Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS DENGAN PENDEKATAN

PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA


PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS

Disusun Oleh:
Gianina Ivelyn Missy-112018172

Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Rachmadhi Purwana, SKM

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


PERIODE 15 Juli – 11 September 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

1
BAB I
Pendahuluan

Osteoarthritis (OA) adalah penyakit bersifat kronik, berjalan progresif lambat, non-
inflamasi atau hanya menyebabkan inflamasi ringan, serta ditandai dengan adanya deteriorasi
dan abrasi rawan sendi serta pembentukan tulang baru pada permukaan sendi. Biasanya penyakit
ini mengenai sendi penopang berat badan (weight bearing) terutama sendi lutut. Gejala yang
ditimbulkan dari penyakit ini adalah nyeri yang dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-
hari dan mengurangi aktivitas hidup. Terjadinya osteoarthritis biasanya dipengaruhi oleh faktor-
faktor resiko yaitu umur (faktor penuaan), genetik, kegemukan, cedera sendi, pekerjaan,
olahraga, kelainan anatomi, penyakit metabolik, dan penyakit inflamasi sendi. Namun diantara
semua faktor-faktor tersebut, faktor utama yang paling berpengaruh adalah umur dikarenakan
proses degeneratif. Prevalensi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya umur.1
Kurang lebih terdapat 151.400.000 jiwa di seluruh dunia menderita osteoarthritis, dengan
penderita mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. 2 Selain itu, osteoarthritis merupakan
penyakit nomor lima yang menyebabkan Years of Life Disability pada wanita dan negara maju.
Pada negara berkembang, osteoarthritis berada di peringkat ke delapan penyebab Years of
Disability. Osteoarthritis sering terjadi pada manusia lanjut usia (usila). Menurut WHO,
sebanyak 40% manusia di dunia di atas umur 70 tahun menderita penyakit ini. Walaupun begitu,
orang yang berusia lebih muda pun, termasuk anak-anak, dapat menderita osteoarthritis karena
obesitas atau cedera pada sendi.3 Prevalensi osteoarthritis lutut pada penderita wanita berumur 75
tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada. Diperkirakan juga bahwa satu
sampai dua juta lanjut usia di Indonesia menjadi cacat karena osteoarthritis.2
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 penyakit sendi memiliki
prevalensi mencapai 30,3% dan Aceh merupakan salah satu provinsi dari 11 provinsi yang
mempunyai prevalensi penyakit sendi diatas angka nasional.4

BAB II
Tinjauan Pustaka

2
2.1 Definisi
Merupakan penyakit degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan dari kartilago sendi atau tulang
rawan. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali
menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). Osteoartritis juga ditandai dengan kerusakan tulang
rawan atau kartilago hialin sendi, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula
sendi, timbulnya peradangan dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi. Tulang
rawan sendi disusun oleh jaringan lunak kolagen, proteoglikan, dan air. Tulang rawan berfungsi
tulang rawan meredam getar antar tulang, pergerakan sendi, mengurangi gesekan antar tulang
dan untuk pertumbuhan tulang. Ketika semakin tua, suatu lapisan cairan yang disebut cairan
sinovial akan menurun. Hal ini akan menyebabkan ujung-ujung tulang saling bergesek satu sama
lain. Gesekan yang terjadi pada ujung-ujung tulang inilah yang akan menimbulkan nyeri.2

2.2 Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan
biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Faktor
biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligament, otot-otot
persendian, serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifactorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjai akibat komplikasi
dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya.5

2.3 Klasifikasi
Menurut penyebabnya, osteoarthritis dibedakan menjadi:
a) Osteoarthritis primer disebut juga osteoarthritis idiopatik yaitu yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses lokal
pada sendi.
b) Osteoarthritis sekunder yaitu osteoarthritis yang disertai adanya kelainan sitemik, seperti:
gangguan endokrin, proses inflamasi, gangguan metabolik, pertumbuhan, keturunan,
trauma mikro-makro, immobilisasi yang lama. 6
2.4 Epidemiologi

3
Penyakit osteoarthritis meningkat seiring dengan proses penuaan, terutama pada usia di
atas 50 tahun. Penyakit ini mengenai, dua per tiga orang yang berumur lebih dari 65 tahun,
dengan prevalensi 60,5% pada pria dan 70,5% pada wanita. Di Amerika Serikat, prevalensi
osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80% dan diperkirakan akan
meningkat pada tahun 2020. OA terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25
tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena
OA menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul
1,5%.7
Orang lanjut usia di Indonesia yang menderita cacat karena osteoarthritis diperkirakan
mencapai dua juta. Prevalensi osteoarthritis usia 49-60 tahun di Malang mencapai 21,7%, yang
terdiri dari 6,2% laki-laki dan 15,5% perempuan. Kejadian osteoarthritis di Norwegia pada tahun
2008, 80% berusia lebih dari 55 tahun. Angka keseluruhan prevalensi osteoarthritis di Norwegia
adalah 12,8% dan lebih tinggi pada perempuan (14,7%) disbanding laki-laki (10,5%). Prevalensi
osteoarthritis panggul adalah 5,5%, osteoarthritis lutut 7,1%, dan osteoarthritis tangan 4,3%.8

2.5 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat
dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta
diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.9
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi. Perubahan tersebut
berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai
penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan
sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular
menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang
makrofag untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks
ekstraseluler. 9
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah:
a) Dektruksi kartilago yang progresif 
b) Terbentuknya kista subartikular

4
c) Sklerosis yang mengelilingi tulang
d) Terbentuknya osteofit
e) Adanya fibrosis kapsul
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis serta
distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan
komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan
nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi
seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa
sakit.10
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti
kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum
serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga
diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari
medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena
proses remodelling pada trabekula dan subkondral. 9
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses
keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi
serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal.
Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan
pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan
jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah
persendian yang terkena itu bengkak.9

2.6 Faktor Resiko


Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis, yaitu:6,11,13
a) Usia
Prevalensi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat seiring bertambahnya usia.
Dari semua jenis osteoarthritis hampir tak pernah ada pada anak-anak, jarang pada usia di bawah
40 tahun dan sering pada usia di atas 60 tahun. Osteoarthritis lutut terjadi <0.1% pada kelompok

