Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoartritis
2.1.1 Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang

melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan

nyeri dan kekakuan pada sendi (CDC, 2014). Dalam Perhimpunan Reumatologi

Indonesia Osteoartritis secara sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit

sendi degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan

tulang yang ada disekitar sendi tersebut (Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, et al

(2011) mendefinisikan OA sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena

ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler,

kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua. Osteoarthritis (OA) adalah suatu

kelainan pada sendi yang bersifat kronik dan progresif biasanya didapati pada usia

pertengahan hingga usia lanjut ditandai dengan adanya kerusakan kartilago yang

terletak di persendian tulang. Kerusakan kartilago ini bisa disebabkan oleh stress

mekanik atau perubahan biokimia pada tubuh (American College of

Rheumatology, 2012).

Osteoarthritis merupakan salah satu tipe penyakit arthritis yang paling

umum terjadi terutama pada orang-orang dengan usia lanjut. Penyakit ini juga

disebut sebagai penyakit sendi degeneratif yang menyerang kartilago, yaitu suatu

jaringan keras tapi licin yang menyelimuti bagian ujung tulang yang akan

membentuk persendian. Fungsi dari kartilago itu sendiri adalah untuk melindungi

5
6

ujung tulang agar tidak saling bergesekan ketika bergerak. Pada osteoarthritis,

kartilago mengalami kerusakan bahkan bisa sampai terkelupas sehingga akan

menyebabkan tulang dibawahnya saling bergesekan, menyebabkan nyeri,

bengkak, dan terjadi kekakuan sendi. Semakin lama hal ini akan menyebabkan

struktur sendi berubah menjadi abnormal hingga dapat muncul pertumbuhan

tulang baru yang dinamakan ostheophytes yang akan semakin memperbesar

gesekan dan memperparah nyeri (National Institute of Arthritis and

Muskuloskeletal and Skin Disease, 2014).

Apley mendefinisikan osteoarthritis sebagai penyakit kronis dari sendi

synoval, dimana terdapat pelembutan progresif dan disintegerasi dari kartilago

artikularis yang di sertai dengan pertumbuhan kartilago dan tulang pada pinggir

sendi (osteofit), pembentukan kista dan sclerosis pada tulang subkondral,sinovitus

derajat sedang, dan fibrosis kapsular. Selain itu, Apley menyebutkan bahwa istilah

artritis degenerativ yang kerap di gunakan sebagai osteoarthritis merupakan

konsep yang salah. Osteoarthritis merupakan penyakit yang dinamis yang

menunjukan adanya gambaran perusakan dan perbaikan dalam prosesnya. Selain

itu Apley juga menyatakan bahwa frekuensi kejadian osteoarthritis meningkat

sesuai dengan bertambahnya usia, namun tidak berarti bahwa osteoarthritis hanya

sekedar bentuk dari proses penuaan (Solomon , 2010)

2.1.2 Etiologi

Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA

primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana

penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik,
7

inflamasi ataupun perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder

merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang

berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya,

penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA

sekunder (Davey, 2006).

2.1.3 Faktor Risiko

1. Peningkatan usia, OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai

penderita OA yang berusia di bawah 40 tahun(Helmi, 2012). Di Indonesia,

prevalensi OA mencapai 5%pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun,

dan 65% pada usia > 61 tahun (Soeroso et al., 2006).

2. Obesitas, membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang

berkerja lebih berat, diduga memberi andil terjadinya AO (Helmi, 2012). Serta

obesitas menimbulkan stres mekanis abnormal, sehingga meningkatkan

frekuensi penyakit (Robbins, 2007).

3. Jenis kelamin wanita (Helmi, 2012). Perkembangan OA sendi-sendi

interfalang distal tangan (nodus Heberden) lebih dominan pada perempuan.

Nodus Heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada perempuan

dibandingkan laki-laki (Price dan Wilson, 2013). Kadar estrogen yang tinggi

juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan resiko (Robbins, 2007).

Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA pada

perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam

perkembangan dan progresivitas penyakit ini (Price dan Wilson, 2013).


8

4. Trauma, riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat

menimbulkan stres mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi

penyakit (Helmi, 2012 ; Robbins, 2007).

5. Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap OA, terutama pada

kasus yang mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen spesifik yang

bertanggung jawab untuk ini belum terindentifikasi meskipun pada sebagian

kasus diperkirakan terdapat keterkaitan dengan kromosom 2 dan 11 (Robbins,

2007). Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang akan lebih

besar kemungkinan mengalami OA (Helmi, 2012).

2.1.4 Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyebab ketidakmampuan pada orang Amerika

dewasa. Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar dari

pada prevalensi di negara lainnya. The National Arthritis Data Workgroup

(NADW) memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005

sebanyak 27 juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas. Data tahun 2007 hingga

2009 prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta jiwa yang didiagnosis dokter

menderita osteoartritis (Murphy and Helmick, 2012). Estimasi insiden

osteoartritis di Australia lebih besar pada wanita dibandingkan pada laki-laki

dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000 populasi dibanding 1,71 tiap 1000

populasi. Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai

negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650

dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011).
9

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara

pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%.

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA

tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau

yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka prevalensinya cukup tinggi yaitu

sekitar 27% (Riskesdas, 2013). Sekitar 32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan

penyakit degeneratif seperti asam urat, rematik/radang sendi, darah tinggi, darah

rendah, dan diabetes (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI,

2013). 56, 7% pasien di poliklinik rheumatologi RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita osteoartritis (Soenarto, 2010).

Gejala OA lutut lebih tinggi terjadi pada wanita dibanding pada laki-laki

yaitu13% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Murphy, et.al mengestimasikan

risiko perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan 47% pada wanita.

Oliveria melaporkan rata-rata insiden OA panggul, lutut dan tangan sekitar 88,

240, 100/100.000 disetiap tahunnya. Insiden tersebut akan meningkat pada usia

50 tahun keatas dan menurun pada usia 70 tahun (Zhang and Jordan, 2010).

Studi kohort di Framingham, 6,8% orang berusia 26 tahun ke atas

memiliki gejala osteoartritis pada tangan dengan rata-rata laki-laki 3,8% dan

wanita 9,2%. NADW memperkirakan 13 juta populasi di Amerika yang

berusia 26 tahun keatas memiliki gejala OA pada tangan, OA pada lutut

diperkirakan sebanyak 9,3 juta (4,9%) dan OA pada panggul sebanyak 6,7%.

Johnston Country Osteoarthritis (JoCo OA) Project, sebuah studi tentang OA

pada lutut dan panggul 43,3% pasien mengeluhkan rasa nyeri dan kekakuan
10

pada sendi. Hal ini disebabkan penebalan pada kapsul sendi dan perubahan

bentuk pada osteofit (Murphy and Helmick, 2012).

2.1.5 Patogenesis

Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan

kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara

degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter

dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang

menjadikan tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik

(Price dan Wilson, 2013).

Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama

setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman.

Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix

Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam

rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit.

Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan

terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik (Robbins, 2007). Perkembangan

osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut.

1. Fase 1

Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme kondrosit

menjadi terpangaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases

yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi

penghambat protease yang akan mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini

memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.


11

2. Fase 2

Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai

adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.

3. Fase 3

Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi respon inflamasi

pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL 1), tumor

necrosis factor-alpha (TNFα), dan metalloproteinases menjadi meningkat. Kondisi

ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan

dampak destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti

nitric oxide (NO) juga terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan

arsitektur sendi, dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat

stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan

pengaruh pada permukaan artikular menjadikan kondisi gangguan yang progresif

(Helmi, 2012).

Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer dan

kejadian natural akibat proses ”wear and tear” pada sendi sebagai hasil dari

proses penuaan. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru dalam bidang biokimia

dan biomekanik telah menyanggah teori ini. Osteoartritis adalah sebuah proses

penyakit aktif pada sendi yang dapat mengalami perubahan oleh manipulasi

mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan pada komponen sistem

muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang, dan jaringan yang

memungkinkan meningkatnya kejadian beberapa penyakit seperti OA. Untuk

melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan (Price dan
12

Wilson, 2013).

Namun karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada

tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi

untuk menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di dalam sendi berkat adanya

cairan sinovium dan sebagai penerima beban, serta meredam getar antar tulang

(Robbins, 2007). Tulang rawan yang normal bersifat avaskuler, alimfatik, dan

aneural sehingga memungkinkan menebarkan beban keseluruh permukaan sendi.

Tulang rawan matriks terdiri dari air dan gel (ground substansi), yang biasanya

memberikan proteoglikan, dan kolagen (Hassanali, 2011).

2.1.6 Klasifikasi

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA

sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak

diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses

perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya

perubahan degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas,

atau degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks metabolik tertentu (Robbins,

2007). Selain dari jenis osteoarthritis yang lazim, ada beberapa varian lain. OA

peradangan erosif terutama menyerang sendi pada jari-jari dan berhubungan

dengan episode peradangan akut yang menimbulkan deformitas dan alkilosis.

Hiperostosis alkilosis menimbulkan penulangan vertebra (Price dan Wilson,

2013). Osteoarthritis dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :

2.1.6.1 Osteoiarhritis primer

Osteoarthritis primer tidak di ketahui penyebabnya, dapat mengenai satu


13

atau beberapa sendi. Osteoarthritis jenis ini teruatama di temukan pada wanita

kulit putih, usia pertengahan dan umumnya bersifat poli-artikuler dengan nyeri

yang akut di sertai rasa panas pada bagian distal interfalangeal yang selanjutnya

terjadi pembengakakan tulang yang di sebut nodus Heberden.

2.1.6.2 Osteoarthritis sekunder

Osetoarhritis sekunder dapat di sebabkan oleh penyakit yang

menyebabkan kerusakan synovia sehingga menimbulkan osteoarthritis sekunder.

Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan osteoarhritius sekunder adalah :

1. Trauma atau instabilitas

Osteoarthritis sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi,

setelah menisektomi,tungkai bawah yang tidak sama panjang,adanya

hipermobilitas dan instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian

permukaan sendi.

2. Faktor genetik atau perkembangan

Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh seperti displasia

epifisial,displasia asetabular , dislokasi sendi panggul bawaan.

3. Penyakit metabolik atau endokrin

Osteoarthritis sekunder dapat pula di sebabkan oleh penyakit metabolik atau

endokrin seperti penyakit okronosis, akromegali,mukopolisakaridosis, deposisi

kristal atau setelah suatu inflamasi sendi, misalnya artritis rheumatoid atau

atropati oleh inflamasi.(Rasjad, 2007)

2.1.7 Manifestasi Klinis

OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat


14

mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.

1. Nyeri: Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada

sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit,

distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri

terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya

dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan sakit, hal ini bisa

berkurang dengan istirahat.

2. Kekakuan sendi: kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari

ketika setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.

3. Krepitasi: sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi

rawan.

4. Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai

nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal

(DIP)) atau nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal

Phalangeal (PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan

kemampuan pergerakan sendi yang progresif.

5. Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan

mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut

(Davey,2006).

2.1.8 Diagnosis

Osteoarthritis biasanya didasarkan pada anamnesis yaitu riwayat penyakit,

gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari pemeriksaan radiologis.

Anamnesis terhadap pasien osteoartritis lutut umumnya mengungkapkan keluhan-


15

keluhan yang sudah lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan. Keluhan-

keluhan pasien meliputi nyeri sendi yang merupakan keluhan utama yang

membawa pasien ke dokter, hambatan gerakan sendi, kaku pagi yang timbul

setelah imobilitas, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan (Soeroso et al.,

2006).

Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang dirasakan setelah aktivitas

dan menghilang setelah istirahat. Bila progresifitas OA terus berlangsung

terutama setelah terjadi reaksi radang (sinoritis) nyeri akan terasa saat istirahat.

Sedangkan istirahat ataupun immobilisasi yang lama dapat menimbulkan efek-

efek pada jaringan ikat dan kekuatan penunjang sendi. Bila akut dapat ditemukan

tanda-tanda radang: rubor (merah), tumor (membengkak), calor (terasa panas),

dolor (terasa nyeri), dan fuctio laesa (gangguan fungsi) yang jelas (Paranatha,

2012).

Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of

Rheumatology yaitu adanya nyeri pada lutut dan pada foto rontgen ditemukan

adanya gambaran osteofit serta sekurang kurangnya satu dari usia > 50 tahun,

kaku sendi pada pagi hari < 30 menit dan adanya krepitasi. Nyeri pada sendi

tersebut biasanya merupakan keluhan utama yang membuat pasien datang ke

dokter. Nyeri biasanya bertambah berat dengan gerakan dan berkurang dengan

istirahat. Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhannya sudah

berlangsung lama tetapi berkembang secara perlahan. Daerah predileksi OA

biasanya mengenai sendi – sendi penyangga tubuh seperti di pada lutut. Pada

pemeriksaan fisik, pada pasien OA ditemukan adanya gerak sendi baik secara
16

aktif maupun pasif. Selain itu biasanya terdengar adanya krepitasi yang semakin

jelas dengan bertambah beratnya penyakit. Gejala ini disebabkan karena adanya

pergesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara

pasif dimanipulasi (American College of Rheumatology, 2012).

Hambatan gerak yang seringkali sudah ada meskipun secara radiologis

masih berada pada derajat awal dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Selain

itu dapat ditemukan adanya krepitasi, pembengkakan sendi yang seringkali

asimetris (Soeroso et al., 2006). Nyeri tekan tulang, dan tak teraba hangat pada

kulit (American College of Rheumatology, 2012).

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan fisik juga

diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan pemeriksaan

laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk membantu penegakan diagnosis

OA walaupun sensivitasnya rendah terutama pada OA tahap awal. USG juga

menjadi pilihan untuk menegakkan diagnosis OA karena selain murah, mudah

diakses serta lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau MRI (Amoako and

Pujalte, 2014).

1. Radiologi

Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena osteoartritis, seperti

panggul, lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang belakang

juga sering terkena. Gambaran radiologi OA sebagai berikut:

a. Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang

terbentuk di tepi sendi.


17

b. Penyempitan rongga sendi: hilangnya kartilago akan menyebabkan

penyempitan rongga sendi yang tidak sama.

c. Badan yang longgar: badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya kartilago

dengan osteofit.

d. Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar sendi

yang terkena dengan pembentukan kista degenerative

Bagian yang sering terkena OA

a. Lutut:

1) Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.

2) Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama,

tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan penyempitan

paling dini.

b. Tulang belakang:

1) Terjadi penyempitan rongga diskus.

2) Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra yang

berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar syaraf

atau kompresi medula spinalis.

3) Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrata.

c. Panggul:

1) Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan yang

terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral dan

asetabular.

2) Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.


18

3) Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang sudah

berat.

d. Tangan:

1) Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.

2) Sendi-sendi interfalang proksimal (nodus Bouchard).

3) Sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) (Patel, 2007).

2.1.10 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala OA,

meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam pergerakan sendi,

serta memperlambat progresi osteoartritis. Spektrum terapi yang diberikan

meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi, farmakoterapi, pembedahan,

rehabilitasi.

a. Terapi konservatif

Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,

pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus mengurangi

berat badan, jika memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan

seperti bersepeda, berenang).

b. Fisioterapi

Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur, transverse

friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi otot,

elektroterapi.

c. Pertolongan ortopedi

Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu yang


19

bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan untuk

mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi (Michael et. al, 2010).

d. Farmakoterapi

1) Analgesik/anti-inflammatory agents.

COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan

kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak

menyebabkan toksisitas. Contoh: Ibuprofen: untuk efek antiinflamasi

dibutuhkan dosis 1200-2400mg sehari. Naproksen: dosis untuk terapi

penyakit sendi adalah 2x250- 375mg sehari. Bila perlu diberikan 2x500mg

sehari.

2) Glucocorticoids

Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi

sendi akibat inflamasi. Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml

suspensi hexacetonide 10 mg atau 40 mg.

3) Asam hialuronat

4) Kondroitin sulfat

5) Injeksi steroid seharusnya digunakan pada pasien dengan diabetes

yang telah hiperglikemia.

Setelah injeksi kortikosteroid dibandingkan dengan plasebo, asam

hialuronat, lavage (pencucian sendi), injeksi kortikosteroid dipercaya

secara signifikan dapat menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu setelah

penyuntikan (Nafrialdi and Setawati, 2007).


20

e. Pembedahan

1) Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan rata

infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke dalam

kelompok 1 debridemen artroskopi, kelompok 2 lavage artroskopi,

kelompok 3 merupakan kelompok plasebo hanya dengan incisi kulit.

Setelah 24 bulan melakukan prosedur tersebut didapatkan hasil yang

signifikan pada kelompok 3 dari pada kelompok 1 dan 2.

2) Khondroplasti: menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini digunakan

untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan meniskus.

3) Autologous chondrocyte transplatation (ACT)

4) Autologous osteochondral transplantation (OCT) (Michael et. al, 2010).

2.1.11 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Muhammad Regi Sonjaya (2014) . Hasil penelitian ini

adalah berdasarkan penelitian yang telah di lakukan , di dapatkan bahwa selama

tahun 2014 terdapat 487 pasien yang mengalami osteoarthritis lutut primer

dirumah sakit Al-islam Kota Bandung. Distribusi karakteristik pasien

osteoarthritis lutut primer di lihat dari usia, jenis kelamin dan keluhan utama di

gunakan 487 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi untuk mengetahui

karakteristik pasien di lihat dari usia, jenis kelamin dan keluhan utama.

Berdarsarkan kelompok usia dengan kejadian osteoarthritis lutut primer paling

banyak adalah pada usia 56-65 dengan jumlah pasien 222 atau setara dengan

45,8%, berdasarkan kelompok jenis kelamin dengan kejadian osteoarthritis lutut

primer paling banyak yaitu pada usia jenis kelamin perempuan dengan jumlah
21

pasien 402 atau dengan setara 82,54%, berdasarkan kelompok keluhan utama

dengan kejadian osteoarthritis lutut primer paling banyak yaiutu dengan keluhatan

utama nyeri lutut dengan jumlah pasien 106 atau dengan setara 53,26%.

Hasil penelitian Wan Amin Hasiibi (2014) Hasil dan simpulan penelitian

ini adalah prevalensi OA lutut pada usia > 50 tahun di Desa Susut bulan April

2014 adalah sebesar 62.8%. Berdasarkan karakteristik sosio-demografi, kejadian

OA lutut lebih banyak dialami oleh kelompok usia 50-70 tahun (61.2%), berjenis

kelamin perempuan (57.1%), dan memiliki pekerjaan fisik (petani, peternak,

buruh dan ABRI) (65.3%). Sedangkan berdasarkan faktor risiko, kejadian OA

lutut lebih banyak terjadi pada responden dengan IMT kurus-normal (59.2%),

riwayat beban kerja sedang-berat (71.4%).


22

2.2 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat disusun kerangka teori

sebagai berikut.
Usia

Proses Penuaan

Penurunan Jumlah Cairan


Sinovial Pada Sendi

Penurunan Absorbsi
Kalsium

Osteoarthritis

Perubahan Komponen Sendi


(Kolagen dan Jaringan Sub
Kondral

Perubahan Fungsi Sendi

Deformitas Sendi

Sulit Bergerak
Penuruan
Kekuatan
Kerusakan Mobilitas Fisik Aktivitas dan
Nyeri
Gambar 2.1

Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai