Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI
KONVENSIONAL OSTEOARTHRITIS

DISUSUN OLEH:
Rizal Fauzi
1102015200

PEMBIMBING:

dr. Abdul Waris, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI – RSUD KABUPATEN BEKASI
BAB I
PENDAHULUAN

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan


kerusakan kartilago sendi. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu
mencapai 15,5 % pada pria dan 12,7% pada wanita. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan
sifatnya yang kronik-progresif, OA mempunyai dampak sosio-ekonomik yang besar, baik
dinegara maju maupun dinegara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia
di Indonesia menderita cacat karena OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak
OA akan lebih besar karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua. 1
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena meliputi
tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut, dan sendi phalangeal
metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi interphalangeal distal dan proksimal
dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-sendi yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan
tangan, siku, dan pergelangan kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di
atas dimungkinkan karena sendi-sendi tersebut mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas
sehari-hari seperti memegang/menggenggam benda yang cukup berat (memungkinkan OA
terjadi di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di lutut dan pinggul), dan lain
sebagainya. 2
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan atau
gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi kadaver pada tahun-tahun terdahulu,
perubahan struktural OA hampir universal, antara lain hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai
berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada pemeriksaan radiologis sinar-x) dan osteofit.
Banyak orang yang didiagnosis mengalami OA berdasarkan temuan radiologis tidak
menunjukkan gejala pada sendi. 2
Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung gambaran radiologis
OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di Amerika Serikat dan 6% dari
seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit
OA pada lutut. Sementara OA asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah
dibuktikan dari gambaran radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut.
Meski begitu, OA simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan sering
menghasilkan keterbatasan fungsi gerak sendi. 2
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal tersebut, OA
jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat lazim terjadi pada orang
di atas usia 60 tahun. Penyakit ini juga jauh lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada
pria. OA yang sudah didiagnosis berdasarkan temuan radiologis pada umumnya terjadi di
punggung bawah dan leher, namun nyeri punggung dan nyeri leher belum tentu dapat dikatakan
sebagai OA. Osteoarthritis pada punggung bawah dan leher dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan radiologis yaitu pemeriksaan sinar-x. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan perubahan
patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago
hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral
yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan kapsul
artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang menghubungkan
persendian. 2

2.2 Epidemiologi
Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5 % pada
pria dan 12,7% pada wanita. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-
progresif, OA mempunyai dampak sosio-ekonomik yang besar, baik dinegara maju maupun
dinegara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita
cacat karena OA. 1 Di Amerika Serikat, prevalensi osteoartritis diperkirakan akan meningkat
sebesar 66-100% pada tahun 2020. 2
Data di Indonesia, diketahui sekitar 56,7% pasien di poliklinik Rheumatologi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita salah satujenis OA. 11
Insidensi OA panggul dan lutut mendekati 200 per 100.000 orang per tahun.
Insidensi OA panggul lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki, sedangkan
insidensi OA lutut antara perempuan dan laki-laki sama. Pada laki-laki insidensi OA lutut dan
panggul meningkat sesuai dengan pertambahan umur, tetapi pada perempuan tidak berubah.
Berdasarkan data tersebut, diramalkan tiap tahun di Amerika akan terjadi insidensi setengah
juta kasus gejala OA idiopatik pada populasi kulit putih. 11

2.3 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan
biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis.
Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen,
otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi
multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga
bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
sebagainya. 2
Jejas mekanis dan kimiawi pada synovia sendi yang sering terjadi multifactorial antara
lain karena faktor umur, stress mekanis, atau penggunaan sendi yang berlebihan defek anatomik,
obesitas. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang
terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan synovial sendi yang
mengakibatkan terjadi inflamasi sendi. 1

2.4 Klasifikasi
Secara umum, osteoarthritis dikategorikan menjadi1:
1) Osteoarthritis primer (idiopatik).
2) Osteoarthritis sekunder, yaitu osteoathritis yang disebabkan trauma, komplikasi dari
penyakit lain, dan akibat deposisi kalsium pirofosfat.

Tempat Predileksi
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena meliputi
tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut, dan sendi phalangeal
metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi interphalangeal distal dan proksimal
dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-sendi yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan
tangan, siku, dan pergelangan kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di
atas dimungkinkan karena sendi-sendi tersebut mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas
sehari-hari seperti memegang/menggenggam benda yang cukup berat (memungkinkan OA
terjadi di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di lutut dan pinggul), dan lain
sebagainya. 2

Gambar 2.1 Bagian sendi yang sering menjadi tempat predileksi osteoarthritis. 2

2.5 Faktor Resiko


A. Faktor resiko sistemik 2
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan meningkatkan
kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah
kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan
(aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis.
Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan
hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang
menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap
impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls.
Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan kerentanan sendi terhadap OA.

2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA pada perempuan
usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya
hormon pada perempuan pasca menopause.
3. Faktor genetik dan herediter : OA merupakan penyakit menurun, namun bervariasi
tergantung sendi mana yang terkena penyakit ini. Namun, fenotipe OA ini sangat jarang
diturunkan bahkan beberapa studi menyatakan bahwa penyakit ini sama sekali tidak
diturunkan. Bukti yang muncul belakangan ini mengidentifikasi suatu mutasi gen yang
meningkatkan risiko tinggi terhadap OA, salah satunya adalah polimorfisme dalam
diferensiasi pertumbuhan gen faktor 5. Polimorfisme ini mengurangi kuantitas GDF5 yang
memiliki efek anabolik pada sintesis matriks tulang rawan.

B. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.

C. Faktor beban pada persendian


1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada sendi
dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi. 2

2.6 Patofisiologi
Sebuah sendi disusun atas kartilago artikular (tersusun atas kondrosit) yang dikelilingi
matriks ekstraseluler yang mengandung dua makromolekul utama yaitu kolagen tipe 2 dan
aggrecan. Kolagen tipe 2 merupakan molekul yang menentukan kekakuan kartilago,
sedangkan aggrecan merupakan proteoglikan yang berikatan dengan asam hyaluronat yang
terdiri dari glikosaminoglikan bermuatan negatif. 2
Pada kartilago yang normal, kolagen tipe 2 berikatan erat membuat molekul-molekul aggrecan
berada dalam jarak yang dekat satu sama lain. Molekul aggrecan ini melalui tolakan
elektrostatis dari muatan negatifnya memberikan kekakuan pada kartilago. Kondrosit
mensintesis elemen- elemen pada matriks, enzim yang menghancurkan matriks, sitokin dan
growth factor. Sitokin dan growth factor inilah yang mengatur keseimbangan yang
mengatur sintesis dan katabolisme matriks-matriks kartilago. Stres mekanik dan osmotik
pada kondrosit menginduksi sel-sel untuk mengubah ekspresi gen dan meningkatkan
produksi sitokin inflamasi dan enzim penghancur matriks.
Pada orang normal, metabolisme dari kartilago berjalan lambat, sintesis dan katabolisme
kartilago seimbang. Pada osteoarthritis, metabolisme kartilago berjalan sangat aktif.
Kondrosit mensintesis enzim penghancur matriks. Enzim ini menyebabkan degradasi dari
molekul kolagen tipe 2 dan aggrecan, dimana perubahan ini akan menyebabkan
ketidakseimbangan antara pembentukan dan penghancuran matriks- matriks kartilago,
menyebabkan hilangnya kekakuan dari tulang rawan sehingga lebih mudah rusak dan terkena
osteoarthritis.2
Perkembangan osteoarthritis terbagi atas 3 fase, yaitu sebagai berikut : 3
1. Fase 1 : terjadi penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit
menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim metalloproteinase yang
kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat
protease yang akan mempengaruhi proeolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi
pada penipisan kartilago.
2. Fase 2 : pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan synovia.
3. Fase 3 : proses penguraian dari produk kartilago yang meginduksi respons inflamasi
pada synovia. Produksi makrofag synovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis
factor-alpha (TNF alfa), dan metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini
memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak
adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitrite
oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur
sendi, dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi.
Perubahan arsitekstur sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada
permukaan articular menjadikan kondisi gangguan yang progresif.

