Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN

OSTEOARTRITIS

OLEH :COK ISTRI WIDYASTRI DEWI


NIM:213221288

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA BALI

TAHUN 2022

1
KONSEP DASAR PENYAKIT

Definisi Osteoartritis
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro
yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita
osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan
(Koentjoro, 2010). Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai
oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya.
Tulang rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang,
untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat
tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan
pembatasan gerakan pada sendi (Nur, 2009).
American College of Rheumatology (2012) mengartikan osteoarthritis sebagai
sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit
ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang
irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan gejala khas pada sendi yang
mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan aktivitas dengan
penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan
penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat (Sumual, 2012).
Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun.
Lakilaki di bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan
dengan wanita pada umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi

2
osteoarthritis lebih banyak wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk
pinggul wanita yang lebar dapat menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi lutut.
Osteoartritis juga sering ditemukan pada orang yang kelebihan berat badan dan mereka
yang pekerjaanya mengakibatkan tekanan yang berlebihan pada sendi-sendi tubuh
(Nur, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Osteoartritis


Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan gejala klinik dan
perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan, oleh karena tidak semua pasien
dengan perubahan radiografi osteoarthritis mempunyai keluhan pada sendi. Terdapat 4
kelainan radiografi utama pada osteoarthritis, yaitu: penyempitan rongga sendi, pengerasan
tulang bawah rawan sendi, pembentukan kista di bawah rawan sendi dan pembentukan
osteofit, sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara lain:
a. Osteoarthritis sendi lutut.
b. Osteoarthritis sendi panggul.
c. Osteoarthritis sendi-sendi kaki.
d. Osteoarthritis sendi bahu. Osteoarthritis sendi-sendi tangan.
e. Osteoarthritis tulang belakang (Nur, 2009).
Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis berdasarkan primer
dan sekunder. Pembagian osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi
osteoarthritis primer yang disebut juga osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis
yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah
osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. osteoarthritis primer lebih sering ditemukan
dari pada osteoarthritis sekunder (Arissa, 2012).

2.1.3 Patofisiologi Osteoartritis


Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang
tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar terbaru menyatakan bahwa OA
ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum diketahui. Jejas
mekanis dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya

3
molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang
mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik
dan kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor
umur, humoral, genetik, obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang
berlebihan, dan defek anatomik (Soeroso J,2007).
Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA. Kartilago
sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas gesekan karena
terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “shock absorber”, penahan beban dari tulang.
Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago sehingga terjadi
kerusakan struktur proteoglikan kartilago, erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi
(Soeroso J,2007).

Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks
ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan kolagen.
Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk penguat sendi dan
proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta memelihara matriks tulang
rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak
memiliki pembuluh darah sehingga proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan
jaringan-jaringan lain. Di kartilago, tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat
kurangnya vaskularisasi dan respon inflamasi sebelumnya (Soeroso J,2007).
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks
baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. Namun dalam hal
ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan
antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III,
VI, dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Akibatnya, terjadi
perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik
kartilago, sehingga kartilago sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya (Soeroso J,2007).
Beberapa keadaan seperti trauma/jejas mekanik akan menginduksi pelepasan
enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix Metalloproteinases (MMP).
Stromelysin mendegradasi proteoglikan, sedangkan MMP mendegradasi proteoglikan
dan kolagen matriks ekstraseluler. MMP diproduksi oleh kondrosit, kemudian diaktifkan
melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator plasminogen), radikal
bebas, dan beberapa MMP tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai
inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor aktivator plasminogen. Tissue inhibitor of

4
metalloproteinases (TIMP) yang umumnya berfungsi menghambat MMP tidak dapat
bekerja optimal karena di dalam rongga sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena
stromelysin (pH 5,5), sementara TIMP baru dapat bekerja optimal pada pH 7,5 (Soeroso
J,2007). (Maya Yanuarti, 2014).

Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi yang


disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4) dan
agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan
proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk proteinase
aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpan di
dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi
glikosidase lain turut berperan merusak proteoglikan (Soeroso J,2007).
Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam progresifitas
penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor pro inflamasi juga
terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti Nitric Oxide (NO), IL-1β, dan
TNF-α. Sitokin-sitokin ini menginduksi kondrosit untuk memproduksi protease,
kemokin, dan eikosanoid seperti prostaglandin dan leukotrien dengan cara menempel
pada reseptor di permukaan kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga
produksi enzim tersebut meningkat. Akibatnya sintesis matriks terhambat dan apoptosis
sel meningkat (Soeroso J,2007).
Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sintesis kolagen
tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan
matriks rawan sendi yang berkualitas buruk. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan
ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik
(Soeroso J,2007).
Etiopatogenesis osteoarthritis (OA) dibagi menjadi 3 stage (tahap), yaitu stage 1,
stage 2, dan stage 3. Pada stage 1 terjadi kerusakan proteolitik pada matrix cartilago.
Stage 2 melibatkan fibrilasi dan erosi pada permukaan kartilago dan pada stage 3 produk-
produk yang dihasilkan oleh kerusakan kartilago menyebabkan suatu respon inflamasi
kronis. Setelah melalui tahap- tahap tersebut, maka akan terjadi progressifitas lebih jauh
dimana kejadian tersebut akan menyebabkan tubuh melakukan kompensasi dengan cara
terjadinya pertumbuhan tulang baru dengan tujuan menstabilkan persendian, namun hal
ini akan merubah struktur persendian. Beberapa kelainan juga biasa dikategorikan
sebagai subsets of primary osteoarthritis yang terdiri dari primary generalized
5
osteoarthritis, erosive osteoarthritis, dan condromalacia patellae. Tingkat keparahan
osteoarthritis dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran radiologi yang didapat.
Metode pengklasifikasian yang digunakan secara universal saat ini adalah Sistem
Kellgren-Lawrence yang terdiri dari grade I, II, III, dan IV (Carlos J Lozada et al, 2015).

Gambar 1. A Kiri : sendi lutut normal.B. Kanan : sendi lutut yang mengalami
osteoarthritis (Helmi, 2012)

2.1.4 Etiologi
Menurut Elizabeth J.Corwin (2009) penyebab dari osteoartritis hingga saat ini
masih belum terungkap, tapi beberapa faktor resiko buat munculnya osteoartritis
diantaranya ialah :
a. Umur.
Dari semua faktor resiko buat munculnya osteoartritis, faktor ketuaan ialah yg
terkuat. Prevalensi & beratnya orteoartritis semakin berkembang/berubah naik dgn
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun & sering kali pada umur diatas 60 tahun. Perubahan fisis &
biokimia yg terjadi sejalan dgn bertambahnya umur dgn menurunnya jumlah kolagen
&kadar air, & endapannya berwujud pigmen yg berwarna kuning.
b. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut &sendi. Pada lelaki sering kali
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan & leher. Secara keseluruhan dibawah 45
tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita tetapi diatas 50
tahun frekuensi oeteoartritis lebih sering terjadi pada wanita dari pada lakilaki hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada pathogenesis osteoartritis. c. Genetic
Faktor herediter jg berperan pada munculnya osteoartritis misal, pada ibu dari
seorang wanita dgn osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali

6
lebih sering kali osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, & anak-anaknya perempuan
cenderung memiliki tiga kali lebih sering kali dari pada ibu & anak perempuan dari
wanita tiada osteoarthritis. Heberden node mewujudkan/adalah salah satu wujud
osteoartritis yg biasanya diketemukan pada pria yg kedua manusia tuanya terkena
osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari manusia tuanya yg terkena. d.
Suku
Prevalensi & pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih
jarang diantara manusia-manusia kulit hitam &usia dari pada kaukasia. Osteoartritis
lebih sering kali diketemukan pada manusia – manusia Amerika asli dari pada
manusia kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dgn perbedaan cara hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital & pertumbuhan.
e. Kegemukan (obesitas)
Berat badan yg berlebihan nyata berkaitan dgn naiknya resiko buat munculnya
osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya
berkaitan dgn osteoartritis pada sendi yg menanggung beban, tapi jg dgn
osteoartritis sendi lain (tangan / sternoklavikula).
f. Cedera sendi, pekerjaan & olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yg bisa menyebabkan osteoartritis ialah trauma yg memunculkan
kerusakan pada integritas struktur & biomekanik sendi tersebut.
g. Kepadatan tulang & pengausan (wear and tear)
Penggunaan sendi yg berlebihan secara teoritis bisa merusak rawan sendi lewat
dua mekanisme yaitu pengikisan & proses degenerasi karena bahan yg wajib
dikandungnya.
h. Dampak penyakit pembengkakan/radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) memunculkan reaksi
peradangan & pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi karena membran
sinovial & sel-sel pembengkakan/radang.
i. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, kian rawan sendi mau
membal & menyebabkan sendi menjadi tak stabil / seimbang sehingga mempercepat
proses degenerasi.

j. Penyakit endokrin

7
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air & garam-garam proteglikan yg berlebihan
pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen,
tendo, sinovia, & kulit. Pada diabetes melitus, glukosa mau menyebabkan produksi
proteaglikan menurun.
k. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium
pirofosfat bisa mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis,
kristal monosodium urat/pirofosfat dlm rawan sendi

2.1.5 Manifestasi Klinis


Pasien dengan OA sering mengeluhkan nyeri pada saat bergerak, biasanya terjadi
ketika pergerakan dimulai atau ketika pasien mulai berjalan. Seiring dengan progresifitas OA,
nyeri terus berlanjut, dan fungsi sendi semakin terganggu (Joern W.P. Michael et al, 2010).
Menurut Stanley (2006) tanda dan gejala dari penyakit osteoarthritis adalah :
a. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang
melakukan sesuatu kegiatan fisik.
b. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat
memulai kegiatan fisik.
c. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi
akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini
akan menimbulkan rasa nyeri. Mekanik nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah
melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada
hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah
rusak berat. Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar,
misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah
lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini
belum dapat diketahui penyebabnya.

d. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam
ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.

