Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Osteoartritis

Osteoartritis (OA) merupakan kegagalan pembaikan kerusakan di sendi

yang disebabkan oleh stress mekanik yang berlebihan (Kenneth, 2010). Penyakit

ini bersifat degeneratif kronik non inflamasi serta progresif lambat, ditandai

dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang pada tepinya,

sklerosis tulang subkondral, perubahan pada membran sinovial, disertai nyeri,

biasanya setelah aktivitas berkepanjangan, dan kekakuan, khususnya pada pagi

hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini disebut juga degenerative arthritis,

hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease. Osteoartritis adalah bentuk

artritis yang paling umum terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia

dewasa dan salah satu penyebab terbanyak kecacatan di negara berkembang.

2.1.2 Epidemiologi

Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara

dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145

jiwa yang menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011). Data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15

tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa

Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu

sekitar 33,1% 6 dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar

9% sedangkan di Jawa Timur angka prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27%

(Riskesdas, 2013). Sekitar 32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit

5
degeneratif seperti asam urat, rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah,

dan diabetes. Dari 56, 7% pasien di poliklinik rheumatologi RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita osteoartritis (Soenarto, 2010).

Gejala OA lutut lebih tinggi terjadi pada wanita dibanding pada laki-laki yaitu

13% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Murphy, et.al mengestimasikan risiko

perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan 47% pada wanita. Oliveria

melaporkan rata-rata insiden OA panggul, lutut dan tangan sekitar 88, 240,

100/100.000 disetiap tahunnya(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan

RI, 2013).

2.1.3 Klarifikasi

semua pasien dengan perubahan radiografi osteoarthritis mempunyai

keluhan pada sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi utama pada osteoarthritis,

yaitu: penyempitan rongga sendi, pengerasan tulang bawah rawan sendi,

pembentukan kista di bawah rawan sendi dan pembentukan osteofit, sendi yang

dapat terkena osteoarthritis antara lain:

1) Osteoarthritis sendi lutut.

2) Osteoarthritis sendi panggul.

3) Osteoarthritis sendi-sendi kaki.

4) Osteoarthritis sendi bahu.

5) Osteoarthritis sendi-sendi tangan.

6) Osteoarthritis tulang belakang (Nur, 2009).

Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis dikelompokkan

menjadi 2 golongan, yaitu Osteoarthritis primer dan Osteoarthritis sekunder.

6
1) Osteoarthritis primer

Osteoarthritis primer atau OA idiopatik merupakan penyakit belum

diketahui penyebabnya, tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun

perubahan lokal pada sendi. Walaupun demikian, OA sering dihubungkan

dengan faktor penuaan (Pratiwi. 2015). Pada lansia, volume air di kartilago

menjadi meningkat tetapi susunan protein mengalami degenerasi, sehingga

kartilago mengalami pengelupasan. Pada usia lanjut, terdapat kehilangan total

pada batalan kartilago. Pengunaan yang berulang – ulang dari sendi yang

digunakan bertahun–tahun dapat menyebabkan bantalan tulang iritasi dan

meradang, sehingga menyebabkan nyeri dan pembekakan sendi. Akibat

kehilangan bantalan kartilago dapat menyebabkan gesekan antar tulang,

meyebabkan nyeri dan keterbatasan mobilisasi sendi. Inflamasi pada kartilago

dapat menyebabkan munculnya pertumbuhan tulang baru disekitar sendi

(Yuningsih 2012).

2) Osteoarthritis sekunder

Osteoarthritis sekunder merupakan OA yang terdapat kelainan endokrin,

inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama (Pratiwi, 2015).

OA sekunder memiliki faktor risiko seperti obesitas, operasi struktur – struktur

sendi yang berulang kali, dan sebagainya (Yuningsih, 2012).

2.1.4 Faktor Risiko Osteoarthritis

Faktor Risiko Osteoarthritis Beberapa faktor risiko yang telah diketahui

berhubungan dengan terjadinya osteoarthritis lutut ini antara lain:

7
1) Usia

Bertambahnya usia maka tingginya faktor risiko osteoarthritis semakin

tinggi, disebabkan pengurangan volume kartilago, vaskularisasi proteoglikan dan

perfusi kartilago yang meningkatkan risiko terjadinya osteoarthritis (Marlina,

2015).