2.7 Diagnosis
Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan hasil
radiografis. 1

2.7.1. Tanda dan Gejala Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi
gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (
secara radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya
penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur,
Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris (
salah satu arah gerakan saja ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago
pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari
nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi
sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembus bagian dasar tulang hingga
ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini
menimbulkan nyeri.
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band.

b. Hambatan gerakan sendi


Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.

c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi
dapat terdengar hingga jarak tertentu.
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.

f. Pembengkakan sendi yang asimetris


Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.

g. Tanda – tanda peradangan


Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada
OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai
pada OA lutut.

h. Perubahan gaya berjalan


Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan
berat badan terutama pada OA lutut.
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik.
Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada
bagian yang menanggung beban seperti lutut ).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis ).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium : dapat ditemui tanda-tanda peradangan. Tidak
ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan imunologi. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada OA umumnya menunjukan hasil yang normal, begitu pula
pemeriksaan imunologinya. 4
Tidak ada tes darah yang diindikasikan secara rutin untuk pemeriksaan pasien
dengan OA kecuali gejala dan tanda menunjukkan radang sendi. Pemeriksaan
cairan sinovial seringkali lebih membantu secara diagnostic dari sinar-x. Jika
jumlah putih cairan sinovial> 1000 per μL, artritis inflamasi atau gout atau
pseudogout mungkin, yang terakhir dua juga diidentifikasi oleh adanya kristal. 2
Laboratorium : 3
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik
2. Pemeriksaan rutin biasanya didapatkan adanya peningkatan kadar leukosit,
LED, dan CRP.
3. Pemeriksaan cairan synovia melaui artosentesis untuk mendeteksi adanya
arthritis sepsis.

Gambaran Radiologi
1. Bagian yang sering terkena OA Lutut
a. Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.
b. Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama,
tekanannya lebih besar sehingga 11amper selalu menunjukkan penyempitan
paling dini.

Gambar 2.2 Gambaran X-ray genu medial OA. 2 (Keterangan : tampak penyempitan
celah sendi (panah putih), tampak sklerotik (panah hitam), tampak osteofit (segitiga
putih)

Klasifikasi Kellgren & Lawrance 5 :


• 0 - Tidak ada
• 1 - Diragukan
• 2 - Minimal
• 3 - Sedang
• 4 – Parah

Tingkat 0 menunjukkan tidak adanya perubahan osteoartritis pada sinar-X


anteroposterior tunggal, sementara grade 2 mewakili osteoartritis yang pasti, walaupun
tingkat keparahannya minimal. 5

Gambar 2.3 Klasifikasi radiograf pada OA. 5


A. Grade 1 : meragukan, dengan gambaran sendi normal, tampak osteofit
minimal
B. Grade 2 : minimal, tampak osteofit, celah sendi menyempit
C. Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa tempat,
permukaan sendi menyempit, dan tampak sclerosis subkondral.
D. Grade 4 : Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi
menyempit secara komplit, sklerosis subkondral berat, dan kerusakan
permukaan sendi
Kista Subkondral

Gambar 2.4 OA severe dengan kista subkondral. 6 (Keterangan, 1 : permukaan


sendi suram, 2 : kista subkondral, 3: sisa kartilago

Gambar 2.5 Pewarnaan hemaetoxcylin-eosin pada caput femoris. 5 (Keterangan,


Kista subkondral (tanda panah), sclerosis dan fibrosis (tanda bintang)
Gambar 2.5 Gambaran radiologi kista subkondral. 7

2. Tulang belakang
a. Terjadi penyempitan rongga diskus.
b. Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra yang
berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar syaraf atau
kompresi medula spinalis.
c. Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrate

Gambar 2.6 Gambaran radiologi X-ray OA pada cervical. 8


Gambar 2.7 Gambaran radiologi X-ray OA pada cervical lateral. 9 (Keterangan, foramina
menyempit : tanda panah putih, facet joint menyempit : tanda panah hitam)

Gambar 2.8 Gambaran radiologi X-ray pada OA lumbar. 9 (Keterangan, osteofit : kepala
panah putih, diskus menyempit & vacuum phenomenon : tanda panah hitam, sclerosis &
facet joint menyempit : tanda panah putih)
Gambar 2.9 Gambaran radiologi X-ray pada OA lumbar. 9

3. Panggul :
a. Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan yang terlalu
berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral dan asetabular.
b. Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
c. Panggul yang sudah berat.

Gambar 3.0 Gambaran radiologi X-ray pada hip joint. 10


Gambar 3.1 Gambaran radiologi X-ray pada Hip joint. 8

4. Tangan :
a. Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
b. Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
c. Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden ).

Gambar 3.2 Gambaran radiologi X-ray pada distal interphalangeal joint. 8


Gambar 3.3 Gambaran radiologi X-ray pada proximal interphalangeal joint. 8

Gambar 3.4 Gambaran radiologi X-ray pada metacarpophalangeal joint. 8

Gambar 3.5 Gambaran radiologi X-ray pada carpometacarphal 1 joint. 8


Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat diberikan
suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria
Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga
tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi
masih terlihat normal.
Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.
Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.
Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar
dengan sklerosis pada tulang subkondral.

Tabel 1. Klasifikasi osteoartritis menurut Kellgren dan Flawrence


Klasifikasi osteoartritis berdasarkan pemeriksaan radiologis menurut
Kellgren dan Flawrence

Tingkatan 0 1 2 3 4
Radiografi

Klasifikasi Normal Ragu- Ringan Sedang Berat


Ragu

Deskripsi Tanpa Tanpa Osteofit Osteofit Osteofit osteofit


osteofit yang yang yang
pasti, sedang, besar, tetapi
dan ruang tidak terdapat antar
sendi terdapat ruang yang lebar,
ruang antar dengan
antar sendi sklerosis sendi
yang pada
cukup tulang besar
subkondral
Diagnosis OA seringkali bisa didasarkan pada pemeriksaan fisik, namun
bisa dilakukan pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x untuk memastikan
diagnosis. MRI dapat mengungkapkan tingkat patologi pada sendi osteoarthritis,
namun tidak diindikasikan sebagai bagian dari pemeriksaan diagnostik.2
Temuan radiologis dari osteoarthritis antara lain menyempitnya celah
antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral

2.8 Terapi
Tujuan terapi osteoarthritis adalah untuk mengurangi rasa nyeri dan
meminimalisasi hilangnya fungsi fisik. Pengobatan OA dilakukan secara komprehensif yaitu
menangani semua gangguan yang dialami dan meningkatkan fungsi. Pengobatan
komprehensif tersebut dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan atau terapi
nonfarmakologis. Pasien dengan gejala ringan yang hilang timbul mungkin perlu perawatan
nonfarmakologis saja. Namun, pasien dengan nyeri hebat yang mengganggu aktivitas sehari-
hari mungkin membutuhkan terapi komprehensif, baik terapi nonfarmakologis maupun
terapi farmakologis. 2

Terapi Non-Farmakologis 1
1. Edukasi
Edukasi kepada pasien agar pasien mengetahui sedikit seluk beluk tentang penyakit
nya, bagaimana agar menjaganya agar penyakit nya tidak bertambah parah serta
persendiannya tetap dapat dipakai
2. Terapi fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
3. Penurunan Berat Badan

Terapi Farmakologis 2
Paracetamol merupakan analgesik yang dapat dipilih dalam terapi OA. Untuk sebagian pasien,
efek obat ini sudah adekuat dalam menghilangkan nyeri sehingga penggunaan OAINS yang
memiliki efek lebih toksik terhadap tubuh dapat dihindari. OAINS merupakan obat paling
populer untuk mengobati osteoarthritis. Obat ini dapat diberikan secara topikal atau oral.
Dalam uji klinis, OAINS oral menghasilkan efek analgesik 30% lebih besar daripada
paracetamol dosis tinggi. Sebagian pasien yang diobati dengan OAINS mengalami efek
yang signifikan, sedangkan sebagian lain mengalami sedikit perbaikan. OAINS harus
diberikan secara topikal atau per oral sesuai kebutuhan karena efek samping akan
berkurang jika obat digunakan dosis intermiten rendah. Jika penggunaan obat sesekali adalah
kurang efektif, maka pengobatan setiap hari dapat diindikasikan. OAINS peroral sering
menimbulkan efek samping, yang paling banyak adalah efek toksisitas pada saluran
cerna, termasuk dispepsia, mual, kembung, perdarahan gastrointestinal, dan tukak
gastrointestinal.

