Skenario 3
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)
Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia mengalami epidemiological transition, yaitu double and
triple burden of disease, dimana penyakit tidak menular (PTM)/ non-communicable diseases (NCDs)
meningkat dengan tajam, pada saat berbagai penyakit menular/ communicable diseases masih belum bisa
diatasi dengan baik. Selain itu, Indonesia juga masih harus menghadapi berbagai masalah injuries dan mental
health, termasuk violence, yang juga mengalami peningkatan. Berbagai faktor diperkirakan menyebabkan
kondisi tersebut.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi berbagai penyakit
tidak menular (PTM), dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. Hasil Riskesdas menunjukkan beberapa
faktor risiko utama yang terkait dengan peningkatan PTM di Indonesia. Proporsi angka kematian akibat PTM
meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001, dan meningkat menjadi 59,5% pada
tahun 2007 (Riskesdas 2007). Peningkatan prevalensi PTM menjadi ancaman yang serius dalam pembangunan,
oleh karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (DP2PTM) Kementerian Kesehatan RI adalah
mengembangkan model pengendalian PTM berbasis masyarakat melalui pos pembinaan terpadu (Posbindu)
PTM pada tahun 2012. Dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian Kesehatan RI (Kemkes) juga
mengidentifikasi beberapa penyakit tidak menular yang dikategorikan sebagai ”penyakit katastropik”.
Pada 1 Januari 2014, di negara Indonesia mulai diberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikelola oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Tujuan dari program JKN tersebut adalah
untuk menjamin manfaat pemeliharaan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Namun
demikian, sejak tahun pertama pelaksanaannya sampai dengan tahun 2019 kemarin, BPJS Kesehatan mengalami
defisit yang semakin lama semakin membesar. Dalam beberapa tahun terakhir, BPJS menetapkan delapan (8)
penyakit katastropik yang menjadi prioritas dalam penyelenggaran JKN.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengurangi double and triple
burden of disease dari masalah kesehatan yang ada, yaitu dengan mengeluarkan berbagai kebijakan dan
program kesehatan masyarakat, antara lain ”Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)”, ”Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK)”, ”Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)” dengan program
C.E.R.D.I.K dan P.A.T.U.H., juga berbagai program skrining dan surveilans penyakit, serta peraturan tentang
merokok dan penetapan ”Kawasan Tanpa Rokok (KTR)”, dan lain- lain.
Selain itu, BPJS juga menyelenggarakan “Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)” bagi
peserta BPJS yang memiliki penyakit kronis, terutama penderita hipertensi (HT) dan diabetes mellitus (DM).
Pada sekitar akhir tahun 2019, BPJS menetapkan L.I.N.C.A.H. sebagai moto Prolanis yang perlu dilakukan oleh
semua peserta.
1
Terkait dengan berbagai program pengendalian PTM di atas, khususnya tentang pengendalian rokok,
Indonesia masih belum optimal dalam pelaksanaannya. Dalam strategi memerangi epidemi perilaku merokok
(tobacco addiction) di tingkat global, World Health Organization (WHO) mengeluarkan berbagai kebijakan,
antara lain Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan strategi MPOWER. Sampai dengan
saat ini, negara Indonesia belum melakukan penandatanganan ratifikasi FCTC, sehingga belum optimal dalam
menjalankan strategi MPOWER dari WHO. Upaya pengendalian PTM lainnya juga masih perlu digalakkan
sesuai standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan WHO.
PEMBAHASAN
1. Perbedaan triple burden suatu masalah Kesehatan pada suatu daerah mencakup 3 penyakit yaitu
masalah PTM masih menjadi masalah di masyarakat, peningkatan kasus PTM yang merupakan penyakit
karen gaya hidup, munculnya penyakit2 baru spt Hipertensi
Double burden penyakit masalah gizi seperti malnutris, obesitas. Masih menjadi masalah terutama di
negara berkembang. (Monic)
4. liEpidemiological transition perubahan pola penyakit yang sebelumnya didominasi oleh penyakit menular
2
menjadi penyakit tidak menular. Merupakan proses transformasi berkelanjutan dengan beberapa penyakit
hilang dan beberapa lainnya muncul. Yang terlibat adanya perubahan factor risiko spt lingkungan, social
budaya dan perilaku, adanya praktik kedokteran modern. (diah)
5. PTM di Indonesia, ditanggulangin oleh DP2PTM punya program untuk mencegah dan menanggulangi
PTM. PTM: penyakit jantung dan pembulih darah, DM dan penyakit metabolic, kanker, penyakit kronik dan
degenerative lain serta gangguan akibat kecelakaan dan cidera. Berdasarkan riskesdas 2007, prevalensi
PTM tertinggi di Indonesia yaitu Hipertensi 31,7%, kemudia disusul penyakit sendi 30,3%. Prevalensi paling
sedikit yaitu DM 1,1%. (Diah)
