Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS PANJANG 1

OSTEOARTHRITIS GENU

Oleh:
dr. Nadia Rizki Rahmawati
Peserta PPDS I
Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

Pembimbing:
dr. Nur Sulastri, Sp.KFR
Staf Pengajar Lab/SMF Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD Dr. SOETOMO
SURABAYA
2020

i
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Osteoarthritis

2.2. Anatomi dan Kinesiologi Lutut

2.3 Etiologi Osteoarthritis

2.4. Patofisiologi Osteoarthritis

2.5. Diagnosis Osteoarthritis

2.6. Hubungan Obesitas dengan Osteoarthritis 10

2.7. Hubungan Obesitas dengan Osteoarthritis 11

2.8. Tatalaksana Osteoarthritis 1

2.9. Pencegahan Osteoarthritis 1

DAFTAR PUSTAKA 19

BAB III CASE REPORT 2

SUMMARY 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit arthritis yang paling sering ditemukan,


mempengaruhi hampir 30 juta penduduk di Amerika Serikat (Lozada, 2016).
Osetoartritis adalah tipe arthritis yang paling sering terjadi. Osteoartritis terjadi di
sendi, dimana terdapat pertemuan antara dua tulang atau lebih. Osetoartritis
umumnya terjadi pada sendi yang banyak pergerakannya, seperti pinggul, lutut, kaki,
dan tangan (Hashmi, 2011). Osteoartritis juga merupakan salah satu penyakit yang
paling banyak menyebabkan kecacatan kronik. Usia tua pada populasi, peningkatan
jumah penderita obesitas dan cedera yang berhubungan dengan olah raga dapat
mempengaruhi peningkatan kasus osteoathritis. (Braddom, 2011).
Prevalensi osteoartritis meningkat secara drastis pada pasien berusia lebih dari
50 tahun akibat dari perubahan kolagen dan proteoglikan serta berkurangnya nutrisi
pada kartilago. Berdasarkan kriteria radiologis untuk osteoartritis, lebih dari 50%
populasi berusia 65 tahun terdiagnosis dengan osteoartritis. Biaya yang berhubungan
dengan osteoartritis secara signifikan lebih besar pada populasi geriatri yang
menghadapi potensi kehilangan kemandirian dan mungkin membutuhkan bantuan
dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Lozada, 2016).
Pada Osteoartritis, dipercaya bahwa kelebihan berat (excessive load)
menyebabkan kerusakan pada sendi, terutama pada osteoarthritis lutut. Perubahan
pada umumnya meliputi semua jaringan termasuk artikulasi tulang rawan (cartilage),
tulang rawan (subchondral bone), jaringan sinovial, kapsul sendi, ligamen, dan otot
yang terlibat (Delisa, 2010).
Osteoartritis lutut merupakan suatu kondisi destruksi progresif dari kartilago
sendi lutut, permukaan tulang subkondral, dan sinovial yang disertai dengan nyeri,
imobilisasi, kelemahan otot, dan penurunan fungsi dan kemampuan melakukan
aktivitas sehari hari (Newberry, 2017). Osteoartritis disebabkan oleh stres
biomekanikal yang mengenai sendi lutut, terutama kartilago sendi dan tulang
subkondral lutut. Osteoartritis lutut dapat terjadi pada kompartemen tibiofemoral

1
medial, tibiofemoral lateral, atau patellofemoral tergantung lokasi deteroriasi (Cailiet
et al, 1993).
Osetoartritis dapat menyebabkan kaku sendi, nyeri sendi dan dapat
mengganggu kemampuan individu untuk berdiri, berjalan, memanjat dan melakukan
aktivitas-aktivitas lainnya (Hashmi, 2011). Instabilitas sendi terjadi karena
kelemahan otot quadriceps femoris, nyeri, atau terganggunya kontrol neuromuskuler
(Bennel K & Hinman R, 2005). Namun, dengan penegakan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat serta adanya upaya pencegahan komplikasi yang
dilakukan secara dini maka diharapkan agar prevalensi kekambuhan dan progresifitas
penyakit dapat diturunkan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoartritis

Osteoartritis (OA) adalah penyakit degeneratif kartilago sendi dengan


perubahan reaktif pada sendi, seperti pembentukan osteofit, perubahan tulang
subkondral, perubahan sumsum tulang, reaksi fibrous pada sinovium dan penebalan
kapsul sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi. Proses penuaan, kegemukan
dan olahraga dapat mempengaruhi peningkatan kejadian osteoartritis. Perubahan
patologis yang terjadi pada rawan sendi dan struktur disekitar sendi ini menyebabkan
penurunan propriosepsi sendi dan kelemahan otot disekitar sendi (Sitik, 2010).
Menurut American College of Rheumatology, osteoartritis merupakan
penyakit degeneratif progresif yang ditandai dengan abrasi tulang rawan sendi dengan
adanya pembentukan tulang rawan baru yang ireguler pada permukaan sendi. Rasa
nyeri yang timbul pada osteoartritis diakibatkan oleh aktivitas yang meningkat dan
membaik dengan istirahat. Trauma dan obesitas telah dihubungkan dengan timbulnya
osteoartritis. Selain itu, faktor utama lainnya yang menyebabkan osteoartritis adalah
penuaan dan genetik (Hochberg, 2012).

2.2 Anatomi dan Kinesiologi Lutut

Sendi lutut disusun oleh tiga tulang dan dua persendian, yaitu tulang femur,
tibia dan patella, serta sendi femorotibial dan femoropatellar. Permukaan
artikulasinya tidak simetris sehingga membentuk persendian inkongruen. Secara
anatomis lutut di perkuat oleh ligamen kolateral medialis, kolateral lateralis,
krusiatum anterior, krusiatum posterior dan diperkuat oleh otot sekitar. Selain itu,
meniskus dan bursa membantu biomekanika sendi lutut (Neumann, 2010).
Sendi lutut termasuk pada sendi benar. Komponen pada sendi benar ini terdiri
atas suatu cavity, kapsul sendi, membran sinovial dengan cairan sinovialnya,
permukaan sendi yang licin, dan dilindungi oleh kartilago. Normalnya, kartilago ini

3
membuat permukaan tulang persendian menjadi licin dan mengurangi friksi antar
tulang saat sendi bergerak. Lapisan tulang di bawah kartilago, disebut tulang

subkondral (Neuman 2010).


Gambar 2.1. Anatomi sendi lutut (Netter; 2014)

Patella mempunyai biomekanik penting yaitu membantu quadriceps


melakukan ekstensi dengan cara memanjangkan lever arm dan memungkinkan
distribusi kompresi yang lebih baik pada femur. Sewaktu otot quadriceps
berkontraksi yang berperan menarik patella ke medial menjaga tetap pada sulkus
femoralis adalah otot vastus medialis oblique (VMO). Otot vastus medialis
memegang peranan pada 100 – 150 akhir ekstensi (Neumann, 2010).

2.3 Etiologi Osteoartritis

Berdasarkan penyebabnya, osteoartritis dibagi menjadi dua yaitu primer dan


sekunder. Dikatakan OA primer apabila penyebabnya tidak diketahui, sedangkan OA
sekunder adalah OA yang diakibatkan karena ada faktor yang mendasari. Faktor
penyebabnya antara lain trauma, penyakit metabolik, proses inflamasi, gangguan
hormonal dan sebagainya.
Adapun faktor risiko untuk osteoarthritis, antara lain:
 Jenis kelamin

4
Jenis kelamin wanita berhubungan dengan resiko OA. Dalam studi meta-
analisis berbasis populasi, laki – laki memiliki resiko lebih rendah terjadinya
OA lutut secara radiografi (RR 0,63, 95% CI) (Suri, 2012).
 Usia
Usia secara konsisten menjadi faktor resiko yang kuat terhadap prevalensi dan
insidensi OA lutut, hip, dan sendi – sendi lain (Suri, 2012). Lebih dari 80%
individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti radiografi
menunjukkan insidensi OA jarang pada usia di bawah 40 tahun (Stitik, 2006).
 Genetik
Patogenesis OA melibatkan proses yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan. Penelitian terbaru dalam hal pemetaan genotyping dan single-
nucleotide polymorphism dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
untuk mempelajari kontribusi genetik dari OA serta mengidentifikasi target
potensial untuk pengobatan. Diperkirakan, pengaruh faktor genetik terhadap
OA lutut, hip, dan tangan adalah 39%, 60%, dan 59% (Suri, 2012).
 Cedera atau trauma pada sendi lutut
Cedera pada lutut merupakan faktor resiko yang kuat untuk munculnya OA di
masa depan, dan mungkin menjadi faktor resiko yang paling mudah dicegah
dibanding faktor resiko lain. (Suri, 2012).
 Pekerjaan dengan repetitive stress pada sendi lutut
Pekerjaan yang membutuhkan posisi berjongkok atau berlutut lebih dari dua
jam sehari dikaitkan dengan dua kali lipat peningkatan resiko OA lutut sedang
sampai berat berdasar gambaran radiologis (Heidari, 2011).
 Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yang memiliki
pengaruh besar dalam mengobati suatu penyakit. Seseorang dengan
obesitas/overweight memiliki risiko 3x lebih besar untuk terjadinya OA
(Hsieh, 2016)