5
usia 25-34 tahun, tetapi terjadi 10-20% pada kelompok 65-74 tahun. Osteoarthritis lutut moderat
sampai berat dialami 33% pasien usia 65-74 tahun dan osteoarthritis panggul moderat sampai
berat dialami oleh 50% pasien dengan rentang usia yang sama. Usia yang semakin bertambah
menyebabkan penurunan fungsi dari tulang rawan sendi. Kekuatan kolagen pada lansia juga
mengalami penurunan, hal ini bisa menyebabkan tulang rawan sendi menjadi lemah dan mudah
rusak. Proses menua menyebabkan beberapa perubahan pada tulang dan sendi. Pada tulang
terjadi pengurangan massa tulang dan berkurangnya formasi osteoblast tulang. Sedangkan pada
sendi terjadi gangguan martiks kartilago dan modifikasi proteoglikan dan glikosamaminoglikan.
b) Jenis Kelamin
Perempuan lebih sering terkena osteoarthritis lutut dan osteoarthritis banyak sendi,
sedangkan lelaki lebih sering terkena osteoarthritis paha, pergelangan tangan dan leher.
Perempuan di Amerika ternyata lebih sering terkena osteoarthritis; perempuan berusia tua
mempunyai kemungkinan terkena osteoarthritis lutut dan tangan dua kali lipat daripada laki-laki.
Berdasarkan usia, <45 tahun frekuensi osteoarthritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita,
tetapi ketika >50 tahun (setelah menopause) frekuensi osteoarthritis lebih banyak pada wanita
daripada pria. Osteoarthritis terutama terjadi pada perempuan yang berusia lebih dari 50 tahun
atau memasuki masa menopause ini akan mengalami penurunan hormon terutama estrogen dan
fungsi fisiologis tubuh lainnya, sedangkan fungsi dari hormon estrogen salah satunya adalah
membantu sintesa kondrosit dalam matriks tulang dan jika estrogen menurun maka sintesa
kondrosit akan ikut menurun sehingga sintega proteoglikan dan kolagen menurun sedangkan
aktifitas lisosom menjadi meningkat. Hal ini yang menyebabkan osteoarthritis lebih banyak
terjadi pada wanita.
c) Suku Bangsa
Osteoarthritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan
prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoarthritis. Orang kulit putih cenderung lebih sering
terkena Osteoarthritis dibandingkan dengan orang kulit hitam. Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup maupun perbedaan frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan.
d) Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen structural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen,
proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoarthritis.

6
e) Obesitas
Berat badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
osteoarthritis baik pada wanita maupun pada pria. Sendi lutut merupakan tumpuan dari setengah
berat badan seseorang selama berjalan. Berat badan yang meningkat akan memperberat tumpuan
pada sendi lutut. Pembebanan lutut dan panggul dapat menyebabkan kerusakan kartilago,
kegagalan ligamen dan dukungan struktural lain. Penambahan berat badan membuat sendi lutut
bekerja lebih keras dalam menopang berat tubuh. Sendi yang bekerja lebih keras akan
mempengaruhi daya tahan dari tulang rawan sendi. Rawan sendi akan rusak dan menyebabkan
sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya dan menyebabkan terjadinya perubahan biofisika yang
berupa fraktur jaringan kolagen dan degradasi proteoglikan. Setiap penambahan berat ±½ kg,
tekanan total pada satu lutut meningkat sebesar ±1-1½ kg. Setiap penambahan 1 kg
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis sebesar 10%. Bagi orang yang obesitas, setiap
penuruanan berat walau hanya 5kg akan mengurangi faktor risiko osteoarthritis di kemudian hari
sebesar 50%.
f) Pekerjaan
Pekerjaan dapat menjadi salah satu pemicu osteoarthritis dan memperberat keluhan yang
dirasakan. Hubungan antara pekerjaan dengan risiko terserang osteoarthritis tergantung dari tipe
dan intensitas aktivitas fisiknya. Aktivitas dengan gerakan berulang atau cedera akan
meningkatkan risiko terjadinya osteoarthritis. Aktivitas fisik dengan tekanan berulang pada
tangan atau tubuh bagian bawah akan meningkatkan risiko osteoarthritis pada sendi yang terkena
tekanan. Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya
tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko osteoarthritis tertentu. Usia
pada saat cedera akan mempengaruhi peningkatan risiko osteoarthritis. Cedera ligament pada
manula cenderung menyebabkan osteoarthritis berkembang lebih cepat dibanding orang muda
dengan cedera yang sama.
g) Cedera Sendi (Trauma)
Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi osteoarthritis cedera traumatik
(misalnya robeknya meniscus, ketidakstabilan ligament) yang dapat mengenai sendi. Meskipun
demikian, beban benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-
orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan
beratnya osteoarthritis. Trauma yang hebat terutama fraktur intra-artikular atau dislokasi sendi

7
merupakan predisposisi osteoarthritis.
h) Aktivitas Fisik
Penelitian yang dilakukan oleh Toivanen pada tahun 2009 memperlihatkan hubungan
antara meningkatnya aktivitas fisik seseorang dengan risiko terjadinya kejadian osteoarthritis,
dimana seseorang dengan aktivitas fisik yang berat mengalami peningkatan risiko osteoarthritis
sebesar 7 kali. Hal ini terjadi karena aktivitas fisik yang berat menyebabkan penekanan yang
keras dan menetap pada kartilago artikular, sehingga kartilago dan tulang subkondral akan rusak.
i) Kelainan Pertumbuhan
Penyakit Perthes dan dislokasi kongenital paha yang merupakan kelainaan kongenital
telah dikaitkan dengan timbulnya osteoarthritis paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga
berperan pada lebih banyaknya osteoarthritis paha pada laki-laki dan ras tertentu.
j) Faktor-faktor Lain
Tulang yang kepadatannya tinggi dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya
osteoarthritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) cenderung kurang
fleksibel sehingga tak dapat membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang
rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga
berperan pada lebih tingginya osteoarthritis pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya
mempunyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negatif antara osteoporosis dan osteoarthritis.

