Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

OSTEOARTHRITIS (OA)

Oleh :

Diana Ardila 1210313077

Mihal Vivqi Pratama 1210313013

Poppy Silvia 0910312112

Redo Kurniawan 1210313094

Preseptor :

dr. Husna Yetti, PhD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PUSKESMAS LAPAI KOTA PADANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang

berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Prevelensi OA lutut radiologis di

Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada

wanita. Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul

paling sering pada sendi tangan, panggul, kaki, dan tulang belakang (spine)

meskipun bisa terjadi pada sendi sinovial mana pun. Prevalensi kerusakan

sendi sinovial ini meningkat dengan pertambahan usia.

Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan

aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada

derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat

mengganggu mobilitas pasien. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang usia lanjut

di Indonesia menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan terhadap

dampak OA akan semakin besar karena semakin banyaknya populasi yang

berusia tua.

Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui penyebabnya yang

dikenali sebagai idiopatik. Osteoartritis sekunder dapat terjadi akibat trauma

pada sendi, infeksi, perkembangan, kelainan neurologi dan metabolik.

Osteoartritis merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel dan matriks yang

berakibat kerusakan struktur dan fungsi kartilago artikular, diikuti oleh

reaksi perbaikan dan remodeling tulang. Karena reaksi perbaikan dan

2
remodeling tulang ini, degenerasi permukan artikuler pada OA tidak

bersifat progresif, dan kecepatan degenerasi sendi bergantung pada tiap

individu dan sendi.

Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian

faktor-faktor resiko, latihan intervensi fisioterapi dan terapi farmakologis.

Pada fase lanjut sering diperlukan pembedahan.

1.2. Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas mengenai, definisi, etiologi, patofiologi,

manifestasi klinik, diagnosis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding,

penatalaksaan, komplikasi, dan prognosis osteoarthritis.

1.3. Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan meningkatkan

pemahaman tentang osteoarthritis.

1.4. Metode Penulisan

Laporan ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk dari

berbagai literatur.

1.5. Manfaat Penulisan

Laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi

dan pengetahuan tentang osteoarthritis dan komplikasinya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Osteoarthritis (OA, dikenal juga sebagai arthritis degeneratif, penyakit

degeneratif sendi) merupakan penyakit sendi degeneratif yang mengenai sendi-

sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa kerusakan

kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks,

terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti

komponen sekunder proses inflamasi.1,2

2.2 Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di

dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan sejak tahun 2001 hingga 2010 dicanangkan

sebagai dekade penyakit tulang dan sendi di seluruh dunia.5 Penyakit ini

menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab

ketidakmampuan fisik. Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orang

mengalami gejala OA. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita OA.3,4

Di Australia pada tahun 2002, diperkirakan biaya nasional untuk OA

sebesar 1% dari GNP, yaitu mencapai $Aus 2.700/orang/tahun.4 Di Indonesia

sendiri, prevalensi total OA sebanyak 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan

mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang

lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis. Pada beberapa

penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya osteoarthritis pada

17
obesitas dan sendi penahan beban tubuh.5 Dari sekian banyak sendi yang dapat

terserang OA, lutut merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang OA.

Data Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih dari 550 ribu orang

di Inggris menderita OA lutut yang parah dan lebih dari 80 ribu operasi

replacement sendi lutut dilakukan di Inggris pada tahun 2000 dengan biaya 405

juta Poundsterling.6

2.3 Patofisiologi Osteoartritis

Terjadinya OA tidak lepas dari banyak persendian yang ada di dalam tubuh

manusia. Sebanyak 230 sendi menghubungkan 206 tulang yang memungkinkan

terjadinya gesekan. Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada

tulang rawan. Namun karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi

pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri

berfungsi untuk meredam getar antar tulang. Tulang rawan terdiri atas jaringan

lunak kolagen yang berfungsi untuk menguatkan sendi, proteoglikan yang

membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan,

pelumas dan pemberi nutrisi.9,10

Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen

pada rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks

yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis

matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang

berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan

terjadi perubahan pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang mengubah

5
biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan sifat

kompresibilitasnya yang unik.9

Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama

setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman.

Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix

Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam

rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit.

Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan

terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik. 9,10

Agrekanase merupakan enzim yang akan memecah proteoglikan di dalam

matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu

agrekanase 1 (ADAMTs-4) dan agrekanase 2 (ADAMTs-11). MMPs diproduksi

oleh kondrosit, kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase

serin (aktivator plasminogen, plamsinogen, plasmin), radikal bebas dan beberapa

MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor,

termasuk TIMPs dan inhibitor aktifator plasminogen. Enzim lain yang turut

berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja

pada pH rendah, termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein

(katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpam di dalam lisosom kondrosit.

Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut

berperan merusak proteoglikan.10

Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit dalam menghasilkan

enzim perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi akan melekat pada

reseptor di permukaan kondrosit dan sinoviosit dan menyebabkan transkripsi gene

6
MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat. Sitokin yang terpenting

adalah IL-1, selain sebagai sitokin pengatur (IL-6, IL-8, LIFI) dan sitokin

inhibitor (IL-4, IL-10, IL-13 dan IFN-γ). Sitokin inhibitor ini bersama IL-Ira dapat

menghambat sekresi berbagai MMPs dan meningkatkan sekresi TIMPs. Selain

itu, IL-4 dan IL-13 juga dapat melawan efek metabolik IL-1. IL-1 juga berperan

menurunkan sintesis kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen

tipe I dan III, sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk.
9,10

2.4 Klasifikasi Osteoartritis

OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder, seperti yang

tercantum di bawah ini :19

IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat Trauma
Tangan − akut
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal) − kronik (okupasional, port)
- artritis erosif interfalang Kongenital atau developmental:
- karpal-metakarpal I Gangguan setempat:
Kaki: − Penyakit Leg-Calve-Perthes
- haluks valgus − Dislokasi koksa kongenital
- haluks rigidus − Slipped epiphysis
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes) Faktor mekanik
- talonavikulare − Panjang tungkai tidak sama
Coxae − Deformitas valgus / varus
- eksentrik (superior) − Sindroma hipermobilitas
- konsentrik (aksial, medial) Metabolik
- difus (koksa senilis) − Okronosis (alkaptonuria)
Vertebra − Hemokromatosis
- sendi apofiseal − Penyakit Wilson
- sendi intervertebral − Penyakit Gaucher
- spondilosis (osteofit) Endokrin
- ligamentum (hiperostosis, − Akromegali
penyakit Forestier, diffuse idiopathic − Hiperparatiroidisme
skeletal hyperostosis=DISH) − Diabetes melitus
Tempat lainnya: − Obesitas
- glenohumeral − Hipotiroidisme
7
- akromioklavikular Penyakit Deposit Kalsium
- tibiotalar − Deposit kalsium pirofosfat
- sakroiliaka dihidrat
- temporomandibular − Artropati hidroksiapatit
Menyeluruh: Penyakit Tulang dan Sendi
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut lainnya Setempat:
diatas (Kellgren-Moore) − Fraktur
−Nekrosis avaskular

Tabel 2.1 Osteoartritis Idiopatik dan Sekunder

2.5 Manifestasi Klinis 15

a. Nyeri sendi

Terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan

berkurang bila penderita beristirahat.

b. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)

Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi yang

cukup lama (gel phenomenon), bahkan sering disebutkan kaku muncul

pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).

c. Hambatan pergerakan sendi

Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat

secara perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi.

d. Krepitasi

Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi

yang sakit.

e. Perubahan bentuk sendi

Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan

berupa perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi.

8
f. Perubahan gaya berjalan

Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan,

hampir semua pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan

panggul mengalami perubahan gaya berjalan (pincang).

2.6 Faktor Risiko Osteoartritis Lutut (Genu)

Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu

faktor predisposisi dan faktor biomekanis.

2.6.1 Faktor Predisposisi

a. Faktor Demografi

1) Umur

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan

adalah yang terkuat. Proses penuaan dianggap sebagai penyebab

peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi,

kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit, yang

semuanya mendukung terjadinya OA. Studi Framingham

menunjukkan bahwa 27% orang berusia 63 – 70 tahun memiliki bukti

radiografik menderita OA lutut, yang meningkat mencapai 40% pada

usia 80 tahun atau lebih.7

2) Jenis kelamin

Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi

dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun

prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-

9
laki. Hal ini dikaitkan dengan pengurangan hormon estrogen yang

signifikan pada wanita.8

3) Ras / Etnis

Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika

tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras

Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih

besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki

risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia.10,11

Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih

banyak terserang OA dibandingkan kulit putih.9

b. Faktor Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya

mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-

unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam

timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.10

c. Faktor Gaya Hidup

1) Kebiasaan Merokok

 Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang

rawan sendi.

 Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi

hilangnya tulang rawan.

