Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Osteoarthritis merupakan suatu penyakit degeneratif berkaitan sendi yang sering mengenai

golongan lanjut usia bahkan pada golongan pertengahan juga akibat daripada kecederaan

mahupun penggunaan sendi yang berlebihan. Dalam arti kata lain, osteoarthritis didefinisikan

sebagai kegagalan pembaikan kerusakan di sendi yang disebabkan oleh stress mekanik yang

berlebihan (Kenneth, 2010). Osteoarthritis ditandai dengan kehilangan area fokus kartilago

diantara sendi yang mengandungi cairan synovia, terkait rapat dengan hipertrofi ataupun

pembesaran tulang (osteofit dan sklerosis tulang subkondral) dan penebalan kapsula

sendi.Antara gejala klinis yang bisa timbul disebabkan osteoarthritis adalah sakit sendi

(arthralgia), aktivitas seharian terbatas, krepitasi, efusi serta pelbagai lagi derajat inflamasi

lokal. Osteoarthritis bisa mengenai seluruh sendi seperti lutut, panggul, tangan, kaki, dan

tulang belakang.

Prevalensi osteoarthritis meningkat sejajar dengan umur. Lebih ramai lakilaki didapati

mengalami osteoarthritis dibandingkan wanita pada umur kurang 45 tahun, manakala untuk

umur lebih 55 tahun, wanita lebih ramai yang mendominasi. Studi radiografik pada populasi

Eropah dan Amerika Serikat pada golongan yang berusia 45 tahun menunjukkan kadar tinggi

pada osteorthritis lutut iaitu sebanyak 14.1% pada laki-laki dan 22.8% pada wanita. Di

Indonesia, prevalensiosteoarthritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60

tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya cukup tinggi

yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Prevalensi

osteoarthritis lutut di Indonesia yang cukup tinggi hasil penelitian oleh Susilo dan Salimah

(2005). Penelitian ini bertujuan mencari hubungan antara penuaan sebagai faktor resiko

osteoarthritis dengan grade osteoarthritis genu menurut


Kellgren Lawrence dan ACRC.
Dari aspek karakteristik umum pasien yang didiagnosis penyakit sendi osteoarthritis,

menurut Arthritis Research UK (2012), memperlihatkan bahwa usia, jenis kelamin, obesitas,

ras/genetik, dan trauma pada sendi mempunyai hubungan terhadap terjadinya osteoarthritis.

Prevalensi penyakit osteoarthritis meningkat secara dramatis di antara orang yang memiliki

usia lebih dari 50 tahun. Hal ini adalah karena terjadi perubahan yang berkait dengan usia pada

kolagen dan proteoglikan yang menurunkan ketegangan dari tulang rawan sendi dan juga

karena pasokan nutrisi yang berkurang untuk tulang rawan (Lozada, 2013).

Derajat osteoarthritis lutut dinilai menjadi lima grade oleh Kellgren dan Lawrence . Pada

Grade 0, tidak ada gambaran osteoarthritis. Pada Grade 1, osteoarthritis meragukan dengan

gambaran sendi normal, tetapi terdapat osteofit minimal. Pada Grade 2, osteoarthritis minimal

dengan osteofit pada 2 tempat, tidak terdapat sklerosis dan kista subkondral, serta celah sendi

baik. Pada Grade 3, osteoarthritis moderat dengan osteofit moderat, deformitas ujung tulang,

dan celah sendi sempit. Pada derajat 4, osteoartritis berat dengan osteofit besar, (Takahashi et

al, 1999).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan penilaian terhadap pasien lanjut usia

osteoarthritis lutut dan derajat osteoarthritis lutut menurut grading

Kellgren Lawrenceyang diderita oleh pasien osteoartritis lutut.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah hubungan usia lanjut (lebih 50 tahun) dengan derajat osteoarthritis lutut

menurut klasifikasi Kellgren Lawrence dan ACRC yang dideritai oleh pasien?

1.3.1 Tujuan Umum

Karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka penelitian ini hanya akan difokuskan pada

korelasi umur (>50 tahun) dengan terjadinya derajat osteoarthritis (OA) sendi genu (lutut).

1.3.2 Tujuan Utama

Untuk mempelajari korelasi umur (lebih 50 tahun) dengan derajat osteoarthritis sendi genu

(lutut) menurut klasifikasi Kellgren Lawrence dan ACRC.


1.4. Manfaat

secara teoritis mempunyai manfaat yang dapat digunakan untuk:

1. Mendapatkan informasi mengenai data demografi pasien osteoarthritis terutama dalam

penatalaksanaan pengobatan pasien dan efektifitas pengobatan.