2.7 Gejala Klinis


Manifestasi klinis dari osteoarthritis biasanya terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya
persedian akan terasa nyeri, kemudian nyeri tersebut akan menjadi persisten atau menetap,
kemudian diikuti dengan kekakuan sendi terutama saat pagi hari atau pada posisi tertentu pada
waktu yang lama. Tanda kardinal dari osteoarthritis adalah kekakuan dari persediaan setelah
bangun dari tidur atau duduk waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau lebih
persendiaan, terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian digerakkan.14
Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot. Terdapatnya luka
mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering ditemukan dan dalam cairan sendi
superfisial, penebalan synovial atau osteofit dapat teraba. Pergerakkan selalu terbatas, tetapi
sering dirasakan tidak sakit pada jarak tertentu; hal ini mungkin disertai dengan krepitasi.
Beberapa gerakkan lebih terbatas dari yang lainnya oleh karena itu, pada ekstensi panggul,

8
abduksi dan rotasi interna biasanya merupakan gerakan yang paling terbatas. Pada stadium lanjut
ketidakstabilan sendi dapat muncul dikarenakan tiga alasan: berkurangnya kartilago dan tulang,
kontraktur kapsuler asimetris, dan kelemahan otot.15
Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tidak dapat didasarkan hanya pada
satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas berdasarkan
prinsip GALS (gait, arms, legs, spined) dengan memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda
sebagai berikut:6,16
a) Nyeri sendi
Merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada osteoarthritis merupakan
nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada pergerakkan dari sendi yang
terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dapat menjalar (radikulopati)
misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten merupakan nyeri
menjalar ke arah betis pada osteoarthritis lumbal yang telah mengalami stenosis spinal.
Predileksi osteoarthritis pada sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I), Metatarsophalangeal I
(MTP I), sendi apofiseal tulang belakang lutut dan paha.
b) Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena duduk di
kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan sering disebutkan kaku
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
c) Hambatan pergerakkan sendi
Hambatan pergerakkan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara
perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi.
d) Krepitasi
Rasa gemertak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
e) Perubahan bentuk sendi
Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa perubahan
bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi
yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berjalan dan perubahan
pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada lutut atau tangan mengalami perubahan
bentuk membesar secara perlahan-lahan.
f) Perubahan gaya berjalan

9
Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir semua
pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan gaya
berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri.

2.8 Klasifikasi
Secara radiologis, osteoarthritis diklasifikasikan menjadi 5 grade yaitu 0-4, menurut
Kellgren-Lawrence dibedakan berdasarkan gambaran osteofit, jarak antar sendi, sclerosis
subkondral dan kista yang terbentuk.17

Tabel 1. Klasifikasi derajat osteoarthritis lutut berdasarkan Kellgren-Lawrence. 17


Grade Deskripsi
0 Normal tidak ada gambaran osteoarthritis
1 Meragukan gambaran sendi normal, tetapi terdapat osteofit
Minimal
2 Ringan osteofit kecil, kemungkinan penyempitan sendi
3 Sedang osteofit sedang, deformitas ujung tulang, dan celah
sendi sempit
4 Berat osteoartritis berat dengan osteofit besar, deformitas
ujung tulang, celah sendi hilang, serta adanya
sklerosis dan kista subkondral

2.9 Diagnosis
Klasifikasi diagnosis osteoarthritis berdasarkan kriteria American College of
Rheumatology (ACR).14
 Berdasarkan kriteria klinis:14
 Nyeri sendi lutut,
Dan paling sedikit 3 dari 6 kiteria di bawah ini:
a) Krepitus saat gerakan aktif
b) Kaku sendi <30 menit
c) Umur >50 tahun
d) Pembesaran tulang sendi lutut
e) Nyeri tekan tepi tulang
f) Tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut
Sensitivitas 95% dan spesifitas 69%.
10
 Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis:
Nyeri sendi lutut dan adanya osteofit
Paling sedkit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
a) Kaku sendi <30 menit
b) Umur >50 tahun
c) Krepitus pada gerakan sendi aktif
Sensitvitas 91% dan spesifitas 86%
 Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi lutut
Dan
Paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut ini:
a) Usia >50 tahun
b) Kaku sendi <30 menit
c) Krepitus pada gerakan aktif
d) Nyeri tekan tepi tulang
e) Pembesaran tulang
f) Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena
g) LED <40 mm/jam (laju endap darah
h) RF <1:40 (Rheumatoid factor)
i) Analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%

2.10 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah meredakan nyeri ,
mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan
meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas penyakit, mencegah terjadinya
komplikasi. Penatalaksanaan osteoarthritis pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi
mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena.

11
 Terapi non-farmakologis:14,15
a) Edukasi
Memberitahu tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak
bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai.
b) Menurunkan berat badan: bila berat badan berlebih (BMI >25), dilakukan
program penurunan berat badan minimal 5% dari berat badan, dengan target BMI
18,5-25.
c) Fisioterapi dan rehabilitasi
Untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankan kekuatan otot serta ROM.
Latihan yang dianjurkan adalah latihan ROM pada sendi yang terlibat dan latihan
isometric untuk membantu membentuk otot-otot yang mendukung sendi tersebut.
Pada latihan-latihan isotonic sebaiknya tidak dilakukan dengan tahanan karena
dapat memberatkan sendi.
d) Mengurangi aktivitas yang membebani sendi
Penderita osteoarthritis dianjurkan untuk istirahat yang teratur untuk mengurangi
penggunaan beban pada sendi.
e) Kompres bagian sendi osteoarthritis dengan air hangat
Pemakaian terapi panas berguna untuk mengurangi nyeri, mengurangi spasme
otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon.
f) Pembedahan
Tindakan operasi dilakukan apabila:
- Nyeri tidak dapat diatasi dengan terapi farmakologis dan tindakan lokal
- Sendi tidak stabil karena terjadi subluksasi atau deformitas
- Didapatkan kerusakan sendi tingkat lanjut
- Ditujukan untuk mengkoreksi beban pada sendi agar distribusi beban terbagi
sama rata
Prosedur operasi yang dapat dilakukan adalah arthroscopic debridement joint
lavage, osteotomy, atroplasti sendi total. Bedah artroskopi memungkinkan
pelaksanaan berbagai macam prosedur operasi dengan morbidits yang lebih kecil
daripada operasi biasa. Prosedur osteotomy dipakai untuk mengobati

12
osteoarthritis lutut yang mempengaruhi satu kompartemen saja.

 Terapi farmakologis:6,16,18
a) Obat sistemik
- Analgesik oral non-opiat
Untuk osteoarthritis dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, berdasarkan
ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan asetaminofen
(parasetamol) sebagai obat pertama. Pilihan lainnya adalah OAINS misalnya
aspirin, ibuprofen yang berguna untuk menghilangkan nyeri dan mengontrol
sinovitis.
- Agen kondroprotektif
Obat-obatan yang dapat melakukan perbaikan (repair) atau mempertahankan
tulang rawan sendi pada pasien osteoarthritis. Obat-obatan dalam kelompok
ini dibagi menjadi Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau
Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Kelompok obat ini
adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan,
vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.
b) Obat topikal
- Krim rubefacients dan capsaicin.
- Krim NSAIDs
c) Injeksi intraartikular/intralesi
Injeksi intra articular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama
dalam penanganan osteoarthritis. Penggunaan steroid intraartikular pada
penanganan OA genu sudah dikerjakan sejak lama. Triamcinolone merupakan
sediaan yang paling sering digunakan. Beberapa studi menyatakan bahwa
kortikosteroid efektif dalam menurunkan rasa nyeri, namun hanya bersifat
sementara (<4 minggu). Penggunaannya secara jangka panjang diduga dapat
menyebabkan kerusakan pada kartilago karena bersifat kondrotoksik.
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intraartikular yakni penanganan
simtomatik dengan steroid dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan hialuronan
untuk modifikasi perjalanan penyakit.

