Anda di halaman 1dari 13

LOGO

UNIVERSITAS JEMBER

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING (EBN)


EFEKTIFITAS PROGRAM PENINGKATAN SELF EFFICACY BAGI PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2

DISUSUN OLEH
JON HAFAN SUTAWARDANA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

0
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik, ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah sebagai akibat dari adanya gangguan penggunaan
insulin, sekresi insulin, atau keduanya . Estimasi IDF di tahun 2012 menunjukkan bahwa
China merupakan negara dengan prevalensi diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah
penderita mencapai 92,3 juta jiwa, diikuti dengan India sebanyak 63 juta jiwa, dan
Amerika Serikat 24,1 juta jiwa. Indonesia sendiri berada pada peringkat ke 7 dengan
jumlah penderita mencapai 7,6 juta jiwa. Berdasarkan kecendrungan statistik selama 10
tahun terakhir, IDF memprediksikan bahwa pada tahun 2030 Indonesia akan berada pada
peringkat ke enam dengan jumlah penderita mencapai 12 juta jiwa .

Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi yang membutuhkan proses pencegahan


dan pengobatan. Hal ini sangat tergantung pada kemampuan pasien dalam mengelola
kehidupan sehari-harinya . Berdasarkan American Diabetes Association (ADA, 2013)
bahwa keberhasilan dalam pengelolaan diabetes secara mandiri membutuhkan adanya
perubahan perilaku dalam aktivitas fisik, perubahan pola makan, kepatuhan dalam
pengobatan, kemampuan dalam monitoring kadar gula darah dan monitoring intake
karbohidrat. Hasil survey internasional menunjukkan hanya 16,2% pasien DM tipe 2 yang
mampu mengelola diabetes secara mandiri . Menjaga motivasi dan kepercayaan diri
dalam mengontrol gula darah dalam jangka waktu yang lama menjadi masalah yang sulit
dihadapi oleh pasien DM, terutama berkaitan dengan diet dan aktivitas fisik . Masalah
kurangnya kepercayaan diri dan menurunnya motivasi umumnya terjadi pada pasien DM
dan membutuhkan solusi dalam mengatasinya seperti meningkatkan self efficacy yang
dimiliki oleh pasien DM.

Self efficacy telah terbukti penting dalam pengelolaan diri pasien DM (Schester, 2002).
Self efficacy menurut Bandura adalah harapan penguasaan pribadi (Self efficacy)e dan
kesuksesan (Expectacy outcomes) yang menentukan individu terlibat dalam perilaku
tertentu . Expectacy outcomes adalah keyakinan individu tentang hasil dari perilaku yang
ditampilkan. Pemahaman yang baik terhadap teori self efficacy akan berdampak terhadap

1
perubahan positif perilaku, kognitif dan lingkungan pada individu . Persepsi individu
terhadap kemampuannya mengatasi kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang
sederhana akan memprediksi usahanya ke depan dalam menghadapi tantangan perilaku
yang bervariasi. Sederhananya adalah tingkat self efficacy akan berpengaruh pada usaha
mencapai target perilaku yang diharapkan dan akan berdampak pada kemampuan
individu dalam melakukan tugas yang dihadapai walaupun penuh rintangan dan
kegagalan (Bandura, 1977 dalam Lenz & Bagget, 2002). Pengukuran self efficacy dapat
dimanfaatkan untuk memprediksi tujuan seseorang untuk berubah dan memutuskan
keikutsertaan dalam mencapai tujuan intervensi dan peningkatan self care (Kavokjian,
2005). Peningkatan self efficacy dapat memotivasi ketaatan pasien dalam mengikuti
program pengobatan yang sudah direncanakan (schwarzer, 1999).

Self efficacy menjadi dasar dalam memperbaiki efektifitas edukasi diabetes karena
memfokuskan pada perubahan perilaku . Hal senada juga disampaikan bahwa
pengembangan program edukasi berdasarkan teori self efficacy dapat memperbaiki
pengelolaan diri pasien diabetes dan juga dapat memperbaiki edukasi diabetes yang
bersifat tradisional yang hanya berfokus pada penerimaan informasi dan kemampuan .
Pelayanan keperawatan profesional harus mampu memfasilitasi self efficacy secara
personal, memampukan individu dalam mengatur regimen perawatan diri sebagai sumber
kesehatan primer dan solusi yang efektif untuk pengelolaan diabetes. Intervensi strategis
yang bisa digunakan perawat adalah harus dapat melibatkan individu dalam membangun
self efficacy yang ada dalam dirinya untuk mengatur aktivitas self care maupun
mengembangkan espektasi positif dalam meningkatkan status kesehatannya .

Edukasi diabetes menjadi bagian penting dalam pengelolaan diabetes sejak tahun 1930
dan berkembang menjadi salah satu bagian utama dalam pengelolaan penyakit kronis .
Tujuan dari edukasi bagi pasien DM tipe 2 adalah mengoptimalkan kontrol metabolik,
mencegah komplikasi akut dan kronik, memperbaiki kualitas hidup dari pengaruh
perubahan perilaku, pengetahuan, sikap khususnya dalam menjaga perilaku hidup sehat
(Falvo, 2004; Snoek and Visser, 2003). Hasil penelitian menyatakan bahwa pasien yang
diberikan informasi tentang penyakitnya, prosedur perawatan dan pengobatannya akan
lebih mampu dalam bekerjasama untuk mensukseskan kesembuhan penyakitnya (Ellis, et
al, 2004). Sebagai contoh, hipoglikemia adalah salah satu dari masalah yang umum
dialami oleh pasien dengan DM, dengan memberikan informasi tentang monitoring

2
kadar gula darah secara mandiri maka akan sangat bermanfaat bagi pasien untuk
mencegah episode hipoglikemia (Banerj, 2007). Dengan perkembangan program edukasi
yang melibatkan dukungan aktif pasien dalam meningkatkan kepercayaan dan
kemampuan diri maka akan menjadi langkah kritis dalam mempromosikan penglolaan
diri secara aktif bagi pasien DM (Fu et al, 2003; Ismail, Winkley & Rabe, 2004).

Pengobatan DM dapat berjalan efektif jika pasien DM mampu memperhatikan aspek-


aspek penting yang terkait dengan rutinitas pasien setiap hari seperti pengobatan secara
oral, injeksi insulin, mengontrol kadar gula darah di rumah, diet yang tepat dan
pengaturan olahraga (Mishali, 2010). Fakta yang dijumpai penulis di lapangan
menunjukkan hal yang bertolak belakang. Hal ini antara lain nampak dari hasil
pengamatan yang dilakukan penulis di lapangan dimana banyak pasien yang telah lama
menderita DM akan tetapi belum mampu merubah perilaku yang mengarah pada
pengaturan pola hidup yang baik. Pengamatan yang dilakukan pada bulan maret sampai
april 2014 oleh penulis di ruang rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Jakarta menunjukkan bahwa keseluruhan pasien yang terlibat dalam studi observasi
tersebut menyatakan sudah pernah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan
tentang bagaimana menjaga glukosa darah agar tidak sampai melebihi nilai normal. Akan
tetapi edukasi yang diberikan belum dapat merubah perilaku pasien.

Hal ini nampak dari hasil pengamatan penulis di RSCM yang menunjukkan bahwa
meskipun mayoritas pasien menderita DM lebih dari dua tahun akan tetapi masih
berulang kali masuk rumah sakit karena kadar gula darah yang tidak terkontrol.
Mayoritas pasien juga mengalami perawatan ulang karena tidak mampu mencegah
timbulnya luka pada kaki. Penulis mengidentifikasi pada umumnya pasien DM tipe 2
memiliki kadar HbA1c lebih dari 7,0%. Sementara itu penerapan asuhan keperawatan
pada pasien diabetes selama ini lebih terfokus pada masalah fisik dibandingkan masalah
psikologis, sehingga masalah psikososial tidak tertangani dengan baik karena juga tidak
teridentifikasi dengan jelas. Padahal masalah psikososial terutama stress mempunyai
peran dalam peningkatan kadar glukosa darah. Penulis mengidentifikasi bahwa evaluasi
edukasi diabetes hanya berfokus pada pengetahuan saja, dan sedikit yang mengukur
perbaikan self care dan self efficacynya. Penulis belum menemukan adanya instrumen
untuk mengukur self efficacy sebagai bagian penting dalam evaluasi edukasi khususnya