 Merokok dapat meningkatkan kandungan karbonmonoksida dalam

darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat

menghambat pembentukan tulang rawan.12

10
2) Konsumsi Vitamin D

Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung

vitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA

lutut.13

d. Faktor Metabolik

1) Obesitas

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan

mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering

menyebabkan osteoartritis lutut.7

2) Osteoporosis

Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa

gerakan mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan

tulang rawan sendi.10

3) Penyakit Lain

OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi

dan hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas.10

4) Histerktomi

Hal ini diduga berkaitan dengan pengurangan produksi hormon

estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim. 10

5) Manisektomi

Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan

telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut. Hal ini

berkaitan dengan hilangnya jaringan meniscus.14

11
2.6.2 Faktor Biomekanis

a. Riwayat Trauma Lutut

Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum

dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut.9

b. Kelainan Anatomis

Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi

lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –Perthes disease

dan displasia asetabulum.10

c. Pekerjaan

Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang

banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut (petani, kuli,

dll).9

d. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari),

berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang

berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu),

mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih

setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA

lutut. 9

e. Kebiasaan Olahraga

Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola,

lari maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA

lutut.10

12
2.7 Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut (Genu)

Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American

College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini :16

Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut

Derajat osteoartritis lutut dinilai menjadi lima derajat oleh Kellgren dan

Lawrence, yaitu :17

- Derajat 0 : tidak ada gambaran osteoartritis.

- Derajat 1 : osteoartritis meragukan dengan gambaran sendi normal, tetapi

terdapat osteofit minimal.

- Derajat 2 : osteoartritis minimal dengan osteofit pada 2 tempat, tidak terdapat

sklerosis dan kista subkondral, serta celah sendi baik.

- Derajat 3 : osteoartritis moderat dengan osteofit moderat, deformitas ujung

tulang, dan celah sendi sempit.

- Derajat 4 : osteoartritis berat dengan osteofit besar, deformitas ujung tulang,

celah sendi hilang, serta adanyasklerosis dan kista subkondral.

13
2.8 Penatalaksanaan Osteoarthritis

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:18

1. Meredakan nyeri

2. Mengoptimalkan fungsi sendi

3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan

kualitas hidup

4. Menghambat progresivitas penyakit

5. Mencegah terjadinya komplikasi

Pilar terapi pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:

Nonfarmakologis:

1. Modifikasi pola hidup

2. Edukasi

3. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada

sendi

4. Modifikasi aktivitas

5. Menurunkan berat badan

6. Rehabilitasi medik/ fisioterapi

a. Latihan statis dan memperkuat otot-otot

b. Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,

dan menambah luas pergerakan sendi

7. Penggunaan alat bantu.

Farmakologis:

1. Sistemik

a. Analgetik

14
 Non narkotik: parasetamol

 Opioid (kodein, tramadol)

b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

 Oral

 Injeksi

 Suppositoria

c. DMOADs (disease modifying OA drugs)

Diantara nutraceutical yang saat ini tersedia di Indonesia adalah

Glucosamine sulfate dan Chondroitine sulfate.

2. Topikal

a. Krim rubefacients dan capsaicin.

Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada

umumnya bersifat counter irritant.

b. Krim NSAIDs

Beberapa yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium

diklofenak.

3. Injeksi intraartikular/intra lesi

Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan

simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan

untuk modifikasi perjalanan penyakit. Beberapa preparat injeksi

intraartikular, diantaranya :

a. Steroid ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri

dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs,

15
tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang

merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Dosis

untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk

sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight

Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu

minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Sediaan di

Indonesia diantaranya adalah Hyalgan dan Osflex.

4. Pembedahan

Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan

terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan

tindakan operatif bila :

a. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

b. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa

dan rehabilitatif

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement

joint.

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

a. Partial replacement/unicompartemental

b. High tibial osteotomy : orang muda

c. Patella & condyle resurfacing

d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan

sebagian oleh ligament asli dan sebagian oleh sendi buatan.

16
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang dan

severe instability.

f. Total knee replacement, apabila didapatkan nyeri, deformitas,

instability akibat dari rheumatoid atau osteoarthritis.

Gambar 2.1 Piramida Penatalaksanaan Osteoartritis

17
BAB 3

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

KEPANITERAAN KLINIK FOME III

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien

a. Nama/Kelamin/Umur : Ny. N/Perempuan/59 tahun

b. Pekerjaan/pendidikan : IRT/SMA

c. Alamat : Pulau Talena, Lapai, Kota Padang

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga

a. Status Perkawinan : Menikah

b. Status Ekonomi Keluarga :

Sumber penghasilan keluarga ini adalah dari suami pasien yang

bekerja sebagai PNS. Penghasilan ± Rp. 4.000.000,-/bulan.

Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terpenuhi. Biaya berobat ditanggung

BPJS.

c. Kondisi Rumah :

- Rumah permanen dengan 4 kamar, luas bangunan 120 m2

- Perkarangan cukup luas

- Ventilasi dan sirkulasi udara baik

- Listrik ada

- Sumber air bersih: air PAM

18
- Jamban ada 2 buah, di dalam rumah

- Sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara

- Kesan : higiene dan sanitasi baik

d. Kondisi Lingkungan Keluarga

- Identitas kepala keluarga: Tn. K, 63 tahun

- Identitas pasangan : Ny. N, 59 tahun (pasien)

- Jumlah Anak : 4 orang

 Anak pertama : Laki-laki, 24 tahun, Swasta

 Anak kedua : Perempuan, 20 tahun, Mahasiswa

 Anak ketiga : Perempuan, 18 tahun, Mahasiswa

- Pasien tinggal bersama suami dan 3 orang anaknya.

- Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk.

3. Aspek psikologis di keluarga

- Hubungan dengan anggota keluarga lainnya baik

- Faktor stress dalam keluarga tidak ada.

4. Keluhan utama :

 Nyeri lutut sebelah kanan sejak  5 hari yang lalu

5. Riwayat Penyakit Sekarang

 Nyeri lutut sebelah kanan sejak 3 bulan yang memberat sejak 5

hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul dan nyeri terasa

seperti berdenyut-denyut dan dan tajam seperti ditusuk. Nyeri

dirasakan timbul saat pasien berusaha mengubah posisi (dari duduk

menjadi berdiri) atau ketika melipat dan meluruskan lututnya serta

jika sudah bekerja terlalu lama. Nyeri tidak menjalar dan hanya

19
pada bagian lutut. Nyeri berkurang jika pasien beristirahat.

Sebelumnya pasien sudah pernah berobat, mendapat obat

penghilang nyeri (pasien lupa nama obatnya), hilang sebentar lalu

nyeri muncul kemabali.

 Bengkak di daerah lutut tidak ada, merah di daerah lutut tidak ada,
terasa panas di daerah lutut tidak ada, nyeri saat ditekan (+).

6. Riwayat Penyakit Dahulu / Penyakit Keluarga

 Riwayat sakit dengan keluhan yang sama 3 bulan yang lalu


 Riwayat asam urat (-)
 Riwayat trauma disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama

7. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : CMC

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 90 x/ menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 370C

BB : 60 Kg

TB : 156 cm

IMT : 28,33 (Overweight)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

20
Dada

Paru : tidak dilakukan

Jantung : tidak dilakukan

Abdomen : tidak dilakukan

Anggota gerak: akral teraba hangat

Status Lokalisata
Ekstremitas Inferior regio artikulasio genu dextra.
 Inspeksi
o Kontur jaringan lunak : edema (-)
o Warna merah (-)
o Jaringan parut (-)
 Palpasi
o Panas (-),
o Penebalan dan penonjolan tulang (-)
o Kontur jaringan lunak : penebalan membran sinovial (-), spasme
otot (+)
o Nyeri lokal (+)
 Pergerakan
o Fleksi terbatas ( N= 120-145 0C)
o Ektensi dalam batas normal (N= 0 0C)
o Nyeri bila digerakkan (+)
o Krepitasi (+)
 Kekuatan otot (membandingkan dengan tahanan pemeriksa)
o Fleksi : dalam batas normal
o Ektensi : dalam batas normal
o Cara berjalan : antalgik yaitu cara berjalan dengan berupaya
mengurangi beban tubuh untuk mengurangi nyeri
8. Pemeriksaan penunjang : tidak dilakukan

9. Diagnosis holistik
21
a. Aspek personal : (alasan kedatangan, harapan dan kekhawatiran)

Pasien datang berobat ke Puskesmas Lapai dengan keluhan nyeri

pada telinga kanan yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu. Pasien

berobat dengan harapan nyeri telinganya berkurang dan mengetahui apa

yang menyebabkan nyeri pada telinganya tersebut. Pasien

mengkhawatirkan adanya kebiasaan yang salah yang dilakukannya yang

menyebabkan telinga kanannya terasa nyeri dan takut ini menyebabkan

penyakitnya menjadi serius.

