Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

OSTEOARTHRITIS

Oleh:

Fauziah Paramita Bustam, S.Ked


1518012243

Preceptor:

dr. Tantri Dwi Kaniya RH, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


RSUD. Dr. H ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Osteoarthritis
tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Tantri Dwi Kaniya RH, Sp.Rad.
yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi preceptor pada referat ini.
Saya menyadari banyak sekali kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun
yang membacanya.

Bandar Lampung, Agustus 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Osteoarthritis merupakan salah satu jenis arthritis yang paling umum


dijumpai. Osteoarthritis (OA) adalah penyakit sendi yang bersifat kronik, dimana
dapat terjadi kelainan muskuloskeletal yang progresif yang ditandai oleh
kerusakan tulang rawan sendi. Osteoartritis saat ini tidak lagi dianggap penyakit
degeneratif, namun usia tetap merupakan salah satu faktor risikonya.
Osteoarthritis (OA) banyak dijumpai pada usia lanjut, namun dapat ditemukan
pada usia muda apabila terdapat riwayat cedera atau penggunaan yang berlebihan
pada sendi tertentu.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa
osteoarthritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta
jiwa di kawasan Asia Tenggara. Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3
juta orang pada tahun 2002 dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007.
Diperkirakan 40% dari populasi usia diatas 70 tahun menderita osteoarthritis, dan
80% pasien osteoarthritis mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat
dari ringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya karena
prevalensi yang cukup tinggi.
Klinis osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien
dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan
gerakan, dan efusi sendi. Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang
dan subluksasi. Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan
nyeri sendi. Pasien sering menggambarkan nyeri yang dalam, ketidaknyamanan
yang sukar dilokalisasikan, yang telah dirasakan selama bertahun-tahun. Nyeri
yang berhubungan dengan aktivitas biasanya terasa segera setelah penggunaan
sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam setelah aktivitas.
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi yang kronik dan progresif.
Saat ini. OA tidak lagi dianggap sebagai gangguan yang pasif, tetapi lebih ke arah
proses penyakit yang aktif, terutama dipicu oleh faktor mekanik. Osteoartritis
lutut adalah bentuk artritis kronis yang paling banyak dijumpai. Konsep terbaru
dari OA lutut menyatakan bahwa OA tidak hanya mengenai struktur tulang rawan
sendi, tetapi juga dapat mempengaruhi komponen sendi lutut lainnya, seperti
tulang subkondral, membran sinovium, meniskus, ligamen maupun tendon di
sekitar sendi. Oleh karena itu, imaging/pencitraan dari OA memerlukan tehnik dan
modalitas yang mampu memvisualisasikan berbagai struktur anatomi dalam sendi
yang terlibat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoarthritis

Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi. Osteoarthitis (OA)
merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan struktur dari sendi
mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan
(kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, dan
timbulnya peradangan.

2.2 Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling


umum di dunia. Prevalensi osteoarthritis (OA) lutut radiologis di Indonesia cukup
tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada laki-laki dan 12,7% pada perempuan.
Diperkirakan 1-2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena OA.
Pada tahun-tahun mendatang tantangan terhadap dampak OA akan lebih besar
karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.

2.3 Etiologi

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit gangguan homeostasis dari


metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
penyebabnya belum jelas diketahui. Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan
menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA
idiopatik yaitu OA yang etiologinya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya
dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA
sekunder, berbeda dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan oleh
inflamasi, kelainan endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan
(herediter), jejas mikro dan makro serta immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA
primer lebih sering ditemukan dibandingkan dengan OA sekunder.3
Tabel 2.1. Klasifikasi Osteoarthritis

Primer (Idiopatik) Sekunder


Lokalisasi Trauma-akut/kronis
Mempengaruhi satu atau dua sendi Gangguan sendi yang mendasari
Lokal (Fraktur/Infeksi)
General Difusi (Rheumatoid arthritis)
Mempengaruhi tiga atau lebih sendi Metabolik sistemik atau gangguan endokrin
Penyakit Hati Wilson
Erosif Akromegali
Menggambarkan adanya erosi dan tanda Hiperparatiroidisme
proliferasi di proksimal dan distal sendi Hemokhromatosis
interfarangeal tangan Penyakit Paget
Diabetes mellitus
Obesitas
Gangguan neuropatik
Penggunaan intra-artikular kortikosteroid
yang
Berlebihan
Nekrosis avaskular
Displasia tulang
(Felson dkk, 2000 dan Mankin & Brandt, 2001)