6. Salah satu tipe burden disease munculnya penyakit baru, salah satunya disebabkan oleh hipertensi.
Hipertensi sebagai silent killer, kalau tidak diatasi bisa berlanjut, seperti stroke, pembuluh darah yang
mengalami PJK (Aisyah)
1. Menjelaskan permasalahan dan dampak peningkatan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) (non
communicable disease/ NCD) serta beban ganda dan tripel masalah kesehatan (double and triple
burden of disease) dalam kesehatan masyarakat
disebabkan oleh keterlibatan berbagai factor risiko, selain itu juga karena perubahan lingkungan
strategis spt transisi epidemiologi, transisi lingkungan (ditandai dg banyaknya kejadian bencana alam,
peruabahn iklim global, berkurangnya bahan pangan), transisi demografis(ditandai dg meningkatnya
proporsi usia lanjut, dan tingginya kemiskinan), perubahan social budaya (ditandai dg laju
modernisasi, berkembangnya nilai2 baru, perubahan gaya hidup), perubahan keadaan
ekonomi(adanya pasar bebas dan globalisasi) dan politik (adanya desentalisasi). Perubahan keadaan
kemanan (ditandai dg adanya konflik spr perang atau terorisme) (Diah)
2. Menjelaskan faktor risiko, skrining dan surveilans PTM dalam kesehatan masyarakat
Skrining PTM: dilakukan untuk mengurangi meluasnya PTM, dg pemeriksaan kadar gula darah dll,
dilakukan di puskesmas. Kemudian hasil pemeriksaan dikonsultasikan dengan pakar (dokter),
kalau hasilnya nggak baik makan dimasukkan ke program Prolanis, dengan tujuan meningkatkan
kualitas hidup para pasien. manfaat prolanis: bisa konsul Kesehatan teratur, mendapat info valid
ttg Kesehatan, mendapat fasilitas home visit (diberikan pada peserta yang baru bergabung, tidak
control selama 3 bulan, baru selesai menjalani rawat inap). Kualitas hidup meningkat ketika 75%
peserta prolanis membaik. (Monic)
3
c. Interpretasi data: petugas PTM di puskesmas, dinkes atau kemenkes akan memberikan hasil
interpretasi analisis berdasarkan keadaan di lokasi tertentu
d. Diseminasi informasi: hasil dibuat dalam bentuk presentasi. Hasil bisa disebarluaskan
Pencatatan surveilans:
Hasil dikirinkan ke FKTP, ke dinkes sampai ke kemenkes. (Vita)
3. Menjelasakan permasalahan dan tantangan dalam menanggulangi prevalensi PTM yang meningkat
Kenapa PTM bisa meningkat
a. Kurangnya strategi dalam edukasi
b. Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah setempat
c. Pemahaman ttg PTM buruk
d. Pola hidup masyarakat modern, kurang memperhatikan pola hidup yang baik, konsumsi rokok
maupun alcohol
e. PTM yang terkait dg adanya factor risiko keturunan dan masyarakat yang tidak
memperhatikan kondisi diri sendiri
f. Kurangnya pemahaman ttg penyakit degenerative dan fungsi organ (mb Esti)
4
b. Keterlibatan lintas sector dan pemangku kepentingan
c. Pendekatan setiap tahap kehidupan
d. Keseimbangan antara pendekatan pada tingkat populasi dan individu
e. Pemberdayaan masyarakat
f. Penguatan system kesehatan
g. Cakupan Kesehatan semesta
h. Strategi berbasis bukti, harus EBM
i. Pengelolaan conflict of interest (Adimas)
5. Menjelaskan kebijakan dan peraturan terkait rokok di Indonesia, termasuk aplikasi MPOWER
(kebijakan WHO) serta dampak belum dilakukan ratifikasi FCTC (kebijakan WHO) di Indonesia
Pengendalian konsumsi dan dampak tembakau. Tahun 2003 udah disepakati FCTC oleh WHO sbg
pengendalian tembakau di seluruh dunia. Salah satu program WHO yaitu MPOWER adalah
M: monitor penggunaan tembakau dan kebijakan untuk mencegahnya
P: perlindungan thd asap rokok
O: optimalkan dukungan untuk berhenti merokok
W: waspadakan pada masy akan bahaya merokok
E: eliminasi iklan, promosi dan sponsor terkait tembakau
R: raih kenaikan cukai terkait rokok agar harga jual rokok tidak terjangkau oleh masyarakat
Hasil cukai untuk menanggulangi dampak dari rokok. FCTC ada perundang-undangannya, salah
satunya ada dalam UUD 1945 ttg Kesehatan pasal 1 ayat 1 no. 36 tahun 2009. (Monic)
Kenapa Indonesia nggak menandatangani FTCT karena urusan bisnis dan kesadaran Kesehatan
yang rendah (Vita)
5
c. Melakukan terapi farmakologi (mb Esti)
6. Menjelaskan tentang berbagai upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit terkait PTM pada
kasus ini
a. Program layanan Upayan berhenti merokok (UBM), yaitu pemberian konseling untuk perokok di
sekolah. Kegiatan meliputi identifikasi klien, evaluasi dan motivasi, penetuan pilihan terapi dan
penyusunan rencana untuk menindak lanjuti yang sudah diberikan. Dasar hukum: permenkes no.