b. Aspek Klinik : (diagnosis kerja dan diagnosis banding)

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan

diagnosis kerja Osteoarthritis dextra.

c. Aspek resiko internal : (perilaku, sikap, pengobatan, dan persepsi)

Pasien saat ini seorang ibu rumah tangga. Pasien sehari-hari

mengurus anak-anaknya yang di usia sekolah. Pada waktu luang, pasien

memiliki kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud hingga 3-4x

seminggu. Kebiasaan ini diakui pasien membuatnya merasa nyaman dan

merasa telinganya bersih. Pasien tidak mengetahui bahwa kebiasaan

tersebut dapat menjadi factor risiko terjadinya peradangan pada telinga

nya. Tidak ada anggota keluarga lainnya yang memiliki kebiasaan yang

sama seperti pasien. Di lingkungan keluarganya, hanya pasien yang

memiliki keluhan nyeri pada telinga.

d. Aspek resiko eksternal: (psikososial dan ekonomi)

22
Pasien seorang ibu rumah tangga dan belum mengetahui bahwa

kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud dapat menyebabkan

peradangan pada telinga. Pasien berpendapat bahwa semakin sering

mengorek telinga dengan cotton bud memberikan rasa nyaman dan

membuat telinganya menjadi semakin bersih.

e. Aspek fungsional : (tingkat kesulitan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari baik didalam maupun diluar rumah, fisik maupun mental)

Aktivitas menjalankan fungsi sosial memiliki nilai skala dua, yaitu

pasien mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari di dalam rumah

dan luar rumah.

11. Manajemen

a. Preventif :

 Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi

 Menyarankan melakukan latihan untuk memperluas gerak sendi

untuk mencegah kekakuan yang dapat terjadi

 menyarankan tidak melakukan/mengurangi pekerjaan atau aktivitas

berat yang dapat memperberat penyakit misalnya naik turun tangga

(pekerjaan yang bertumpu pada lutut)

 Menjaga berat badan untuk mengurangi resiko penyakit.

b. Promotif :

 Menjelaskan pada pasien mengenai osteoarthritis serta


penanggulangannya.
 Menjelaskan cara meminum obat sesuai aturan

23
c. Kuratif :

Non Farmakologi

a. Melakukan aktivitas seperti biasa namun dengan prinsip

mengurangi beban pada lutut

b. Melakukan stretching pada area sekitar lutut dan paha

c. Mengompres dengan air hangat atau pun dingin untuk

menghilangkan nyeri di sekitar lutut, dapat dilakukan selama 30

menit setiap hari.

d. Latihan duduk dan berdiri (chair-rise exercise) secara perlahan

setiap hari selama 15-20 menit untuk melatih otot agar tidak kaku.

Farmakologi

a. Na diklofenak 2x25 mg

b. Antasida 2x150 mg

c. Vitamin B1 1x1

d. Rehabilitatif :

Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit

bila keluhan timbul kembali, tidak berkurang atau memberat.

24
BAB IV
DISKUSI

OA adalah penyakit degenerasi kartilago artikuler yang berlangsung secara


perlahan dan ditandai dengan nyeri sendi, kekakuan dan keterbatasan gerak yang
berkembang secara progresif. Tanda-tanda tersebut ditemukan pada penderita ini.
Berdasarkan etiologinya, OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA
primer dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang
kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang
didasari oleh adanya kelainan endokrin, trauma, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama,
faktor mekanik, penyakit deposit kalsium, penyakit tulang dan sendi lainnya, serta
neuropatik endemik. Beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan
penyakit OA, diantaranya : faktor risiko umum yang penting seperti kegemukan,
faktor genetik dan jenis kelamin, serta beberapa faktor risiko lain seperti usia
lebih dari 40 tahun, suku bangsa, cedera sendi, pekerjaan, olahraga, kelainan
pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain. Pada penderita ini, berdasarkan
anamnesis riwayat sosialnya, penderita adalah seorang wanita berusia 75 tahun
yang meskipun tidak melakukan pekerjaan yang berat, tetapi dirinya tetap
menjalankan pekerjaan rumah tangga (sebelum sakit) yang notabene banyak
menggunakan sendi lutut. Selain itu, dari pemeriksaan fisik penderita ini juga
mengalami kegemukan. Kondisi-kondisi pada penderita ini merupakan faktor
risiko sekunder terjadinya OA. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyebab OA pada
penderita ini bukan termasuk faktor risiko OA primer.
Penderita datang dengan keluhan nyeri pada kedua sendi lutut sejak ± 1
tahun SMRS dan puncaknya 2 hari SMRS dimana penderita sudah tidak bisa
berjalan lagi. Nyeri sendi merupakan keluhan yang umum terjadi pada penyakit
reumatik, seperti artritis gout, OA, keganasan, reumatik septik dan lain
sebagainya. Pada penderita ini, nyeri terlokalisir pada lutut tanpa adanya nyeri
pada sendi yang lain, nyeri bertambah saat melakukan gerakan (seperti berjalan)