2) Jenis Kelamin

Perempuan lebih berisiko osteoarthritis dibandingkan laki – laki disebabkan

hormon estrogen (Marlina, 2015).

3) Obesitas

Berat badan yang berlebihan meningkatkan kompresi pada sendi lutut.

Sehingga semakin berat tumpuan maka semakin berat risiko terjadinya

kerusakan tulang dan proses penipisan semakin cepat (Martina, 2015) Studi di

Chingford mengatakan setiap peningkatan risiko OA lutut disebabkan Indeks

Massa Tubuh (IMT). Maka orang yang memiliki obesitas sangat besar

mengalami risiko OA lutut (Pratama, 2015).

4) Herediter atau faktor genetik

Genetik pada struktur tulang rawan dan laxity pada sendi, serta permukaan

sendi yang tidak teratur merupakan faktor risiko terjadi osteoarthritis lutut

(Pratama, 2015). Pengaruh faktor genetik sekitar 50 % risiko terjadinya

osteoarthritis tangan dan panggul. Menurut Maharani (2007) dalam penelitian

Pratama menyatakan kejadian osteoarthritis lutut dapat disebabkan faktor

8
genetik dikarenakan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang

bersifat diturunkan (Pratama, 2015).

5) Trauma pada sendi dan kerusakan pada sendi sebelumnya

Terjadinya trauma, benturan atau cedera pada sendi lutut juga dapat

menyebabkan perubahan struktur biokimia pada sendi sehingga terjadinya

kerusakan pada tulang – tulang pembentuk sendi (Suari; Ihsan; & Burhanuddin,

2015).

6) Nutrisi

Menurut Institute of Medicine, mendefinisikan vitamin D merupakan nutrisi

yang sangat dibutuhkan pada penderita osteoarthritis, apabila vitamin D tidak

mencukupi maka tulang menjadi tipis, rapuh dan mengalami kecacatan. Dalam

studi Framingham, derajat kadar vitamin D yang rendah dan menengah dapat

menyebabkan tiga kali lebih berisiko terkena osteoarthritis lutut (Nadira, 2017).

7) Hormonal

Mekanisme kerja hormon estrogen belum diketahui dengan jelas tetapi

hormon estrogen dalam tubuh dapat menurunkan endapan lemak sehingga akan

terjadi penumpukan lemak pada sendi bawah yang akan meningkatkan kerja

beban pada sendi (Suari; Ihsan & Burhanuddin, 2015).

2.1.5 Tanda dan Gejala Osteoarthritis

Tanda dan gejala yang terdapat pada osteoarthritis yaitu

9
1) Tanda: Nyeri, keterbatasan Range of Motion (ROM), adanya krepitasi,

pembekakan sendi, kekakuan sendi di pagi hari (morning stiffness), dan

tanda – tanda inflamasi (Haryoko dan Juliastuti, 2016)

2) Gejala: Penurunan gerak sendi, penurunan fleksibilitas otot hamstring,

deformitas (pembesaran sendi), intabilitas sendi dan terjadi 12 gangguan

fungsional saat melakukan aktifitas seperti naik turun tangga, jongkok ke

duduk dan sebagainya (Haryoko dan Juliastuti, 2016).

2.1.6 Patofisiologi Osteoarthritis

Gesekan sekecil mungkin pada permukaan akan terlindungi oleh kartilago

pada sendi yang sehat. Kartilago yang sehat akan licin dan sehat akan menyerap

nutrisi dan cairan seperti spons. Kartilago pada osteoarthritis tidak mendapaTkan

nutrisi dan cairan terjadi pada osteoarthritis. Semakin lama kartilago menjadi retak

dan kering. Pada OA kronik, terjadi kontak antara tulang dengan tulang

disebabkan oleh kartilago. Nyeri pada OA disebabkan oleh penggelembungan dari

kapsul sinovial, penggelembungan kapssul sinovial disebabkan oleh peningkatan

cairan sendi, mikrofaktur, kerusakan ligamentum, meniscus. Terdapat gesekan

atara tulang dan sendi, dan terjadinya pengikisan tulang rawan. Ruang sendi pada

tulang rawan mengalami penyempitan, dan munculnya tulang baru pada lapisan

sendi (osteofit).

Imobilisasi merupakan faktor penyebab degenerasi tulang. Imobilisasi

terganggu menyebabkan mekanisme nutrisi tulang rawan akan terganggu.

Terganggunya mekanisme nutrisi tulang rawan disebabkan oleh kurangnya

pembuluh darah secara berurutan berulang-ulang dalam memuat pergerakan untuk

10
unsur-unsur nutrisi untuk mencapai kondrosit. Selain nutrisi terganggu, produk

limbah selular akan kembali ke cairan sinovial dan berakhir ke aliran darah.

Imobilisasi dipercepat dan berkontak langsung pada permukaan articular

sekunderku untuk imobilisadi. Jika terjadi dengan waktu yang lama, akan

menyebabkan perubahan struktural. (Haryoko dan Juliastuti, 2016).

Gambar 2.1.6 Patofisiologi osteoarthritis (Zhang et al., 2016)

2.2.1. Osteoarthritis lutut (genu)

Genu adalah sendi terbesar dan paling kompleks yang ada pada tubuh

manusia. Femur, tibia, fibula, dan patella disatukan menjadi satu kelompok yang

kompleks oleh ligament. Bagian lateral tibiofemoral joint terdapat kondilus

lateral, meniskus lateral, dan kondilus lateral tibia, yang merupakan bantalan

penahan beban berat tubuh pada kaki. Bagian medial tibiofemoral terdapat

kondilus medial femur, meniskus medial, dan kondilus medial tibia, sedangkan

pada bagian tengah patella terletak antara femur dan tibia (Tortora, 2017). Genu

dengan gambaran sagital bagus untuk melihat ligament dan meniskus, gambaran

koronal bagus untuk fragmen meniskus yang terpisah medial dan lateral,

pemisahan meniscokapsular dan collateral ligament, gambaran aksial bagus untuk

melihat patellafemoral joint (Liney, 2006).

11
Genu atau Tibiofemoral joint adalah persendian terbesar yang paling

kompleks dan yang paling sering terjadi cedera dibanding persendian lainnya.

Persendian ini dibentuk oleh condylus femur yang berartikulasi dengan

permukaan pipih superior tibia. Walaupun susunannya tidak stabil dan kondisinya

tidak seaman sendi lainnya, sendi ini memiliki kekuatan yang disuplai oleh joint

capsule, cartilagecartilage dan banyak ligament serta tendon yang menopangnya

(Patton,2010).

Gambar 2.2.1 Anterior view dari genu kanan memperlihatkan struktur internal joint
dan ligament (Westbrook, 2014)
Keterangan:

1. Patella 8. Quadriceps Tendon


2. Lateral Femoral Condyle 9. Medial Femoral Condyle
3. Anterior Cruciate Ligamen 10. Posterior Cruciate Ligamen
4. Lateral Meniskus 11. Medial Meniskus
5. FibularCollateral Ligamen 12. Tibial Collateral Ligamen
6. Tibia 13. Medial Condyle of Tibia
7. Head of Fibula 14. Patellar Ligamen

12
Gambar 2.2.1 Anatomi Genu kanan dari sisi Posterior view (Sobotta, 2011)

Keterangan:

1. Femur 9. Fossa intercondylaris


2. Fascies popliteal 10. Condylaris lateralis femoris
3. Tuberculum adductorium 11. Articulatio femorotibialis
4. Epicondylus femoralis femoris 12. Condyles lateralis tibiae
5. Condylus medialis femoris 13. Articulatio tibiofibularis
6. Condylus medialis tibiae 14. Caput Fibulae
7. Eminintia intercondylaris 15. Collum filbulae
8. Tibia 16. Fibula
2.2.2. Anatomi Anterior Cruciate Ligament (ACL)

Anterior Cruciatum Ligament adalah salah satu ligament yang berada pada

lutut. Ligament-ligament tersebut adalah struktur putih penyambung jaringan

yang mengikat tulang ke tulang dan menstabilisasi lutut. Di dalam sendi lutut

terdapat dua ligament utama yaitu: Anterior Cruciatum Ligament (ACL) dan

Posterior Cruciatum Ligament (PCL). Kedua ligament ini saling bersilangan di

tengah lutut (itulah mengapa dinamakan ligamentum cruciatum karena berasal

dari kata crucifix yang berarti silang. Gbr 2.3) (Slowik, FRCS, 2009).

Gambar 2.2.2 Genu, Articulatio Genu kanan (Sobotta, 2011).

Keterangan:

1. Condylus lateralis
2. Meniscus Lateralis

13
3. Lig. Capitis fibulae anterius
4. Lig. cruciat posterius
5. Condylus medialis
6. Meniskus medialis
7. Lig. cruciat anterius
8. Lig tranversum genu

ACL adalah stabilisater untuk genu pada aktivitas pivot. Ukuran

panjangnya rata-rata sekitar 4 cm dan lebar rata-rata 10 mm, dapat menahan

tekanan seberat 500 pon sekitar 226 kg. Ligamentum ini melekat pada area

intercondylaris Anterior tibiae dan berjalan kearah atas, belakang dan lateral

untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial condylus lateralis

femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang

bila lutut diluruskan sempurna. ACL berfungsi untuk mencegah femur bergeser

ke posterior terhadap tibiae. Bila genu berada dalam keadaan flexi, ACL akan

mencegah tibiae tertarik ke posterior ACL. Ligament berperan primer

sebagai tahanan terhadap translasi tibial Anterior dan untuk meminimalisasi

rotasi tibia dan berperan sekunder menahan tekanan valgus dan varus (Maguire,

2014)

2.2.3 Patofisiologi Anterior Cruciate Ligament Ruptur

Trauma genu dapat menyebabkan fraktur condylar tibia dan fraktur distal

femur. Fraktur condylar tibia lebih sering mengenai condylar lateralis daripada

medialis serta fraktur kedua condylar. Fraktur condylar sering di sertai cedera

jaringan lunak di sekeliling lutut. Robekan ligament kollateral medial dan

meniscus medial sering menyertai fraktur condylar lateral. Fraktur condylar

medial disertai robekan ligamen kolateral lateral dan meniscus medial. ACL dapat

cedera pada fraktur salah satu condylar. Mekanisme terjadinya ruptur ACL

14
biasanya dari suatu trauma yang bermacam-macam. Ruptur muncul dengan atau

tanpa suatu benturan dan dengan berbagai macam posisi lutut dari fleksi sampai

ekstensi penuh. Mekanisme benturan yang paling sering dalah trauma valgus-

abduksi. Trauma ini sering dialami seorang pemain sepak bola dan terjadi pada

benturan samping pada posisi lutut sedikit fleksi. Robekan meniscus juga

sering mengikuti, demikian juga pada trauma ligament kolateral medial (Allen,

2008).

Gambar 2.2.3 Gambar rupture ACL (Sobotta, 2011)

Keterangan:
1. Lateral colateral ligament
2. Femur
3. Posterior cruciate ligament
4. Ruptur anterior cruciate ligament
5. Tibia
6. Medial colateral ligament

Mekanisme lain dari Ruptur Anterior Cruciatum Ligament melibatkan

hiperekstensi, dimana mungkin hasil dari pendaratan yang tidak wajar dari

lompatan atau benturan langsung dari tibia anterior dengan kaki masih berada di

tanah. Impaksi terjadi pada anterior kondilus femoralis dan tibia anterior, dan

Anterior Cruciatum Ligament menjadi ruptur, bersamaan dengan

kemungkinan trauma pada Posterior Cruciatum Ligament, meniscus (Baltazar,

15
2009). Anterior Cruciatum Ligament (ACL) berperan primer sebagai tahanan

terhadap translasi tibial anterior dan untuk meminimalisasi rotasi tibia dan

berperan sekunder menahan tekanan valgus dan varus. (Maguire, 2014).

Cedera pada ligament dan meniscus pada genu tidak dapat ditunjukkan pada

radiografi konvensial, karena yang dihasilkan hanyalah struktur tulang.