2. Memberikan informasi tentang penyakit osteoarthritis dengan lebih mendalam, sehingga

diharapkan dapat bekerjasama dengan pemerintah atau pihak terkait lainnya dalam

menurunkan insidensi osteoarthritis.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan farmasi di rumah sakit dengan membandingkan

pengetahuan farmakoterapi yang rasional.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoarthritis

2.1.1 Definisi

Osteoartritis (OA) merupakan kegagalan pembaikan kerusakan di sendi yang disebabkan

oleh stress mekanik yang berlebihan (Kenneth, 2010).. Penyakit ini bersifat degeneratif

kronik non inflamasi serta progresif lambat, ditandai dengan

adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang pada tepinya, sklerosis tulang

subkondral, perubahan pada membran sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas

berkepanjangan, dan kekakuan, khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini

disebut juga degenerative arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease.

Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling umum terjadi yang mengenai mereka di usia

lanjut atau usia dewasa dan salah satu penyebab terbanyak kecacatan di negara berkembang.

2.1.2 Epidemiologi

Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan

epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita

osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011). Data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit

sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur

(NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1%


dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa

Timur angka prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27% (Riskesdas, 2013). Sekitar 32,99%

lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif seperti asam urat, rematik/radang sendi,

darah tinggi, darah rendah, dan diabetes (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI,
2013). 56, 7% pasien di poliklinik rheumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

didiagnosis menderita osteoartritis (Soenarto, 2010). Gejala OA lutut lebih tinggi terjadi pada

wanita dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Murphy, et.al

mengestimasikan risiko perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan 47% pada

wanita. Oliveria melaporkan rata-rata insiden OA panggul, lutut dan tangan sekitar 88, 240,

100/100.000 disetiap tahunnya.

2.1.3Klasifikasi

Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan gejala klinik dan perubahan

radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan, oleh karena tidak semua pasien dengan perubahan

radiografi osteoarthritis mempunyai keluhan pada sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi utama

pada osteoarthritis, yaitu: penyempitan rongga sendi, pengerasan tulang bawah rawan sendi,

pembentukan kista di bawah rawan sendi dan pembentukan osteofit, sendi yang dapat terkena

osteoarthritis antara lain:

1. Osteoarthritis sendi lutut.

2. Osteoarthritis sendi panggul.

3. Osteoarthritis sendi-sendi kaki.

4. Osteoarthritis sendi bahu.

5. Osteoarthritis sendi-sendi tangan.

6. Osteoarthritis tulang belakang (Nur, 2009).

Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis berdasarkan primer dan sekunder

seperti yang dilakukan Atman et al.


2.1.2.1 Osteoartritis primer

Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak

berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Meski

demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan.

Pada orang tua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang

mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau

membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal

kartilago antara tulang-tulang dan sendisendi. Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang

terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang,

menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan

gesekan antar tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari

kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di

sekitar sendi-sendi.

Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun banyak sendi),

sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendisendi kecil (carpometacarpal,

metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral pada tulang belakang,

maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia

patella, atau Diffuse

Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH).

2.1.2.2 Osteoartritis sekunder

Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi lainnya,

seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik lokal maupun

generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin,

metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas,

operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya


2.1.4 Patofisiologi

Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan sendi.

Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi

bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air,

proteoglikan dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi

fase, yaitu sebagai berikut :

1) Fase 1

Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit menjadi

terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur

dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang mempengaruhi

proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.

2) Fase 2

Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya pelepasan

proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.

3) Fase 3

Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons


inflamasi pada sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis

factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan

manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi

pada kartilago. Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut

terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan

dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan

stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi kondisi gangguan

yang progresif (Helmi, 2012).


2.2 Osteoarthritis lutut (genu)

2.2.1 Riwayat Alamiah

Sendi lutut terdiri atas tiga kompartemen yaitu sendi tibiofemoral yang terbagi menjadi

kompartemen medial dan lateral, serta sendi patellofemoral. Sendi patellofemoral adalah salah

satu kompartemen yang paling sering terkena pada kasus OA lutut. Penelitian yang dilakukan

oleh R. S. Hinman dan K. M. Crossley menunjukkan bahwa OA sendi patellofemoral tidak

hanya menjadi sumber penting dari gejala OA lutut, tetapi juga bahwa orang yang menderita

penyakit OA sendi patellofemoral menunjukkan karakteristik yang berbeda dari OA sendi

tibiofemoral.

Dahulu, OA lutut dilihat sebagai suatu kelainan yang terjadi terutama pada sendi tibiofemoral

karena penilaian radiografi cenderung hanya terfokus pada Xray antero-posterior, yang tidak

dapat mencitrakan sendi patellofemoral dengan baik. Namun pengetahuan akan keterlibatan

sendi patellofemoral dalam proses OA semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

penggunaan X-ray lateral dan skyline. Pada pemeriksaan radiografi, osteofit pada sendi

patellofemoral lebih banyak dibanding pada sendi tibiofemoral. Penelitian lain pada orang

dengan nyeri lutut memperlihatkan pola radiografi yang tersering adalah kombinasi sendi

tibiofemoral dan patellafemoral, diikuti oleh OA sendi patellofemoral, OA sendi tibiofemoral,

dan sisanya menunjukkan radiografi normal.


Gambar 2.1 : Penampakan radiologi lutut normal (gambar 1) dan lutut yang mengalami
osteoarthritis (gambar 2)
Sumber : Stemcelldoc‟s WeBlog, 2011

2.2.2 Diagnosa Osteoarthritis

2.2.2.1 Manifestasi Klinis

Nyeri pada sendi tersebut biasanya merupakan keluhan utama yang membuat pasien datang ke

dokter. Nyeri biasanya bertambah berat dengan gerakan dan berkurang dengan istirahat. Pada

umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama tetapi

berkembang secara perlahan. Nyeri tersebut juga tidak menghilang setelah lutut pasien

dikompres, nyeri makin memberat saat pasien melipat lututnya dan menggerakkan kakinya

namun sedikit berkurang dengan istirahat.. Pada beberapa pasien OA juga dapat timbul kaku

sendi yang dapat timbul setelah imobilisasi seperti setelah duduk di kursi atau mobil dalam

waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur. Biasanya kaku sendi ini berlangsung

kurang dari 30 menit.. Pasien dengan OA mengalami hambatan gerak sendi dan adanya rasa

gemertak yang kadang – kadang dapat terdengar ketika sendinya digerakkan. Pada pasien ini

juga mengeluhkan susah untuk bergerak dan berjalan karena nyerinya dan pasien juga

mengaku kadang merasakan seperti ada sesuatu yang patah atau remuk ketika lututnya

digerakkan. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya bengkak pada lutut kirinya yang juga

dapat ditemukan pada pasien OA.


2.2.2.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pada pasien OA ditemukan adanya gerak sendi baik secara aktif

maupun pasif. Selain itu biasanya terdengar adanya krepitasi yang semakin jelas dengan

bertambah beratnya penyakit. Gejala ini disebabkan karena adanya pergesekan kedua

permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi. Pada pasien

ini terdengar adanya krepitasi pada lutut kirinya ketika digerakkan secara pasif. Selain itu pada

pasien juga terdapat hambatan gerak aktif pada sendi lutut kiri yaitu pasien hanya mampu

untuk memfleksikan lututnya sebatas 40-45° saja, begitu pula jika digerakkan secara pasif.

Dari hasil pemeriksaan lokal pada sendi pasien juga ditemukan adanya pembengkakan dan

adanya tanda – tanda peradangan seperti adanya nyeri sendi, kemerahan dan teraba hangat

pada lutut kirinya. Semua tanda ini sesuai dengan tanda – tanda pada pasien OA yang biasanya

pembengkakan yang terjadi itu disebabkan karena adanya efusi cairan dan adanya osteofit pada

permukaan sendi.

2.2.2.3 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis osteoarthritis selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada hasil radiologi.

Namun pada awal penyakit , radiografi sendi seringkali masih normal. Adapun gambaran

radiologis sendi yang menyokong diagnosis

osteoarthritis adalah :

a) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian yang

menanggung beban).

b) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.

c) Kista tulang

d) Osteofit pada pinggir sendi

e) Perubahan struktur anatomi sendi (Imayati, 2012)

Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit. Pemeriksaan penunjang laboratorium

osteoarthritis biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (hb, leukosit, laju endap darah) dalam
batas-batas normal kecuali osteoarthritis generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis

peradangan (Imayati, 2012).

Gambar 2.2 : Gambaran radiologis sendi genu yang menyokong diagnosa osteoarthritis.
Sumber : MendMeShop.com, 2006 – 2017

2.2.3 Grading menurut kriteria Kellgren-Lawrence dan ACRC

Pada OA terdapat gambaran radiografi yang khas, yaitu osteofit. Selain osteofit, pada

pemeriksaan X-ray penderita OA biasanya didapatkan penyempitan celah sendi, sklerosis, dan

kista subkondral.16 Berdasarkan gambaran radiografi tersebut, grading Kellgren and Lawrence

membagi OA menjadi empat grade.

1) Grade 0 : normal

2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi normal, terdapat
kista subkondral

4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat penyempitan celah
sendi

5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista subkondral dan
sklerosis
Gambar 2.3 : Gambaran radiologis menunjukkan empat grading Kellgren Lawrence. A. Kellgren
Lawrence grade 1. B. Kellgren Lawrence grade 2. C.
Kellgren Lawrence grade 3. D. Kellgren Lawrence grade 4.
\Sumber : sciencedirect.com, 2017

American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan kesehatan seseorang berdasarkan

derajat keparahan.

• Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.

• Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat, tetapi

masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena osteoartritis.

• Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri hampir selalu

dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan bantuan dalam menaiki

tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten dalam menyelesaikan

pekerjaan rumah.

• Derajat 3-4 : Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan terjadi

perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi hari, krepitus

pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan dalam beraktivitas (Woolf

dan Pfleger, 2003).