29
25
dan berkurang apabila beristirahat. Tidak ada demam. Nyeri tidak menetap
sepanjang hari. Nyeri seperti ini biasanya ditemukan pada OA.
Penderita juga mengeluh kaku sendi. Kaku sendi dirasakan penderita pada
pagi hari. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh desakan cairan yang berada di
sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovial, atau bursa).
Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-
gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan yang mengalami inflamasi sehingga
penderita merasa terlepas dari ikatan dan bisa menggerakkan sendinya kembali.
Lama kaku sendi pada OA adalah kurang dari 30 menit sedangkan pada AR
minimal satu jam. Pada penderita ini, kaku sendi juga dirasakan pada pagi hari
selama ± 20-30 menit dan menghilang dengan sendirinya bila penderita
menggerakkan kakinya dengan beraktivitas seperti biasa. Hal ini sesuai untuk
mendukung keluhan pada penderita OA.
Penderita juga mengalami bengkak pada kedua lutut. Bengkak dirasakan
oleh penderita sejak 6 bulan SMRS. Sendi yang membengkak bisa disebabkan
oleh penonjolan tulang, sinovitis, efusi dan karena adanya osteofit yang dapat
mengubah permukaan sendi. Pada penderita ditemukan osteofit pada pemeriksaan
rontgent.
Pemeriksaan fisik lokalis pada kedua sendi lutut didapatkan : pada
inspeksi didapatkan pembesaran / bengkak pada kedua sendi lutut dengan tidak
ada perubahan warna kulit. Palpasi pada kedua sendi lutut didapatkan nyeri tekan
dan pada perabaan dirasakan hangat. Pemeriksaan gerak sendi didapat
keterbatasan gerak fleksi yaitu hanya dapat mengerakkan lutut sebesar 60°.
Hambatan gerak terutama disebabkan oleh adanya remodelling osteofit, penebalan
kapsul, dan juga adanya efusi. Pada auskultasi sendi lutut penderita ditemukan
adanya krepitasi, dimana terdengar suara gemeretak “kretek-kretek” seperti suara
krupuk yang diremukkan. Gejala ini mungkin disebabkan karena gesekan kedua
permukaan tulang sendi yang irregular pada saat sendi digerakkan ataupun secara
pasif dimanipulasi.
Pemeriksaan radiologis pada penderita ini didapatkan adanya gambaran
berupa penyempitan sendi dan osteofit pada pinggir sendi. Menipisnya rawan
sendi diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat

26
yang kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang
akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan.
Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit
marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan struktur
tulang. Penipisan kartilago sendi akibat proses degeneratif memberi gambaran
penyempitan celah sendi yang tidak simetris pada foto polos radiologi. Fungsi
kartilago sendi berkurang bahkan menghilang mengakibatkan beban stres di
daerah subkhondral bertambah. Beberapa subkhondral tersebut dapat diamati pada
poto polos radiologi berupa pembentukan osteofit, sklerotik subkhondral, maupun
pembentukan kista subkhondral. Pada penderita ini ditemukan adanya
pembentukan osteofit pada condylus lateralis dan medialis os tibio femoralis.
Pada OA, anamnesa (gejala klinis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologi sudah dapat menunjang penegakan diagnosis. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (Hb, Leukosit,
dan LED) dalam batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan
dengan arthritis peradangan. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin
didapatkan penurunan viskositas, pleositosis sedang hingga ringan, serta
peningkatan ringan sel radang (<8000/m) >1. Pada penderita ini dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah lengkap, kimia darah dan urin lengkap karena
pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan rutin. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium pada penderita ini tidak ditemukan adanya kelainan.
Diagnosis OA sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan memakai
kriteria OA yang dibuat oleh Subcommittee American College of Rheumatology
(ACR). Kriteria OA lutut secara klinis, laboratorium, dan radiologis adalah
adanya nyeri lutut, osteofit, dan salah satu dari tanda berikut, yaitu usia lebih dari
50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit atau adanya krepitus. Pada penderita
ini wanita berusia 75 tahun, ditemukan memiliki keluhan nyeri kedua sendi lutut,
terdapat kaku sendi selama 20-30 menit, terdapat krepitus, dan pada pemeriksaan
radiologi ditemukan adanya osteofit.
Pengelolaan penderita dengan OA bertujuan untuk menghilangkan
keluhan, mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan
meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah

27
komplikasi. Pilar terapi OA : non farmakologis (edukasi, terapi fisik,
diet/penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,
sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.
Edukasi sangat penting bagi semua pasien OA. Dua hal yang menjadi
tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian
edukasi pada penderita ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan
pengetahuan penderita mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan
menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk mencegah kerusakan
organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan pada penderita ini yaitu
memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik, sehingga perlu
dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku
dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu, agar rasa nyeri dapat berkurang,
maka penderita hendaknya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak
terlalu banyak menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Penderita
juga disarankan untuk kembali kontrol sehingga dapat diketahui apakah
penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat yang
diberikan.
Terapi fisik bertujuan untuk melatih penderita agar persendiannya tetap
dapat dipakai dan melatih penderita untuk melindungi sendi yang sakit. Pada
penderita ini, dianjurkan untuk berolah raga tapi olah raga yang memperberat
sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging. Hal ini dikarenakan dapat
menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intraartikular bila ada efusi sendi dan
bahkan bisa menyebabkan robekan kapsul sendi. Untuk mencegah risiko
terjadinya kecacatan pada sendi, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot
seperti m.Quadrisep femoris, dengan peregangan otot diharapkan dapat membantu
dalam peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. Pada
penderita ini disarankan untuk senam lantai 3 kali seminggu dimana pasien
mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya, dengan cara
mengangkat kaki dan secara perlahan menekuk dan meluruskan lututnya. Olah
raga ini sangat mudah dilakukan apalagi mengingat usia penderita yang sudah
mencapai 75 tahun.

28
Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada penderita OA yang
gemuk. Hal ini sebaiknya menjadi program utama pengobatan OA. Penurunan
berat badan seringkali dapat mengurangi keluhan dan peradangan. Selain itu,
obesitas juga dapat meningkatkan risiko progresifitas dari OA. Pada penderita ini
disarankan untuk mengurangi berat badan dengan mengatur diet rendah kalori
sampai mungkin mendekati berat badan ideal. Dimana prinsipnya adalah
mengurangi kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan. Penurunan
energi intake yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000
kalori perhari, sehingga diharapkan akan terjadi pembakaran lemak tubuh dan
penurunan berat badan 0,5 – 1 kg per minggu. Biasanya intake energi diberikan
1200-1300 kal per hari dan paling rendah 800 kal per hari. Formula yang dapat
digunakan untuk kebutuhan energi berdasarkan berat badan adalah 22kal/kgBB
aktual/hari, dengan cara ini didapatkan defisit energi 1000 kal/hari. Pada penderita
ini dianjurkan untuk diet 1400 kal perhari agar mencapai BB idealnya yakni
setidaknya mencapai 55 kg. Namun, cara ini juga memerlukan kehati – hatian
dikarenakan usia penderita dan daya tahan tubuhnya yang memang sudah tidak
mendukung untuk melakukan usaha diit.
Terapi farmakologis pada penderita OA biasanya bersifat simptomatis.
Pada tahap awal dapat dicoba analgetik sederhana, seperti asetaminofen atau
salisilat. Bila tidak ada perbaikan, dapat diberikan obat anti inflamasi non steroid.
Untuk mengurangi keluhan nyeri pada penderita ini, telah diberikan pengobatan
langsung dengan obat anti inflamasi non steroid seperti Na-diklofenak dengan
dosis 3×50 mg tanpa menggunakan obat lini pertama. Hal ini dikarenakan keluhan
pada penderita ini sudah cukup berat, ditambah pula adanya bengkak dan rasa
hangat di lutut yang tidak hilang dengan obat analgetik sederhana ( seperti yang
biasa dikonsumsi penderita). Na-diklofenak merupakan obat golongan OAINS
COX-1 inhibitor yang non-selektif, dimana obat ini diberikan pada penderita
karena tidak terdapat riwayat pernah menderita gangguan gastrointestinal. Namun,
mengingat usia penderita yang memang sudah lanjut maka penderita juga
diberikan obat pelapis lambung untuk menjaga kondisi saluran pencernaannya. Di
sini, penderita diberikan obat golongan PPI (Omeprazole 2 x 20 mg). Setelah
dievaluasi beberapa hari, ternyata keluhan nyeri dan bengkak pada penderita tidak