8
e. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
f. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Osteoartritis


Berdasarkan rekomendasi IRA untuk diagnosis dan penatalaksanaan OA tahun
2014, pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan melakukan pemeriksaan
berikut ini:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain.
d. Pemeriksaan penunjang
Pada anamnesis akan ditemukan keluhan seperti nyeri dirasakan berangsur-
angsur (onset gradual), tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30
menit, bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang
minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit) tidak disertai gejala sistemik, dan
nyeri sendi saat beraktivitas.
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat
ditemukan adalah
1) Pembengkakan jaringan lunak
2) Penyempitan rongga sendi
3) Erosi sendi
4) Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
1) BSE Positif
2) Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
1) Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
2) Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis d.
Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang aseptik, cairan
dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.

9
2.1.7 Penatalaksanaan Osteoartritis
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA adalah untuk edukasi
pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan
menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA terdiri dari
terapi non obat (edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi
obat, terapi lokal dan tindakan bedah (Haq I, 2003). a. Terapi Non Obat
Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan
terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah meyakinkan pasien untuk dapat mandiri,
tidak selalu tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat disembuhkan, tetapi
kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan (Setiyohadi,2003).
Penurunan berat badan merupakan tindakan yang penting, terutama pada
pasienpasien obesitas, untuk mengurangi beban pada sendi yang terserang OA dan
meningkatkan kelincahan pasien waktu bergerak. Suatu studi mengikuti 21 penderita
OA yang mengalami obesitas, kemudian mereka melakukan penurunan berat badan
dengan cara diet dan olah raga. Setelah diikuti selama 6 bulan, dilaporkan bahwa pasien-
pasien tersebut mengalami perbaikan fungsi sendi serta pengurangan derajat dan
frekuensi rasa sakit (Messier,2000).
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat melakukan aktivitas
optimal dan tidak tergantung pada orang lain. Terapi ini terdiri dari pendinginan,
pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi kerja
dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan
latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang tidak menjalani
tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien yang akan dan sudah menjalani
tindakan bedah, sehingga pasien dapat segera mandiri setelah pembedahan dan
mengurangi komplikasi akibat pembedahan (Klippel,1998).

1. Fisioterapi
Fisioterapi menggunakan modalitas, seperti panas, dingin, ultrasound dan listrik
dapat dipakai sebagai terapi tambahan, digunakan bersama latihan fisik, dan obatobatan.
Efek yang diharapkan adalah relaksasi otot dan berkurangnya nyeri (Ambardini,2008).

10
2. Latihan fisik
Pada tahap awal, program diarahkan pada latihan untuk mengatasi keluhan yang
menimbulkan masalah fungsional seperti nyeri, keterbatasan ruang gerak sendi atau
kelemahan otot. Segera setelah keluhan mulai membaik, program kebugaran untuk
memperbaiki kesehatan dan kapasitas fungsional dapat segera dimulai (Ambardini,2008).
Jenis latihan fisik
a. terapi manual terapi manual adalah gerakan pasif yang dilakukan oleh
fisioterapis dengan tujuan meningkatkan gerakan sendi dan mengurangi
kekakuan sendi. Teknik yang dipakai adalah melatih ROM secara pasif, melatih
jaringan-jaringan sekitar sendi secara pasif, meregangkan otot atau mobilisasi
jaringan lunak, dan massage (Ambardini,2008).
b. latihan fleksibilitas (ROM) latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan
peregangan tiap kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila sudah
terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot secara bertahap.
Latihan harus melibatkan kelompok otot dan tendon utama pada ekstremitas
atas dan bawah (Ambardini,2008).
c. latihan kekuatan
Latihan kekuatan mempunyai efek sama dengan latihan aerobic dalam
memperbaiki disabilitas, nyeri dan kinerja. Latihan kekuatan ada 3 macam, yaitu :
latihan isometric, latihan isotonic dan isokinetik (Ambardini,2008).
Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic maupun isokinetik dapat
mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan berjalan pada pasien
osteoarthritis. Latihan isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam
menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekuatan awal pada
pasien osteoarthritis dengan nyeri lutut saat latihan. Latihan isokinetik menghasilkan
peningkatan kecepatan berjalan paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah
terapi dan saat evaluasi, sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki
stabilitas sendi atau ketahanan berjalan (Ambardini,2008).