2.2.4 Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit sendi osteoarthritis dapat dilakukan dengan beberapa terapi, antaranya

adalah:

a. Terapi Non Farmakologis


1). Edukasi atau penerangan
Langkah pertama adalah memberikan edukasi pada pasien tentang penyakit, prognosis, dan

pendekatan manajemennya. Selain itu, diperlukan konseling diet untuk pasien osteoarthritis

yang mempunyai kelebihan berat badan

(Elin dkk, 2008). Ahli bidang kesehatan harus memberikan informasi pada pasien dengan

penyakit osteoarthritis mengikut kesesuaian keadaan dan keselesaan pasien (Anonim, 2008).

2). Terapi fisik dan rehabilitasi


Terapi fisik dapat dilakukan dengan pengobatan panas atau dingin dan program olahraga bagi

membantu untuk menjaga dan mengembalikan rentang pergerakan sendi dan mengurangi rasa

sakit dan spasmus otot. Program olahraga dengan menggunakan teknik isometric didesain

untuk menguatkan otot, memperbaiki fungsi sendi dan pergerakan, dan menurunkan

ketidakmampuan, rasa sakit, dan kebutuhan akan penggunaan analgesik (Elin dkk, 2008). Alat

bantu dan ortotik seperti tongkat, alat pembantu berjalan, alat bantu gerak, heel cups, dan

insole dapat digunakan selama olahraga atau aktivitas harian (Elin, dkk, 2008). Pasien

osteoarthritis lutut yang memakai sepatu dengan sol tambahan yang empuk yang bertujuan

untuk meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan mengurangi tekanan

di lutut (Bethesda, 2013). Kompres hangat atau dingin serta olahraga dapat dilakukan untuk

memelihara sendi, mengurangi nyeri, dan menghindari terjadinya kekakuan (Priyanto, 2008).

Kompres hangat atau dingin ini dilakukan pada bagian sendi yang mengalami nyeri.

3). Penurunan berat badan


Penurunan berat badan dapat diterapkan dengan mempunyai gaya hidup yang sehat (Iskandar,

2012). Penurunan berat badan dapat membantu mengurangi beban atau mengurangi gejala

pada bagian yang mengalami penyakit

osteoarthritis terutamanya pada lutut dan pinggul (Felson, 2008).


4). Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mengurangi kesakitan pada sendi. Selain itu juga istirahat dapat

menghindari trauma pada persendian secara berulang

(Priyanto, 2008).
b) Terapi Farmakologi
Terapi obat pada osteoarthritis ditargetkan pada penghilangan rasa sakit. Karena osteoarthritis

sering terjadi pada individu lanjut usia yang memiliki kondisi medis lainnya, diperlukan suatu

pendekatan konservatif terhadap pengobatan obat, antaranya (Elin dkk, 2008):

1). Golongan Analgesik


a) Golongan Analgesik Non Narkotik
(1). Asetaminofen (Analgesik oral)
Asetaminofen menghambat sintesis prostaglandin pada sistem saraf pusat (SSP).

Asetaminofen diindikasikan pada pasien yang mengalami nyeri ringan ke sedang dan juga

pada pasien yang demam. Obat yang sering digunakan sebagai lini pertama adalah

parasetamol.

(2). Kapsaisin (Analgesik topikal)


Kapsaisin merupakan suatu estrak dari lada merah yang menyebabkan pelepasan dan

pengosongan substansi P dari serabut syaraf. Obat ini juga bermanfaat dalam menghilangkan

rasa sakit pada osteoarthritis jika digunakan secara topikal pada sendi yang berpengaruh.

Kapsaisin dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan analgesik oral atau NSAID.

Kapsaisin ini diberikan dalam bentuk topikal, yaitu dioleskan pada bagian nyeri sendi.

b). Analgesik Narkotika


Analgesik narkotika dapat mengatasi rasa nyeri sedang sampai berat. Penggunaan dosis obat

analgesik narkotika dapat berguna untuk pasien yang tidak toleransi terhadap

pengobatanasetaminofen, NSAID, injeksi intra-artikular atau terapi secara topikal. Pemberian

narkotika analgesik merupakan intervensi awal dan sering diberikan secara kombinasi bersama

asetaminofen. Pemberian narkotika ini harus diawasi karena dapat menyebabkan

ketergantungan.
2). Golongan NSAID
Dalam dosis tunggal antiinflamasi nonsteriod (NSAID) mempunyai aktivitas analgesik yang

setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol lebih banyak dipakai terutamanya pada pasien

lanjut usia.Dalam dosis penuh yang lazim NSAID dapat sekaligus memperlihatkan efek

analgesik yang bertahan lama yang membuatnya sangat berguna pada pengobatan nyeri

berlanjut atau nyeri berulang akibat radang. NSAID lebih tepat digunakan daripada

parasetamol atau analgesik opioid dalam arthritis rematoid dan pada kasus osteoarthritis lanjut.

3). Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi sebagai anti inflamasi dan digunakan dalam dosis yang beragam

untuk berbagai penyakit dan beragam individu, agar dapat dijamin rasio manafaat dan risiko

setinggitingginya. Kortikosteroid sering diberikan dalam bentuk injeksi intra-artikular

dibandingkan dengan penggunaan oral.

