Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoarthritis
2.1.1 Definisi
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang
berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak
7
mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan . Osteoarthritis ialah suatu
penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago)
sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang
melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada
kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan,
8
nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi . American College of Rheumatology (2011)
mengartikan osteoarthritis sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada
tanda dan gejala sendi. Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya
pembentukan tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan
gejala khas pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila
melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah
melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan
10
istirahat .
Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun. Laki-laki di
bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan dengan wanita pada
umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi osteoarthritis lebih banyak
wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk pinggul wanita yang lebar dapat
menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi lutut. Osteoartritis juga sering ditemukan
pada orang yang kelebihan berat badan dan mereka yang pekerjaanya mengakibatkan
8
tekanan yang berlebihan pada sendi-sendi tubuh .

2.1.2 Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan oleh Altman et al menjadi 2 golongan, yaitu OA primer
11
dan OA sekunder.
1. Osteoartritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak
12
berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi . Meski
demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan. Pada orangtua, volume air
dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya,

3
4

kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang muda yang kecil.
Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan
sendi-sendi. Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat
membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar tulang,
menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga
13
menstimulasi pertumbuhanpertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendi-sendi.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun banyak
sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil (carpometacarpal,
metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral pada tulang belakang,
maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia
11
patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH).
2. Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi
lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik lokal
maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan
endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti
14
obesitas, operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.

2.1.3 Patogenesis
Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang
tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar sekarang menyatakan bahwa OA
ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum diketahui. Jejas mekanis
dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul
abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan
terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada
sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, humoral, genetik,
12
obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomik.
5

Gambar 1.
17
Konsep Etiopatogenesis Osteoartritis

Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA. Kartilago
sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas gesekan karena
terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “absorb shock”, penahan beban dari tulang.
Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago sehingga terjadi
15
kerusakan struktur proteoglikan kartilago, erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi.
Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks ekstraseluler,
yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan kolagen. Kondrosit
berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk penguat sendi dan proteoglikan
untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta memelihara matriks tulang rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh
darah sehingga proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di
kartilago, tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan
16,17
respon inflamasi sebelumnya.
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru
untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. Namun dalam hal ini, kondrosit
gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi
dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang
berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Akibatnya, terjadi perubahan pada
diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga
18
kartilago sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.
6

Beberapa keadaan seperti trauma / jejas mekanik akan menginduksi pelepasan


enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix Metalloproteinases (MMP). Stromelysin
mendegradasi proteoglikan, sedangkan MMP mendegradasi proteoglikan dan kolagen
matriks ekstraseluler. MMP diproduksi oleh kondrosit, kemudian diaktifkan melalui kaskade
yang melibatkan proteinase serin (aktivator plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP
tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan
inhibitor aktivator plasminogen. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang umumnya
berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di dalam rongga sendi ini
cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH 5,5), sementara TIMP baru dapat
12,19 20
bekerja optimal pada pH. . Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks
rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4)
dan agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan
proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk proteinase aspartat
(katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpan di dalam
lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain
14,16
turut berperan merusak proteoglikan.
Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam progresifitas
penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor pro inflamasi juga terinduksi
dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti Nitric Oxide (NO), IL-1β, dan TNF-α. Sitokin-
sitokin ini menginduksi kondrosit untuk memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid
seperti prostaglandin dan leukotrien dengan cara menempel pada reseptor di permukaan
kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga produksi enzim tersebut
14
meningkat. Akibatnya sintesis matriks terhambat dan apoptosis sel meningkat.
Sitokin yang terpenting adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sintesis kolagen tipe II dan IX
dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan matriks rawan sendi
yang berkualitas buruk. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana
16
osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.
7