2.4 Faktor Risiko


1. Usia
Dari semua faktor risiko, faktor usia adalah yang terkuat. Prevalensi dan
beratnya osteoarthritis (OA) semakin meningkat dengan bertambahnya usia. OA
tidak pernah terjadi pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan
sering pada umur diatas 60 tahun. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan
antara usia dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago
sendi.3,5

2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis (OA) lutut dan OA banyak sendi.
Pria lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan, dibawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama antara pria dan
wanita, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak
pada wanita. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.3
3. Suku Bangsa
Osteoarthritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pada pola sendi yang mengalami osteoarthirits. Hal ini
berkaitan dengan perbedaan gaya hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan.3

4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis (OA). Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur
tulang rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan terjadinya OA.3,5

5. Kegemukan dan Penyakit Metabolik


Berat badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya risiko
timbulnya osteoarthritis (OA) baik pada perempuan maupun laki-laki. Berat badan
yang berlebih dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan beban
tubuh dan lebih sering menyebabkan OA lutut. Kegemukan tak hanya berkaitan
dengan OA yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain. Pasien-
pasien OA mempunyai risiko penyakit jantung koroner, hipertensi dan diabetes
melitus yang lebih tinggi daripada orang-orang tanpa OA.3

6. Cedera Sendi (Trauma), Pekerjaan dan Olahraga


Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus-menerus
berkaitan dengan peningkatan risiko osteoarthritis (OA) tertentu. Demikian juga
cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan
dengan risiko OA yang lebih tinggi. Peningkatan risiko OA lutut dapat dijumpai
pada atlet sepak bola, pelari jarak jauh dan pemain tenis.3,5

7. Faktor-faktor Lain
Tingginya kepadatan tulang dapat meningkatkan risiko timbulnya
osteoarthritis (OA). Tulang yang lebih padat tak membantu mengurangi benturan
beban yang yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA
pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya mempunyai tulang yang lebih
padat) dan kaitan negatif antara osteoporosis dan OA.3
2.5 Klasifikasi

Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan lokasi sendi yang terkena :


Nodus Heberden dan Sendi apofiseal
OA
Bouchard (nodul)
Tangan OA Sendi intervertebral
Artritis erosif
Vertebrae
interfalang Spondilosis (osteofit)

Karpal-metakarpal I Ligamentum (hiperostosis,


OA Lutut penyakit Forestier, diffuse
idiopathic skeletal
hyperostosis= DISH )
Bony enlargement
Genu valgus
OA Glenohumeral
Genu varus Akromioklavikular
di tempat
lainnya Tibiotalar
Sakroiliaka
Temporomandibular
OA
Haluks valgus
Kaki
Haluks rigidus

Jari kontraktur
(hammer/cock-
up toes)
OA
Talonavikulare Meliputi 3 atau lebih daerah
Generalisata/
yang tersebut di atas
Sistemik
OA Coxae

Eksentrik (superior)
Konsentrik (aksial,
medial)
Difus (koksa senilis)
Tabel 2.1 Klasifikasi Osteoartritis Berdasarkan Lokasi Sendi yang terkena 2,4
2.6. Gejala Klinis

a. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya


bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi
gerakan lain. Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit
sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak
dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah
gerakan saja). 2,3

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada


sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago. Osteofit merupakan
salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi
neurovaskular menembus bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju
ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini menimbulkan nyeri. 2,3

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan


dengan pertambahan rasa nyeri. 2,3
c. Kaku sendi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul saat setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari. 2,3

d. Krepitasi

Krepitasi timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai pada
pasien osteoarthritis (OA) lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa.2,3

e. Pembesaran sendi (deformitas)