4). Suplemen makanan


Pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin, kondroitin yang berdasarkan

uji klinik dapat mengurangi gangguan sendi atau mengurangi simptom osteoarthritis (Priyanto,

2008). Suplemen makanan ini dapat digunakan sebagai obat tambahan pada penderita

osteoarthritis terutamanya diberikan pada pasien lanjut usia.

5). Obat osteoarthritis yang lain


a). Injeksi Hialuronat
Asam hialuronat membantu dalam rekonstitusi cairan sinovial,
meningkatkan elastisitas, viskositas dan meningkatkan fungsi sendi. Obat ini diberikan dalam

bentuk garamnya (sodium hialuronat) melalui injeksi intraartrikular pada sendi lutut jika

osteoarthritis tidak responsif dengan terapi yang lain (Priyanto, 2008). Dua agen intra-

artrikular yang mengandung asam hialuronat tersedia untuk mengobati rasa sakit yang

berkaitan dengan osteoarthritis lutut. Injeksi asam hialuronat diberikan pada pasien yang tidak

lagi toleransi terhadap pemberian obat anti nyeri dan antiinflamasi yang lainnya (Hansen &

Elliot, 2005). Injeksi asam hialuronat diberikan oleh tenaga medis yang mempunyai keahlian

karena kesalahan dalam memberikan injeksi ini akan memperparah kondisi lutut pasien.
c) Terapi bedah
Tindakan operasi seperti arthroscopic debridement, joint debridement, dekompresi tulang,

osteotomi, dan artroplasti merupakan tindakan yang efektif pada penderita dengan OA yang

sudah parah.Tindakan operatif ini dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi kadang

fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca

operatif harus dipersiapkan dengan baik.

2.2.5 Faktor Risiko

Secara garis besar, faktor risiko timbulnya OA lutut meliputi usia, jenis kelamin, ras, genetik,

nutrisi, obesitas, penyakit komorbiditas, menisektomi, kelainan anatomis, riwayat trauma lutut,

aktivitas fisik, kebiasaan olah raga, dan jenis pekerjaan.

2.2.5.1 Usia

Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan beratnya OA yang

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lebih dari 80% individu berusia lebih

dari 75 tahun terkena OA. Bukti radiografi menunjukkan insidensi OA jarang pada usia di

bawah 40 tahun.OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan sering pada usia di atas 60

tahun. Meskipun OA berkaitan dengan usia, penyakit ini bukan merupakan akibat proses

penuaan yang tak dapat dihindari.

Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan usia termasuk penghalusan

dan penipisan permukaan artikuler; penurunan ukuran dan agregasi matriks proteoglikan; serta

kehilangan kekuatan peregangan dan kekakuan matriks. Perubahan-perubahan ini paling sering

disebabkan oleh penurunan kemampuan kondrosit untuk mempertahankan dan memperbaiki

jaringan, seperti kondrosit itu sendiri sehingga terjadi penurunan aktivitas sintesis dan mitosis,

penurunan respon terhadap anabolic growth factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil

dan tidak seragam.


2.2.5.2 Jenis kelamin

Wanita berisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria. Meningkatnya kejadian OA pada

wanita di atas 50 tahun diperkirakan karena turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah

menopause.. Kondrosit memiliki reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-

sel ini dipengaruhi oleh estrogen. Penelitian menunjukkan bahwa estrogen menyebabkan

peningkatan pengaturan reseptor estrogen pada kondrosit, dan peningkatan ini berhubungan

dengan peningkatan sintesis proteoglikan pada hewan percobaan.

2.2.5.3 Ras

Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda, sedangkan

suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA lutut

2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia.

Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan
Kaukasia.

2.2.5.4 Genetik

Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut berhubungan dengan

abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan, seperti adanya

mutasi pada gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk struktur-struktur tulang rawan

sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat, atau proteoglikan perbedaan antar

pengaruh genetik menentukan lokasi sendi yang terkena OA.

2.2.5.5 Nutrisi

Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki


peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.Penelitian faktor nutrisi sebagai etiopatologi

OA membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian OA lutut pada individu dengan

defisiensi vitamin C dan E.


2.2.5.6 Obesitas

Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya osteoartritis lutut. Efek

obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas OA terutama melalui peningkatan beban

pada sendi-sendi penopang berat badan. Tiga hingga enam kali berat badan dibebankan pada

sendi lutut pada saat tubuh bertumpu pada satu kaki. Peningkatan berat badan akan

melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan yang menyebabkan kerusakan kartilago di

samping berhubungan melalui faktor-faktor sistemik.

2.2.5.7 Penyakit komorbid

Faktor metabolik juga berkaitan terhadap timbulnya OA, selain faktor obesitas. Hal ini

didukung dengan adanya kaitan antara OA dengan beberapa penyakit seperti diabetes mellitus,

hipertensi, hiperurisemia, dan penyakit jantung koroner.

2.2.5.8 Menisektomi

Menisektomi merupakan suatu tindakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan

merupakan salah satu faktor risiko penting pada timbulnya OA lutut. Osteoartritis lutut dapat

terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi.