Pada kasus suspect cedera soft tissue dilakukan pemeriksaan MRI. Anterior

Cruciate Ligament, Posterior Cruciate Ligament, Corpus adiposum infrapatellar

adalah anatomi yang harus terdapat pada hasil citra MRI knee joint pada

medial view (Sobotta, 2011).

Gambar 2.2.3 Genu, sisi kanan, medial view, sagital section (Sobotta, 2011)
Keterangan :
1. Patella
2. Femur
3. Anterior cruciate ligament
4. Posterior cruciate ligament
5. Intercondylaris anterior
6. Tibia
7. Corpus adipossum infrapatellare

2.2.4. Manifestasi Klinis Genu

Nyeri pada sendi tersebut biasanya merupakan keluhan utama yang

membuat pasien datang ke dokter. Nyeri biasanya bertambah berat dengan

16
gerakan dan berkurang dengan istirahat. Pada umumnya pasien OA

mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama tetapi berkembang

secara perlahan. Nyeri tersebut juga tidak menghilang setelah lutut pasien

dikompres, nyeri makin memberat saat pasien melipat lututnya dan

menggerakkan kakinya namun sedikit berkurang dengan istirahat. Pada

beberapa pasien OA juga dapat timbul kaku sendi yang dapat timbul setelah

imobilisasi seperti setelah duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup

lama atau bahkan setelah bangun tidur. Biasanyaaku sendi ini berlangsung

kurang dari 30 menit. Pasien dengan OA mengalami gerak sendi dan adanya

rasa gemertak yang kadang – kadang dapat ketika sendinya digerakkan. Pada

pasien ini juga mengeluhkan susah untuk bergerak dan berjalan karena nyerinya

dan pasien juga mengaku kadang merasakan seperti ada sesuatu yang patah atau

remuk ketika lututnya digerakkan. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya

bengkak pada lutut kirinya yang juga dapat ditemukan pada pasien OA.

2.2.5. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pada pasien OA ditemukan adanya gerak sendi baik

secara aktif maupun pasif. Selain itu biasanya terdengar adanya krepitasi yang

semakin jelas dengan bertambah beratnya penyakit. Gejala ini disebabkan karena

adanya pergesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau

secara pasif dimanipulasi. Pada pasien ini terdengar adanya krepitasi pada lutut

kirinya ketika digerakkan secara pasif. Selain itu pada pasien juga terdapat

hambatan gerak aktif pada sendi lutut kiri yaitu pasien hanya mampu untuk

memfleksikan lututnya sebatas 40-45° saja, begitu pula jika digerakkan secara

17
pasif. Dari hasil pemeriksaan lokal pada sendi pasien juga ditemukan adanya

pembengkakan dan adanya tanda – tanda peradangan seperti adanya nyeri sendi,

kemerahan dan teraba hangat pada lutut kirinya. Semua tanda ini sesuai dengan

tanda – tanda pada pasien OA yang biasanya pembengkakan yang terjadi itu

disebabkan karena adanya efusi cairan dan adanya osteofit pada permukaan sendi.

2.2.6. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis osteoarthritis selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan

pada hasil radiologi. Namun pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali

masih normal. Adapun gambaran radiologis sendi yang menyokong diagnosis

osteoarthritis adalah :

1) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada

bagian yang menanggung beban).

2) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.

3) Kista tulang

4) Osteofit pada pinggir sendi

5) Perubahan struktur anatomi sendi (Imayati, 2012)

Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit. Pemeriksaan

penunjang laboratorium osteoarthritis biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi

(hb, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal kecuali osteoarthritis

generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan (Imayati, 2012).

18
2.2.6 : Gambaran radiologis sendi genu yang menyokong diagnosa ritis.
(Sumber : MendMeShop.com, 2006 – 2017)

19
2.2.7. Grading menurut kriteria Kellgren-Lawrence dan ACRC

Pada OA terdapat gambaran radiografi yang khas, yaitu osteofit. Selain

osteofit, pada pemeriksaan X-ray penderita OA biasanya didapatkan

penyempitan celah sendi, sklerosis, dan kista subkondral.16 Berdasarkan

gambaran radiografi tersebut, grading Kellgren and Lawrence membagi OA

menjadi empat grade.

1) Grade 0 : normal

2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah

sendi normal, terdapat kista subkondral

4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang,

terdapat penyempitan celah sendi

5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat

kista subkondral dan sklerosis

Gambar 2.2.7: Gambaran radiologis menunjukkan empat grading Kellgren.


(Sumber : sciencedirect.com, 2017)

American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan kesehatan

seseorang berdasarkan derajat keparahan.

20
1) Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.

2) Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup

berat, tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi

yang terkena osteoartritis.

3) Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri

hampir selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus,

membutuhkan bantuan dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh,

memerlukan tenaga asisten dalam menyelesaikan pekerjaan rumah.

4) Derajat 3- 4 : Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi,

kemungkinan terjadi perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku

sendi pada pagi hari, krepitus pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan

yang signifikan dalam beraktivitas (Woolf dan Pfleger, 2003).

2.2.8. Radiologi Osteoarthritis

Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena osteoartritis,

seperti panggul, lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang

belakang juga sering terkena. Gambaran radiologi OA sebagai berikut:

1) Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang

terbentuk di tepi sendi.

2) Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan menyebabkan

penyempitan rongga sendi yang tidak sama.

3) Badan yang longgar : badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya

kartilago dengan osteofit.

21
4) Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar

sendi yang terkena dengan pembentukan kista degeneratif.

2.2.9. Radiologi OA pada lutut (genu)

Bagi gambaran radiologi khusus pada osteoarthritis lutut, bisa didapatkan:

Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.

Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama,

tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan penyempitan paling

dini.

Gambar 2.2.9: Gambaran radiologis Osteoarthritis Genu


(Sumber : Stemcelldoc‟s WeBlog, 2011)

2.2.10 Klasifikasi OA berdasarkan radiologi

Berdasarkan gambaran radiografi tersebut, Kellgren dan Lawrence

membagi OA menjadi empat grade.

1) Grade 0 : normal

2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit

3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah

sendi normal, terdapat kista subkondral

22
4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang,

terdapat penyempitan celah sendi

5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista

al dan sclerosis

Gambar 2.2.10: Klasifikasi Osteoarthritis Genu menurut grading KellgrenLawrence’


(Sumber : Stemcelldoc‟s WeBlog, 2011)

American College of Rheumatology (1987) mendeskripsikan kesehatan

seseorang berdasarkan derajat keparahan. Antara lain sebagai berikut:

1) Derajat 0 : Tidak merasakan tanda dan gejala.

2) Derajat 1 : Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup

berat, tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi

yang terkena osteoartritis.

3) Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri

hampir selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus,

membutuhkan bantuan dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh,

memerlukan tenaga asisten dalam menyelesaikan pekerjaan rumah.

4) Derajat 3-4 : Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi,

kemungkinan terjadi perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku

23
sendi pada pagi hari, krepitus pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan

yang signifikan dalam beraktivitas (Woolf dan Pfleger, 2003).

24
2.2.11 Teknik Pemeriksaan Genu

1) Teknik pemeriksaan Genu

a. Persiapan Alat dan Bahan :

Alat –alat dan bahan yang dipersiapkan dalam pemeriksaan genu

antara lain :

1. Pesawat sinar-X

2. Kaset dan film ukuran 24x30 cm c. Marker R atau L

3. Load Blocker

4. Soft bag & sand bag

b. Proyeksi Pemeriksaan :

1. Proyeksi AP (Antero-Posterior)

- Posisi Pasien : Tempatkan pasien pada posisi terlentang

tanpa rotasi panggul, berikan bantal untuk kepala pasien, kaki

harus lurus.

- Posisi Objek :

1. Sejajarkan dan pusatkan kaki dan lutut ke CR dan ke garis

tengah meja atau IR.

2. Tempatkan sandbag dengan berjalan kaki dan kaki agar stabil

jika perlu.

- CR :

1. CR sejajar dengan sisi artikular untuk pasien ukuran rata-rata,

CR tegak lurus terhadap IR.

2. 1/2 inci (1,25 cm) distal ke Apex patela.

25
- FFD : 100 cm

- Faktor eksposure : kVp :48-55 kVp (tanpa grid), mAs : 15-

20 mAs.

Gambar AP knee
(Sumber Bontrager’s Radiographic Positioning and Related Anatomy Ninth Edition)

- Kriteria evaluasi :

Kriteria radiograf yang harus terlihat : Tampak gambaran AP

knee joint.Tibiofemoral joint space tampak membuka. Jika

keaadan normal interspace kedua sisi tampak sama. Knee

joint sebaiknya full ekstensi jika pasien memungkinkan.

Patella harus superposisi sempurna dengan femur. Tidak

terjadi rotasi femur dan cruris.

Radiograf AP
(Sumber Bontrager’s Radiographic Positioning and Related Anatomy Ninth Edition

26
2. Proyeksi Lateral

- Posisi Pasien : Pasien tidur miring kesisi genu yang akan difoto

- Posisi Obyek : Knee joint yang akan difoto fleksi dan tungkai

yang lain lurus dibelakang. Genu diatur true lateral dengan

mengatur kedua condilus dalam satu garis vertikal.

- Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

- Central Point (CP) : pada condilus medialis.

- FFD : 100 cm

- Faktor eksposure : kVp :50-55 kVp (tanpa grid), mAs : 10- 12

mAs

Gambar Lateral Knee


(Sumber Bontrager’s Radiographic Positioning and Related Anatomy Ninth Edition)
- Kriteria evaluasi :

Kriteria radiografi yang harus terlihat : Patella tampak dari

pandangan dari inferior superior. Sendi femur dan patella terbuka.

Tampak jaringan lunak femur dan patella. Permukaan condilus

femur terlihat jelas.

27
Genu Lateral
(Sumber Bontrager’s Radiographic Positioning and Related Anatomy Ninth Edition)

3. Proyeksi Oblique

- Posisi Pasien: Tempatkan pasien dalam posisi semi semisupine

dengan seluruh tubuh dan kaki dioblique kan sebagianke arah

dalam, penyangga di bawah pinggul, berikan bantal untuk kepala

pasien.

- Posisi Obyek: Sejajarkan dan pusatkan kaki dan lutut ke CR dan

ke garis tengah meja atau IR. Putar seluruh kaki secara internal 45

° (Garis interepicondylar 45 ° ke IR) Jika perlu, untuk

kenyamanan kaki dan pergelangan kaki di posisi ini menggunakan

dengan sand bag.

- Central Ray (CR): Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

- Central Point (CP): Arahkan CR ke titik tengah genu pada level 1/2

inci (1,25 cm) distal ke apex patela.

- FFD : 100 cm

28
- Faktor eksposure: kVp :50-55 kVp (tanpa grid), mAs: 10- 12 mAs

(Sumber Bontrager’s Radiographic Positioning and Related Anatomy Ninth Edition)

- Kriteria Radiograf :

Kriteria evaluasi Femur distal dan tibia proksimal dan fibula dengan

patela yang melapisi femoral medial ditampilkan knee joint medial dan

lateral tampak tidak sama Jumlah yang tepat dari oblique bagian

menunjukkan artikulasi fibula tibio proksimal terbuka dengan lateral

kondilus dari tulang paha dan tibia terlihat digambar dan area neck

fibula seharusnya tidak terlihat terlalu terang.

29
(Sumber Bontrager’s Radiographic Positioning and Related Anatomy Ninth Edition)

4. Proteksi Radiasi

Sebagai sarana bantu diagnostik, sinar – X mempunyai daya tembus yang

besar sehingga dapat menimbulkan efek pada jaringan yang terkena

radiasi, oleh karena itu perlu adanya proteksi radiasi. Usaha proteksi

radiasi tersebut sudah diatur ketentuannya, seperti peraturan – peraturan

maupun pedoman kerja yang ditetapkan oleh BATAN. (Badan Tenaga

Atom Nasional. 1985. Pedoman Proteksi Radiasi di Rumah Sakit

dan Tempat Kerja Lainnya. Jakarta: BATAN).

a. Tujuan Proteksi Radiasi

Sesuai dengan rekomendasi ICRP (International Council of

Radiation Protection) atau NCRP (National Council of

Radiation Protection), maka dapat disimpulkan bahwa tujuan proteksi

radiasi adalah sebagai berikut :

1) Membatasi dosis radiasi yang diterima oleh pasien hingga sekecil

mungkin sesuai dengan ketentuan klinik.

2) Membatasi dosis radiasi yang diterima oleh petugas radiasi hingga

sekecil mungkin dan tidak boleh melewati batas yang telah ditentukan.

3) Membatasi dosis yang diterima oleh masyarakat umum agar berada pada

batas normal.

4) Pengawasan, penyimpanan, dan penggunaan sumber radiasi harus

mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah, begitu pula

dengan transportasi zat radioaktif.

30
b. Usaha Proteksi Radiasi

1) Proteksi radiasi terhadap pasien

a. Pemeriksaan dengan sinar-X hanya dilakukan atas permintaan dokter.

b. Membatasi luas lapangan penyinaran seluas daerah yang diperiksa.

c. Menggunakan faktor eksposi yang tepat, serta memposisikan pasien

dengan tepat sehingga tidak terjadi pengulangan foto.

2) Proteksi radiasi terhadap petugas

a. Petugas selalu menjaga jarak dengan sumber radiasi saat bertugas.

b. Selalu berlindung dibalik tabir proteksi sewaktu melakukan eksposi.

c. Jika tidak diperlukan, petugas sebaiknya tidak berada di area

penyinaran.

d. Jangan mengarahkan tabung ke arah petugas.

e. Petugas menggunakan alat ukur personal radiasi (film badge)

sewaktu bertugas yang setiap bulan dikirimkan ke BPFK guna

memonitor dosis radiasi yang diterima oleh petugas.

3) Tiga prinsip proteksi radiasi untuk petugas radiasi

a. Prinsip jarak

Dalam setiap pemotretan dengan menggunakan sinar-X seorang petugas

radiasi harus senantiasa berada pada jarak yang jauh dari sumber radiasi.

b. Prinsip waktu

Pada pemotretan menggunakan sinar-X, petugas radiasi harus senantiasa

berusaha menggunakan waktu yang singkat pada saat melakukan

31
penyinaran.

c. Prinsip perisai

d. Saat pemotretan, petugas radiasi harus senantiasa menggunakan perisai

radiasi.

4) Proteksi radiasi terhadap masyarakat umum, diantaranya :

a. Sewaktu pemeriksaan berlangsung, selain pasien jangan ada yang

berada di daerah radiasi.

b. Ketika penyinaran berlangsung pintu ruang pemeriksaan selalu ditutup.

c. Tabung sinar-X diarahkan ke daerah aman.

d. Perawat atau keluarga yang terpaksa berada di dalam ruang

pemeriksaan sewaktu penyinaran wajib menggunakan apron antara lain

yaitu :

1) Apron PB

(Sumber : EPA,2018)

Merupakan sebuah pakaian yang digunakan agar terhindar dari

paparan sinar radiasi. Biasanya digunakan untuk orang – orang yang

32
bekerja di bagian radiologi pada rumah sakit. Karena sinar radiasi

memiliki efek samping oleh karena itu alat ini sangat – sangat di perlukan

oleh pekerja yang berhubungan dengan sinar radiasi.

2) Thyroid Shield

e.

(Sumber : EPA,2018)

Untuk melindungi diri / organ tubuh yang tidak perlu penyinaran sinar-x,

yang berhubungan dengan kegiatan pemeriksaan yang  menggunakan sinar-

x.

3) Sarung tangan PB
f.

(Sumber : EPA,2018)

Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk fluoroskopi harus

memberikan kesetaraan atenuasi sekurang – kurangnya 0,25 mm Pb pada

33
150 kVp. Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup

jari dan pergelangan tangan.

4) Kaca Mata PB

(Sumber : EPA,2018)

Kaca mata PB ini berKualitas baik untuk perlindungan lensa anda,

dengan dilengkapi bagian samping kanan kiri.

5) Gonad / Ovarium Shield

(Sumber : EPA,2018)

Memiliki 4 perisai yang melindungi organ vital anda kanan kiri depan

dan belakang.

34

Anda mungkin juga menyukai