Anda di halaman 1dari 10

TUTORIAL KLINIK Demam Dengue

Oleh Ramdhan Gautama 06.55351.00294.09

Pembimbing dr. Indra Tamboen, Sp.A

L A B O R A T O R I U M I L M U KE S E H A T A N A N A K F A K U L T AS KE D O KT E R A N UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012

RESUME Identitas pasien Nama Usia BB Anamnesis Demam hari ke 4. Pemeriksaan fisik Suhu tubuh 38,9 oC per aksiler Pemeriksaan penunjang Leukosit Hematokrit Trombosit Diagnosis IGD Demam Dengue Penatalaksanaan IGD
IVFD RL 16 tetes per menit Paracetamol sirup 3x 1 cth Cek Darah Lengkap per 8 jam.

: An. D : 4 tahun : 12 kg

Jenis Kelamin : perempuan

: 3.600/ul : 32 % : 75.000/ul

Hemoglobin : 9,8 gr/dl

PEMBAHASAN Demam Pada kasus didapatkan pasien mengalami demam selama 7 hari sebelum masuk RS. Pada demam dengue biasanya akan kita temukan demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari dan ini merupakan alasan orang tua untuk membawa anaknya berobat. Demam yang terjadi biasanya > 38 derajat Celcius. Pada sebagian penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda sehingga disebut saddle fever. Setelah hari ketiga demam, biasanya demam akan turun dan penderita mungkin merasa sudah sembuh tetapi setelah itu demam dapat menyerang kembali. Pada masa ini sebaiknya berwaspada agar tidak menganggap sudah sembuh dan tidak menjaga kesehatannya. Pada pasien ini saat diperiksa, masih didapatkan adanya demam. Dengan demikian pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi. Karena memang sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas pada saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan, sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Dan pada anak ini tidak terdapat manifestasi syok, seperti kulit pucat, gelisah, nadi menjadi cepat dan lambat, oliguria. Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan

berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentaratentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam. Dalam kasus Demam Dengue, virus Dengue merupakan pirogen mikrobial yang mencetuskan terjadinya demam. Uji Bendung (tourniquet test) Uji Bendung sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Pada penelitian didapatkan bahwa terdapat uji bendung positif pada 25% kasus DD dan 50% pada kasus DBD. Dan pada kasus ini didapatkan hasil uji bendung positif. Sesuai dengan ketentuan WHO, pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekiae di

bagian volar lengan bawah. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi didapat lebih dari 20 petekiae. Trombositopenia Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD. Jumlah trombosit biasanya masih normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia nampak pada beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial. Mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan gangguan fungsi trombosit belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai akibat agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh RES khususnya dalam limfa dan hati. Dari literatur lain dikatakan bahwa, trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar kasus DD maupun DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penilaian angka trombosit tidak cukup hanya dengan satu kali pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan darah rutin dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali dan dilihat serta dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sebelumnya ada tidaknya penurunan. Apabila mendadak terjadi penurunan tajam, merupakan tanda bahaya dan sebaiknya pasien di rawat inap di rumah sakit untuk mencegah terjadinya sindrom syok dengue. Volume Plasma Fenomena patofisiologi utama yang menetukan derajat penyakit dan membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, 4

trombositopenia dan diathesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine lablled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Nilai hematokrit biasanya meningkat pada hari ke-3 pada perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit DBD. Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini plasma jadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun, tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada DBD. Penilaian angka hematokrit tidak cukup hanya dengan satu kali pemeriksaan darah rutin, harus dilihat melalui pemeriksaan hematokrit serial dimana pemeriksaan darah rutin dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali dan dilihat serta dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sebelumnya ada tidaknya penurunan. Penggantian cairan harus terus kita monitor, selain untuk memantau kebocoran plasma yang terjadi (yang dapat kita nilai dari peningkatan hematokrit, tanda vital dan urin tampung), dan juga biasanya kebocoran plasma terjadi secara cepat dalam 6-12 jam pertama. Kasus Klinis Klinis Teori

Demam selama 7 hari sebelum masuk RS

Demam tinggi mendadak 2-7 hari, beberapa penderita dapat terlihat bentuk kurva suhu bifasik pelana kuda

Ditambah gejala prodormal : Mual, muntah, nyeri perut, nyeri kepala, nyeri retro orbita, nyeri otot dan tulang

Timbulnya ruam kulit (rash) Manifestasi perdarahan (jarang)

Pemeriksaan Fisik Suhu : 38 C Uji bendung : tidak dilakukan Tidak didapatkan hepatomegali Tidak didapatkan petekie

Pemeriksaan Fisik Suhu meningkat 2-7 hari Uji Bendung : 25% positif Hepatomegali (jarang) Convalescence rash morbili like rash (ekstremitas bawah shoe-like appearance; ekstremitas atas hand-glove like appearance) Laboratorium Trombositopenia Tidak ada tanda-tanda hemokonsentrasi

Penatalaksanaan Dengue fever adalah dengan pemberian terapi simptomatik dan suportif, yaitu :
Istirahat, selama fase demam Pemberian antipiretik, analgetik dan sedatif kalau dibutuhkan

Monitor yang ketat terhadap timbulnya DBD/DSS dengan memantau tanda

vital dan pembesaran hati, hematokrit dan jumlah trombosit Indikasi pemberian cairan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan penderita, yaitu sebagai berikut : a. Peroral Cairan peroral diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi yang disebabkan oleh demam tinggi, banyak keringat, nafsu makan dan minum kurang, dan muntah-muntah. Jumlah cairan yang diberikan adalah sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan penderita, diminum sedikit-sedikit tapi sering. Oleh karena tubuh tidak hanya kehilangan cairan, akan tetapi juga kekurangan elektrolit, maka jenis cairan yang terbaik diberikan adalah oralit atau jus buah-buahan dibandingkan dengan air putih biasa. WHO, menganjurkan cairan yang diberikan adalah seperti pada pengobatan diare, yaitu cairan yang terdiri dari 3,5 gr sodium chloride, 2,9 gr trisodium citrate dihydtrate, 1,5 gr potassium chloride, dan 20,0 gr glucose, dilarutkan didalam 1 liter air. b. Parenteral Cairan secara parenteral diberikan pada keadaan : Pasien tidak dapat makan dan minum Muntah-muntah hebat sehingga memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi Terjadi peningkatan hematokrit 10-20%, atau penurunan jumlah trombosit. Jenis cairan yang terbaik diberikan adalah : Kristaloid (Cairan pilihan adalah Ringer lactat atau acetat), diberikan 4 jam/kolf sampai keadaan membaik. Apabila pasien muntah-muntah hebat dan memperlihatkan tanda tanda dehidrasi, koreksi keadaan dehidrasi dengan memberikan cairan sebanyak 10 ml/KgB.B, selama 1-2 jam, dan dipantau tiap 4 jam sampai keadaan dehidrasi membaik.

Pemberian cairan ini dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan pasien dapat dipulangkan kalau keadaan homeostatik sudah stabil, dengan anjuran berobat ke poliklinik sesudah 2x24 jam kemudian. Kriteria memulangkan pasien : Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa anti-piretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, 3 hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/l dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA
Buku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit-World Health Organization. 2008. Demam-Infeksi Virus Dengue. Jakarta. Departemen Keshatan RI. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua-Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Infeksi Virus Dengue. Jakarta. Badan penerbit IDAI. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi KetigaRSUD Soetomo. 2008. Infeksi Virus Dengue. Surabaya. Fakultas Kedokteran Airlangga. WHO. 2006. Management of Dengue Epidemic-Medical and Laboratory Services and Standard Case Managemnt of it during Epidemics. MIMS Edisi Bahasa Indonesia Vol.9 tahun 2008.

Soedarmo SP. (1999). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Hadinegoro SRS, Satari HI. eds. Naskah lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Jakarta: Balai Penerbit FKUI :1 - 13. Sukri NC, Laras K, Wandra T, Didi S. (2003). Transmission of epidemic dengue hemorrhagic fever in eastern most Indonesia. Am J Trop Med Hyg ; 68: 529 535. WHO. (1997). Dengue haemorrhagic fever : Diagnosis, treatment, prevention and control, 2nd edition. 12-47. Geneva

Anda mungkin juga menyukai