2.4 Patofisiologi Osteoartritis

5
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan kolagen
pada tulang rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara degradasi

dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi
serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, dan berakibat pada
tulang rawan kehilangan kemampuan kompresibilitasnya yang unik (Xia, 2014).
Gambar 2.2. Sendi yang sehat vs Sendi pada OA (Dekker J, 2014)

Pada permulaan patogenesis, terjadi digesti matrix oleh enzim protease


dengan keterlibatan penting dari matrix metalloprotease (MMP). Diketahui terjadi
peningkatan collagenase, stromelysin, dan gelatinase yang merupakan bagian dari
MMP pada osteoarthritis. Secara fisiologis, aktivitas MMP dikontrol oleh aktivasi
tissue inhibitor of metalloprotease (TIMP). Selain itu, sitokin proinflamasi juga
bertanggung jawab pada proses katabolik jaringan lutut yang mengalami osteoartritis.
Sitokin proinflamasi diproduksi oleh membran sinovial, kemudian menyebar ke
seluruh sendi melalui cairan sinovial sehingga mengaktivasi kondrosit untuk
memproduksi sitokin proinflamasi lainnya. Sel-sel lapisan sinovial akan
memproduksi Interleukin (IL)-1β, Tumor necrosis factor (TNF) α, IL-6, leukemic
inhibitor factor (LIF) dan IL-17. Dari data yang diperoleh, IL-1β dan mungkin TNF-α
adalah faktor katabolik utama yang menyebabkan kerusakan pada jaringan sendi.
Dalam kondisi respon inflamasi pada OA, perubahan ekspresi dan/atau aktifitas

6
siklooksigenase-2 (COX-2) tampaknya menjadi salah satu penentu utama produksi
prostaglandin-E2 (PGE2) (Xia, 2014).
Dalam hal degenerasi tulang rawan, pada osteoartritis terjadi perubahan pada
tulang dan daerah sekitarnya. Tulang subkondral yang mengalami perubahan
berperan penting pada patogenesis osteoartritis. Perkembangan osteoartritis
dipengaruhi oleh penebalan tulang rawan subkondral. Pada tulang rawan subkondral,
mikrofraktur yang diakibatkan oleh trauma repetitif kemudian diikuti proses
penyembuhan dan remodeling internal untuk melawan trauma repetitif ini dapat
membentuk tulang yang lebih kaku. Tulang yang lebih kaku ini tidak lagi merupakan
peredam tekanan yang baik. Tulang rawan subkondral yang semakin kaku
mengakibatkan perubahan struktur mineral tulang yang akan meningkatkan
kepadatan tulang (Xia, 2014).
Aktivitas osteoblast yang abnormal juga berperan dalam patogenesis
osteoartritis. Pada pasien dengan osteoartritis, aktifitas plasminogen activator
(urokinase)/ plasmin system activity dan IGF-1 dari osteoblast mengalami
peningkatan. Disertai dengan stres mekanik atau stres kimia pada sendi, aktivitas
osteoblast akan meningkat pesat sehingga meningkatkan pembentukan tulang rawan
subkondral. Proses ini akan menyebabkan peningkatan tekanan pada sendi yang
terlibat sehingga akan memperburuk erosi sendi (Sokolove, 2013).