Gambar 2.
14
Patogenesis Osteoartritis

2.2 Osteoartritis Lutut


2.2.1 Riwayat alamiah
Sendi lutut terdiri atas tiga kompartemen yaitu sendi tibiofemoral yang terbagi
menjadi kompartemen medial dan lateral, serta sendi patellofemoral. Sendi patellofemoral
adalah salah satu kompartemen yang paling sering terkena pada kasus OA lutut.
Penelitian yang dilakukan oleh R. S. Hinman dan K. M. Crossley menunjukkan bahwa OA
sendi patellofemoral tidak hanya menjadi sumber penting dari gejala OA lutut, tetapi juga
bahwa orang yang menderita penyakit OA sendi patellofemoral menunjukkan karakteristik
21
yang berbeda dari OA sendi tibiofemoral.
Dahulu, OA lutut dilihat sebagai suatu kelainan yang terjadi terutama pada sendi
tibiofemoral karena penilaian radiografi cenderung hanya terfokus pada X-ray antero-
posterior, yang tidak dapat mencitrakan sendi patellofemoral dengan baik. Namun
pengetahuan akan keterlibatan sendi patellofemoral dalam proses OA semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya penggunaan X-ray lateral dan skyline. Pada pemeriksaan
radiografi, osteofit pada sendi patellofemoral lebih banyak dibanding pada sendi
tibiofemoral. Penelitian lain pada orang dengan nyeri lutut memperlihatkan pola radiografi
yang tersering adalah kombinasi sendi tibiofemoral dan patellafemoral, diikuti oleh OA
22
sendi patellofemoral, OA sendi tibiofemoral, dan sisanya menunjukkan radiografi normal.
8

Gambar 3.
20
Persendian Lutut Manusia

2.2.2 Tanda dan gejala


Keluhan osteoartritis yang paling sering dirasakan yaitu nyeri sendi, terutama saat
18
sendi bergerak atau menanggung beban, dan akan berkurang saat istirahat. Seringkali
penderita merasakan nyeri pada sendi asimetris yang meningkat secara bertahap selama
23
beberapa tahun. Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi kapsul sendi,
24
periostitis dan spasme otot periartikular. Pada tahap awal, nyeri hanya terlokalisasi pada
bagian tertentu, tetapi bila berlanjut, nyeri akan dirasakan pada seluruh sendi yang
terkena OA. Nyeri ini seringkali disertai bengkak, penurunan ruang gerak sendi, dan
25
abnormalitas mekanis.
Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit,
permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme
16
dan kontraktur otot periartikular.
Kekakuan sendi juga dapat ditemukan pada penderita OA setelah sendi tidak
digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah
sendi digerakkan. Kekakuan yang terjadi pada pagi hari biasanya berlangsung tidak lebih
dari 30 menit. Selain itu, juga didapatkan pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi,
18
dan krepitasi. Pada OA lutut, gejala spesifik yang dapat timbul adalah keluhan
16
instabilitas pada waktu naik turun tangga.
9

2.2.3 Faktor risiko


Secara garis besar, faktor risiko timbulnya OA lutut meliputi usia, jenis kelamin,
ras, genetik, nutrisi, obesitas, penyakit komorbiditas, menisektomi, kelainan anatomis,
11
riwayat trauma lutut, aktivitas fisik, kebiasaan olah raga, dan jenis pekerjaan.
1. Usia
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan beratnya
OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lebih dari 80%
individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti radiografi menunjukkan insidensi
8
OA jarang pada usia di bawah 40 tahun. OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-
7
anak dan sering pada usia di atas 60 tahun. Meskipun OA berkaitan dengan usia,
14
penyakit ini bukan merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat dihindari.
Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan usia termasuk
penghalusan dan penipisan permukaan artikuler; penurunan ukuran dan agregasi
matriks proteoglikan; serta kehilangan kekuatan peregangan dan kekakuan matriks.
Perubahan-perubahan ini paling sering disebabkan oleh penurunan kemampuan
kondrosit untuk mempertahankan dan memperbaiki jaringan, seperti kondrosit itu
sendiri sehingga terjadi penurunan aktivitas sintesis dan mitosis, penurunan respon
terhadap anabolic growth factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil dan tidak
14
seragam.