Pasien menunjukkan bahwa salah satu sendinya (terbanyak di lutut


atau tangan) secara perlahan membesar. 2,3

f. Tanda tanda peradangan

Tanda tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan


gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada
osteoarthritis (OA) karena adanya synovitis. Biasanya tandatanda ini tidak
menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini
sering dijumpai pada OA lutut. 2,3

g. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyulitkan pasien dan merupakan


gangguan untuk kemandirian pasien osteoarthritis (OA), terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan
berat badan terutama pada OA lutut. 2,3

2.7 Diagnosis
Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis dan hasil radiografi.5
a. Anamnesis
- Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual).
- Tidak disertai gejala sistemik.
- Nyeri sendi saat beraktivitas.
- Sendi yang sering terkena:
Sendi tangan: Carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal
interfalang (PIP) dan Distal interfalang (DIP)
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit,
bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat,
bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit).
Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP I).
Sendi lain: lutut, vertebrae servikal dan lumbal, dan coxae.2

Faktor risiko penyakit :


- Bertambahnya usia
- Riwayat keluarga dengan osteoarthritis
- Aktivitas fisik yang berat
- Obesitas
- Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang
bersangkutan.2

Penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:


- Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.
- Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik,
stroke, gagal jantung).
- Penyakit ginjal.
- Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs).

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi


- Nyeri saat malam hari (night pain).
- Gangguan pada aktivitas sehari-hari.
- Kemampuan berjalan.
- Lain-lain: risiko jatuh, isolasi sosial, depresi.
- Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan
pasien).2
Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari
American College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel
6
berikut ini.

b. Pemeriksaan Fisik
- Tentukan BMI
- Perhatikan gaya berjalan
- Adakah kelemahan/atrofi otot
- Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
- Lingkup gerak sendi (ROM)
- Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan
- Krepitasi
- Deformitas/bentuk sendi berubah
- Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
- Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
- Penonjolan tulang (Nodul Bouchards dan Heberdens)
- Pembengkakan jaringan lunak2
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiografi

Pada penderita osteoarthritis (OA), dilakukannya pemeriksaan


radiografi pada sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan
suatu gambaran diagnostik. Gambaran radiografi sendi yang
mendukung diagnosis OA adalah :

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat


pada bagian yang menanggung beban seperti lutut).

b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).

c. Kista pada tulang.

d. Osteofit pada pinggir sendi.

e. Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat


diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis
dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA
dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa
pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal.

A B

Gambar 2.2 gambaran radiologi dari lutut. (A) posisi AP (B) lateral terlihat (1) penyempitan ruang sendi (2)
osteofit6
Pada OA terdapat gambaran radiografi yang khas, yaitu osteofit.

Selain osteofit, pada pemeriksaan X-ray penderita OA biasanya didapatkan

penyempitan celah sendi, sklerosis, dan kista subkondral. Berdasarkan

gambaran radiografi tersebut, Kellgren dan Lawrence membagi OA menjadi

empat grade.

1) Grade 0 : normal

2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis

subkondral, celah sendi normal, terdapat kista subkondral

4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada

garis

tulang, terdapat penyempitan celah sendi

5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi,

terdapat kista subkondral dan sklerosis


Gambar 2.2. Kriteria Penilaian OA menurut Kellgren-Lawrence

2.8. Patogenesis
Osteoarthritis (OA) merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan
sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya
menimbulkan cedera.3
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu:
kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di
dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (range of motion) sendi.3
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada
permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya kerusakan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan
sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan
apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi.3

Ligamen bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu


mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik
yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan
tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak.3

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari


pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang
terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan
(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan
sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago
memiliki fungsi untuk menyerap tekanan yang diterima.3

Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan


sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai
penyerap tumbukan yang diterima sendi.3

Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu kolagen


tipe dua dan aggrecan. Kolagen tipe dua terjalin dengan erat, membatasi
molekulmolekul aggrecan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrecan adalah
molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan
kepadatan pada kartilago.3

Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh


elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim
pemecah matriks, sitokin {Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)},
dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan
merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-
molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga
keseimbangannya oleh sitokin, faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan.3

Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah


kolagen tipe dua dan aggrecan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal osteoarthritis (OA), aktivitas
serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari
kartilago.3
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses
degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek
terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat
proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis
aggrecan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini
berlangsung pada proses awal timbulnya OA.3

Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks


yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi.
Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme
yang sangat aktif.3
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrecan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.
Aggrecan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan
mudah mengendur.3
Diagnosis OA seringkali bisa didasarkan pada pemeriksaan fisik, namun bisa
dilakukan pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x untuk memastikan
diagnosis. MRI dapat mengungkapkan tingkat patologi pada sendi osteoarthritis,
namun tidak diindikasikan sebagai bagian dari pemeriksaan diagnostik.1

Temuan radiologis dari osteoarthritis antara lain menyempitnya celah antar


sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.2

Gambar 1. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.


Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic
Assessment of Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) :
279-286

Keterangan :

Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan


menyempitnya celah sendi (tanda panah)

Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis


yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)

Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah


putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)

Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah).

Gambar 2. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis tangan. Sumber : LS,


Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis.
American Family Physician. 64 (2) : 279-286

Keterangan : Gambaran anteroposterior dari foto sinar-x di atas menunjukkan


menyempitnya celah sendi dan sklerosis subchondral pada sendi metacarpal
pertama (tanda panah putih). Pembentukan osteofit dengan pembengkakan
jaringan lunak dan sklerosis subchondral dijumpai pada sendi interphalangeal
distal kedua dan ketiga (tanda panah transparan)

Gambar 3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul. Sumber : LS,


Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis.
American Family Physician. 64 (2) : 279-286

Keterangan :

Gambar atas : gambar pertama menunjukkan penyempitan celah sendi pada


panggul (tanda panah putih), sklerosis subchondral (kepala panah putih), dan
terbentuknya kista (kepala panah transparan).

Gambar bawah : gambar kedua diambil 2 tahun setelah gambar pertama yang
menunjukkan semakin menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) dan
sklerosis (kepala panah putih)
Gambar 4. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari tangan Sumber :
Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan


penyempitan ruang sendi interphalangeal, sklerosis subchondral, dan
pembentukan osteofit (panah)

Gambar 5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki. Sumber :


Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan


menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah)
Gambar 6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :


Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan


penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah)

Gambar 7. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :


Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : (a) anteroposterior dan (b) kaki katak pinggul. Kedua gambar di atas
menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi, sklerosis, kista
subkondral, dan pembentukan osteofit (panah).
Gambar 8. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada panggul. Sumber :
Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : Rheumatoid arthritis dengan osteoartritis sekunder.


Gambaran radiologis panggul anteroposterior menunjukkan penyempitan ruang
sendi setiap sendi panggul. Perhatikan erosi (anak panah) dan osteofit
(panah).

2.9 Penatalaksanaan

Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan


oleh letak sendi yang mengalami osteoarthritis (OA) dan berat ringannya OA
sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu
diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasien secara keseluruhan,
agar penatalaksanaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta
melakukan pendekatan multidisiplin.
Gambar 2.9. Algoritma Terapi pada Osteoarthritis

Tujuan:
1. Mengurangi/mengendalikan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan kepada
orang lain) dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :

1. Terapi Non-Farmakologis

a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien
dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiannya tetap terpakai.2,3

b. Terapi fisik atau rehabilitasi


Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi
ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.2,7

c. Penurunan berat badan


Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat
osteoarthritis (OA). Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar
tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan
apabila berat badan berlebih. Minimum penurunan 5% dari berat badan
dengan target BMI 18,5-25.7
BMI dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BMI = (Berat badan dalam kg) / (Tinggi badan dalam m2)
d. Olahraga
Olahraga membantu dalam menurunkan skala nyeri pada pasien OA.7
e. Thermotherapy
Kompres air dingin membantu untuk mengurangi gejala OA. Air dingin
membantu untuk menguranga bengkak dan radang, mengurangi rasa nyeri,
dan kekakuan otot. Kompres air dingin bisa dilakukan dalam 20 menit, 5
hari seminggu selama 2 minggu.7