2.5 Diagnosis Osteoartritis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan kunci utama dalam


mendiagnosis OA. Keluhan atau gejala tersering pada penyakit OA berdasarkan
rekomendasi European League Against Rheumatism (EULAR) antara lain nyeri,
kekakuan sendi di pagi hari, dan berkurangnya fungsi. Selain itu adanya krepitasi,
keterbatasan gerak sendi, dan pembesaran tulang juga sangat berguna untuk
menegakkan diagnosis OA.
Nyeri merupakan keluhan tersering pada OA lutut yang menyebabkan
disabilitas kronis. Keparahan nyeri bervariasi mulai nyeri yang bisa ditoleransi
dengan baik sampai nyeri yang menyebabkan mobilitas terganggu. Nyeri tersebut

7
dipicu dengan aktivitas dan berkurang saat istirahat. Pada kondisi munculnya keenam
gejala dan tanda tersebut, kemungkinan untuk didapatkannya gambaran OA secara
radiografis meningkat sampai 99%. Pada keadaan lanjut akan terjadi inflamasi pada
sinovial (sinovitis) yang mengakibatkan nyeri dirasa saat istirahat/malam hari.
Adanya kekakuan sendi kurang dari 30 menit dapat terjadi baik di saat pagi hari
maupun setelah tidak beraktivitas dalam periode waktu tertentu (Heidari, 2011).
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada sendi. Selain itu
dapat ditemukan efusi pada sendi, dengan gambaran pleocytosis ringan, viskositas
normal, dan protein sedikit meningkat. Krepitasi saat sendi digerakkan, keterbatasan
luas gerak sendi, dan tampak adanya deformitas/malalignment pada lutut baik genu
varus maupun valgus juga sering didapatkan pada OA (Heidari, 2011).

Klinis & Laboratorium Klinis & Radiologis Klinis

NYERI LUTUT, disertai

minimal 5 dari 9 kriteria minimal 1 dari 3 kriteria minimal 3 dari 6 kriteria


berikut : berikut : berikut :

- umur > 50 tahun - umur > 50 tahun - umur > 50 tahun


- stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit
- krepitasi - krepitasi - krepitasi
- nyeri pada tulang + - nyeri pada tulang
- pelebaran tulang - pelebaran tulang
Ro : OSTEOFIT
- tidak hangat pada - tidak hangat pada
perabaan perabaan
- LED < 40mm/jam
- Rheumatoid factor
<1:40
- Cairan sinovial :
jernih, viscous,

8
Lekosit <2000/mm3

Tabel 2.1. Kriteria diagnosis OA lutut berdasarkan The American College of Rheumatology

Tabel 2.2 Kriteria radiologis berdasarkan Kellgren & Lawrence (Hsieh, 2016)
Derajat Derajat OA Hasil Radiologis

0 Normal Tidak didapatkan gambaran OA

I Meragukan Osteofit minimal

II Minimal Osteofit, celah sendi normal

III Sedang Penyempitan celah sendi sedang

IV Berat Celah sendi menyempit hebat sampai


hilang (greatly impaired), sklerosis
tulang subkondral)

9
Gambar 2.3 Gambaran radiologis sistem grading Kellgren-Lawrence untuk
OA Tibiofemoral

2.6 Hubungan Obesitas dengan Osteoartritis

Obesitas merupakan kondisi kelebihan berat badan dibandingkan dengan


standar tertentu. Cara untuk menentukan derajat obesitas salah satunya dengan
menggunakan Index Massa Tubuh (IMT). Seseorang dengan obesitas menyebabkan
beban pada sendi berlebih khususnya sendi lutut yang merupakan weightbearing
joint.
Obesitas merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yang memiliki
pengaruh besar dalam mengobati suatu penyakit. Seseorang dengan
obesitas/overweight memiliki risiko 3x lebih besar untuk terjadinya OA (Hsieh,
2016). Menurut Suri et al, penurunan IMT >30 hingga IMT < 25 dapat mencegah
terjadinya OA sebesar 29%.
Patofisiologi OA terkait obesitas adalah multifaktorial. Kerusakan struktur
sendi adalah akibat dari faktor mekanis (peningkatan beban sendi), penurunan
kekuatan otot, dan perubahan biomekanik dalam aktifitas sehari – hari. Pada obesitas
terjadi ekspresi adipokin yang menyimpang, dimana kondisi ini menyebabkan
terjadinya destruksi dan remodelling jaringan sendi. Adipokin memberikan efek
terhadap jaringan sendi, termasuk kartilago, sinovium, dan tulang. Leptin dan
adiponektin adalah adipokin yang paling banyak diproduksi, dimana reseptornya
diekspresikan pada permukaan kondrosit, sel sinovium, dan osteoblast subkondral.
Leptin dapat meningkatkan enzim – enzim degradrasi, seperti matrix
metalloproteinase (MMP), nitric oxyde, dan produksi sitokin proinflamasi (King,
2013).