2. Jenis kelamin
14
Wanita berrisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria. Walaupun prevalensi
OA sebelum usia 45 tahun kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi di atas 50
12
tahun prevalensi OA lebih banyak pada wanita, terutama pada sendi lutut. Wanita
memiliki lebih banyak sendi yang terlibat dan lebih menunjukkan gejala klinis seperti
14
kekakuan di pagi hari, bengkak pada sendi, dan nyeri di malam hari.
Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan karena
12
turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause. Kondrosit memiliki
reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini dipengaruhi oleh
estrogen. Penelitian yang dilakukan pada beberapa tikus menunjukkan bahwa estrogen
menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor estrogen pada kondrosit, dan
peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan sintesis proteoglikan pada hewan
14
percobaan.
10

3. Ras
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko
23
menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga
26
memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia. Suatu studi lain
menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA dibandingkan
23
kulit putih.
4. Genetik
Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut berhubungan
dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan,
seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk
struktur-struktur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat,
12
atau proteoglikan.
Sebuah studi menunjukkan bahwa komponen yang diturunkan pada penderita OA
sebesar 50% hingga 65%. Studi pada keluarga, saudara kembar, dan populasi
menunjukkan perbedaan antar pengaruh genetik menentukan lokasi sendi yang
terkena OA. Bukti lebih jauh yang mendukung faktor genetik sebagai predisposisi OA
adalah adanya kesesuaian gen OA yang lebih tinggi pada kembar monozigot
14
dibanding kembar dizigot.
5. Nutrisi
Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki peningkatan
23
risiko 3 kali lipat menderita OA lutut. Penelitian faktor nutrisi sebagai etiopatologi OA
membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian OA lutut pada individu dengan
defisiensi vitamin C dan E. Pada orang Asia, penyakit Kashin-Beck, salah satu jenis
OA, dapat disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh jamur. Hipotiroidisme
11
terjadi pada sebagian penderita OA karena defisiensi selenium.
6. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya osteoartritis
lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas OA terutama melalui
peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat badan. Tiga hingga enam kali
berat badan dibebankan pada sendi lutut pada saat tubuh bertumpu pada satu kaki.
26
Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makin besar Indeks Massa Tubuh (IMT),
16
risiko menderita OA lutut akan semakin meningkat. Penderita OA dengan obesitas
memiliki gejala OA yang lebih berat. Obesitas tidak hanya mengawali timbulnya
26
penyakit OA, tetapi juga merupakan akibat lanjut dari inaktivitas para penderita OA.
11

Selain melalui peningkatan tekanan mekanik pada tulang yang menyebabkan


kerusakan kartilago, obesitas berhubungan dengan kejadian osteoartritis secara tidak
14,16
langsung melalui faktor-faktor sistemik.
7. Penyakit komorbid
Faktor metabolik juga berkaitan terhadap timbulnya OA, selain faktor obesitas. Hal
ini didukung dengan adanya kaitan antara OA dengan beberapa penyakit seperti
12
diabetes mellitus, hipertensi, hiperurisemia, dan penyakit jantung koroner.
8. Menisektomi
Menisektomi merupakan suatu tindakan operasi yang dilakukan di daerah lutut
11
dan merupakan salah satu faktor risiko penting pada timbulnya OA lutut. Osteoartritis
13
lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi. OA campuran
antara patellofemoral dan tibiofemoral sering terjadi pada individu yang pernah
14
menjalani menisektomi.
9. Kelainan anatomis
Kelainan lokal pada sendi lutut yang dapat menjadi faktor risiko OA lutut antara
lain genu varum, genu valgus, Legg – Calve – Perthes disease, displasia asetabulum,
16
dan laksiti ligamentum pada sendi lutut. Kelemahan otot kuadrisep juga berhubungan
11
dengan nyeri lutut, disabilitas, dan progresivitas OA lutut. Selain karena kongenital,
kelainan anatomis juga dapat disebabkan oleh trauma berat yang menyebabkan
26
timbulnya kerentanan terhadap OA.
10. Riwayat trauma lutut
Trauma lutut akut, terutama kerusakan pada ligamentum cruciatum dan robekan
meniskus pada lutut merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut, dan berhubungan
dengan progresifitas penyakit. Perkembangan dan progresifitas OA pada individu yang
pernah mengalami trauma lutut tidak dapat dicegah, bahkan setelah kerusakan
ligamentum cruciatum anterior diperbaiki. Risiko berkembangnya OA pada kasus ini
14
sebesar 10 kali lipat.
11. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam atau lebih
setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat benda berat
(10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat
(10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari
16
merupakan faktor risiko terjadinya OA lutut.
Di sisi lain, seseorang dengan aktivitas minim sehari-hari juga berrisiko
mengalami OA lutut. Kurangnya aktivitas sendi yang berlangsung lama akan
menyebabkan disuse atrophy yang akan meningkatkan kerentanan terjadinya trauma
12

pada kartilago. Pada penelitian terhadap hewan coba, kartilago sendi yang
diimobilisasi menunjukkan sintesis aggrecan proteoglikan pada kartilago yang
mempengaruhi biomekanisnya, berhubungan dengan peningkatan MMP yang dapat
11
menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
12. Kebiasaan olah raga
Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA
yang lebih tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat menjadi suatu faktor
penentu lokasi pada individu yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan
12
dengan perkembangan dan beratnya OA. Atlet olah raga yang cenderung mengalami
benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton, dan kung fu
16
meningkatkan risiko untuk menderita OA lutut.
13. Jenis pekerjaan
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus,
misalnya tukang pahat, pemetik kapas, berkaitan dengan peningkatan risiko OA
12
tertentu. Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang menggunakan
kekuatan lutut dan kejadian OA lutut. Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada
pekerja fisik berat, terutama yang sering menggunakan kekuatan yang bertumpu pada
16
lutut, seperti penambang, petani, dan kuli pelabuhan.

2.2.4 Diagnosis
Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American College of
27
Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut

Klinis Klinis dan Laboratorik Klinis dan

Radiografi

Nyeri lutut + Nyeri lutut + minimal 5 Nyeri lutut +

minimal 3 dari 6 dari 9 kriteria berikut : minimal 1 dari 3

kriteria berikut : o Umur > 50 tahun kriteria berikut :

o Umur > 50 tahun o Kaku pagi < 30 menit o Umur > 50 tahun

o Kaku pagi < 30 o Krepitus o Kaku pagi < 30

menit o Nyeri tekan menit


13

o Krepitus o Pembesaran tulang o Krepitus

o Nyeri tekan o Tidak panas pada perabaan +

o Pembesaran o LED < 40 mm / jam OSTEOFIT

tulang o RF < 1 : 40

o Tidak panas o Analisis cairan sendi

pada perabaan normal

2.2.5 Grading menurut kriteria Kellgren-Lawrence


Pada OA terdapat gambaran radiografi yang khas, yaitu osteofit. Selain osteofit, pada
pemeriksaan X-ray penderita OA biasanya didapatkan penyempitan celah sendi, sklerosis,
23
dan kista subkondral. Berdasarkan gambaran radiografi tersebut, Kellgren dan Lawrence
28
membagi OA menjadi empat grade.
1) Grade 0 : normal
2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit
3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi
normal, terdapat kista subkondral
4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat
penyempitan celah sendi
5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista subkondral
dan sklerosis
14

Gambar 2.4
29
Kriteria Penilaian OA menurut Kellgren-Lawrence

2.2.6 Alat Ukur Aktifitas Fungsional Osteoarthritis Lutut


Alat ukur yang digunakan untuk mengukur outcome dari aktivitas fungsional OA lutut
adalah Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMAC).
WOMAC merupakan salah satu instrumen outcome OA yang sering digunakan, terutama
14
pada OA lutut. WOMAC menghasilkan nilai algofungsional yang dapat diperoleh melalui
12
kuesioner untuk mengukur nyeri sendi dan disabilitas pasien OA lutut. Instrumen ini
14
terdiri atas 3 subskala yaitu nyeri, kekakuan, dan keterbatasan fungsi fisik. Pada
subskala nyeri terdapat 5 pertanyaan mengenai intensitas nyeri yang dirasakan pada
sendi-sendi, pada saat berjalan, naik tangga, istirahat, dan pada malam hari. Sedangkan
subskala kekakuan terdiri dari 2 pertanyaan mengenai intensitas kekakuan sendi yang
dirasakan pada pagi dan sore/malam hari. Dalam subskala keterbatasan fungsi fisik
terdapat 17 pertanyaan. Subskala ini menilai disabilitas penderita OA lutut yang terjadi
saat naik-turun tangga, berdiri dari duduk, berdiri, membungkuk ke lantai, berjalan di
permukaan datar, masuk/keluar dari mobil, berbelanja, memakai dan melepas kaos kaki,
berbaring dan bangun dari tempat tidur, mandi, duduk, ke toilet, serta pada saat
14
melakukan pekerjaan rumah tangga baik ringan maupun berat.
Dalam kuesioner tersebut, jawaban dari masing-masing pertanyaan diberi skor 0
sampai 4. Selanjutnya skor dari 24 pertanyaan dijumlah, dibagi 96 dan dikalikan 100%
15