2. Terapi Farmakologis

Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang


timbul, mengkoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi
klinis dari ketidakstabilan sendi.2

a. Analgetik Oral
Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS), Inhibitor Siklooksigenase-
2 (COX-2), dan Asetaminofen.
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada osteoarthritis (OA)
lutut, penggunaan OAINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif
daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas
OAINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi
obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain
untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara
mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.
b. Analgesik Topikal
Analgesik topikal dengan mudah ditemukan dipasaran dan dijual
bebas. Umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini sebelum
memakai obat-obatan peroral lainnya. Contoh obat analgetik topikal
adalah kapsaisin yang mengurangi nyeri pada ujung saraf lokal.
c. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obatobatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obatobatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan.3
Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk
menghambat kerja enzim MMP.
Asam hialuronat disebut juga sebagai viscosupplement karena
manfaatnya memperbaiki viskositas cairan sinovial. Obat ini
diberikan secara intra-artikuler. Asam hialuronat memegang
peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan
melalui agregasi dengan proteoglikan.
Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam proses degradasi tulang rawan seperti
hialuronidase, protease, elastase dan katepsin.
Kondroitin sulfat pada kasus osteoarthritis (OA) mempunyai
efek protektif terhadap terjadinya kerusakan tulang rawan sendi
yaitu memiliki efek anti inflamasi, efek metabolik terhadap
sintesis hialuronat dan proteoglikan dan anti degradatif melalui
hambatan enzim proteolitik.
d. Injeksi Intra Artikular atau Periartikular
Bukan merupakan pilihan utama dalam penanganan
osteoarthritis (OA). Indikasi suntikan intra artikular adalah untuk
penanganan simptomatik dengan steroid dan viskosuplementasi dengan
hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit.
Steroid (Triamsinolone hexacetonide dan Methylprednisolone)
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami
nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian
OAINS, tidak dapat mentolerir OAINS, atau ada kormobiditas
yang merupakan kontraindikasi terhadap pemberian OAINS.
Tidak dianjurkan melakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam
kurun waktu 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi
besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut
adalah 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil
biasanya digunakan dosis 10 mg.
Hyaluronan (High molecular weight dan low molecular weight)
Di Indonesia terdapat tiga sediaan injeksi hyaluronan.
Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi lutut (paling
sering), sendi bahu dan coxae. Diberikan berturut-turut 5-6 kali
dengan interval satu minggu masing-masing 2-2,5 ml
hyaluronan.

3. Terapi Pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk


mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari hari. Indikasi untuk
tindakan lebih lanjut:3
a. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi:
bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik
dan teurapeutik (rujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi).
b. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan
kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di
Rumah Sakit)
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
c. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau
bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai
dengan rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik
(gagal terapi konvensional).
d. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas
fisik sehari-hari.
e. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan
gangguan tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri,
timbul gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.
f. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut.
g. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular
medial, distal patella realignment, lateral release.
h. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut
terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya
kelainan struktur sendi seperti robekan meniskus: untuk kemungkinan
tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental knee
replacement or osteotomy/realignment osteotomies.
i. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial
unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral
unicompartmental) pada pasien dengan :
Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
Kekakuan sendi yang berat
Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.3
Terapi pembedahan yang dapat dilakukan adalah :
A. Arthroplasty (Total Knee Replacement)
Total Knee Replacement atau yang disingkat TKR adalah prosedur
bedah yang dilakukan pada sendi lutut untuk mengganti bantalan
tulang rawan pada sendi lutut dengan bantalan buatan. Tindakan TKR
dilakukan ketika sendi lutut mengalami kerusakan yang amat berat
akibat cedera olahraga ataupun radang sendi. Tindakan ini diambil
ketika sudah dilakukan pengobatan ataupun penggunaan alat
penyangga lutut namun sudah efektif lagi.
Total Knee Replacement diberikan untuk kondisi perkapuran
stadium lanjut atau grade IV, biasanya disertai dengan perubahan
bentuk fisik dari kaki menyerupai huruf O atau X. Tindakan yang
dilakukan adalah mengganti sendi lutut menggunakan prothese.
Meskipun lutut artifisial tidak sempurna seperti sebelumnya, tetapi
tindakan tersebut dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dengan
hilangnya rasa nyeri, kekakuan sendi dan bentuk sendi yang bengkok.
Dalam pembedahan penggantian total sendi lutut, bagian ujung-
ujung tulang diganti dengan bahan logam dan plastik (polyethylene).
Permukaan tulang rawan yang rusak akan dibuang, kemudian
permukaan tulang tersebut dilapisi dengan implant.
Indikasi utama adalah untuk mengurangi rasa sakit yang
disebabkan oleh osteoarthritis. Tujuan sekunder adalah untuk
memperbaiki cacat dan mengembalikan fungsi normal sendi.
B. Arthroskopi