10
Tabel 2.3. Klasifikasi IMT untuk orang Asia menurut WHO Asia Pacific Perspective For
Asians (WHO IOTF 2000)
Klasifikasi IMT (kg/m²): IMT (kg/m²):
Underweight <18.5
Normal 18.5–22.9
Overweight 23-24.9
Obesitas I 25–29.9
Obesitas II ≥30

2.7 Hubungan Hipertensi dan Osteoartritis

Penelitian menunjukkan bahwa komponen dari sindroma metabolik termasuk


hipertensi, obesitas abdominal, dan hiperglikemia lebih sering terjadi pada populasi
osteoartritis dibandingkan dengan non osteoartritis. Studi observasional menunjukkan
bahwa hipertensi merupakan faktor risiko independen untuk OA genu. Namun
mekanisme untuk hubungan antara OA dan hipertensi masih belum jelas. Masing
masing hipertensi dan OA merupakan penyakit dengan prevalensi yang sangat tinggi.
Beberapa studi menunjukkan adanya kesamaan faktor risiko yang mendasari
terjadinya mekanisme hubungan antara hipertensi dan OA genu. Salah satu
penjelasan untuk hubungan antara hipertensi dan OA genu adalah faktor risiko
penuaan, obesitas, dan inflamasi kronik. Studi lain menunjukkan bahwa genetik
memiliki kaitan dengan hipertensi dan OA genu. Sitokin proinflamatori IL-6
memiliki peran penting untuk hipertensi dan OA genu.
Sebuah penelitian metaanalisis menunjukkan bahwa penderita hipertensi
memiliko risiko 1,49 kali lebih besar untuk menderita OA genu yang simtomatis
dibandingkan penderita non hipertensi. Selain itu penderita hipertensi juga memiliki
risiko 2 kali lebih besar untuk memiliki gambaran radiologis OA genu dibandingkan
non hipertensi. Namun hingga saat ini belum ada yang meneliti langsung hubungan
antara hipertensi dan OA genu (Zhang et al, 2017).

2.8 Tatalaksana Osteoarthritis

11
Tujuan pengobatan OA adalah mengurangi rasa sakit, menekan proses
inflamasi (peradangan), memperbaiki fungsi sendi (ADL dan mobilisasi),
mencegah perubahan sendi, melakukan koreksi terhadap kelainan yang sudah
terjadi, memperkuat otot-otot yang lemah, membantu penderita agar mengerti
penyakitnya, dan memberi bantuan psikologis (Hsieh, 2016). Tatalaksana OA
terdiri dari terapi farmakologis, terapi non farmakologis dan terapi operatif.

a. Terapi farmakologis

Paracetamol dan NSAID adalah terapi farmakologis lini pertama namun


memiliki efek samping gastrointestinal dan gangguan fungsi ginjal. Tramadol dan
opioids bisa menjadi alternatif terapi OA bila ditemukan efek samping setelah
pemberian NSAID. Aplikasi menggunakan anestesi lokal atau NSAID topikal di
atas area sendi yang nyeri memberikan hasil yang memuaskan. Pemberian
glukosamin sebagai terapi adjuvan pada OA secara evidence juga bermanfaat
(Hsieh, 2016).

b. Terapi non farmakologis

 Edukasi Pasien
Memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien, apa yang diharapkan
setelah terapi dan penjelasan proteksi sendi. Proteksi sendi (knee joint
conservation) yaitu aktivitas untuk melindungi sendi lutut dari stres yang
berlebihan yang dapat berupa:

 meminimalisasi kegiatan naik tangga


 menggunakan kaki yang lebih tidak sakit/sehat lebih dahulu saat naik
tangga dan menggunakan kaki yang lebih sakit saat turun tangga
 menghindari duduk di kursi yang rendah
 menghindari posisi jongkok
 Penurunan Berat Badan (bila overweight atau obesitas)