11
Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut atau
sendi tidak stabil. Kontraksi isometric memberikan tekanan ringan pada sendi dan
ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi
(Ambardini,2008).

Kontraksi isotonic digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan kekuatan


isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism energy, kerja insulin,
kepadatan tulang dan status fungsional pada orang sehat. Jika tidak terdapat
peradangan akut meupun instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh
pasien osteoarthritis (Ambardini,2008). d. latihan aerobic latihan aerobic (berjalan,
bersepeda, berenang, senam aerobic dan latihan aerobic di kolam renang) dapat
meningkatkan kapasitas aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan,
mengurangi berat badan dan mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoarthritis
(Ambardini,2008).

b. Terapi Obat
Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita OA
dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan
baik, terutama pada pasien usia tua. Kombinasi parasetamol / opiat seperti coproxamol
bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu. Tetapi jika dimungkinkan,
penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya dihindari (Haq I, 2003).
Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri penderita
OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja dengan cara
menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam
enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit)
dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional bekerja dengan cara
menghambat COX-1 dan COX-2, sehingga dapat mengakibatkan perdarahan lambung,
gangguan fungsi ginjal, retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor
COX-2 selektif akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan
penggunaan OAINS yang tradisional (Haq I, 2003), (Setiyohadi,2003), (Messier,2000).

12
c. Terapi Lokal
Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid atau hialuronan
(merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan berfungsi sebagai viskosuplemen) dan
pemberian terapi topikal, seperti krem OAINS, krem salisilat atau krem capsaicin.

Injeksi steroid intra artikular diberikan bila didapatkan infeksi lokal atau efusi sendi

(Klippel,1994).

d. Operasi
Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi merupakan tindakan
yang efektif.43 Operasi yang dapat dilakukan antara lain arthroscopic debridement,
joint debridement, dekompresi tulang, osteotomi dan artroplasti. Walaupun tindakan
operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi kadang-kadang fungsi sendi
tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca
operatif harus dipersiapkan dengan baik (Klippel,1994).

e. Tindakan Alternatif Lain


Perkembangan penatalaksanaan OA yang terbaru adalah penggunaan glukosamin
dan kondroitin untuk pengobatan OA, yang digolongkan dalam makanan suplemen,
namun hasilnya masih kontroversial. Terapi lain yang masih dalam tahap eksperimen
adalah cartilage repair dan transplantasi rawan sendi. Kedua model penatalaksanaan
tersebut belum dapat digunakan untuk pengobatan OA secara umum (Setiyohadi,2003)

2.1.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian a. Identitas
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, staus perkawinan,
Pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama
penanggung jawab.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya klien

13
datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada persendian,
bengkak, dan terasa kaku.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan
terasa kaku. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan apakah klien sudah pernah di rawat di Rumah Sakit
dengan keluhan osteoarthritis atau penyakit lainnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien mempunyai riwayat penyakit
keluarga, misalnya hipertensi dan diabetes.
c. Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a. pola pemeliharan dan persepsi kesehatan
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi pasien, pengetahuan
status kesehatan pasien saat ini.
b. Pola Metabolik-Nutrisi
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makanan dan kehidupan, jenis
dan jumlah (makanan dan minum), pola makan 3 hari terakhir atau 24
jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan.
c. Pola Eliminasi
- Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya
perubahan lain.
- Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna ,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB,
adanya perubahan lain.
d. Gerak dan Aktivitas
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari, kemampuan
untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar
mandi), Mandiri bergantung atau perlu bantuan, penggunaan alat bantu
(kruk,kaki tiga).

14
e. Pola Istirahat-Tidur
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidar sehari-hari (jumlah waktu tidur,
jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur,
tingkat kesegaran). Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata,
keadaan umum, mengantuk.
f. Pola Persepsi-Kognitif
Kaji pasien mengenai :
1. Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasaan, peraba).
2. Penggunaan alat bantu indra
3. Persepsi ketidak nyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komprahensif)
4. Keyakinan budaya terhadap nyeri
5. Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan
untuk mengontrol dan mengatasi nyeri
6. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
g. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri Kaji pasien mengenai :
1) Keadaan social : pekerjaan, situasi keluarga, kelompok social
2) Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dari
kelemahan yang dimiliki
3) Keadaan fisik : segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh ( yang
disukai dan tidak)
4) Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
5) Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
6) Riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi Data
pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurangi diri, murung,
tidak mau berinteraksi)
h. Pola hubungan-Peran
Kaji pasien menganai:
1) Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman kerja
2) Kepuasan atau ketidak puasan menjalankan peran
3) Efek terhadap status Kesehatan

15
4) Pentingnya keluarga
5) Struktur dan dukungan keluarga
6) Pola membesarkan anak
7) Hubungan dengan orang lain
8) Orang terdekat dengan klien
9) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan

i. Pola Reproduksi-seksualitas Kaji pasien mengenai :


1) Masalah atau perhatian seksual
2) Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami atau istri
3) Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman,
pelukan, sentukan dll)
4) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reproduksi
5) Efek terhadap Kesehatan
6) Riwayat yang berhungan dengan masalah fisik dan atau
psikologi
7) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia,
payudara, rectum)
j. Pola Toleransi Terhadap Stres-Koping Kaji pasien mengenai :
1) Sifat pencetus stress yang di rasakan baru-baru ini
2) Tingkat stress yang dirasakan
3) Gambaran respon umum dan khusus terhadap stress
4) Strategi mengatasi mengatasi stress yang biasanya digunakan dan
keefektifannya
5) Strategi koping yang biasa digunakan
6) Pengetahuan dan penggunaan tehnik manajemen stress
7) Hubungan antara manajemen strees dengan keluarga
k. Pola Keyakinan-Nilai
Kajia pasien mengenai :
1) Latar belakang budaya atau etnik

16
2) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya atau etnik

d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
1) Keadaan umum : komplikasi steroid, berat badan.
2) Tangan : meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
3) Lengan : Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran
kelenjar limfe aksila.
4) Wajah : periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda
hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar
5) Mulut : (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
6) Leher : adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
7) Toraks : Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi,
inkompetensi katup aorta dan mitral). Paru- paru (adanya efusi
pleura, fibrosis, nodul infark, sindroma caplan)
8) Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastric
9) Panggu dan lutut : tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan
betis (kista baker yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan
tanda- tanda kompresi medula spinalis.
10) Kaki : efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan
kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan
sekitar patela yang berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi
pergelangan kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior.
11) Urinalisis : untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum
untuk menentukan adanya darah. Fungsional Klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan
aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri,
aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian,
mengontrol defikasi dan berkemih. Cara penilaian :

17
NO KRITERIA BANTUAN MANDIRI

1 Makan 5 10

2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/ sebaliknya 5-10 15
4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5
menggosok gigi)

5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10


tubuh, menyiram)

6 Mandi 5 15
7 Jalan di permukaan datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 10
9 Menggunakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10
11 Kontrol bladder (BAK) 5 10
Total Skor:

Cara penilaian :
<60 : Ketergantungan penuh/total
65-105 : Ketergantungan Sebagian
110 : Mandiri

2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas
kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal: makan, kontinen (BAK/BAB), berpindah, ke
kamar mandi, mandi dan berpakaian. Indeks katz adalah pemeriksaan
disimpulkan dengan system penelitian yang didasarkan pada tingkat bantuan
orang laindalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari
alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktifitas dan
Latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilitasi.
Pengukuran pengukuran pada kondisi ini meliputi:

18
a) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian,
pergi ke toilet, berpindah dan mandi
b) Mandiri semuanya kecuali salah satu fungsi di atas
c) Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lainnya
d) Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
e) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi lainnya

f) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan salahsatu


fungsi lainnya
g) Ketergantungan untuk semua fungsi di atas Keterangan:
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari
orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap
tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu

2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yng berisikan mengenai status Kesehatan klien,
kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil
konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data focus adalah data
tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah
kesehatannya serta hal-hal yang mencangkup tindakan yang di laksanakan
terhadap klien. Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien
yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalahmasalah serta
kebutuhan keperawatan dan kesehatan lainnya. Dari informasi yang terkumpul
didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang di hadapi klien.

3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut berhubungan dengan kondisi musculoskeletal
2) Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
3) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
4) Deficit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi
5) Gangguan Citra Tubuh Berhubungan Dengan Deformitas Sendi,
Perubahan Bentuk Tubuh Pada Sendi dan Tulang
6) Ansietas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi.

19
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa () Tujuan & kriteria hasil Intervensi
(menurut SLKI) (menurut SIKI)

20
1. Nyeri Akut b.d Kondisi Tingkat Nyeri L.08066 Intervensi Utama :
Musculoskeletal Setelah dilakukan Manajemen Nyeri I.08238
intervensi selama ..... x ..... Observasi
jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas,

menurun intensitas nyeri

dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri

1) Kemampuan 3. Identifikasi respon nyeri non

menuntaskan aktivitas verbal

meningkat 4. Identifikasi faktor yang

2) Keluhan nyeri memperberat dan memperingan

menurun nyeri

3) Meringis menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan

4) Sikap protektif keyakinan tentang nyeri

menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya

5) Gelisah menurun terhadap repson nyeri

6) Kesulitan tidur 7. Identifikasi pengaruh nyeri


menurun terhadap kualitas hidup

7) Kesulitan tidur 8. Monitor keberhasilan terapi


menurun komplementer yang sudah

8) Menarik diri menurun diberikan


9) Berfokus pada diri 9. Monitor efek samping
sendiri menurun penggunaan analgetic
10) Diaphoresis menurun
11) Perasaan depresi Terapeutik
menurun 1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
12) Perasaan takut mengurangi rasa nyeri (mis :
mengalami cedera TENS, hypnosis, akupresure,
berulang menurun terapi music, biofeedback,

13) Anoreksia menurun


14) Mual menurun

21
22
15) Muntah menurun terapi pijat, aromaterapi,
16) Frekuensi nadi teknik imajinasi terbimbing,
membaik kompres hangat atau dingin,
17) Pola nafas membaik terapi bermain)
18) Tekanan darah 2. Kontrol lingkungn yang
membaik memperberat rasa nyeri (mis :
19) Proses berfikir suhu ruangan, pencahayaan,
membaik kebisingan)
20) Fokus membaik 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
21) Perilaku membaik 4. Pertimbangkan jenis dan
22) Nafsu makan sumber nyeri dalam
membaik pemeliharaan strategi
23) Pola fikir membaik meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakaologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
6. Memberikan analgetik
jika perlu

23
24
Intervensi Pendukung :
Terapi Relaksasi I.09326
Observasi
1. Indentifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang menggangu kemampuan
kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
5. Monitor respons terhadap terapi
relaksasi

Terapeutik
6. Ciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
7. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
8. Gunakan pakaian longgar
9. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama

25
10. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai

Edukasi
11. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis. Musik,,meditasi,
napas dalam, relaksasi otot
progesif)
12. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
13. Anjurkan mengambil posisi yang
nyaman
14. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
15. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
16. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. Napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
terbimbing)

26
2 Gangguan Mobilitas Fisik SLKI Label : SIKI Label :
b.d Kekakuan sendi Mobilitas Fisik (L.05042) Intervensi Utama :
Setelah dilakukan asuhan Dukungan Ambulasi (I.06171)
keperawatan selama 3 x Observasi
24 jam, maka mobilitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau
fisik meningkat dengan keluhan fisik lainnya
kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
1. Pergerakan ekstremitas
meningkat

27
28
2. Kekuatan otot 3. Monitor frekuensi jantung dan
meningkat tekanan darah sebelum
3. Kecemasan menurun memulai ambulasi
4. Gerakan tidak 4. Monitor kondisi umum selama
terkoordinasi menurun melakukan ambulasi
5. Gerakan terbatas
menurun Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis, tongkat,
kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis,
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)

29
30
Intervensi Pendukung
Pencegahan Jatuh (I.14540)

Observasi
1. Identifikasi faktor resiko jatuh
(mis. Usia >65 tahun,
penurunan tingkat kesadaran,
deficit kognitif, hipotensi
ortostatik, gangguan
keseimbangan,
gangguan pengelihatan,
neuropati)
2. Identifikasi resiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan
institusi
3. Identifikasi faktor lingkungan
yang meningkatkan resiko jatuh
(mis. lantai licin, penerangan
kurang)
4. Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis. fall
morse scale, humpty dumpty
scale), jika perlu
5. Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya

Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci

31
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Atur tempat tidurmekanis pada
posisi terndah
5. Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pemantauan petugas perawat
atau nurse station
6. Gunakan alat bantu berjalan
(mis.kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien

Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Anjurkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat

32
3 Defisit Perawatan Diri b.d Setelah diberikan asuhan Dukungan perawatan diri
gangguan keperawatan selama …x (I.11348) Observasi
muskuloskeletal
24 jam, diharapkan :
perawatan diri meningkat 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
Dengan kriteria hasil : perawatan diri sesuai usai
1. Kemampuan mandi 2. Monitor tingkat kemandirian
meningkat

33
2. Kemampuan 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
mengenakan pakaian kebersihan diri, berpakaian,
meningkat berhias, dan makan
3. Kemampuan makan
meningkat Terapeutik :
4. Kemampuan ke toilt 1. Sediakan lingkungan yang
(BAB,BAK) meningkat terapueutik (mis, suasanan
5. Verbalisasi keinginan hangat, rileks, privasi)
melakukan perawatan 2. Siapkan keperluan pribadi (mis.
diri meningkat Parfum, sikat gigi, dan sabun
6. Minat melakukan mandi)
perawatan meningkat 3. Dampingi dalam melakukan

7. Mempertahankan perawatn diri sampai mandiri


keberihan diri 4. Fasilitasi untuk menerima
meningkat keadaan ketergantungan
Mempertahankan 5. Fasilitasi kemandirian, bantu
kebersihan mulut jika tidak mampu melakukan
meningkat perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri

Edukasi :
1. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan

34
4 Defisit Pengetahuan b.d Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama : Edukasi
kurangnya terpapar keperawatan selama 2 x 24 jam Kesehatan
informasi
maka tingkat pengetahuan
meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
1. Perilaku sesuai anjuran 1. Identifikasi kesiapan dan
meningkat kemampuan menerima
informasi

2. Verbalisasi minat dalam Terapeutik mpatan


belajar 2. Sediakan materi d media
meningkat pendidik
3. Kemmapuan kesehatan
menjelaskan 3. Berikan bertanya
pengetahuan tentang suatu
topik meningkat Edukasi
4. Perilaku sesuai dengan 4. Jelaskan faktor risihidup
pengetahuan meningkat yang dap
5. Pertanyaan tentang mempengaruhi
masalah yang Kesehatan
dihadapi menurun 5. Ajarkan perilaku bers dan
6. Persepsi yang keliru sehat

terhadap masalah
menurun
7. Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat
menurun

35
5 Gangguan Citra Tubuh SLKI SIKI
Berhubungan Dengan Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh
Deformitas Sendi, (L.09067) (I.09305)
Perubahan Bentuk Tubuh Setelah dilakukan asuhan
Pada Sendi dan Tulang keperawatan selama 3 x Observasi :
24 jam, diharapkan citra 1. Identifikasi harapan citra tubuh
tubuh pasien dapat teratasi berdasarkan tahap
dengan kriteria hasil: perkembangan
1. Melihat bagian tubuh 2. Indentifikasi budaya, agama,
menjadi lebih jenis kelamin, dan umur
membaik terkait citra tubuh

36
2. Menyentuh bagian 3. Identifikasi perubahan citra
tubuh dengan lebih tubuh yang mengakibatkan
baik isolasi sosial
3. Dapat menerima atau 4. Monitor frekuensi pernyataan
verbalisasi kecacatan kritik terhadap
bagian tubuh dengan diri sendiri
baik
Terapeutik :
4. Menerima
1. Disikusikan perubahan tubuh
dengan baik
dan fungsinya
kehilangan bagian
2. Diskusikan perbedaan
tubuh
penampilan fisik terhadap
5. Dapat menurunkan atau
harga diri
menghilangkan
3. Diskusikan cara
perasaan negative
mengembangkan harapan
tentang perubahan
citra tubuh secara realistis
tubuh
4. Diskusikan persepsi pasien
6. Menghilangkan rasa
dan keluarga
kekhawatiran pada
tentang perubahan
penolakan/reaksi orang
citra tubuh
lain tentang penampilan
fisik individu Edukasi :

7. Hubungan social 1. Jelaskan pada keluarga


menjadi lebih baik tentang perawatan
perubahan citra tubuh
2. Anjurkan menggunakan alat
bantu misalnya berpakaian

6 Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan Observasi


situasional d.d merasa tindakan keperawatan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
bingung, merasa
khawatir, dengan akibat selama …x… diharapkan berubah
dari kondisi yang tingkat ansietas dapat 2. Identifikasi kemampuan
dihadapi, tampak gelisah,
teratasi denan kriteria mengambil keputusan
tampak tegang dan sulit

37
tidur. hasil : 3. Monitor tanda-tanda ansietas
1. Verbalisasi
kebingungan
menurun

38
39
2. Verbalisasi khawatir Terapiutik
akibat kondisi yang 1. Ciptakan suasana terapiutik
dihadapi menurun untuk menumbuhkan
3. Perilaku gelisah kepercayaan
menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
4. perilaku tegang kecemasan, jika memungkinkan
menurun 3. Pahami situasi yang membuat
5. Keluhan pusing ansietas
menurun 4. Dengarkan dengan penuh
6. Anoreksia menurun perhatian
7. Pal[itasi menurun 5. Gunakan pendekatan yang
8. Diaphoresis menurun tenang dan meyakinkan
9. Tremor menurun 6. Tempatkan barang pribadi yang
10. Pucat menurun memberikan kenyamanan
11. Konsentrasi membaik 7. Motivasi mengindentifikasi
12. Pola tidur membaik situasi yang memicu kecemasan
13. Frekuensi pernapasan 8. Diskusikan perencanaan realistis
membaik tentang peristiwa yang akan
14. Frekuensi nadi dating
membaik
15. Tekanan darah Edukasi
membaik 1. Jelaskan prosedur, termasuk
16. Kontak mata sensasi yang mungkin dialami.
membaik 2. Informasikan secara factual
17. Pola berkemih mengenai diagnosis, pengobatan,
mebaik dan prognosis
18. Orientasi membaik 3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan

40
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih pengunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implentasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup
tindakan mandiri dari kolaborasi.
5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan penilaian perkembangna hasil implementasi keperawatan yang berpedoman
kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.

41
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya
kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Osteoartritis selama
ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari.
Namun, penelitian para pakar terbaru menyatakan bahwa OA ternyata merupakan
penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur
proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum diketahui. Pada anamnesis akan
ditemukan keluhan seperti nyeri dirasakan berangsur- angsur (onset gradual), tidak
disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai inflamasi,
umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan
pada kulit) tidak disertai gejala sistemik, dan nyeri sendi saat beraktivitas.
Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat (edukasi, penurunan berat badan, terapi
fisik dan terapi kerja), terapi obat, terapi lokal dan tindakan bedah.

3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama mahasiswa keperawatan
diharapkan dapat menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah
pengetahuan tentang keperwatan medical bedah dan diharapkan para pembaca bisa
memberikan kritik dan saran untuk dapat menjadikan kami lebih baik lagi dalam
penulisan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

42
Arissa, Maria.I. 2012. Pola Distribusi Kasus Osteoarthritis Di RSU dr.Soeharso Pontianak
Periode 1 Januari 2008 - 31 Desember 2009. Skripsi. Pontianak: Fakultas kedokteran.
Universitas Tanjungpura (online) yang diakses tanggal 8 Oktober 2015.

Arismunandar, R. (2015) ‘The Relations Between Obesity and Osteoarthritis Knee in Elderly

Patients’, J Majority, 4(5), pp. 110–116.

American College of Rheumatology. “Western Ontario and McMaster Universities

Osteoarthritis Index (WOMAC)”. ACR. Retrieved 6 June 2012.

Altman, R.D. Criteria for the classification of osteoarthritis of the knee and hip. Scand J
Rheumatology. 1987; (Suppl.65):31-39.

Ambardini, RL. 2008. Peran latihan fisik dalam manajemen terpadu osteoarthritis. Available
at
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132256204/Latihan%20FisikManajemen%20Ost
eoartritis.pdf.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba medika

Haq I., Murphy E., Dacre J. OsteoarthritisReview. Postgrad Med J, 2003; 79 : 377 – 383.

Ilyas, E. 2002. Pendekatan Terapi Fisik Pada Osteoartritis. Dalam: Bunga Rampai
Rehabilitasi Medik, Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan I Perdosri, Jakarta,
Perhimpunan Dokter Spesialis Rehab Medik Indonesia (PERDOSRI).

Klippel John H., Dieppe Paul A., Brooks Peter, et al. Osteoarthritis. In : Rheumatology.
United Kingdom : Mosby – Year Book Europe Limited, 1994 : 2.1 – 10.6.
Arifin Rois dan Helmi Muhammad. 2016. Pengantar Manajemen. Malang. Empatdua.
Heidari, (2011). Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and features.

43
Caspian J Intern Med, 2(2), 205-212.
McGonagle, D. (2010), The history of erosions in rheumatoid arthritis: Are erosions history.
Arthritis & Rheumatism, 62: 312-315
Michael, W.P. Joern, 2010. The Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and Treatment of
Osteoarthritis of the Knee. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20305774 diunduh 24
Februari 2022.
Soenarwo, Briliantono M. 2011. Penanganan Praktis Osteoarthritis. Jakarta:
ALMAWARDI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Lozada, Carlos J.2009. Osteoartritis. http//emedicine.medscape.com.Diakses tanggal 25


maret 2013.

Michael, W.P. Joern, 2010. The Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and Treatment of
Osteoarthritis of the Knee. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20305774 diunduh 20 mei 2011

Messier S.P., Loeser R.F., Mitchell M.N., et al. Exercise and Weight Loss in Obese Older
Adults with Knee Osteoarthritis : A Preliminary Study. Journal of American Geriatric
Society, 2000; 48 : 1062 – 1072

Susilawati, I., Tirtayasa, K., and Lesmana, S. I. 2015. Latihan Closed Kinetic Chain Lebih
Baik Dari Pada Osteoarthritis Lutut Setelah Pemberian Micro Wave Diathermy
(MWD) Dan Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation (TENS). Sport And Fitness
Journal.
Volume 3 No 1: 26-34.

S Joewono, I Haryy, K Handono, B Rawan, P Riardi. Chapter 279 : Osteoartritis. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV FKUI 2006. 1195- 1202

44
Suhendriyo. 2014. Pengaruh Senam Ramathik Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada
Penderita Osteoarhritis Lutut Di karangasem Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmiah
Kesehatan. Vol 3 No 1, Mei 2014, Hlm 1-6.

Sara, Koentjoro. 2010. Skripsi Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Derajat
Osteorthritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence. Semarang : Universitas
Diponegoro

Sumual, A.S. 2012. Pengaruh Berat Badan Terhadap Gaya Gesek Dan Timbulnya
Osteoarthritis Pada Orang Di Atas 45 Tahun Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Skripsi. Bagian Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado:
Manado.

Soeroso, Joewono,dkk. 2007. Osteoartritis, Dalam A.W. Sudoyo, B.Setyohadi, I. Alwi, M.


Simadibrata, S. Setiati, editor, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah Reumatologi.


Jakarta, 2003 : 27 – 31.

Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Wahyuningsih, Nur Aini Sri. Hubungan obesitas dengan osteoartritis lutut pada lansia di
Kelurahan Puncangsawit Kecamatan Jebres Surakarta. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2009

45

Anda mungkin juga menyukai