OSTEOARTHRITIS (OA)
Oleh :
Preseptor :
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada
paling sering pada sendi tangan, panggul, kaki, dan tulang belakang (spine)
meskipun bisa terjadi pada sendi sinovial mana pun. Prevalensi kerusakan
aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada
derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat
di Indonesia menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan terhadap
berusia tua.
Osteoartritis merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel dan matriks yang
2
remodeling tulang ini, degenerasi permukan artikuler pada OA tidak
berbagai literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa kerusakan
kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks,
terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti
2.2 Epidemiologi
dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan sejak tahun 2001 hingga 2010 dicanangkan
sebagai dekade penyakit tulang dan sendi di seluruh dunia.5 Penyakit ini
ketidakmampuan fisik. Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orang
sendiri, prevalensi total OA sebanyak 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan
mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang
17
obesitas dan sendi penahan beban tubuh.5 Dari sekian banyak sendi yang dapat
terserang OA, lutut merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang OA.
Data Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih dari 550 ribu orang
di Inggris menderita OA lutut yang parah dan lebih dari 80 ribu operasi
replacement sendi lutut dilakukan di Inggris pada tahun 2000 dengan biaya 405
juta Poundsterling.6
Terjadinya OA tidak lepas dari banyak persendian yang ada di dalam tubuh
terjadinya gesekan. Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada
tulang rawan. Namun karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi
pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri
berfungsi untuk meredam getar antar tulang. Tulang rawan terdiri atas jaringan
membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan,
pada rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks
terjadi perubahan pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang mengubah
5
biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan sifat
setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman.
rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit.
Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu
MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor,
termasuk TIMPs dan inhibitor aktifator plasminogen. Enzim lain yang turut
berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja
Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut
6
MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat. Sitokin yang terpenting
adalah IL-1, selain sebagai sitokin pengatur (IL-6, IL-8, LIFI) dan sitokin
inhibitor (IL-4, IL-10, IL-13 dan IFN-γ). Sitokin inhibitor ini bersama IL-Ira dapat
itu, IL-4 dan IL-13 juga dapat melawan efek metabolik IL-1. IL-1 juga berperan
tipe I dan III, sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk.
9,10
IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat Trauma
Tangan − akut
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal) − kronik (okupasional, port)
- artritis erosif interfalang Kongenital atau developmental:
- karpal-metakarpal I Gangguan setempat:
Kaki: − Penyakit Leg-Calve-Perthes
- haluks valgus − Dislokasi koksa kongenital
- haluks rigidus − Slipped epiphysis
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes) Faktor mekanik
- talonavikulare − Panjang tungkai tidak sama
Coxae − Deformitas valgus / varus
- eksentrik (superior) − Sindroma hipermobilitas
- konsentrik (aksial, medial) Metabolik
- difus (koksa senilis) − Okronosis (alkaptonuria)
Vertebra − Hemokromatosis
- sendi apofiseal − Penyakit Wilson
- sendi intervertebral − Penyakit Gaucher
- spondilosis (osteofit) Endokrin
- ligamentum (hiperostosis, − Akromegali
penyakit Forestier, diffuse idiopathic − Hiperparatiroidisme
skeletal hyperostosis=DISH) − Diabetes melitus
Tempat lainnya: − Obesitas
- glenohumeral − Hipotiroidisme
7
- akromioklavikular Penyakit Deposit Kalsium
- tibiotalar − Deposit kalsium pirofosfat
- sakroiliaka dihidrat
- temporomandibular − Artropati hidroksiapatit
Menyeluruh: Penyakit Tulang dan Sendi
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut lainnya Setempat:
diatas (Kellgren-Moore) − Fraktur
−Nekrosis avaskular
a. Nyeri sendi
d. Krepitasi
yang sakit.
8
f. Perubahan gaya berjalan
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu
a. Faktor Demografi
1) Umur
2) Jenis kelamin
9
laki. Hal ini dikaitkan dengan pengurangan hormon estrogen yang
3) Ras / Etnis
b. Faktor Genetik
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
1) Kebiasaan Merokok
rawan sendi.