12
ACSM (American College of Sport Medicine) merekomendasikan program
penurunan berat badan sebagai berikut:

 Target penurunan berat badan minimal adalah 5-10% dari berat


badan awal selama 3-6 bulan.
 Target meliputi perubahan pola makan dan exercise secara terus
menerus, karena perubahan yang terus-menerus ini akan
menghasilkan penurunan berat badan yang signifikan dan jangka
panjang. Penurunan energi intake sebanyak 500-1000 kkal/hari untuk
menurunkan berat badan; hal ini harus dikombinasikan dengan
penurunan intake lemak <30% dari total energy intake.
 Secara progresif meningkatkan latihan intensitas moderat sampai
minimum 150 menit/minggu untuk mengoptimalkan kebugaran pada
pasien dewasa dengan obesitas. Tingkatkan secara perlahan
intensitas latihan fisik (misal >250 menit/minggu) untuk
mempertahankan kontrol berat badan jangka panjang.
 Berikan resistance exercise sebagai tambahan pada kombinasi
aerobic exercise dan penurunan energy intake untuk mengurangi berat
badan.
 Terapi Fisik
Modalitas diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, mengurangi spasme
otot, membantu resolusi infiltrat radang, edema, eksudat dan memberikan
efek sedatif.

 TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation). Sesuai dengan


gate control theory dari Mellzack & Wall, impuls dari TENS (low
intensity, high frequency) dihantarkan melalui serabut saraf bermielin,
memblok transmisi nyeri nosiseptif pada kornu dorsal medulla spinalis
 Terapi panas. Terapi panas superfisial (antara lain terapi Infra Red,
Hydrocollator Pack) menghasilkan panas tertinggi pada permukaan kulit
tetapi dapat diterapkan pada sendi-sendi kecil yang hanya ditutupi

13
jaringan lunak yang minimal. Terapi panas dalam (diathermy) dapat
berupa Microwave Diathermy, Shortwave Diathermy, Ultrasound
Diathermy. Terapi panas biasanya diberikan pada fase sub-akut dan
kronis.
 Terapi dingin. Terapi modalitas ini mempunyai efek hampir sama
dengan terapi panas hanya saja digunakan pada fase akut
 Terapi air (hydrotherapy). Merupakan terapi yang
mengkombinasikan air dan aliran udara sehingga menimbulkan arus
turbulensi air yang memberikan efek pijatan pada penderita.
Temperatur air dapat diatur (antara 36oC - 41oC), agar dapat
memberikan efek hangat (sebagai contoh Whirpool bath).
 Terapi Latihan
Terapi latihan ini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, mengurangi
spasme otot, mengurangi kaku sendi, dan memperbaiki sirkulasi darah
dan limfe. Syarat utama dalam memberikan latihan adalah tidak
menambah beban/stres pada sendi dan tidak menambah/menyebabkan
nyeri. ACSM (American College of Sport Medicine) merekomendasikan
aerobic and resistance exercise pada pasien dengan hipertensi dengan
pedoman sebagai berikut (Linda, S. (eds.), 2010):

 Frekuensi: aerobic exercise setiap hari selama seminggu resistance


exercise 2-3x/minggu
 Intensitas: intensitas sedang untuk aerobic exercise (misal 40% - 60%
VO2R atau HRR, RPE 11-13), ditambah dengan resistance training
pada 60-80% 1-RM.
 Waktu: 30-60 menit/hari aerobic exercise, kontinyu atau intermitten.
Jika intermitten minimal 10 menit sampai akumulasi total 30-60
menit/hari, resistance training terdiri dari minimal 8-12 kali repetisi
pada kelompok otot mayor.

14
 Tipe: diutamakan pada aerobic exercise seperti berjalan, jogging,
bersepeda dan berenang.
 Progression: secara bertahap tingkatkan latihan dan hindari
komponen latihan yang terlalu banyak terutama intensitasnya.
 Hal-hal yang harus diwaspadai: hipertensi berat yang tidak terkontrol,
riwayat CVD (cardiovascular disease) seperti penyakit jantung
iskemik, gagal jantung, stroke, penggunaan ß-blocker dan diuretik, α-
blocker, calcium channel blocker; hindari Valsava maneuver selama
resistance training.
 Pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) membatasi
kapasitas latihan sesuai dengan tingkat keparahan penyakit. Latihan
yang direkomendasikan pada pasien dengan CKD adalah fleksibilitas
dan ROM, strenghtening, serta latihan kebugaran kardiovaskuler.
 Pemberian Alat Bantu Jalan; seperti tongkat/cane, kruk atau walker untuk
berjalan
 Intervensi khusus untuk beberapa penderita OA lutut:
 Tapping pada lutut
 Lateral-wedged insoles pada genu varus
 Pemberian bracing pada lutut dengan deformitas. Deformitas yang
sering terjadi adalah lutut valgus dan varus. Ortesa untuk kondisi ini
adalah Canadian Arthritis and Rheumatism Society - University of
British Columbia (CARS-UBC) Knee Orthesa, yang terdiri dari 2 cuff
plastik (pada betis dan paha) yang dihubungkan oleh suatu batang
sehingga memungkinkan lutut fleksi. Batang terletak di medial
untuk lutut varus dan lateral untuk valgus. Three point pressure system
menahan gaya valgus/varus ketika lutut ekstensi penuh pada
keadaan weight bearing.

 Latihan Kebugaran.

15
Berenang merupakan latihan kebugaran yang paling baik dikarenakan air
mempunyai efek buoyancy atau daya apung sehingga tidak memberikan
beban pada sendi.

c. Terapi Pembedahan

 Terapi Pembedahan Non-TKA


Ketika terapi konservatif gagal, maka dapat dipertimbangkan terapi
pembedahan minimal invasif sebelum Total Knee Arthroplasty (TKA).
Kebanyakan pilihan bedah sebelum TKA, melibatkan arthroscopy untuk
debridement kompartemen sendi lutut atau meniscectomy pada robekan
meniskus. Namun, arthroscopic debridement untuk OA masih kontroversial.
Sekitar 50%-75% pasien akan mengalami perbaikan kondisi setelah tindakan
ini, namun 15% pasien pada akhirnya akan menjalani TKA dalam 1 tahun,
dan hanya 44% yang mengalami penurunan nyeri yang signifikan secara
statistik (Van Manen, 2012).

 Terapi Pembedahan TKA


Total Knee Arthroplasty (TKA) atau Total Knee Replacement (TKR) sudah
menjadi prosedur bedah yang umum dilakukan. TKA diindikasikan untuk
OA, rheumatoid arthritis, atau tipe artritis lain dengan disabilitas berat, nyeri
yang sangat mengganggu, dan fungsi yang terbatas. Tujuan utama TKA
adalah untuk mengurangi nyeri, dapat kembali beraktifitas sehari – hari. OA
stadium akhir, yang ditunjukkan dari gambaran radiografi, dan nyeri yang
persisten setelah seluruh terapi konservatif dilakukan, adalah indikasi utama
TKA. Nyeri tersebut adalah nyeri yang sangat membatasi aktivitas sehari –
hari, terutama nyeri persisten saat malam hari atau saat melakukan aktivitas
weight bearing. Nyeri tersebut juga menetap setelah terapi konservatif paling
tidak selama 6 bulan (Van Manen, 2012).

2.9 Pencegahan Osteoarthritis


2.9.1 Pencegahan Primer

16
Sebagai pencegahan primer yang telah teridentifikasi untuk osteoartritis antara
lain (Wittenauer, Smith, & Aden, 2013) :
a. Kontrol berat badan
Obesitas merupakan faktor risiko untuk osteoartritis, sehingga menjaga atau
menurunkan berat badan melalui perubahan diet dan peningkatan latihan fisik
dapat menurunkan risiko berkembangnya osteoartritis.
b. Pencegahan cedera okupasional
Menghindari penggunaan sendi secara berulang-ulang dan penanganan cedera
yang tepat dapat membantu mencegah artritis.

c. Pencegahan cedera olahraga


Melakukan pencegahan cedera dengan melakukan pemanasan dan menggunakan
peralatan yang tepat dapat membantu menurunkan cedera sendi.
d. Misalignment
Alignment yang tidak sesuai pada lutut atau panggul dapat berperan dalam
terjadinya osteoartritis dan penanganan yang tepat seperti orthotic atau bracing
(penahan) dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit (Wittenauer, Smith, &
Aden, 2013).
2.9.2. Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah diagnosis dini yang memungkinkan
intervensi yang sesuai dan efektif yang akan meminimalisir dampak penyakit.
Penelitian terakhir pada degradasi kartilago dan tulang telah mengidentifikasi
penanda biokimia yang mungkin dapat digunakan sebagai identifikasi osteoartritis
dini pada perkembangan penyakit. Akan tetapi, masih belum cukup pengetahuan
mengenai penanda biokimia ini untuk diterapkan dalam praktek klinis. Yang terbaru,
identifikasi artritis dilakukan secara primer dengan X-ray atau metode pencitraan
lainnya. (Wittenauer, Smith, & Aden, 2013).
2.9.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berfokus pada bagaimana meminimalisir komplikasi
penyakit setelah terdiagnosa. Berbagai strategi untuk osteoartritis ditujukan pada

17
penurunan nyeri dan disabilitas, dan meningkatkan kualitas hidup. Strategi
pencegahan tersier pada OA mencakup self-management (kontrol berat badan,
aktivitas fisik, dan edukasi), program pembantu di rumah, intervensi tingkah laku dan
nalar, pelayanan rehabilitasi, dan penatalaksanaan medis atau bedah (Wittenauer,
Smith, & Aden, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

Bennel K & Hinman R, 2005. Exercise as a Treatment for osteoartritis. Curr


Opin Rheumatol 17, p 634-40.

Cailliet, R, 1980. Knee Pain and Disability. F. A. Davis Company, Philadelphia, 1-


3,97. features: Part I. Caspian J Intern Med. Spring; 2(2): 205–212

Hashmi, Fatima, 2011. Step by Step Treatment of Osteoarthritis Knee. JBMP, India,
2011.

Heidari B, 2011. Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and

Hochberg M, et al. 2012. American College of Rheumatology 2012


Recommendations for the Use of Nonpharmacologic and Pharmacologic
Therapies in osteoartritis of the Hand, Hip, and Knee. American College of
Rheumatology. Vol. 64. p465-74.

Hsieh LF, et al. 2016. Rheumatologic Rehabilitation. Dalam : Braddom’s Physical


Medicine and Rehabilitation, 5th ed. Elsevier, , Philadelphia, p.666-8.

18
King L & March L. 2014. Obesity and osteoartritis. Indian Journal of Medical
Research. 138(2): 185-193

Neumann, D.A. 2002. Knee. Dalam Neumann, D.A. (eds.) Kinesiology of the
Musculoskeletal System. 1 ed. Missouri: Mosby. 434-476.

Newberry, et al. Treatment of Osteoarthritis of the Knee: An Update Review. AHRQ,


California, 2017. Page 12

Sitik, TP, Kim, JH, Stiskal, D, Foye, P, Nadler, R, Wyss, J, et al. 2010.
Osteoartritis. Dalam JA, De Lisa, & RW, Frontera, De Lisa's Physical.

Sokolove J, Lepus C. 2013. Role of Inflammation in Pathogenesis of osteoartritis :


Latest Finding and Interpretations. Therapeutic Advance in Musculoskeletal
Disease 5, p77-94.

Suri, Pradeep et al. 2012. Epidemiology of Osteoarthritis and Associated


Comorbidities. American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation,
Vol. 4, S10-S19

Toledo S D, 2011. Rheumatic Disease. Dalam Braddom (ed.), Physical


Medicine and Rehabilitation, 4th ed, Elsevier, Saunders, Philadelphia,
769-87.

Van Manen MD, et al. 2012. Management of Primary Knee Osteoarthritis and
Indications for Total Knee Arthroplasty for General Practitioners, Evidence
– Based Clinical Review. JAOA, vol. 112, p 709-15

Wittenauer, R, Smith, L, & Aden, K. 2013. Priority Medicines for Europe and The
World: A Public Health Approach to Innovation. Dalam T, Saloni, Update on
2004 Background Paper; osteoartritis. World Health Organization. Hal. 3-11.

Xia B, et al. 2014. osteoartritis Pathogenesis: A Review of Molecular Mechanisms.


Calcif Tissue Int. 95:495-505.

19
Zhang et al. 2017. Association Between Hypertension and Risk of Knee
Osteoarthritis. A Meta-Analysis of Observational Studies. Medicine 96:32

20

Anda mungkin juga menyukai