3
melihat outcome expectation pasien DM sehingga bisa diketahui efektifitas edukasi
tersebut dalam pengelolaan diri setiap hari di rumah.

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas terlihat bahwa pentingnya untuk mengetahui


self efficacy setiap pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di Poli endokrinologi
yang digunakan sebagai persiapan saat menjalani perawatan secara mandiri saat di
rumah. Sehingga penting dilakukan identifikasi dini dan penyebab masalah psikososial
yang dialami pasien untuk mencapai kontrol glikemik yang baik. Perawat Medikal Bedah
harus berkompeten dalam mengatasi masalah psikologis tersebut jika penyebabnya dapat
diidentifikasi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mencoba menerapkan program
peningkatan self efficacy pada pasien DM tipe 2 sehingga dapat ditentukan intervensi
yang tepat agar pasien siap mempertahankan perubahan perilaku positif saat menjalani
perawatan di Rumah Sakit maupun saat berada di rumah.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas program peningkatan self efficacy terhadap pasien DM tipe 2 di ruang
Poli Endokrinologi.

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Mendapatkan gambaran self efficay dan self care pada pasien DM tipe 2 yang
melakukan rawat jalan di poli endokrinologi.
1.2.2.2 Mendapatkan gambaran self efficay dan self care pada pasien DM tipe 2 setelah
dilakukan intervensi edukasi peningkatan self efficacy yang melakukan rawat jalan
di poli endokrinologi.

1.3 Manfaat Penerapan EBN


1.3.1 Bagi Pasien
Memberikan gambaran baru bagi pasien dalam mengidentifikasi masalah-masalah yang sulit
diatasi dalam pengelolaan diabetes secara mandiri sehingga mendapatkan solusi terbaik yang
disesuaikan dengan keyakinan kuat dari pasien dalam mengatasinya.
1.3.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

4
Hasil penerapan EBN ini dapat menjadi metode edukasi yang baru yang bisa diterapkan pada
pelayanan keperawatan sehingga penerapan edukasi tidak hanya berfokus pada pengetahuan
dan skills saja tetapi menyeluruh pada aspek afektif dan psikologis juga.

1.3.3 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan


Hasil penerapan EBN ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan keperawatan dan
menjadi salah satu acuan dalam pengelolaan masalah psikososial pada pasien DM tipe 2.

BAB 2

METODOLOGI PENCARIAN JURNAL

2.1 PICO (Problem, Intervention, Comparative, Outcome)

2.1.1 Problem (MASALAH YANG DITEMUKAN DI TEMPAT PRAKTIK)

2.1.2 Intervention

5
Salah satu tugas perawat yaitu memberikan rasa nyaman kepada pasien khususnya pasien
post op dimana pasien tersebut sering mengeluhkan gangguan rasa nyaman berupa nyeri
yang timbul akibat operasi. Kebanyakan, terapi yang digunakan dalam mengurangi rasa
nyeri menggunkan terapi farmakologi, terapi tersebut merupakan terapi utama dalam
mengurangi rasa nyeri. Namun, terapi farmakologi memiliki efek samping misalnya
menggunakan sejenis opioid yang memiliki efek samping mual dan muntah. Maka dari itu
untuk menhindari efek samping tersebut terapi nonfarmakologi adalah solusi yang tepat
dalam meningkatkan dan mengurangi efek dari terapi farmakologi tersebut. Intervensi
keperawatan yang bisa dilakukan adalam pemberian program terapi non farmakologi berupa
metode Auricular Accupressure yang merupakan metode managemen nyeri (relaksasi)
berupa penekanan area tertentu pada telinga pasien.

