam medis dan informasi kesehatan sering disebut
dengan Personal Health Record (PHR) atau rekam kesehatan personal (RKP).
RKP merupakan sistem yang berfungsi untuk bertukar ataupun menyimpan
informasi kesehatan, meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan personal,
dan membantu masyarakat untuk menjadi konsumen pelayanan yang terdidik
(Kahn et al., 2022). Apabila seseorang membaca informasi kesehatannya sendiri
maka seseorang lebih mudah memahami kondisi kesehatannya dan faktor risiko
dalam diri agar dapat selalu menjaga kesehatannya (Park et al., 2022). BPJS telah
membuat aplikasi mobile, yaitu JKN yang telah diunduh lebih dari sepuluh juta
kali. Aplikasi ini memiliki fitur mengenai prototipe rekam kesehatan individu,
yaitu konsultasi, rekam medis, skrining, grafik gula, glukolator, dan tips
kesehatan. Akan tetapi, aplikasi ini memiliki kelemahan tidak adanya fitur
edukatif dan inspiratif mengenai penanganan penyakit diabetes melitus. Oleh
karena itu, kami memaksimalkan upaya penanganan penderita diabetes melitus
melalui aplikasi dengan fitur perpaduan hasil interpretasi dari enam komponen
HBM.
DAFTAR PUSTAKA

Istifada, R., Sukihananto, S. and Laagu, M.A., 2018. Pemanfaatan Teknologi


Telehealth Pada Perawat Di Layanan Homecare [The Utilization Of
Telehealth Technology By Nurses At Homecare Setting]. Nursing
Current: Jurnal Keperawatan, 5(1), pp.51-61.

Wikansari, N. and Santoso, D.B., 2022. Diablock: Prototipe Rekam Kesehatan


Personal Berbasis Mobile Bagi Diabetesi. Jurnal Informasi Kesehatan
Indonesia (JIKI), 8, pp.19-27.

Pudiyanti, P. and Afriani, T., 2020. Kajian Literatur: Peranan Teknologi Informasi
Kesehatan Pada Perawatan Diabetes Melitus (Literature Review: The Role
Of Health Information Technology In Care Of Diabetes Melitus). Nursing
Curren: Jurnal Keperawatan, 8(1), pp.47-55.

Nuriannisa, F. and Yuliani, K., 2021. Implementasi Konsep Health Belief Model
terhadap Asupan Antioksidan Mahasiswa Gizi selama Pandemi COVID-
19. Jurnal Gizi, 10(1), pp.14-22.

Rahayu, S.P., Nurbaiti, N. and Fauzah, S.N., 2020. Efektivitas Penyuluhan Tumor
Payudara dengan Pendekatan Teori Health Belief Model Terhadap
Persepsi dan Perilaku Sadari yang Benar pada Siswi Remaja di SMAN 1
Lemahabang. Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan, 6(1).

Livana, P.H., Daulima, N.H.C. and Mustikasari, M., 2018. Relaksasi otot
progresif menurunkan stres keluarga yang merawat pasien gangguan
jiwa. Jurnal Keperawatan Indonesia, 21(1), pp.51-59.

Anda mungkin juga menyukai