13
- Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetanide dan methyl prednisolone)
- Asam hialuronat

Gambar 1. Rekomendasi Terapi Farmakologi pada Osteoarthritis14

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang timbul bergantung pada lokasi sendi yang mengalami osteoarthritis dan
bagaimana proses perbaikan yang terjadi selama dilakukan terapi. Beberapa penyulit yang
diakibatkan oleh berbagai patologi adalah efusi synovial, osteofit, dan degenerasi jaringan sekitar
sendi. Kerusakan sendi pada osteoarthritis dapat mengakibatkan malalignment dan subluksasi.
Penyempitan celah sendi asimetris mengakibatkan varus atau valgus. Fragmentasi permukaan
sendi yang terjadi berupa debris pada kavum synovial atau osteochondral bodies yang tetap
melekat pada permukaan sendi asalnya. Pada sendi lutut, efusi synovial dapat menyebabkan kista

14
Baker pada fosa poplitea.14
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Studi


3.1.1 Identitas Pasien
Nama Penderita : Ny. CT
Tanggal lahir : 28 Maret 1969 (52 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kamboja no.25, Ternate
Pekerjaan : Wirausaha
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal pemeriksaan : 02-08-2021
Anamnesis : Autoanamnesis

3.1.2 Anamnesis
Nyeri pada kedua lutut sejak 10 tahun yang lalu.
3.1.3 Keluhan Tambahan
Bunyi krepitasi saat pasien menggerakan kedua lutunya.
3.1.4 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada kedua lutut sejak 10 tahun yang laluNyeri yang dirasakan
tidak setiap hari, namun seminggu bisa lebih dari dua kali. Nyeri terasa seperti pegal
biasa namun terutama pada bagian samping lutut dalam. Nyeri dikatakan makin
memberat saat pasien banyak aktivitas, namun nyeri akan sedikit berkurang saat istirahat.
Pasien merasa lututnya berbunyi saat digerakkan. Keluhan lain seperti kaku, bengkak
atau kemerahan pada lutut tidak ada. Keluhan lain seperti demam (-), nyeri kepala (-),
batuk (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).

3.1.5 Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada.

15
3.1.6 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengeluh penyakit yang sama dengan pasien.

3.1.7 Riwayat Pengobatan


Pasien pernah disuntik cairan pelumas di kedua lutut di RS X di Semarang pada dua
tahun. Penyuntikan hanya sekali. Pasien mengatakan biasanya akan mengkonsumsi asam
mefenamat 500 mg bila lutut terasa nyeri.

3.1.8 Riwayat Pribadi dan Sosial


• Pola makan pasien 2-3x dalam sehari, makanan bervariasi, tidak ada pantangan makan.
Pasien suka sekali memakan buah-buahan, setidaknya pasien akan memakan buah 2 hari
sekali. Selain itu pasien juga suka mengkonsumsi lumisan seperti pisang goreng dan kue
basah. Pasien menghabiskan waktunya sehari-hari dengan berkerja di dapur untuk
membuat pesanan kue pelanggan setiap hari. Tidak ada olahraga rutin yang dilakukan
karena merasakan nyeri pada sendi lututnya setelah beraktivitas lama. Terkadang
melakukan lari sore 2 minggu sekali sekitar 30 menit. Dalam satu bulan setidaknya satu
kali pasien berkumpul bersama keluarga besar, dan setiap tahun pasien akan berangkat ke
luar kota untuk melihat orang tuanya. Tidak ada rekreasi rutin bersama keluarga inti, dan
dalam beberapa bulan terakhir pasien tidak pergi keluar kota karena sedang masa
pandemi. Pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi rokok dan alkohol.

3.1.9 Riwayat Hubungan dengan Keluarga


Pasien tinggal bersama suaminya dan 1 pembantu. Ketiga anak pasien sudah diluar kota
untuk bersekolah. Hubungan pasien dengan keluarga kecil maupun besar terjalin sangat
baik.

3.2 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan Umum : Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Indeks masa tubuh (IMT) : 28,9 (Obesitas I)

16
 Tanda-tanda Vital
- Tekanan Darah : 115/70mmHg
- Nadi : 80x/menit (regular, kuat angkat)
- Pernapasan : 20x/menit (regular, abdomino thorakalis)
- Suhu : 36,6 ºC
 Status Lokalis Ekstremitas Inferior Regio Artikulasio Genu Dekstra dan Sinistra
- Look: bentuk simetris, warna kulit sama dengan sekitarnya hiperemis (-/-),
pembengkakan (-/-), edema (-/-)
- Feel: tidak ditemukan benjolan maupun pembengkakan (-/-), krepitasi (-/-), nyeri
tekan (-/-), tidak teraba hangat (-/-)
- Move: fleksi dan ekstensi dalam batas normal, range of movement tidak terbatas.

3.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan: pemeriksaan kembali rontgen genu sinistra AP-
Lateral untuk mengetahui grade OA sekarang.