2.1.3 Comparasion intervention

Kebanyakan managemen nyeri yang dilakukan selain terapi farmakologi yaitu distraksi
dimana terapi tersebut sudah sering dilakukan oleh perawat yang berada di setiap ruangan.

2.1.4 Outcome

Dengan penerapan metode Auricular Accupressure dapat menjadi salah satu sarana metode
baru dalam management nyeri berupa relaksasi diharapkan metode tersebut menjadi terapi
tambahan dalam mengurangi dan menghilangkan efek samping dari terapi farmakologi
sehingga nyeri yang dirasakan pasien berkurang.

2.2 Pertanyaan klinis

Apakah terapi Auricular Accupressure dapat mengurangi nyeri yang dirasakan pasien post
op?

2.3 Metode penelusuran journal

Unsur Analisis Kata kunci


PICO
(Terapi)
P Pasien yang selesai operasi Auricular

6
acupressure/pain/nausea/vomitting
I Terapi relaksasi auricular Management pain
accupressure relaksation/Auricular
Accupressure
C Management nyeri yang biasa dilakukan
di ruangan
O Meringankan nyeri, mual dan muntah Pain control
pada pasien

2.4 Jurnal Database yang digunakan

Menggunakan kata kunci dan beberapa sinonimnya dari analisa PICO, peneliti
memasukkannya ke dalam search engine jurnal sebagai berikut :

a. http://primarycare.imedpub.com
b. http://omicsonline.org/open-acces/
c. http://www.sciencedirect.com/

didapatkan 24 judul artikel, kemudian dipilih sebanyak 5 journal yang relevan. Kesesuaian
dengan keadaan yang sebenarnya di rumah sakit membuat peneliti memilih 2 artikel pilihan
untuk kemudian memilih 1 artikel sebagai rujukan dan sisanya sebagai artikel pendukung.

2.5 Temuan artikel pilihan dari kata kunci PICO yang digunakan untuk digunakan
sebagai rujukan

2.5.1 Effects of Auricular Acupressure on Pain Reduction in Patient-controlled


Analgesia After Lumbar Spine Surgery

Efek auricular acupressure untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan


pengrauh alagesik post op tulang belakang

Abstrak

Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk membantu efek dari penambahan terapi
auricular acupressure pada pasien dengan pemberian analgesic morphin dan

7
droperidol pada pasien post op tulang belakang dalam mengurangi efek nyeri, mual
dan muntah

Metode: Desain penelitian menggunakan single blind experimental study. Jumlah


responden 94 dengan control grup. Responden yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
47 responden untuk kelompok intervensi dan 47 kelompok untuk kelompok kontrol.
Responden diberikan perawatan seperti biasanya. Responden pada kelompok
intervensi diberikan terapi Auricular Acupressure sedangkan kelompok control tidak
diberikan perlakuan. Pengumpulan data menggunakan American Pain Society Patient
Outcome Questionnaire.

Hasil : kelompok eksperimental memiliki rata rata skor nyeri rendah dengan
kelompok kontrol, tetapi tidak ditemukan perbedaan antara dua grup tersebut yang
ditemukan. Dosis analgesic dan kepuasan memiliki kesamaan antar dua grup. Insiden
PONV (mual muntah post op) rendah dan memiliki kesamaan antar grup.

Kesimpulan : meskipun pada penelitian ini tidak menunjukan efek dari auricular
acupressure pada nyeri post op, dosis analgesic kepuasan analgesic dan PONV,
kebanyakan responden puas dengan manajemen nyeri meskipun mereka mengalami
nyeri sedang karena analgesic yang tidak adekuat.

2.1.1 Auricular Point Acupressure (APA) to Manage a Symptom Cluster of Pain,


Fatigue, and Disturbed Sleep in Breast Cancer Patients: A Pilot Study

 Penjelasan artikel pendukung

Auricular point acupressure untuk mengendalikan gejala kluster nyeri,


kelelahan, dan gangguan tidur pada pasin dengan kanker payudara: studi pilot

Abstrak

Tujuan: untuk menilai kemampuan dari auricular point acupressure untuk


mengendalikan sekumpulan gejala dari nyeri, kelelahan, dan gangguan tidur. Untuk
menggali efek potensial dari APA untuk mengurangi gejala terebut pada pasien
dengan kanker payudara.

Metode : terapi APA didisaein untuk mengendalikan sekumpulan gejala dari nyeri,
kelelahan, dan gangguan tidur. Responden setiap orang mendapatkan terapi APA dan

8
setiap responden mendapatkan terapi berupa penekanan dengan benih setiap tiga kali
sehari selama 3 menit setiap hari selama 7 hari dan dilanjutkan setelah berada di
rumah.

Hasil : tingkat retensi dan kepatuhan sebesar 93% (gejala dan keparahan ≥30%).
Setelah diberikan APA selama 7 hari terapi sekumpulan gejala nyeri, kelelahan dan
gangguan tidur mengalami penurunan yang signifikan.

Kesimpulan : APA mungkin memberikan efektifita terapi komplementer dan metode


yang murah dalam memanajemen sekumpulan gejala yang spesifik seperti nyeri,
kelelahan, dan gangguan tidur pada pasien kanker payudara yang tengah mendapatkan
perawatan.

2.1 Critical Apraisal

Citation: Effects of Auricular Acupressure on Pain Reduction in Patient-controlled


Analgesia After Lumbar Spine Surgery
Was the assignment of patients to Ofcourse in experiment grup there was has
treatments randomized? And was the decrease significant than control grup. All of
randomization list concealed? patient was not informed before research they into
intervention and control grup.
Was follow-up of patients sufficiently Yes it was
long and complete?
And were they analyzed in the groups to In 18 and 19 nursing care saiful anwar hospital
which they were randomized??
Were patients and clinicians kept
“blind” to treatment received?
Were the groups treated equally, apart to Yes, it was
treatment received?
Were the groups similiar at the start of Yes it was, before give intervention both group get

9
the trial? therapy farmacological.

BAB 3
PROSEDUR APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING

Pelaksanaan EBN ini mengacu pada penelitian Yeh, ML et al (2010)

3.1. Subyek

Subyek dalam penerapan EBN ini adalah pasien post op yang drawat di irna 2 RSSA:

Kriteria inklusi: Pasien yang menjalankan rawat inap di RS, usia minimal 18 tahun, post op,
mendapatkan terapi antinyeri.

Kriteria eksklusi: Pasien yang memiliki kelainan dari telinga, tumor atau penyakit serius,
antiemetic sebelum operasi, kecanduan alcohol

3.2. Prosedur Pelaksanaan Evidence Based Practice

10
Prosedur pelaksanaan evidence based practice ini meliputi prosedur teknis. Adapun prosedur
tersebut adalah sebagai berikut
3.2.1 Prosedur Teknis
a. Prosedur Pelaksanaan
- Menjelaskan pada pasien tujuan dan cara pengisian lembar pengkajian awal
- Meminta persetujuan pasien dengan informed concent
- Menjelaskan setiap sesi yang akan diikuti pada program managemen nyeri Auricular
acupressure.
 Sesi Intervensi auricular acupressure
Pada sesi ini akan membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Setiap point acupressure
membutuhkan ±3 menit. Titik point pada telinga terdapat 6 titik (the shenmen (TF4), occipital
(AT3) and lumbar-sacrum vertebra (AH9), the stomach (CO4), cardia (CO3), dan endocrine
(CO18). Terapis memberikan intervensi 4 kali sehari dan terapis menginstruksikan pasien
untuk melakukan sendiri yang sebelumnya telah dipraktikan. Untuk menilai hasil yang
dirasakan oleh pasien terapis menyediakan lembar observasi berupa American Pain Society
Patient Outcome Questionnaire (APSPOQ).

BAB 4
HASIL APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING
MENGGUNAKAN KUISIONER APSPOQ

11
DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai