Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS OSTEOARTHRITIS


DI RUANG RAWAT INAP MAWAR RS UMM MALANG

DEPARTMEN
Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Andriana Dwi Yunita
202210461011074

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS OSTEOARTHRITIS DI RUANG RAWAT
INAP MAWAR RS UMM MALANG

DEPARTEMEN
Keperawatan Medikal Bedah

KELOMPOK 1
Nama : Andriana Dwi Yunita
NIM : 202210461011074
Periode Praktek 13 february – 18 February 2023
KMB Minggu ke-7

Malang, 17 February 2023

Mahasiswa,

(Andriana Dwi Yunita)

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

i
BAB 1
1. Konsep Osteoarthritis
1.1. Definisi Osteoarthritis
Osteoartitis (OA) adalah penyakit sendi yang paling sering dan meupakan
salah satu penyebab nyeri, disabilitas, dan kerugian ekonomi dalam populasi
(Donald, et al., 2010).
Kata “osteoartritis sendiri berasal dari yunani dimana “osteo” yang berarti
tulang, “artho yang berarti sendi, dan “itis” yang berarti inflamasi, walaupun
sebenarnya inflamasi pada osteoartritis tidak begitu mencolok seperti yang
ada pada remathoid dan autoimun arthritis (Arya., et al., 2013).
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang terjadi pada cartilago (tulang
rawan) yang ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi penekanan sendi
yang terkena. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu
sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri pembatasan gerak pada
sendi. (Helmi, 2016).
American College of Rheumatology (2019) menyatakan, “Osteoarthritis”
lutut adalah berbagai macam manifestasi klinis karena perihal yang terjadi
pada persendian”. Tanda dari penyakit ini adalah adanya pengikisan rawan
sendi dan adanya osteogenesis yang irreguler pada lapisan luar persendian.
Nyeri adalah gejala khas osteoarthritis lutut. Rasa nyeri semakin parah seiring
pasien beraktivitas dengan sendi yang mengalami Osteaoarthritis lutut dan
rasa nyeri semakin ringan bila beristirahat (Sumual, 2018).
1.2. Etiologi Osteoarthritis
Etiologi osteoarthritis dapat dikelompokkan menjadi primer dan sekunder.
Osteoarthritis primer disebabkan oleh degenerasi kartilago tanpa penyebab
yang jelas. Sementara itu, osteoarthritis sekunder disebabkan degenerasi
akibat penyakit yang mendahuluinya.
Osteoarthritis Primer
1. Osteoarthritis Primer dikenal juga dengan istilah Osteoarthritis idiopatik.
osteoarthritis primer paling banyak terkait proses penuaan. Biasanya
jenis osteoarthritis ini di diagnosis tanpa adanya trauma atau penyakit
predisposisi, osteoarthritis primer juga dikaitkan dengan faktor resiko

1
lain seperti kelemahan otot, jenis kelamin, obesitas, dan kelainan
anatomis bawaan.
2. Osteoarthritis Sekunder
Osteoarthritis sekunder terjadi akibat kerusakan atau cedera sendi yang
sudah ada sebelumnya. Kondisi predisposisi pencetus terjadinya
osteoarthritis sekunder antara lain: trauma, kelainan sendi bawaan,
radang sendi. Nekrosis avaskular, radang sendi, penyakit paget,
osteopetrosis, osteochandritis dissecans, hemokromatosis, penyakit
wilson, hemoglobinopati, sindrom Ehlers-Danlos, dan Sindrom Marfan.
1.3. Manifestasi klinis
Menurut purwanto (2016), tanda dan gejala dari osteoarthritis meliputi
rasa nyeri pada sendi yang merupakan gambaran primer pada osteoarthritis,
nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan aktivitas yang lama serta
akan berkurang pada waktu istirahat. Terdapat hubungan dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat, adanya
krepitasi.
Peradangan yang terjadi pada osteoathritis mrnyebabkan sinovitas
sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi
yang akan menimbulkan rasa nyeri. Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang
terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada lutut hingga tungkai atas.
Tanda dan gejala lain dari osteoarthrtitis adalah deformitas sendi yang
disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi. Terjadi gangguan fungsi sendi
yang timbul akibat ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi. Selain itu
gejala lain yang penting dirasakan penderita osteoarthritis adalah kekakuan
dan keterbatasan gerak, biasanya akan berlangsung 15-30 menit dan timbul
setelah istirahat atau saat mulai kegiatan fisik (Purwanto, 2016).
1.4. Patofisiologi
Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks
rawan sendi itu sendiri. Kondrosit mensintesis dan menjaga keutuhan matriks
tulang rawan sehingga fungsi rawan sendi tetap berjalan optimal. Komposisi
matriks rawan sendi secara garis besar adalah air, proteoglikan dan kolagen.
Terdapat 3 fase dalam Osteoarthritis lutut, yakni sebagai berikut:

2
1. Fase 1
Pada awalnya Proteolisis pada matriks tulang rawan terjadi. Proteolisis ini
adalah suatu proses hancurnya protein baik di dalam matriks maupun sel
tulang rawan (kondrosif) yang diduga karena gabungan dari berbagai
macam faktor resiko dan beberapa proses fisiologis. Karena inilah
kartilago atau tulang rawan pada persendian menipis (Sudoyo et l, 2014)
2. Fase 2
Di fase atau tahap kedua ini, pengikisan pada permukaan tulang rawan
persendian mulai terjadi secara signifikan. Karena pengikisan ini,
terjadilah fibrosis pada permukaan tulang rawan persendian untuk
menutupi tulang rawan sendi yang terkikis. Genesis dari jaringan fibrois
ini juga disertai dengan adanya pelepasan proteoglikan dan pecahan
kolagen ke dalam cairan sinovis (Sudoyo et al, 2014).
3. Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons
inflamasi pada sinovial. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1
(II-1), Tumor necrosis Factor-alpha (TNF-α), dan postaglandin menjadi
meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi awal pada persendian
seperti nyeri dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi
pada kartilago. Molekul-molekul pro inflamasi lainnya seperti Nitric
Oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi
perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap
pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan
stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi
kondisi gangguan yang progesif. Selain itu juga jaringan sendi yang
bertemu juga mengakibatkan nyeri (Sudoyo et al, 2014).

3
1.5. Klasifikasi Osteoarthritis
Umumnya diagnosis Osteoarthritis lutut didasarkan pada kombinasi dari
manifestasi klinis dan kelainan pada temuan radiografi, manifestasi klinis
perlu diperhatikan karena tidak semua pasien dengan temuan Osteoarthritis
lutut secara radiografis mengeluarkan keluhan (Nur, 2014). Terdapat 4
diversifikasi utama Osteoarthritis lutut secara radiologis, yaitu:
1. Penyempitan rongga sendi
2. Pengerasan rawan sendi
3. Pembentukan kista di rawan sendi
4. Pembentukan osteofit. (Nur, 2014)
Bila ditinjau bagaimana Osteoarthritis lutut terbentuk, Osteoarthritis lutut
dapat dibagi menjadi dua, Osteoarthritis lutut primer dan sekunder, sebagai
berikut:
1. Osteoarthritis lutut primer adalah Osteoarthritis lutut yang penyebabnya
tidak diketahui jelas, oleh karena itu Osteoarthritis lutut primer dapat juga
disebut Osteoarthritis lutut idiopatik.
2. Osteoarthritis lutut sekunder adalah Osteoarthritis lutut yang dapat
dikarenakan kelainan hormonal, imunologis, metabolik, pertumbuhan dan
mobilisasi secara kronis. Osteoarthritis lutut idiopatik memiliki prevalensi
lebih tinggi daripada sekunder (Arissa, 2017).
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoarthritis dalam pemeriksaan radiologis
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Grade 0: Pada tahap ini sendi masih dikategorikan normal, tidak tampak
adanya tanda-tanda Osteoarthritis pada radiologis, fungsi sendi masih
normal tanpa gangguan nyeri.

4
b. Grade 1: Curiga terdapat osteofit dan penyempitan send. Merupakan
tahap awal mulai terjadi pembentukan osteophyte (pertumbuhan tulang
yan terjadi pada sendi, disebut juga dengan “spurs”)
c. Grade 2: Ringan osteofit yang jelas, terdapat sedikit penyemptan pada
anteroposterior genu yang sedang terbentuk subkondral sklerosis yang
moderate.
d. Grade 3: Sedang, osteofit sedang, deformitas ruang antat sendi yang
cukup besar. Pada tahap ini >50% terjadi penyempitan sendi, kondilus
femoralis bulat, subkondral sklerosis yang luas, pembentukan osteophyte
yang luas.
e. Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat deformitas ruang antar
sendi yang berat dengan sklerosis pada tulang subkondral. Pasien
mengalami osteoarthritis pada derajat 4 ini akan merasakan nyeri dan
ketidaknyamanan saat berjalan. Pada tahap ono terjadi kerusakan sendi
dan hilangnya ruang sendi (Kohn, et al, 2016).

5
1.6. Pathway

Usia, jenis kelamin, Obesitas, kelainan pertumbuhan, pekerjaan, olahraga

Kerusakan pada tulang rawan, pembentukan


tulang baru pada sendi yang progesif

Intgritas matrik, perubahan komponen sendi;


kolagen, proteoglikan kartilago

Osteoarthritis

Kerusakan
Tulang rawan Vaskularisasi Membran synoval tulang rawan

Irregularitas Pembentukan Penebalan Kontraktur


& perlunakan osteosit pada pada synoval kapsul
pada tulang ujung berupa kista instabilitas
rawan dan persendian sendi
sendi
Pembengkakan
Tekanan sendi Deformitas
Pergeseran intraartikuler sendi
sendi / akibat kongesti Fibrosis kapsul,
adanya cairan vaskuler osteosit, iregularitas
viskosa Perubahan bentuk
permukaan sendi
pada tubuh dan
kekakuan sendi
pada sendi Perubahan
Nyeri
mekaniseme sendi
akut/ Gangguan Perubahan
dlm menyangga
kronis citra status
Gangguan beban tubuh
tubuh kesehatan
mobilitas Kelemahan
fisik Kemampuan dan mudah
lelah Kurangnya
pergerakan
informasi
Risiko kesehatan
Kelemahan cedera
fisik Kurangnya
pengetahuan
Risiko jatuh

6
1.7. Pemeriksaan penunjang
1. Untuk OA tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diagnostik, tetapi
pemeriksan laboratorium yang spesifik dapat membantu mengetahui
penyakit yang mendasari pada OA sekunder. Dengan uji serologik dengan
pendeteksian di dalam cairan sinovium dan/ serum adanya makromolekul
(mis, glikosaminoglikan) yang dilepas oleh tulang rawan / tulang yang
mengalami degenerasi. 
2. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi
pada tulang seperti pecahnya tulang rawan.
3. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
4. Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk
kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok
atau infeksi.
5. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel
tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
6. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi.
(Nurma & Ningsih, 2009)
1.8. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Tujuan pengobatan pada pasien Osteoarthritis lutut adalah untuk
mengurangi gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot.
Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan terapi
non-farmakologis berupa edukasi mengenai penyakitnya secara lengkap,
yang selanjutnya adalah memberikan terapi farmakologis untuk mengurangi
nyerinya yaitu dengan memberikan analgetik lalu dilanjutkan dengan
fisioterapi (Purwanto, 2016).
1. Penatalaksanaan medis

7
Menurut purwanto (2016) penatalaksanaan medis pada osteoatritis
meliputi terapi farmakologi yaitu obat analgesik Antri Inflamasi Non-
Steroid (AINS) bila nyeri muncul. Irigasi tidal (pembasuhan debris dari
rongga sendi) dan debridemen artroskopik. Terpai pembedahan yang
diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi
rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas
sendi yang menganggu aktivitas sehari-hari. Terapi bedah terdiri dari
beberapa tindakan yaitu:
a. Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus
b. Arthroscopic debridement dan joint lavage
c. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas
untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan
mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon
steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi
sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
d. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan
fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi
ketidak lurusan atau ketidak sesuaian, debridement sendi untuk
menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.
e. Penggantian engsel (antroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat dan
diganti dengan alat yang terbuat dari plastik atau metal yang disebut
prostesis.
f. Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang akan
mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan mengganggu
pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.

8
g. Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja.
Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban saat
bergerak.

2. Penatalaksanaan Non-Medis
Penatalaksanaan non medis pada penderita osteoatritis meliputi tindaan
preventif berupa pencegahan cedera dan pendekatan egonomik untuk
memodifikasi stres akibat kerja.
a. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh
yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada
sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat
memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut
berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
b. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk
harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan
berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan
peradangan.
c. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang
ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan
untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
d. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang
meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat.
Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk
mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif

9
sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum
pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti
Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi
paraffin dan mandi dari pancuran panas. Program latihan bertujuan
untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya
atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik
dari pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi
rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh
timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi
otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting
terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan
otot-otot tersebut adalah penting.
e. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat,
penurunan berat badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta
menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat
ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai
penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl
dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk mengadopsi strategi
penangan mandiri
1.9. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila Osteoarthritis lutut tidak ditangani
dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu:
1. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang
terparah ialah terjadinya kelumpuhan.
2. Komplikasi Akut
a. Osteonecrosis
b. Ruptur Baker cyst
c. Bursitis
d. Symptomatic Meniscal Tear (Guermazi et al, 2015).

1.10.

10
BAB 2
2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Mengetahui nama klien, umur yang memberikan petunjuk mengenai
faktor predisposisi penyakit. Osteoarthritis sering muncul pada usia lanjut,
dan hampir tidak pernah pada anak-anak. Osteoarthriris jarang dijumpai
pada dibawah 40 tahun dan sering dijumpai pada umur diatas 60 tahun.
Selain itu alamat dan pekerjaan yang menentukan tingkat sosial, ekonomi
dan tingkat kebersihan lingkungan (Debora. 2018).
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pasien dengan Osteoarthritis adalah nyeri pada sendi.
Pada riwayat kesehatan sekarang, pasien biasanya mengeluh nyeri
pada saat bergerak dan merasa kaku pada persendian.
b. Pada riwayat kesehatan dahulu
Data yang didapatkan biasasnya klien pernah menderita penyakit
akromegali dan inflamasi pada sendi seperti atropati.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya didapatkan data adanya keluarga yang menderita
osteoarthritis sebelumnya. Penyakit Osteoarthritis bisa terjadi karena
faktor genetic. Jika anggota keluarga mengalami penyakit ini
kemungkinan bisa menurun pada keluarga selanjutnya (Debora, 2018).
3. Pola aktivitas dan istirahat
Pada pengkajian pola aktivitas sehari-hari, klien dengan
Osteoarthritis akan mengalami keterbatasan rentang gerak, kesulitan
untuk tidur karena adanya nyeri, sering kesemutan pada tangan dan kaki
serta hilangnya sensasi pada jari kaki ataupun pada tangan.
4. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik klien dengan Osteoarthritis dapat diperoleh data
adanya keluhan nyeri sendi. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan
dan sedikit berkurang dengan istirahat. Deformitas sendi (pembentukan

11
tofus) terjadi dengan temuan salah satu sendi pergelangan kaki secara
perlahan membesar. Ada nyeri tekan pada sendi kaki yang membengkak,
serta terdapat hambatan gerak sendi yang semakin memberat.
a. Pada pemeriksaan muskuloskletal, lakukan pemeriksaan ekstremitas
atas dengan cara inspeksi dan palpasi, periksa kondisi sendi, tanda-
tanda radang dsn deformitas, periksa apakah ada atrofi, hipertrofi atau
hipertrofi otot. Kaji adanya nyeri sendi, minta pasien untuk
menunjukkan lokasi nyeri pada sendi, sifat nyeri, durasi dan frekuensi
nyeri, kualitas dan keparahan nyeri.
b. Kaji adanya keterbatasan gerak
c. Periksa kemampuan ekstensi dan fleksi pada jari. Jari-jari trsebut dapat
meghambat ekstensi penuh, dan arthritis ditandai dengan adanya
keterbatasan gerak pada semua jari.
d. Palpasi sendi pada metakarpal langeal bagian medial dan lateral jari-
jari. Rasakan adanya pembengkakan, tulang yang menonjol dan teraba
keras serta deformitas. Jika ditemukan pembesaran pada bagian distal
sendi interfalangeal, kemungkinan besar ada penyakit sendi
degeneratif.
e. Periksa kontur telapak tangan. Lakukan palpasi pada sendi jari
dibagian distal, rasakan apakah ada pembesaran, deformitas, dan nyeri.
Gerakan pergelangan tangan (fleki, ekstensi, deviasi ulna dan medial)
terdapat keterbatasan gerak dan nyeri.
f. Palpasi sendi pergelangan tangan. Lanjutkan dengan pengkajian siku.
Topang lengan klien dan biarkan siku menekuk dan sedikit fleksi.
Lakukan insoeksi dan palpasi pada masing-masing siku. Permukaan
ekstensor tulang ulna dan olekranon. Jika diremukan bengkak,
kemerahan, dan nyeri, kemungkinan besar menglami Osteoarthrits.
g. Lakukan pemeriksaan ekstremitas bawah. Pengkajian kaki dan tumit
dilakukan dengan posisi berbaring. Inspeksi adanya pembengkakan
kalus, tulang dikaki yang menonjol, nodul, atau deformitas. Lakukan
palpasi pada bagian anterior sendi pada tumit.

12
h. Lakukan palpasi pada sendi-sendi pada jari-jari kaki. Kaji kemampuan
gerak daerah tumit dan kaki, kaji kekuatan otot kaki.
i. Inspeksi dan plapasi tibiofemoral (dengan lutut difleksikan) termasuk
garis sendi, biasanya bagian tepi banyak tulangnya dan berbentuk tidak
teratur pada Osteoarthritis.
5. Pemeriksaan Diagnostic
Pada pemeriksaan laboratorium, Osteoarthritis yang disertai peradangan
akan dijumpai penurunan vikositas, pleositosis ringan sampai sedang.
Peningkatan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.
Pemeriksaan lain dapat ditemukan reaksi agluinasi positif, LED
meningkat pesat, protein C reaktif (positif pada masa inkubasi), SDP
meningkat pada proses inflamasi, JDL menunjukkan ancaman sedang. Ig
(Igm & b Ig G) mengalami peningkatan besar yang meunjukkan proses
autoimun, hasil Ro menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi
sendi, osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang
serta penyemiptan ruang sendi.
2.1. Diagnosa
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik b.d proses penyakit
3. Gangguan pola tidur b.d nyeri
4. Risiko cidera b.d Osteoarthritis
5. Risiko jatuh b.d Osteoarthritis
2.2. Intervensi
1. Nyeri akut
Manajemen Nyeri
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

13
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (TENS,
hypnosis, akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang meperberat rasa nyeri (Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri, jelaskan strategi
meredakan nyeri.
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
 Ajarkan teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
Pemantauan Nyeri
Observasi
 Identifikasi factor pencetus dan Pereda nyeri
 Monitor kualitas nyeri (mis. Terasa tajam, tumpul, diremas-
remas, ditimpa beban berat).
 Monitor lokasi dan penyebaran nyeri

 Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala

 Monitor durasi dan frekuensi nyeri


Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien

14
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Dukungan Mobilisasi
Observasi
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu,
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk
ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur pindah dari tempat tidur
kekursi)
3. Dukungan tidur
Observasi
 Identifikasi pola aktivitas dan tidur
 Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik, dan/ psikologi)
 Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis.
Kopi, teh, alkohol, makanan mendekati waktu tidur, minum banyak
air sebelum tidur)

15
 Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik
 Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras,
dan tempat tidur).
 Batasi waktu tidur siang, jika perlu
 Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
 Tetapkan jadwal tidur rutin
 Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresure)
 Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/ tindakan untukmenunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
 Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
 Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
 Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
 Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakoogi lainnya.
4. Pencegahan cedera
Observasi
 Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
 Identifikasi obat yang berpontensi menyebabkan cedera
 Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas
bawah
Terapeutik
 Sediakan pencahayaan yang memadai
 Gunakan lampu tidur selama jam tidur

16
 Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat
(mis. Penggunaa telepon, tempat tidur, penerangan ruangan, dan
lokasi kamar mandi).
 Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
 Sediakan alas kaki anti slip
 Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi ditempat tidur, jika perlu
 Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
 Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci
 Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
 Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm
sensor pada tempat tidur atau kursi
 Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan
 Diskusikan mengenai mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis.
Tongkat atau alat bantu jalan)
 Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi
pasien
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
2.3. Implementasi
Implementasi adalah tindakan nyata yang dilakukan perawat kepada pasien
sesuai dengan intervensi yang telah di buat.
2.4. Evaluasi
Menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan dengan mengukur pencapaian tujuan klien dan membandingkan
data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan.

17
18
Daftar Pustaka
Andarmoyo, S. 2018. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.

Debora, O (2017). Prose Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika.

Felson, T., & Schaible, H-G. 2015. Nyeri pada osteoatritis. Wiley-Blackwell A
John Wiley & Sons; (240-243)

Klieman, L, et al. 2016. Exercise and older adults. Current Cardiovaskular Risk
Reports, p.335-339.

Mentes, J.C&Egan, B.A (2015). Benefits of Physical Activity for Knee


Osteeoarthritis: A brief review. Journal of Gerontoloical Nursing.

Purwanto, Hadi (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Medikal Bedah II.

Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta. DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan


Indonesia.Jakarta. DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan


Indonesia.Jakarta. DPP PPNI

19

Anda mungkin juga menyukai