Tabel 2. Terapi Farmakologi Osteoarthritis 2


Terapi Bedah
1. Arthroscopy
AAOS merekomendasikan lavage atau debridement artroskopik (atau keduanya) dan
reseksi meniscus dilakukan hanya pada pasien dengan gejala mekanik, seperti onset
tiba – tiba ketidakmampuan untuk sepenuhnya menggerakan lutut. Debridemen
artroskopis dan reseksi meniskus tetap menjadi prosedur yang paling sering dilakukan
oleh ahli bedah ortopedi di sebagian besar negara maju , dengan hingga 1 juta lutut
arthroscopies dilakukan setiap tahun di AS saja. 5

Gambar 3.6 Prosedur arthroscopy. 5

2. Arthroplasty
Artroplasti sendi dicadangkan untuk pasien dengan penyakit parah didefinisikan
sebagai persisten nyeri sedang hingga berat, keterbatasan fungsional dan penurunan
kualitas hidup meskipun optimal pengobatan konservatif, dikombinasikan dengan
temuan radiologis. Pasien harus dirujuk ke ahli bedah ortopedi ketika penggantian sendi
diperlukan. 5

Gambar 3.7 Artroplasti total bilateral pada genu. 5


2.9 Komplikasi
Osteonekrosis spontan sendi lutut, bursitis, artropati mikrokristal (sendi lutut dan tangan). 4

3.0 Prognosis
Prognosis pasien dengan OA primer bervariasi dan tergantung sendi mana yang terkena.
Bila yang terkena adalah sendi penyangga beban atau tulang belakang maka kemungkinan terjadi
morbiditas dan cacat. Pada OA sekunder, prognosis penyakit tergantung pada penyebabnya.
Pengobatan OA dilakukan dengan menghilangkan rasa nyeri atau mencegah perkembangan
penyakit, tetapi tidak dapat mengembalikan kerusakan yang sudah ada pada kartilago artikular. 11
BAB III
KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan perubahan


patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin.
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu,
osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Etiologi
osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan biokimia sepertinya
merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Ketidakseimbangan
antara pembentukan dan penghancuran matriks-matriks kartilago merupakan kata kunci dalam
perjalanan penyakit ini. Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu terutama sendi-sendi
yang mendapat beban cukup berat dari aktivitas sehari-hari.
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan atau
gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang sering muncul pada osteoarthritis adalah
nyeri sendi yang diperburuk oleh aktivitas dan gejala akan mereda setelah istirahat.
Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan dilakukan
pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x sebagai penunjang/pemastian diagnosis.
Gambaran yang ditemukan pada foto sinar-x pasien dengan osteoa-rthritis adalah
menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis
subchondral.
Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati osteoarthritis. Terapi yang
sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi hilangnya fungsi fisik.
Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien agar
tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Soeroso J, Isbagio H, et al. Osteoarthritis : Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Ed 6.
Jakarta : Interna Publishing. 2014. 3199 - 3210
[2] Felson, David T, . Osteoarthritis : Harrison’s Principles Of Internal Medicine. Ed
18. The McGraw-Hill Companies. 2012. 2828 – 2836
[3] Noor Z. Osteoarthritis : Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Ed 2. Jakarta : Salemba
Medika. 2015. 314 – 317
[4] Rosani S, Isbagio H. Osteoarthritis : Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014. 837 - 839
[5] Arden N, Blanco F J, Bruyere O, et al. Atlas of Osteoarthritis. Ed 2. London : Springer
Helathcare. 2018
[6] Kumar, Abbas, Fausto, Aster. Pathologic Basic and Disease. Ed 8. Philadelpia :
Saunders Elsevier. 2010
[7] Radiology Key : Joints. : https://radiologykey.com/joints-2/ (diakses 15 Juli 2019)
[8] Kellgren J H, Lawrence J S. Radiological Assesment of Osteo-Arthrosis. Manchester :
Rheumatism Research Centre. 1957. (16) 494
[9] http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/curriculum/Harrisons/bones/OA9.
htm (diakses 15 Juli 2019)
[10] Watts E, Karadsheh M, Ivanco S. Hip Osteoarthritis. 2019 di
https://www.orthobullets.com/recon/5005/hip-osteoarthritis (diakses 15 Juli 2019)
[11] Bakti Husada. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Artritis Rematik. Jakarta :
Direktorat Bina Farmasi dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan. 2006

Anda mungkin juga menyukai