untuk mengetahui skor totalnya. Semakin besar skor menunjukkan semakin berat nyeri
dan disabilitas pasien OA lutut tersebut, dan sebaliknya. Validitas WOMAC berkisar antara
33
0,78-0,94, sedangkan reliabilitasnya antara 0,80-0,98 untuk OA lutut. Oleh karena itu,
WOMAC dapat digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.

2.3 Ultrasound Terapi


2.3.1 Definisi
Ultrasound terapi merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang menggunakan
energi akustik atau gelombang suara untuk menghasilkan efek fisiologis dalam tubuh
baik efek thermal dan non-thermal. Ultrasound menimbulkan getaran mekanik dengan
bentuk gelombang longitudinal jika kontak dengan jaringan lunak dan membentuk
gelombang transversal ketika kontak dengan jaringan keras seperti tulang yang akan
menghasilkan efek fisiologis dengan menginduksi respon klinis yang signifikan dalam sel,
jaringan dan organ melalui efek thermal dan nonthermal. Ultrasound adalah salah satu
modalitas fisioterapi yang dapat menghasilkan efek dengan penetrasi yang dalam (deep
31
penetration) dan baik digunakan dalam kondisi akut, sub akut, dan kronis.

Gambar 2.5. Ultrasound


Sumber: Dokumentasi Pribadi
2.3.2 Fisika Dasar
Ultrasound dibentuk oleh gelombang suara dengan frekuensi tinggi yang
dihasilkan oleh generator piezoelectric yang terdapat pada ujung transduser. Transduser
dibentuk oleh Kristal piezoelectric seperti quartz dengan ketebalan sekitar 2-3 mm.
Kristal piezoelectric ini berfungsi mengkonversi energi listrik yang didistribusikan menjadi
16

energi akustik melalui deformasi yang dihasillkan oleh Kristal piezoelectric. Pada
transduser ultrasound, terdapat permukaan yang benar-benar menghasilkan gelombang
suara yang disebut dengan effective radiating area (ERA). Ultrasound memiliki beberapa
jenis transduser dengan ukuran ERA yang berbeda-beda. Besarnya area yang diobati
31
harus lebih besar sekitar 2 hingga 3 kali dibandingkan dengan ukuran ERA .
Ultrasound terapi memiliki rentangan frekuensi antara 0,75 hingga 3.0 MHz.
Dalam ultrasound terapi, frekuensi yang umumnya digunakan adalah 1 MHz dan 3 MHz.
Frekuensi pada ultrasoundmenentukan dalamnya penetrasi yang dihasilkan.
Penggunaan frekuensi 1 MHz mampu melewati jaringan superfisial dan utamanya
diabsorpsi pada jaringan yang lebih dalam pada kedalaman 2 hingga 5 cm. Sedangkan
pada frekuensi 3 MHz, energi yang dihasilkan diserap utamanya pada jaringan
31
superfisial sehingga menghasilkan penetrasi yang lebih dangkal sekitar 1 hingga 3 cm .
Ultrasound dapat menghasilkan dua jenis gelombang yaitu gelombang
countinuous dan pulsed. Pada gelombang continuous, gelombang yang dihasilkan tetap
konstan selama pengaplikasian dan energi yang dihasilkan sebesar 100%. Dengan
pulsed ultrasound, intensitas yang ditransmisikan akan diinterupsi secara periodik
sehingga memiliki fase on-time dan off-time. Dengan penggunaan gelombang pulsed,
31
rata-rata intensitas yang dihasilkan menjadi berkurang .
Amplitudo merupakan besarnya gelombang arah dari suatu gelombang.
Amplitudo dideskripsikan sebagai pergerakan partikel dalam suatu medium. Dalam
ultrasoundterapi, amplitude digambarkan sebagai besarnya intensitas yang dihasilkan
oleh generator. Intensitas merupakan power yang dihasilkan per unit area degan satuan
32
W/cm .
2.3.3 Transmisi Gelombang Ultrasound pada Jaringan Biologis
Tidak seperti gelombang elektromagnetik yang dapat ditransmisikan melalu
ruang vacuum, transmisi energi akustik pada ultrasound bergantung pada pergerakan
molekul. Pada ultrasound terdapat gelombang transversal dang gelombang longitudinal.
Pada gelombang longitudinal, pergerakan molekul terjadi searah dengan arah
gelombang yang ditransmisikan. Pada gelombang longitudinal ini akan terjadi kompresi
dan refraksi pada molekul. Pada gelombang tranversal, pergerakan molekul terjadi
dalam arah yang tergak lurus dengan arah transmisi gelombang. Gelombang transversal
31
terjadi ketika energi suara melewati jaringan yang keras .
17

Gambar 2.6. Transmisi Gelombang Ultrasound pada jaringan


Sumber: Prentice et al (2002)
Kecepatan energi akustik yang dihasilkan oleh generator ultrasound bergantung
pada densitas dari suaru jaringan. Semakin padat (densitas tinggi) suatu material
jaringan akan memiliki kecepatan transmisi yang lebih tinggi. Pada frekuensi 1 MHz,
energi suara melewati jaringan lunak dengan kecepatan 1540 m/s dan melewati tulang
31
kompak dengan kecepatan 4000 m/s .
Ketika gelombang ultrasound berjalan melewati jaringan, maka terjadi atenuasi
atau berkurangnya intensitas energi. Atenuasi ini dapat terjadi sebagai akibat dari
adanya absorpsion, dispersion, dan scattering. Energi ultrasound akan diserap secara
maksimal pada jaringan dengan kadar protein yang tinggi. Jaringan dengan kadar air
yang tinggi memiliki rata-rata absorpsi yang rendah. Lemak memiliki tingkat absorpsi
yang sedikit rendah, sedangkan otot memiliki tingkat absorpsi yang tinggi. Jaringan saraf
perifer memiliki daya absorpsi 2x lebih tinggi daripada otot, sedangkan tulang
31
mengabsorpsi energi ultrasound paling banyak .
Energi akustik berjalan melewati udara akan sepenuhnya dipantulkan. Energi
ultrasound berjalan melewati jaringan lemak, akan terjadi pantulan dan pembiasan pada
interface jaringan otot. Pada interface antara jaringan tulang dan otot, energi akustik
31
ultrasound sepenuhnya dipantulkan .
2.3.4 Efek Fisiologis Ultrasound
Gelombang ultrasound dapat menginduksi respon pada sel, jaringan, dan organ
melalui efek thermal dan efek non-thermal secara signifikan. Jaringan yang mengalami
kerusakan memiliki respon yang lebih tinggi terhadap energi ultrasounddibandingkan
dengan jaringan yang normal.
18