3.4 Diagnosis
Osteoarthritis genu bilateral

17
3.5 Penatalaksanaan Awal dan Edukasi
3.5.1 Health Promotion: Memberikan edukasi ke pasien mengenai penyakit osteoarthritis dapat
disebabkan oleh proses penuaan dimana terjadi kerusakan tulang rawan sendi, terutama
pada sendi besar yang menanggung beban tubuh, faktor resiko serta cara pencegahan
yaitu dengan menjalankan pola hidup yang sehat dengan membatasi konsumsi makan
kacang-kacangan karena dapat mempengaruhi penigkatan pada asam urat yang
berpengaruh pada sendi. Pasien disarankan agar dapat membatasi konsumsi makanan,
sehingga berat badan dapat diturunkan dan tidak lupa berolahraga. Jelaskan kepada pasien
untuk jangan lupa mengistirahatkan kaki, dan memberi pasien dorongan untuk berobat.
Mengedukasi keluarga pasien agar lingkungan sekitar pasien dijaga untuk melindungi
pasien dari cedera, misalnya kerapian rumah dan lantai supaya tidak licin.
3.5.2 Spesific Protection: Program diet dan konsultasi gizi pada yang sudah mulai obesitas dan
menopause atau yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tertentu. Hati-hati agar
tidak terjatuh, karena cedera dapat membuat penyakit menjadi lebih buruk. Menghindari
aktivitas fisik yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari seperti naik-turun tangga.
3.5.3 Early Diagnosis and Prompt Treatment: Jika di keluarga pasien ada yang mengalami
keluhan nyeri pada sendi lutut, siku ataupun panggul agar segera memeriksakan diri ke
fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Karena penyakit osteoarthritis lebih mudah
dialami oleh orang yang memiliki faktor risiko genetik (dikeluarga ada yang mengalami
osteoarthritis). Segera berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan begitu ada gejala walau
sedikit konsultasi ke dokter dan konsumsi obat nyeri jika keluhan nyeri dirasakan.
3.5.4 Disability Limitation: Pengobatan dan perawatan yang sesuai agar tidak terjadi
komplikasi, atau setidaknya dapat melihat kemungkinan komplikasi agar tidak
berkembang lanjut dengan cara kontrol rutin ke fasilitas layanan kesehatan. Jika
dirasakan nyeri semakin bertambah agar segera memeriksakan diri ke dokter agar bisa
dilakukan pemeriksaan radiologi untuk mengetahui progesivitas penyakit. Perbaikan
fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan
yang lebih intensif atau mengikuti saranuntuk dirujuk ke tingkat yang lebih tinggi dan
memiliki peralatan medis yang lebih lengkap. Mematuhi anjuran dokter untuk melakukan

18
pengobatan dan kontrol teratur.

3.5.5. Rehabilitation: Bertujuan untuk menurunkan progresifitas penyakit seperti diet makanan
sehari-hari untuk menurunkan berat badan agar menjadi dan tetap ideal, melakukan
olahraga ringan agar dapat menurunkan berat badan agar beban terhadap sendi lutut bisa
turun. Pasien diminta untuk tetap melakukan kontrol secara rutin ke fasilitas layanan
kesehatan untuk dilakukan pemantauan pengobatan dan melihat perkembangan penyakit.

3.6 Prognosis

 Ad Vitam : Dubia ad bonam

 Ad Functionam : Dubia ad bonam

 Ad Sanationam : Dubia ad bonam

3.7 Pendekatan Holistik


3.7.1 Profil Keluarga
Pasien Ny. ET memiliki satu orang suami dan tiga orang anak perempuan yang tinggal
diluar kota (1 Polwan, 1 mahasiswi ekonomi, 1 mahasiswi akuntansi). Saat ini pasien tinggal
bersama suaminya dan seorang pembantu. Ny. ET adalah wirausaha usaha dagang kue.
3.7.2 Karakteristik Demografi Keluarga

 Identitas kepala keluarga : Tn. JY

 Identitas pasangan : Ny. ET

 Alamat : Jl. Kamboja no.25, Ternate

Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


Hubungan Keadaan
Jenis Pendidikan
No Nama dengan Umur Pekerjaan Agama Kesehata Imunisasi
Kelamin Terakhir
pasien n saat ini
Wiraswast
1. JY Suami L 54 SMA Kristen Sehat Lengkap
a
Ibu Rumah
2. ET Istri P 52 SMA Kristen Sehat Lengkap
Tangga
3. MJ Pekerja P 45 SD PRT Kristen Sehat Lupa

19
Rumah
Tangga

3.7.3 Genogram

Keterangan:

: Keluarga Ny. ET

: Penderita

: Laki-laki Sehat

: Laki-laki Meninggal

: Perempuan Sehat

: Perempuan Meninggal

 Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah Nuclear Family yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan
anak kandung. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas dirumah, terutama di dapur untuk
membuat pesanan kue basah dan kering setiap hari.
 Hubungan Anggota Keluarga
Tn. JY dan Ny. ET merupakan pasangan suami istri dengan tiga orang anak. Hubungan
antar anggsota cukup baik, mereka sering berkumpul, dan komunikasi antar keluarga
terjalin dengan baik, tidak ada individu yang dominan.

20
3.7.4 Penilaian Status Sosisal dan Kesejahteraan Hidup
Keadaan Rumah Pasien di Jl. Kamboja no.25, Ternate
Status kepemilikan rumah: Milik Sendiri

Daerah perumahan : Tidak Padat


Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah: 12 x 15 m2 Keluarga Ny.ET tinggal di rumah
dengan kepemilikian rumah pribadi.
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 3 orang
Ny. ET tinggal dalam rumah yang
sedang dengan lingkungan rumah
Luas halaman rumah : 2 x 3 m2
yang cukup luas dengan ventilasi
Lantai rumah dari : granite
udara dan cahaya yang baik dan
Dinding rumah dari : Beton semen
dihuni oleh 3 orang. Dengan
Venitlasi udara : baik penerangan listrik 5500 watt. Air
PDAM sebagai sarana air bersih
Jamban keluarga : ada dua
Tempat bermain : tidak ada keluarga.

Penerangan listrik : 5500 watt


Penerangan matahari : baik

Ketersediaan air bersih : ada (PDAM)

Sumber Air minum: Galon aqua

Tempat pembuangan sampah : ada didalam


rumah dan diluar rumah (petugas kebersihan
mengambil sampah setiap sore)

21
3.7.5 Kepemilikan barang-barang berharga
Keluarga Ny. ET memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara lain yaitu, dua buah AC
di dua kamar tidur, dan satu buah AC pada ruang tamu, dua buah televisi satu di kamar tidur dan
satu di ruang tamu, empat kipas angin di dapur, satu buah rice cooker, satu buah dispenser di
dapur, delapan buah kompor minyak, sepuluh buah oven gas, dan delapan buah kulkas.

3.7.6 Penilaian Perilaku Kesehatan


 Jenis tempat berobat : Rumah Sakit
 Asuransi/Jaminan Kesehatan : BPJS dan Asuransi

3.7.8 Pola Konsumsi Keluarga


Keluarga Ny. ET memiliki kebiasaan makan dua hingga tiga kali dalam sehari dengan
menu makanan sehari-hari yang bervariasi. Menu makanan yang biasa disajikan di rumah
pasien terdiri dari nasi, sayur, dan lauk (digoreng, direbus, di kukus) yang di masak sendiri.
Lauk yang paling sering dikonsumsi adalah ikan dan terkadang ayam. Konsumsi buah-
buahan sering, dalam seminggu bisa lebih dari tiga kali mengkonsumsi buah-buahan, yang
disukai seperti jambu, jeruk, pisang, anggur, rambutan, mangga ataupun apel. Keluarga
pasien terkadang membeli makanan warung atau restoran seperti, mie goreng atau kuah,
nasi kuning, ayam lalap. Jarang untuk membeli cemilan manis seperti martabak, roti bakar,
cemilan yang sering berupa kauaci dan pisang goreng.