Arthroskopi adalah tindakan melihat bagian dalam sendi


menggunakan kamera dengan lensa fiber optik melalui sayatan kulit
yang sangat kecil. Tindakan arthroskopi dilakukan untuk :

Melihat dan mengetahui kelainan dalam sendi secara


langsung (diagnostik).
Untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mengobati suatu kelainan sendi (terapeutik).

Arthtroskopi dapat dilakukan pada beberapa sendi antara lain :


bahu, pergelangan tangan, panggul, lutut dan pergelangan kaki.
Tindakan ini relatif aman bagi pasien termasuk mereka yang telah
memasuki usia lanjut.
C. Sinovectomy
Sinovectomy adalah salah satu jenis radioterapi yang bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit akibat reaksi inflamasi.

D. Osteotomy
Osteotomy adalah prosedur pengeluaran tulang yang dapat membantu
meluruskan kembali beberapa keadaan cacat (deformitas) pada pasien
yang pada umumnya memiliki penyakit pada bagian lutut.
BAB III

KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan


perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang
rawan/kartilago hialin. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi,
terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab
kecacatan paling banyak pada orang tua. Etiologi osteoarthritis belum diketahui
secara pasti, namun faktor biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor
terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Ketidakseimbangan antara
pembentukan dan penghancuran matriks-matriks kartilago merupakan kata kunci
dalam perjalanan penyakit ini. Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu
terutama sendi-sendi yang mendapat beban cukup berat dari aktivitas sehari-hari.

Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan atau


gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang sering muncul pada
osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh aktivitas dan gejala akan
mereda setelah istirahat.

Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan dilakukan


pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x sebagai penunjang/pemastian
diagnosis. Gambaran yang ditemukan pada foto sinar-x pasien dengan
osteoarthritis adalah menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. Pemeriksaan tambahan lain yang
dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk mengetahui derajat patologisnya, namun
pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam
osteoarthritis.

Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati osteoarthritis. Terapi
yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi
hilangnya fungsi fisik. Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan cara membantu pasien agar tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiken. 2009. Osteoartritis. http://www.health&medicine.com/share. Diakses


tanggal 20 Agustus 2017.
2. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.
Diakses tanggal 20 Agustus 2017.
3. 1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrisons
Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
4. 2. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279286
5. 3. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States.
Part II. Arthritis Rheum. 58(1):2635.
6. 4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 19911994. J Rheumatol. 33(11):22712279.
7. 5. Jordan JM, Helmick CG, Renner JB, et al. 2007. Prevalence of knee
symptoms and radiographic and symptomatic knee osteoarthritis in
African Americans and Caucasians: The Johnston County Osteoarthritis
Project. J Rheumatol. 34(1):172180.
8. 6. Dillon CF, Hirsch R, et al. 2007. Symptomatic hand osteoarthritis in the
United States: prevalence and functional impairment estimates from the third
U.S. National Health and Nutrition Examination Survey, 19911994. Am J
Phys Med Rehabil. 86(1):1221.
9. 7. Sacks JJ, Helmick CG, Langmaid G. 2004. Deaths from arthritis and other
rheumatic conditions, United States, 19791998. J Rheumatol. 31:1823
1828.
10. 8. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364372.
11. 9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737747.

Anda mungkin juga menyukai