40 tahun 2013.
b. Program deteksi dini kanker: untuk kanker payudara dan kanker serviks pada Wanita 30-50 tahun.
Kegiatan: pemeriksaan payudara klinis (Sadanis) dan pemeriksaan IVA.
c. Program pengendalian thalassemia: program ini merupakan Gerakan skrining pada kelompok
risiko thalassemia. Kegiatannya: identifikasi populasi berisiko dan pemeriksaan lab. (Diah)
Learning Objective
1. Pengertian Prolanis dan program-programnya
2. Bagaimana pandangan Muhammadiyan dan perannya dalam mengatasi rokok? Adakah fatwa terkait
rokok?
3. Bagaimana edukasi terkait cara berhenti merokok?
4. Bagaimana gaya hidup sehat untuk pengendalian PTM?
WHO merekomendasikan gaya hidup sehat adalah dengan makan banyak buah-buahan dan sayuran,
mengurangi lemak, gula, dan asupan garam serta berolahraga (WHO, 2014a).
Diet dan Gaya Hidup
Di masa lalu, penyakit infeksi dan parasit merupakan penyebab utama kematian, namun dalam
beberapa dekade terakhir, PTM telah menggantikannya dan menjadi penyebab utama kematian (25).
Hal ini dapat dikaitkan dengan perubahan pola makan dan gaya hidup selama bertahun-tahun, yang
dapat diklasifikasikan sebagai pergeseran pola penyakit pada manusia. Berbagai faktor diet, seperti
daging, produk gandum utuh, pola diet sehat, konsumsi minuman manis, dan diet berbasis zat besi
memiliki hubungan yang jelas dengan PTM (11, 12). Selain itu, tingginya konsumsi daging olahan dan
minuman manis, dikombinasikan dengan faktor gaya hidup tidak sehat lainnya, seperti indeks massa
tubuh (BMI) yang tinggi, kurangnya aktivitas fisik, dan merokok memiliki hubungan yang jelas dengan
PTM (26, 27). Produk gandum utuh tidak bergantung pada BMI dan memiliki efek perlindungan,
karena kandungan seratnya yang tinggi dan kemampuannya untuk melepaskan glukosa secara
perlahan ke dalam sirkulasi; selanjutnya, ini mengurangi respon insulin postprandial dan dapat
meningkatkan sensitivitas insulin (26, 28-31).
6
Transisi diet menggambarkan perubahan dalam produksi, pemrosesan, ketersediaan, konsumsi
makanan, dan pengeluaran energi. Selanjutnya, konsep tersebut menjadi lebih luas dan melibatkan
komposisi tubuh, parameter antropometrik, dan aktivitas fisik (32, 33). Penggunaan istilah transisi pola
makan muncul karena adanya pergeseran pola makan ke barat di negara berkembang khususnya.
Makanan tradisional di sebagian besar negara lebih sehat, alami, dan kaya serat, dan sereal telah
digantikan oleh makanan olahan tidak sehat yang kaya akan gula dan lemak, makanan sumber
hewani, dan karbohidrat olahan. Oleh karena itu, negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah telah melihat perubahan yang cepat dalam transisi nutrisi dan peningkatan pesat pada
PTM (34). Konsumsi makanan yang tinggi dan penurunan tingkat aktivitas fisik terjadi secara
bersamaan, sehingga mengakibatkan PTM. Faktor utama, yang disebabkan oleh kurangnya aktivitas
fisik, adalah perkembangan teknologi yang cepat dan berkelanjutan. Akses mudah ke teknologi
modern dan manufaktur di rumah dan tempat kerja, termasuk mesin, kendaraan dan teknologi hemat
tenaga kerja, membuat hidup lebih mudah tetapi tidak sehat dari sudut pandang pengurangan risiko
PTM
5. Apa saja 8 penyakit katastropik dalam program JKN?
6. Area strategis penanggulangan PTM (WHO)?
7. Apa peran petugas kesehatan dalam penanggulangan PTM?
Keterlibatan Lintas Sektor dan Para Pemangku Kepentingan Untuk mengendalikan penyakit tidak menular
dan faktor risikonya diperlukan kerja sama di dalam sektor kesehatan dan juga dengan sektor lain, seperti
pertanian, pendidikan, agama, dalam negeri, lingkungan hidup, keuangan, kominfo, olah raga,
perdagangan, perindustrian dan perhubungan. Hal ini perlu diperkuat dengan keterlibatan para pemangku
kepentingan termasuk pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademia, swasta, dunia usaha dan
organisasi internasional. Peran lintas sektor sangat penting dan mempunyai peran kunci dalam menentukan
keberhasilan upaya penanggulangan penyakit tidak menular, terutama terkait faktor risiko bersama. Untuk
itu pemerintah sudah mencanangkan penguatan paradigma sehat dengan medorong promotif preventif
melalui pendekatan multisektor “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)”.
8. Apakah kebijakan pemerintah saat ini sudah tepat sesuai dengan ajaran Islam? (terkait rokok)