Minuman,
Menu Pagi Menu Siang Menu Malam
Cemilan
Teh manis, air
Hari Nasi – ikan goreng
Teh manis+roti manis - mineral;
Pertama – sambal- sayur
Mangga madu
Nasi – telur bulat
Hari Air mineral;
Bubur+abon ikan balado goreng – Indomie kuah
Kedua Jeruk
sayur sop
Hari
Nasi – ikan bakar-
Ketiga Nasi kuning Soto makassar Air mineral
tumis kangkung

Hari Roti gandum + selai Nasi – sayur Nasi goreng Air mineral;

22
nangka – ikan
Keempat stroberi jambu
goreng
Nasi – perkedel –
Hari Air mineral;
- ikan kuah kuning – Nasi – telur goreng
Kelima apel
sayur asem
Nasi – ikan gula
Hari Nasi – ikan gula Es buah, air
Kue bolu merah – sayur
Keenam merah mineral
jantung pisang
Nasi – sayur asem – The manis,
Hari
Nasi goreng ikan ikan goreng – Ketoprak air mineral;
Ketujuh
tempe goreng Pisang goreng

3.8 Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)


Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan
oleh Rosan, Guyman dan Leyton dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga, antara lain:
 Adaptation: Tingkat kepuasaan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
 Partnership: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
 Growth: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga.
 Affection: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi
emosional yang berlangsung.
 Resolve: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi
waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0

Total Skor:
Skor 8-10 = Fungsi keluarga sehat

23
Skor 4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
Skor 0-3 = Fungsi keluarga sakit

Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita


Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No. Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
(2) Pernah
(1)
(0)
1. Adaptation (Adaptasi)
Saya puas bahwa saya dapat kembali

kepada keluarga saya, bila saya
menghadapi masalah
2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan cara-cara keluarga

saya membahas serta membagi masalah
dengan saya

3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas bahwa keluarga saya √
menerima dan mendukung keinginan
saya melaksanakan kegiatan dan
ataupun arah hidup yang baru
4.
Affection (Kasih Sayang)

Saya puas dengan cara-cara keluarga



saya menyatakan rasa kasih sayang dan
menanggapi emosi
5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan cara keluarga saya √
membagi waktu bersama
Total Skor 9

24
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 9 ini menunjukkan Fungsi keluarga sehat.

3.9 Fungi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologis
 Sosial
Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara, partisipasi
mereka dalam masyarakat dan lingkungan setempat sangat baik. Keluarga pasien
berinteraksi baik dengan tetangga disekitar rumahnya.
 Kultural

Kepuasan dan kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari sehari-
hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan. Keluarga pasien sehari-hari
berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Pasien adalah orang Indonesia
yang makanan pokoknya adalah nasi. Pasien menyukai makan gorengan
sehingga menyebabkan obesitas.
 Religius
Pemahaman dan penerapan terhadap ajaran agama sangat baik. Ny. ET dan seluruh
keluarganya setiap pagi dan malam sebelum tidur selalu membaca renungan dan berdoa
bersama. Selain itu Ny. ET dan seluruh keluarganya rajin mengikuti kegiatan gereja
setiap hari Minggu. Ny ET juga merupakan salah satu anggota Majelis inti di dalam
gereja.
 Ekonomi
Ekonomi keluarga ini tergolong cukup, seluruh kebutuhan primer dan kebutuhan
sekunder sudah dapat terpenuhi, namun tetap menerapkan skala prioritas untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
 Edukasi
Pendidikan anggota keluarga sudah cukup baik. Ny. ET dan Tn. JY merupakan lulusan
SMA. Anak ke-1 Polwan dan anak ke-2 dan ke-3 merupakan mahasiswa aktif.

 Medikasi
Pembiayaan pelayanan kesehatan sudah cukup baik. Pasien dan keluarganya biasanya

25
menggunakan BPJS atau Asuransi dari Bank.

BAB IV
Analisa Kasus

26
4.1 Faktor Perilaku
Faktor perilaku pasien dan keluarga dalam keseharian kurang lebih sama. Sehingga rata-
rata status gizi keluarga pasien masih masuk dalam kategori obesitas. Pola makan pasien juga
kurang baik dan hal tersebut yang dapat memicu terjadinya kelebihan berat badan. Saat ini
pasien sudah mulai mengurangi jumlah porsi makan dan mengurangi konsumsi snack ataupun
jajanan lainnya diantara jam makan. Jumlah nasi putih yang dikonsumsi juga sudah mulai
dikurangi. Aktivitas sehari-hari pasien juga tergolong aktivitas yang sedang-berat yaitu setiap
hari bekerja di dapur untuk mencetak kue kering dan membuat adonan kue basah. Proses
pembuatan kedua kue tersebut rata-rata melalui proses pematangan menggunakan oven, sehingga
pasien cukup banyak kegiatan berdiri untuk mengecek kematangan kue. Pasien jarang
berolahraga secara rutin karena terlalu lelah akan pekerjaannya dan mengeluhkan nyeri pada
lutut setelah bekerja. Perilaku tersebut tentunya rentan untuk memicu perburukan osteoarthritis
pasien. Dari hasil IMT juga pasien tergolong obestitas derajat I. Dimana obestitas juga
merupakan faktor risiko dan faktor yang dapat memperburuk progresifitas terjadinya
osteoarthritis. Pasien terakhir pergi ke dokter 2 tahun lalu. Sampai sekarang pasien tidak lagi
pergi melakukan kontrol ke dokter, pasien hanya meminum obat anti nyeri bila kakinya terasa
nyeri.

4.2 Faktor Lingkungan


Lingkungan rumah Ny.ET terlihat bersih. Berdasarkan luasnya, tempat tinggal termasuk
baik dan layak huni karena cukup besar untuk dihuni oleh 4 orang. Namun, bila pesanan kue
banyak, terutama hari lebaran, ada pembantu tambahan yang berkerja di pagi sampai sore hari.
Bila luas bangunan yang tidak sebanding dengan penghuninya akan menyebabkan rumah terlalu
padat orang dan dapat berisiko terhadap kesehatan terutama untuk transmisi penyakit menular.
Rumah terdiri dari dua kamar tidur, dua kamar mandi, satu ruang tamu, satu dapur, satu ruang
makan, satu tempat pembuatan kue, satu gudang, satu ruang makan, garasi hanya dipakai untuk
memarkir satu motor, kendaraan mobil diparkir di halaman depan rumah. Jumlah ventilasi dan
jendela cukup dan berfungsi baik sehingga sirkulasi udara di tempat tinggalnya cukup baik.
Ventilasi yang ada di tempat tinggal bertujuan agar kelembapan ruangan tidak naik karena proses
penguapan cairan dari kulit. Terutama di daerah dapur yang memiliki suhu ruang yang lebih

27
tinggi karena uap panas saat pemakaian oven. Adanya kelembapan akan menjadi media yang
baik untuk bakteri-bakteri patogen. Ventilasi juga bertujuan membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri terutama bakteri patogen. Lingkungan tempat tinggal Ny. ET juga tidak padat
penduduk. Pencahayaan tepat tinggal pasien sudah cukup baik, karena setiap ruangan sudah
terdapat lampu yang dapat menyala dan cahaya matahari yang dapat masuk dengan baik ke
dalam rumah. Cahaya matahari yang masuk dapat membantu membunuh bakteri-bakteri patogen
di dalam rumah seperti bakteri mycobacterium tuberculosis. Jamban atau kamar mandi juga
merupakan jamban miliki pribadi sehingga kebersihan lebih baik dan mengurangi risiko
terjadinya penularan penyakit. Tempat tinggal Ny. ET juga selama ini tidak pernah mengalami
banjir, tidak dekat pabrik. Untuk pembuangan sampah, setiap hari terdapat tukang sampah yang
mengambil sampah-sampah miliknya. Air minum yang digunakan juga berasal dari air galon
baru. Sedangkan air untuk kebutuhan sehari-hari sudah menggunakan air PAM. Selain itu,
kebersihan tempat tinggal pasien juga baik karena selalu dibersihkan (disapu dan dipel) setiap
hari oleh pasien dan juga dibantu pembantunya. Kebersihan rumah juga harus terjaga karena
tempat tinggal yang kotor tentu sangat tidak nyaman untuk dihuni dan dapat menjadi tempat
berkembang biak kuman penyakit. Keadaan lingkungan sosial pasien bisa terbilang baik. Hal ini
dapat dilihat dari hubungan antara pasien dengan tetangga maupun keluarganya yang sangat
harmonis.
Dari beberapa hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan fisik tempat tinggal Ny.
ET dapat dikatakan cukup baik dan belum memenuhi beberapa syarat rumah sehat. Hal ini
karena lingkungan rumah Ny. ET yang menampung pekerja tambahan yang melebihi kapasitas
menampung rumah disaat jam kerja pagi sampai sore, hal ini menyebabkan kurangnya konsumsi
oksigen serta apabila terdapat salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah
menular, sekalipun ventilasi udara sudah cukup baik pada setiap ruangan, pengoptimalan sinar
matahari yang masuk kedalam ruangan, luas bangunan rumah yang cukup untuk penghuni di
dalamnya, pencahayaan rumah yang cukup, dan kebersihan rumah terjaga. Selain itu, pemarkiran
mobil di depan rumah tidak memenuhi syarat rumah sehat, karena tidak di parkir di garasi.
Keadaan lingkungan sosial Ny. ET bisa terbilang baik.hal ini dapat dilihat dari hubungan antara
pasien dengan tetangga maupun keluarganya yang sangat harmonis.

28
4.3 Faktor Pelayanan Kesehatan
Di dekat lingkungan tempat tinggal Tn. AS dapat dijumpai dengan mudah pelayanan
kesehatan rumah sakit. Kemudahan akses menuju rumah sakit juga membantu Ny.ET untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Pasien sendiri mengaku jarang kontrol ke dokter
karena terlalu lelah akibat pekerjaan yang ia jalankan sehari-hari sebagai pedagang kue. Pasien
memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang penyakitnya sehingga tentunya pasien paham
untuk mencari bantuan medis ketika merasa penyakitnya semakin memberat. Tingkat ekonomi
pasien juga dikatakan cukup mampu sehingga tentunya cukup mudah dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan.

4.4 Faktor Genetik


Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita osteoarthritis merupakan faktor risiko
bagi keluarga pasien untuk menderita osteoarthritis walaupun faktor genetik bukanlah faktor
penyebab utama untuk terjadinya osteoarthritis. Hal ini disebabkan faktor genetik dapat
meningkatkan risiko seseorang mengalami osteoarthritis semakin tinggi. Terlebih jika ditunjang
dengan perilaku atau pola hidup yang tidak sehat. Selain itu, anak pasien juga harus lebih
berhati-hati dan waspada karena memiliki risiko untuk menderita osteoarthritis lebih tinggi
daripada seseorang yang tidak ada riwayat keluarga yang menderita osteoarthritis. Sehingga anak
pasien perlu pencegahan agar tidak mengembangkan penyakit osteoarthritis. Oleh karena itu
dianjukan kepada seluruh anggota keluarga, terutama anak pasien untuk melakukan pola makan
sehat dan menjaga berat badan agar tetap ideal sesuai dengan indeks masa tubuh untuk mencegah
terjadinya osteoarthritis semasa tua nanti.

4.5 Anjuran untuk Pasien dan Anggota Keluarga


Sebagai penderita osteoarthritis, Ny. ET dianjurkan untuk rutin kontrol ke fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai jadwal yang ditentukan oleh dokternya untuk melihat progresifitas
dari penyakitnya tersebut. Faktor risiko obesitas sebagai cerminan dari faktor perilaku sebaiknya
diubah untuk mencegah terjadinya perburukan osteoarthritis pasien. Sedangkan untuk keluarga
faktor obesitas ini dapat menimbulkan berbagai penyakit di kemudian hari sehingga perlu
dilakukan upaya pencegahan lebih dini. Beberapa anjuran yang dapat diberikan untuk mengatasi
hal ini adalah dengan melakukan diet seimbang sesuai kebutuhan kalori total harian dan takaran

29
penukar bisa dilihat dari berbagai sumber. Ubah frekuensi makan menjadi lebih sering dengan
porsi kecil. Selain itu perbanya aktivitas fisik. Pasien juga diharapkan untuk tidak lupa
menyelingi istirahat kaki saat aktivitas agar tidak memperberat penyakitnya. Pasien dianjurkan
melakukan diet kalori agar dapat membantu menurunkan berat badannya.
Pada keluarga pasien terutama anak yang juga beresiko menderita osteoarthritis di
kemudian hari, dianjurkan untuk hidup sehat sedini mungkin secara teratur dan hidup dengan
pola makan yang sehat. Selain itu, olahraga secara rutin juga perlu untuk mendapatkan indeks
massa tubuh yang ideal agar mengurangi resiko menderita osteoarthritis.