29
kunjung ada perubahan maka ditambahkan pula obat steroid injeksi dimana
pilihannya adalah Inj.Triamcinolon 1 Amp/24 jam (Inj. Flamicort). Selain itu,
pasien juga dikonsulkan ke spesialis rehabilitasi medis untuk dilakukan
fisioterapi.
Terapi pembedahan. Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis dan
rehabilitasi tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas yang menimbulkan gangguan mobilisasi sendi
yang mengganggu aktifitas sehari-hari. Pada penderita ini tidak sampai dilakukan
terapi pembedahan.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2006. p. 1195-201.
2. Osteoarthritis. Wikipedia The Free Encyclopedia [serial on the internet].
2009 [cited 2009 Sep 1]; Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Osteoarthritis
3. Reginster J.Y. The Prevalence and Burden of Osteoarthritis. Rheumatology,
2002; 41 (suppl 1) : 3 – 6.
4. Wibowo Dhidik Tri, Kurniawan Yusuf, Latifah Tati, Gunadi Rachmat.
Perancangan dan Implementasi Sistem Bantu Diagnosis Penyakit
Osteoartritis dan Reumatoid Artritis Melalui Deteksi Penyempitan Celah
Sendi pada Citra X-Ray Tangan dan Lutut. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta, 2003 : 168 – 172.
5. Konggres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia VI. http://pemda-
diy.go.id/berita, 2005, 10:21:40.
6. Arthritis Research Campaign 2000. Available at :
http:///www.arc.org.uk/about_arth/astats.htm.
7. Felson D.T, Zhang Y., Hannan M.T., et al. The Incidence and Natural
History of Knee Osteoarthritis in the Elderly : The Framingham
Osteoarthritis Study. Arthritis Rheumatology; 1995; 38 : 1500 – 1505.
8. Felson D.T., Zhang Y. An Update on the Epidemiology of Knee and Hip
Osteoarthritis with a View to Prevention. Arthritis Rheumatology, 1998; 41
: 1343 – 1355.
9. Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta, 2003 : 27 – 31.
10. Klippel John H., Dieppe Paul A., Brooks Peter, et al. Osteoarthritis. In :
Rheumatology. United Kingdom : Mosby – Year Book Europe Limited,
1994 : 2.1 – 10.6.
11. Abbate L., Renner J.B, Stevens J., et al. Do Body Composition and Body Fat
Distribution Explain Ethnic Differences in Radiographic Knee
Osteoarthritis Outcomes in African -American and Caucasian Women? The
North American Association for the Study of Obesity, 2006; 14 : 1274 –
1281.
12. Amin, Niu Jingbo, Hunter David, et al. Smoking Worsens Knee
Osteoarthritis. News Center Oklahoma City, Oklahoma USA, 2006 : 1 – 4.
13. McAlindon Timothy E., Felson David T., Zhang Yuqing, et al. Relation of
Dietary Intake and Serum Levels of Vitamin D to Progression of
Osteoarthritis of the Knee Among Participants in the Framingham Study.
14. Englund M. and Lohmander L.S. Patellofemoral Osteoarthritis Coexistent
with Tibiofemoral Osteoarthritis in a Meniscectomy Population. Annals of
the Rheumatic Diseases, 2005; 64 : 1721 – 1726.
15. Carter MA. Osteoartritis. In: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep
klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 1380-4.
16. Altman R.D. Criteria for the Classification of Osteoarthritis. Journal of
Rheumatology, 1991; 27 (suppl) : 10 – 12.
31
17. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee
Osteoarthritis. In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index
dengan Kellgren-Lawrence grading system pada penderita osteoarthritis
genu [PPDS1 thesis]. Semarang: Medical Faculty Diponegoro University;
2007. p. 12.
18. Haq I., Murphy E., Dacre J. Osteoarthritis Review. Postgrad Med J, 2003;
79 : 377 – 383.
19. Anonim. [1986] Criteria for classification of idiopathic osteoarthtritis (OA)
of the knee. American College of Rheumatology [serial on the internet].
2010 [cited 2018 Jun 29]; Available from:
http://www.rheumatology.org/publications/classification/oaknee.asp?
aud=mem

32

Anda mungkin juga menyukai