2.2.5.9 Kelainan anatomis

Kelainan lokal pada sendi lutut yang dapat menjadi faktor risiko OA lutut antara lain genu

varum, genu valgus, Legg – Calve – Perthes disease, displasia asetabulum, dan laksiti

ligamentum pada sendi lutut. Kelemahan otot kuadrisep juga berhubungan dengan nyeri lutut,

disabilitas, dan progresivitas OA lutut. Selain karena kongenital, kelainan anatomis juga dapat

disebabkan oleh trauma berat yang menyebabkan timbulnya kerentanan terhadap OA.

2.2.5.10 Riwayat trauma lutut

Trauma lutut akut, terutama kerusakan pada ligamentum cruciatum dan robekan meniskus

pada lutut merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut, dan berhubungan dengan progresifitas

penyakit. Perkembangan dan progresifitas OA pada individu yang pernah mengalami trauma
lutut tidak dapat dicegah, bahkan setelah kerusakan ligamentum cruciatum anterior diperbaiki.

Risiko

berkembangnya OA pada kasus ini sebesar 10 kali lipat.

2.2.5.11 Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari),

berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), naik turun tangga setiap hari merupakan

faktor risiko terjadinya OA lutut. Di sisi lain, seseorang dengan aktivitas minim sehari-hari

juga berisiko mengalami OA lutut. Kurangnya aktivitas sendi yang berlangsung lama akan

menyebabkan disuse atrophy yang akan meningkatkan kerentanan terjadinya trauma pada

kartilago.

2.2.5.12 Kebiasaan olah raga

Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih

tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada

individu yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan

beratnya OA. Atlet olah raga yang cenderung mengalami benturan keras dan membebani lutut

seperti sepak bola, lari maraton, dan kung fu meningkatkan risiko untuk menderita OA lutut

2.2.5.13 Jenis pekerjaan

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus, misalnya tukang

pahat, pemetik kapas, berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Terdapat hubungan

signifikan antara pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.

Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang sering

menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut, seperti penambang, petani, dan kuli

pelabuhan.

2.3 Radiologi Osteoarthritis

Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena osteoartritis, seperti panggul, lutut,

selain itu bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang belakang juga sering terkena.

Gambaran radiologi OA sebagai berikut:


• Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang

terbentuk di tepi sendi.

• Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan menyebabkan penyempitan rongga

sendi yang tidak sama.

• Badan yang longgar : badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya kartilago dengan

osteofit.

• Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar sendi yang terkena

dengan pembentukan kista degeneratif.

2.3.1Radiologi OA pada lutut (genu)

Bagi gambaran radiologi khusus pada osteoarthritis lutut, bisa didapatkan:

• Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.

• Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama, tekanannya

lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan penyempitan paling dini.

Gambar 2.4 : Gambaran radiologis Osteoarthritis Genu


Sumber : Stemcelldoc‟s WeBlog, 2011
2.3.2 Klasifikasi OA berdasarkan radiologi

Berdasarkan gambaran radiografi tersebut, Kellgren dan Lawrence membagi OA menjadi empat

grade.

1) Grade 0 : normal

2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi normal, terdapat
kista subkondral

4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat penyempitan celah
sendi

5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista subkondral dan
sklerosis
Gambar 2.5 : Klasifikasi Osteoarthritis Genu menurut grading KellgrenLawrence.
Sumber : Hatena Blog, 2015
American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan kesehatan
seseorang berdasarkan derajat keparahan. Antara lain sebagai berikut:

• Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.

• Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat, tetapi

masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena osteoartritis.

• Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri hampir selalu

dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan bantuan dalam menaiki

tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten dalam menyelesaikan

pekerjaan rumah.

• Derajat 3-4 : Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan terjadi

perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi hari, krepitus

pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan dalam beraktivitas (Woolf

dan Pfleger, 2003).

2.4 Lanjut Usia

2.4.1 Definisi

Penuaan bermaksud suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhdp jejas/infeksi dan sekaligus memperbaiki

kerusakan yang diderita. Penuaan turut didefinisikan secara subyektif dan obyektif. Secara

subyektif penuaan didefinisikan menurut makna dan pengalaman personal. Secara obyektif,

penuaan dihubungkan dengan lanjut usia (Miller, 2004).

2.4.2 Klasifikasi Usia

• Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2007) lanjut usia meliputi : 1) Usia

pertengahan (middle age) adalah kelompok usia antara 60-74 tahun.

2) Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun.
3) Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

• Menurut Departemen Kesehatan

1) Kelompok Pertengahan Umur

-kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-59 tahun).

2) Kelompok Usia Lanjut Dini

-kelompok dalam masa presenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut

(60-65 tahun).

3) Kelompok Usia Lanjut

-kelompok dalam masa senium (65 tahun keatas)

4) Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi

-kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup

sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.

2.4.3 Teori Proses Menua

• Teori Genetic Clock

Telah terprogram secara genetic yang mana jam genetik telah diputar menurut suatu

replikasi. Jam ini yang menghitung mitosis dan

menghentikan replikasi sel.