30
BAB V
Kesimpulan

5.1 Kesimpulan
Menurut Teori Blum bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu
genetik, perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Dimana unsur-unsur tersebut saling
berinteraksi dan saling terkait satu sama lain, juga mengacu pada kemampuan mengetahui,
mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan kesehatan individu.
Dari hasil anamnesia pasien lewat zoom didapatkan bahwa pasien mempunyai penyakit
osteoarthritis genu bilateral. Faktor pencetus terjadinya osteoarthritis pada pasien terdiri dari
beberapa faktor, yaitu dari faktor usia, obesitas, aktivitas berdiri yang banyak, dan pola konsumsi
harian yang kurang sehat. Pasien masih belum dapat menerapkan pola hidup sehat, melakukan
diet untuk menjaga berat badan normal, dan melakukan olahraga secara teratur.
Selain itu dari hasil anamnesia kondisi kesehatan keluarga pasien (suami dan anak)
adalah sehat. Walaupun demikian perlu jadi perhatian bagi anak-anak pasien untuk kemungkinan
menderita osteoarthritis dikemudian hari, mengingat adanya risiko genetik untuk osteoarthritis.
Maka itu, faktor perilaku pada keluarga ini memiliki peranan yang sangat besar untuk mencegah
ataupun mengontrol penyakit osteoarthritis. Untuk istri pasien juga dianjurkan melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin, melakukan lebih banyak aktivitas fisik ringan-ringan dan aktivitas
kognitif untuk mencegah kepikunan.
Dilihat dari hasil gambaran rumah pasien, didapatkan bahwa tempat tinggal pasien ada
beberapa hal yang tidak memenuhi syarat rumah yang sehat. Yang memenuhi yaitu ventilasi,
penerangan rumah baik, sering dibersihkan, terdapat tempat jamban tersedia dengan sabun,
tempat cuci dan sumber air adalah dari air PAM, dan tidak ditemukan sumber pencemaran air.
Yang tidak memenuhi syarat yaitu penampungan pekerja di jam kerja pagi sampai sore melebihi
kapasitas penampung rumah, dan lokasi pemarkiran mobil tidak pada garasi.
Maka karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di Puskesmas, sebaiknya dapat
memberikan komunikasi, informasi dan edukasi perorangan untuk memperbaiki pola hidup
pasien, serta menerapkan prinsip kedokteran keluarga yaitu komperhensif (promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif).

31
LAMPIRAN

Bagian Depan Rumah

1. Tampak rapih dan bersih, tidak ada sampah yang berserakan


2. Garasi hanya untuk motor luas, mobil parikir di depan rumah

Ruang Tamu

1. Jendela dan pintu: selalu dibuka, berfungsi sebagai tempat cahaya masuk (sirkulasi
baik dan penerangan baik)
2. Kursi: bantal kursi selalu dijemur dan dibersihkan setiap 2 minggu sekali
3. Pencahayaan matahari pagi baik, penerangan cukup

32
Kamar Tidur

1. Dihuni oleh 2 orang


2. Jendela selalu dibuka pada pagi hari (sirskulasi udara baik)
3. Pencahayaan matahari pagi, penerangan lampu cukup
4. Kamar dibersihkan setiap hari
5. Sprei, selimut, dan sarung bantal dicuci setiap dua minggu sekali
6. Bantal rutin dijemur
7. Gorden dicuci setiap satu bulan sekali

33
Kamar Mandi

1.
Terdapat jendela kecil (penerangan dan sirkulasi udara baik)
2. Kamar mandi selalu dibersihkan setiap hari
3. Kondisi air di bak mandi jernih dan tidak berbau
4. Kamar mandi aktif yang digunakan hanya 1

34
Dapur

1. Sirkulasi udara baik


2. Cahaya matahari masuk melalui bagian samping rumah, penerangan lampu cukup
3. Perabotan yang ada didapur banyak, akses baik

Ruang Makan

1. Perabotan yang ada di ruang makan tidak banyak, sehingga akses baik
2. Sirkulasi udara cukup (didapat dari area depan rumah)
3. Penerangan dari cahaya dan lampu baik

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I. Osteoartiritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Ed V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2. Putra A, Nurmalasari Y, Anita T. Gambaran klinis osteoarthritis primer pada usia 40-60
pada laki-laki dan perempuan di rsud dr. h. abdul moelek provinsi lampung tahun 2018.
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. 2018; 5(3). 188-194.
3. Widhiyanto L, Desnantyo AT, Djuari L, Kharismansha M. Correlation between knee
osteoarthritis (oa) grade and body mass index (bmi) in outpatients of orthopaedic and
traumatology departement rsud dr. Soetomo. Journal Orthopaedi and Traumatology
Surabaya. 2017; 6(2): 24-32.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. RISKESDAS 2007. 2008. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
5. Sundaru H, Sukamto. Osteoartritis, dalam: buku ajar penyakit dalam. Ed 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2006.
6. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteartritis. Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi Ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
7. Harrison TR, Resnick WR, et al. 2018. Harrison’s Principles of Internal Medicine 20 th Ed.
NewYork: MCGrawHill.
8. Pratiwi AI. Diagnosis and treatment osteoarthritis. J Majority. 2015; 4(4): 10-7.
9. Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press
10. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis: Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–47.
11. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit arthritis reumatik.
Jakarta: Depkes; 2006.
12. Nugraha AS, Widyatmoko S, Jatmiko SW. Hubungan obesitas dengan terjadinya
osteoarthritis lutut pada lansia kecamatan laweyan Surakarta. Biomedika. 2015; 7(1): 15-
8.
13. Reksoprodjo. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.

36
14. Perhimpunan Reumatologi Indonesia (IRA). Rekomendasi IRA untuk diagnosis dan
penatalaksanaan osteoarthritis. Jakarta: IRA; 2014.
15. Rasjad C. Kelainan degeneratif tulang dan sendi. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi
Ketiga. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.
16. Rosani S, Isbagio H. Osteoartritis. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.
17. Joern W, Michael P, Kalus U, Brust S, Eysel P. The epidemiology, etiology, diagnosis,
and treatment of osteoarthritis of the knee. Deutsches Aeztebaltatt International. 2010;
107(9): 152-62.
18. Carter MA. Osteoarthritis. Parofisiologis Konsep Klinis dan Penyakit. Edisi keenam.
Jakarta: EGC; 2002.

37

Anda mungkin juga menyukai