10
2) Konsumsi Vitamin D
lutut.13
d. Faktor Metabolik
1) Obesitas
2) Osteoporosis
3) Penyakit Lain
4) Histerktomi
5) Manisektomi
telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut. Hal ini
11
2.6.2 Faktor Biomekanis
b. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi
lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –Perthes disease
c. Pekerjaan
dll).9
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari),
berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang
setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA
lutut. 9
e. Kebiasaan Olahraga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola,
lutut.10
12
2.7 Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut (Genu)
Derajat osteoartritis lutut dinilai menjadi lima derajat oleh Kellgren dan
13
2.8 Penatalaksanaan Osteoarthritis
1. Meredakan nyeri
kualitas hidup
Nonfarmakologis:
2. Edukasi
sendi
4. Modifikasi aktivitas
Farmakologis:
1. Sistemik
a. Analgetik
14
Non narkotik: parasetamol
Oral
Injeksi
Suppositoria
2. Topikal
b. Krim NSAIDs
diklofenak.
intraartikular, diantaranya :
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri
15
tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang
4. Pembedahan
dan rehabilitatif
joint.
a. Partial replacement/unicompartemental
16
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang dan
severe instability.
17
BAB 3
LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
b. Pekerjaan/pendidikan : IRT/SMA
BPJS.
c. Kondisi Rumah :
- Listrik ada
18
- Jamban ada 2 buah, di dalam rumah
4. Keluhan utama :
hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul dan nyeri terasa
jika sudah bekerja terlalu lama. Nyeri tidak menjalar dan hanya
19
pada bagian lutut. Nyeri berkurang jika pasien beristirahat.
Bengkak di daerah lutut tidak ada, merah di daerah lutut tidak ada,
terasa panas di daerah lutut tidak ada, nyeri saat ditekan (+).
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran : CMC
Nadi : 90 x/ menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 370C
BB : 60 Kg
TB : 156 cm
20
Dada
Status Lokalisata
Ekstremitas Inferior regio artikulasio genu dextra.
Inspeksi
o Kontur jaringan lunak : edema (-)
o Warna merah (-)
o Jaringan parut (-)
Palpasi
o Panas (-),
o Penebalan dan penonjolan tulang (-)
o Kontur jaringan lunak : penebalan membran sinovial (-), spasme
otot (+)
o Nyeri lokal (+)
Pergerakan
o Fleksi terbatas ( N= 120-145 0C)
o Ektensi dalam batas normal (N= 0 0C)
o Nyeri bila digerakkan (+)
o Krepitasi (+)
Kekuatan otot (membandingkan dengan tahanan pemeriksa)
o Fleksi : dalam batas normal
o Ektensi : dalam batas normal
o Cara berjalan : antalgik yaitu cara berjalan dengan berupaya
mengurangi beban tubuh untuk mengurangi nyeri
8. Pemeriksaan penunjang : tidak dilakukan
9. Diagnosis holistik
21
a. Aspek personal : (alasan kedatangan, harapan dan kekhawatiran)
pada telinga kanan yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu. Pasien
nya. Tidak ada anggota keluarga lainnya yang memiliki kebiasaan yang
22
Pasien seorang ibu rumah tangga dan belum mengetahui bahwa
11. Manajemen
a. Preventif :
b. Promotif :
23
c. Kuratif :
Non Farmakologi
setiap hari selama 15-20 menit untuk melatih otot agar tidak kaku.
Farmakologi
a. Na diklofenak 2x25 mg
b. Antasida 2x150 mg
c. Vitamin B1 1x1
d. Rehabilitatif :
24
BAB IV
DISKUSI
29
25
dan berkurang apabila beristirahat. Tidak ada demam. Nyeri tidak menetap
sepanjang hari. Nyeri seperti ini biasanya ditemukan pada OA.
Penderita juga mengeluh kaku sendi. Kaku sendi dirasakan penderita pada
pagi hari. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh desakan cairan yang berada di
sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovial, atau bursa).
Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-
gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan yang mengalami inflamasi sehingga
penderita merasa terlepas dari ikatan dan bisa menggerakkan sendinya kembali.
Lama kaku sendi pada OA adalah kurang dari 30 menit sedangkan pada AR
minimal satu jam. Pada penderita ini, kaku sendi juga dirasakan pada pagi hari
selama ± 20-30 menit dan menghilang dengan sendirinya bila penderita
menggerakkan kakinya dengan beraktivitas seperti biasa. Hal ini sesuai untuk
mendukung keluhan pada penderita OA.
Penderita juga mengalami bengkak pada kedua lutut. Bengkak dirasakan
oleh penderita sejak 6 bulan SMRS. Sendi yang membengkak bisa disebabkan
oleh penonjolan tulang, sinovitis, efusi dan karena adanya osteofit yang dapat
mengubah permukaan sendi. Pada penderita ditemukan osteofit pada pemeriksaan
rontgent.
Pemeriksaan fisik lokalis pada kedua sendi lutut didapatkan : pada
inspeksi didapatkan pembesaran / bengkak pada kedua sendi lutut dengan tidak
ada perubahan warna kulit. Palpasi pada kedua sendi lutut didapatkan nyeri tekan
dan pada perabaan dirasakan hangat. Pemeriksaan gerak sendi didapat
keterbatasan gerak fleksi yaitu hanya dapat mengerakkan lutut sebesar 60°.
Hambatan gerak terutama disebabkan oleh adanya remodelling osteofit, penebalan
kapsul, dan juga adanya efusi. Pada auskultasi sendi lutut penderita ditemukan
adanya krepitasi, dimana terdengar suara gemeretak “kretek-kretek” seperti suara
krupuk yang diremukkan. Gejala ini mungkin disebabkan karena gesekan kedua
permukaan tulang sendi yang irregular pada saat sendi digerakkan ataupun secara
pasif dimanipulasi.
Pemeriksaan radiologis pada penderita ini didapatkan adanya gambaran
berupa penyempitan sendi dan osteofit pada pinggir sendi. Menipisnya rawan
sendi diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat
26
yang kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang
akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan.
Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit
marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan struktur
tulang. Penipisan kartilago sendi akibat proses degeneratif memberi gambaran
penyempitan celah sendi yang tidak simetris pada foto polos radiologi. Fungsi
kartilago sendi berkurang bahkan menghilang mengakibatkan beban stres di
daerah subkhondral bertambah. Beberapa subkhondral tersebut dapat diamati pada
poto polos radiologi berupa pembentukan osteofit, sklerotik subkhondral, maupun
pembentukan kista subkhondral. Pada penderita ini ditemukan adanya
pembentukan osteofit pada condylus lateralis dan medialis os tibio femoralis.
Pada OA, anamnesa (gejala klinis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologi sudah dapat menunjang penegakan diagnosis. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (Hb, Leukosit,
dan LED) dalam batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan
dengan arthritis peradangan. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin
didapatkan penurunan viskositas, pleositosis sedang hingga ringan, serta
peningkatan ringan sel radang (<8000/m) >1. Pada penderita ini dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah lengkap, kimia darah dan urin lengkap karena
pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan rutin. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium pada penderita ini tidak ditemukan adanya kelainan.
Diagnosis OA sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan memakai
kriteria OA yang dibuat oleh Subcommittee American College of Rheumatology
(ACR). Kriteria OA lutut secara klinis, laboratorium, dan radiologis adalah
adanya nyeri lutut, osteofit, dan salah satu dari tanda berikut, yaitu usia lebih dari
50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit atau adanya krepitus. Pada penderita
ini wanita berusia 75 tahun, ditemukan memiliki keluhan nyeri kedua sendi lutut,
terdapat kaku sendi selama 20-30 menit, terdapat krepitus, dan pada pemeriksaan
radiologi ditemukan adanya osteofit.
Pengelolaan penderita dengan OA bertujuan untuk menghilangkan
keluhan, mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan
meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah
27
komplikasi. Pilar terapi OA : non farmakologis (edukasi, terapi fisik,
diet/penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,
sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.
Edukasi sangat penting bagi semua pasien OA. Dua hal yang menjadi
tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian
edukasi pada penderita ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan
pengetahuan penderita mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan
menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk mencegah kerusakan
organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan pada penderita ini yaitu
memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik, sehingga perlu
dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku
dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu, agar rasa nyeri dapat berkurang,
maka penderita hendaknya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak
terlalu banyak menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Penderita
juga disarankan untuk kembali kontrol sehingga dapat diketahui apakah
penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat yang
diberikan.
Terapi fisik bertujuan untuk melatih penderita agar persendiannya tetap
dapat dipakai dan melatih penderita untuk melindungi sendi yang sakit. Pada
penderita ini, dianjurkan untuk berolah raga tapi olah raga yang memperberat
sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging. Hal ini dikarenakan dapat
menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intraartikular bila ada efusi sendi dan
bahkan bisa menyebabkan robekan kapsul sendi. Untuk mencegah risiko
terjadinya kecacatan pada sendi, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot
seperti m.Quadrisep femoris, dengan peregangan otot diharapkan dapat membantu
dalam peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. Pada
penderita ini disarankan untuk senam lantai 3 kali seminggu dimana pasien
mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya, dengan cara
mengangkat kaki dan secara perlahan menekuk dan meluruskan lututnya. Olah
raga ini sangat mudah dilakukan apalagi mengingat usia penderita yang sudah
mencapai 75 tahun.
28
Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada penderita OA yang
gemuk. Hal ini sebaiknya menjadi program utama pengobatan OA. Penurunan
berat badan seringkali dapat mengurangi keluhan dan peradangan. Selain itu,
obesitas juga dapat meningkatkan risiko progresifitas dari OA. Pada penderita ini
disarankan untuk mengurangi berat badan dengan mengatur diet rendah kalori
sampai mungkin mendekati berat badan ideal. Dimana prinsipnya adalah
mengurangi kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan. Penurunan
energi intake yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000
kalori perhari, sehingga diharapkan akan terjadi pembakaran lemak tubuh dan
penurunan berat badan 0,5 – 1 kg per minggu. Biasanya intake energi diberikan
1200-1300 kal per hari dan paling rendah 800 kal per hari. Formula yang dapat
digunakan untuk kebutuhan energi berdasarkan berat badan adalah 22kal/kgBB
aktual/hari, dengan cara ini didapatkan defisit energi 1000 kal/hari. Pada penderita
ini dianjurkan untuk diet 1400 kal perhari agar mencapai BB idealnya yakni
setidaknya mencapai 55 kg. Namun, cara ini juga memerlukan kehati – hatian
dikarenakan usia penderita dan daya tahan tubuhnya yang memang sudah tidak
mendukung untuk melakukan usaha diit.
Terapi farmakologis pada penderita OA biasanya bersifat simptomatis.
Pada tahap awal dapat dicoba analgetik sederhana, seperti asetaminofen atau
salisilat. Bila tidak ada perbaikan, dapat diberikan obat anti inflamasi non steroid.
Untuk mengurangi keluhan nyeri pada penderita ini, telah diberikan pengobatan
langsung dengan obat anti inflamasi non steroid seperti Na-diklofenak dengan
dosis 3×50 mg tanpa menggunakan obat lini pertama. Hal ini dikarenakan keluhan
pada penderita ini sudah cukup berat, ditambah pula adanya bengkak dan rasa
hangat di lutut yang tidak hilang dengan obat analgetik sederhana ( seperti yang
biasa dikonsumsi penderita). Na-diklofenak merupakan obat golongan OAINS
COX-1 inhibitor yang non-selektif, dimana obat ini diberikan pada penderita
karena tidak terdapat riwayat pernah menderita gangguan gastrointestinal. Namun,
mengingat usia penderita yang memang sudah lanjut maka penderita juga
diberikan obat pelapis lambung untuk menjaga kondisi saluran pencernaannya. Di
sini, penderita diberikan obat golongan PPI (Omeprazole 2 x 20 mg). Setelah
dievaluasi beberapa hari, ternyata keluhan nyeri dan bengkak pada penderita tidak
29
kunjung ada perubahan maka ditambahkan pula obat steroid injeksi dimana
pilihannya adalah Inj.Triamcinolon 1 Amp/24 jam (Inj. Flamicort). Selain itu,
pasien juga dikonsulkan ke spesialis rehabilitasi medis untuk dilakukan
fisioterapi.
Terapi pembedahan. Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis dan
rehabilitasi tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas yang menimbulkan gangguan mobilisasi sendi
yang mengganggu aktifitas sehari-hari. Pada penderita ini tidak sampai dilakukan
terapi pembedahan.
30
DAFTAR PUSTAKA
32