• Mutasi Somatik (teori „Error Catastrophe‟)

Ada kesalahan beruntun sepanjang kehidupan samaada kesalahan dalam proses

transkripsi (DNARNA) maupun dalam proses translasi

(RNAprotein/enzim)

• Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Mutasi berulang karena perubahan protein pascatranslasi sehingga kemampuan sistem

imun tubuh berkurang. Ini dinamakan peristiwa

“autoimmune”.
• Kerusakan Akibat Radikal Bebas

Merupakan teori yang dapat dipercaya. Radikal bebas dianggap sebagai kausa utama

terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas bersifat merusak, sangat reaktif, bisa

bereaksi denganDNA, protein, asam lemak tidak jenuh, dalam membran sel. Antara

contoh radikal bebas adalah seperti Superoksida anion, hidroksil, peroksida hidrogen,

radikal purin.

• Akibat Metabolisme

Disebut juga “Teori Glikosilasi”.Peranan utama adalah glikasi protein dimana proses

glikosilasi nonenzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa-protein (AGEs).

Akibatnya, terjadi akumulasi di berbagai jaringan sehingga meningkatkan kekakuan

jaringan, termasuk kolagen dan elastisitas pmbuluh darah berkurang.

2.4.3 Implikasi Fisiologi Pada Proses Menua

a. Komposisi tubuh

• Massa otot berkurang dan massa lemak bertambah

• Jumlah cairan tubuh berkurang

• Tinggi badan biasanya makin rendah

b. Otak

• 10 % mengalami atrofi otak difus.

• Proses informasi melambat.

• Daya ingat jangka pendek menurun.

• Menurunnya stimulus/rangsangan yang datangdan kemampuan kalkulasi.

c. Jantung dan pembuluh darah

• Perubahan denyut jantung

• Berkurangnya frekwensi jantung

• Respon terhadap stress berkurang


• Compliance ventrikel kiri berkurang

• Elastisitas pembuluh darah menurun

• Kejadian aterosklerosis meningkat

• Respon otot polos pembuluh darah menurun menyebabkan relaksasi dan vasodilatasi

menurun.

d. paru

• Compliance paru & rongga dada menurun

• Aktivitas silia menurun

• Volume residu meningkat

• Kapasitas vital menurun

• Refleks batuk menurun

• Pertukaran gas terganggu

• Kekuatan otot pernapasan melemah

• Penurunan massa jaringan paru

e. Ginjal dan saluran kemih

• Jumlah darah yang sampai ke ginjal menurun oleh karena aterosklerosis dan gangguan

jantung.

• Jumlahdan ukuran glomerulus menurun (25%)

• Jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal menurun (LFG 10 ml/dekade)

• Kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlahbesar berkurang

menyebabkannatrium serum encer dan hiponatremia.

f. Gastrointestinal

• Motilitas dan pengosongan lambung menurun

• Absorbsi karbohidrat dan 1-25 dihidroksivitamin D menurun.


g. Muskuloskeletal

• Komposisi otot berubah digantikan oleh lemak, jaringan kolagen dan

jaringan parut.

• Kekuatan otot dan berkurang.

• Kekuatan dan stabilitas tulang berkurang.

• Lapisan sinovial menipis.

• Cairan sinovial lebih mengental.

• Perkerutan diskus intevertebralis pada spina lumbalis akibat cairan dalam diskus

berkurang

h. Fungsi Kognitif

• Kemampuan meningkatkan fungsi intelektual berkurang.

• Berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak, menyebabkan proses informasi melambat

dan banyak informasi hilang selama transmisi.

• Berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi

dari memori.

• Kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibanding

kemampuan mengingat yang baru saja terjadi.

i. Saluran Kemih dan Kelamin

• Perpanjangan masa refrakter untuk ereksi pada pria.

• Berkurangnya intensitas orgasme pada pria maupun wanita.

• Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan peningkatan

volume residual urin.

• Berkurangnya sekresi prostat di urin.

2.4.2 Usia Sebagai Faktor Risiko Osteoarthritis

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat.

Prevalensi dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini
disebabkan karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan

proteoglikan pada kartilago sendi (Wahyuningsih, 2009). Usia rata−rata laki−laki yang

mendapat osteoartritis sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55 -

64 tahun, sedangkan wanita 65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 65 – 74 tahun.

2.4.1 Implikasi Fisiologi Proses Penuaan pada Muskuloskeletal

Seiring bertambahnya usia, bantalan antara tulang rawan sendi semakin menipis.Hal ini

adalah karena terjadi perubahan yang berkait dengan usia pada kolagen dan proteoglikan yang

menurunkan ketegangan dari tulang rawan sendi dan juga karena pasokan nutrisi yang

berkurang untuk tulang rawan (Lozada,

2013).Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula dan

ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan ligamen-

ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion) sendi. Kapsula dan

ligamen sendi semakin menipis dan susah untuk melakukan proses anabolik. Selain itu, cairan

sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah

terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan.. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan

protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti

disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi. Tetapi pada usia lanjut, cairan

sinovia semakin mengental dan berkuranglah fungsi perlindungan sewaktu pergerakan.

Kemudian, ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor

yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya

memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-

titik tertentu ketika sendi bergerak.

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari


pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan

akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot

tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi

sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh
permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. . Pada golongan lansia,

komposisi otot berubah digantikan oleh lemak, jaringan kolagen dan jaringan parut.dan

menyebabkankekuatan otot berkurang. Selain itu, tulang di balik kartilago memiliki fungsi

untuk menyerap goncangan yang diterima. Namun dengan bertambahnya usia, tulang menjadi

kekurangan struktur normalnya dan menjadi sarcopenia. Ini mengakibatkan instabilitas

pengurangan keseimbangan (Felson,

2008).
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL YANG DITELITI

3.1 Kerangka teori

Perubahan fungsi sendi


pada penuaan

 Sarcopenia
 Kurang
proprioseptif
dan
keseimbangan
 Peningkatan
kelonggaran
sendi

Penuaan
Muskuloskeletal
Osteoarthritis
(Rentan
terhadap OA)
Perubahan tisu sendi
pada penuaan
Faktor Risiko OA

 Kartilago lebih  Obesitas


rapuh, kondrosit  Instabilitas /
kurang anabolik kecideraan
dan lebih sendi
berkatabolik  Genetik
 Kurang struktur  Kelainan
tulang normal. Anatomi
 Peningkatan  Jenis
kekakuan Kelamin
ligamen dan
tendon
 Degenerasi
meniskus
3.2 Kerangka Konsep dan variable

Usia pasien oasteoartritis

(variable independan
)

Grade OA menurut Kellgren


Lawrence dan ACRC (variable
dependan)

3.3 DEFINISI OPERASIONAL

3.3.1 Variabel Dependen


Pasien OA Genu diatas umur 50 tahun, dirawat di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo dari

periode Januari 2017- Juni 2017 yang mempunyai data rekam medis lengkap.

3.3.2 Variabel Independen

a) Jenis Kelamin

• Definisi: laki-laki atau perempuan

• Skala: nominal

• Cara ukur : mengambil catatan didalam rekam medis

• Hasil ukur :

1) laki-laki

2) perempuan

b) Usia

• Definisi: Perhitungan lama kehidupan dimana dihitung berdasarkan waktu kelahiran

hidup hingga saat pasien masuk rumah sakit.

• Skala: rasio
• Cara ukur: berdasarkan umur pasien yang dicatat saat masuk rumah sakit dalam rekam

medis.

• Hasil ukur kemudian dikategorikan berdasarkan Departemen Kesehatan menjadi:

1) Usia pertengahan (45-59 tahun)

2) Usia lanjut dini (60-65 tahun)

3) Usia lanjut (65 tahun keatas)

4) Usia lanjut dengan risiko tinggi (70 tahun keatas)

c) Indeks Massa Tubuh (IMT)

• Definisi: pembandingan berat badan dan tinggi badan untuk mengetahui berapa besar

risiko kesehatan.

• Skala: rasio

• Cara ukur: berdasarkan IMT pasien saat masuk ke rumah sakit yang dicatat didalam

rekam medis.

• Hasil ukur kemudian dikategorikan menjadi:

1) Kurang <18,5

2) Normal 18,5 – 22,9

3) Lebih >30

d) Grading Kellgren Lawrence

• Definisi: suatu skor yang digunakan bagi mengetahui tingkat keparahan

OA berdasarkan gambaran radiologis.

• Skala: ordinal

• Cara ukur: berdasarkan diagnosa pasien yang diicatat dalam rekam medis  Hasil ukur

kemudian dikategorikan menjadi:

1) Grade 0 : normal
2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi normal,
terdapat kista subkondral

4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat


penyempitan celah sendi

5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista subkondral
dan sklerosis

Gambar 3.1 : Gambaran radiologis menunjukkan empat grading Kellgren Lawrence. A. Kellgren
Lawrence grade 1. B. Kellgren Lawrence grade 2. C.
Kellgren Lawrence grade 3. D. Kellgren Lawrence grade 4.
Sumber : sciencedirect.com, 2017

e) Klasifikasi American College of Rheumatology Criteria (ACRC)

• Definisi: suatu skor yang digunakan bagi mengetahui tingkat keparahan

OA berdasarkan gejala klinis dan gambaran radiologis.

• Skala: ordinal

• Cara ukur: peneliti mengklasifikasikan derajat OA berdasarkan klinis dan keluhan pasien

yang tercatat didalam rekam medis  Hasil ukur kemudian dikategorikan menjadi:

1) Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.


2) Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat, tetapi

masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena osteoartritis.

3) Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri hampir

selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan bantuan dalam

menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten dalam

menyelesaikan pekerjaan rumah.

4) Derajat 3-4 : Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan terjadi

perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi hari, krepitus

pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan dalam beraktivitas

(Woolf dan Pfleger, 2003).

Anda mungkin juga menyukai