Efek Thermal padapenggunaan ultrasound adalah untuk meningkatkan


temperatur jaringan. Dari peningkatan temperatur jaringan tersebut akan menghasilkan
pemanjangan serat kolagenpada tendon dan kapsul sendi, penurunan kekakuan sendi,
pengurangan spasme otot, modulasi nyeri, peningkatan aliran darah, dan respon
inflamasi ringan yang dapat membantu dalam resolusi peradangan kronis. Peningkatan
0
suhu 1 C membantu meningkatkan metabolisme dan proses penyembuhan, peningkatan
0 0 0
suhu 2 -3 C mengurangi nyeri dan spasme otot, dan peningkatan 4 C meningkatkan
31
ekstensibilitas kolagen dan mengurangi kekakuan sendi .
Melalui efek nonthermal penggunaan ultrasound dapat menghasilkan kavitasi
dan microstreaming pada pergerakan molekul. Hal tersebut merangsang pelepasan
histamin dari mast cells yang meningkatkan transport ion kalsium melintasi membran sel
sehingga merangsang pelepasan histamin. Histamin menarik polimorfonuklear leukosit,
bersama dengan monosit yang fungsi utamanya adalah untuk melepaskan agen
chemotactic dan faktor pertumbuhan yang merangsang fibroblast dan sel endotel untuk
membentuk kolagen, vascularized digunakan untuk pengembangan jaringan ikat baru
yang sangat penting untuk perbaikan yang cepat. Dengan demikian pemakaian
ultrasounddengan efek non-thermaldapat efektif dalam memfasilitasi proses
31
penyembuhan terutama pada kondisi kerusakan jaringan akut .
2.3.5 Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi pemberian ultrasound dibedakan berdasarkan efek yang diinginkan.
Indikasi untuk pemberian continuous ultrasound adalah ketika efek utama yang
diinginkan adalah peningkatan temperatur jaringan seperti pada beberapa kondisi seperti
adanya jaringan parut, kontraktur sendi, inflamasi kronis, spasme otot, nyeri,
meningkatkan ekstensibilitas kolagen, regenerasi jaringan, tendonitis kronis,
epicondylitis, phantom pain, dan lain-lain Sedangkan pada pulsed ultrasoundbaik
dipakai pada kondisi cidera akut, inflamasi akut dan sub akut, dan aktualitas nyeri yang
33
tinggi .
Kontraindikasi pemberian ultrasound adalah paparan langsung kepada daerah
malignan, pada kehamilan, adanya implan plastik, daerah yang mengalami
hemmorhagic, daerah yang mengalami ischemic, daerah yang mengalami infeksi,
adanya pace-maker, pada daerah ephyphysial plate, thrombotic, pada daerah mata,
34
gonad, dan medulla spinalis pasca laminectomy, dan total joint replacement .
2.3.6 Prosedur Pelaksanaan Ultrasound

(1) Jelaskan kepada pasien tujuan, efek yang dirasakan selama pemberian
ultrasound.
19

(2) Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman dengan daerah lutu terlihat dengan
jelas tidak terhalang oleh pakaian ataupun rambut, posisi pasien tidur terlentang
atau duduk depan fisioterapis.

(3) Anjurkan pasien untuk memberitahu fisioterapis jika terdapat nyeri pada otot
ataupun jika nyeri yang dirasakan bertambah berat karena hal tersebut
menandakan bahwa kemungkinan terjadi burning di dalam jaringan tersebut.

(4) Pastikan setiap tombol dalam posisi nol.

(5) Nyalakan mesin generator ultraasound kemudian atur frekwensi dan intensitas
yang sesuai untuk kondisi tennis elbow adalah frekwensi 3 MHz, pilihan arus
kontinyu, intensitas 0,3- 1,0 W/cm2 dengan durasi sesuai dengan rumus waktu
intervensi pada paduan kalkulasi dosis ultrasound oleh Tim Watson.

(6) Kemudian coupling media diberikan pada treatment head yang digunakan adalah
aquasonik gel. Treatment head ditempatkan pada daerah lengan yang mengalami
stennis elbow, tranduser di gerakkan secara longitudinal searah serabut otot.
Adapun tujuan penerapan ultrasound dengan arah longitudinal adalah agar
intensitas peaks tidak menetap pada satu tempat saja, mendapatkan efek panas
yang merata pada seluruh area yang menjadi target terapi, mencapai area yang
lebih luas dan penyerapan gelombang ultrasound lebih optimal.

(7) Tanyakan pasien sensasi yang dirasakan sehingga intensitas dapat ditambah atau
dikurangi sesuai dengan toleransi pasien dan tidak melebihi 0,3–1,0 W/cm2.

(8) Setelah terapi selesai mesin dimatikan, lengan sampai bahu pasien dibersihkan
dengan menggunakan tissue/lap bersih begitu juga dengan treatment head dan
alat dirapikan kembali.

(9) Tanyakan keluhan yang dirasakan pasien setelah terapi apakah berkurang atau
timbul keluhan lain.

(10) Pasien dianjurkan untuk datang setiap 3 kali seminggu.

2.3.7 Mekanisme Peningkatan Aktivitas Fungsional akibat Osteoarthritis dengan


Ultrasound

Pemberian modalitas ultrasound dapat menyebabkan reaksi fisiologis seperti


kerusakan jaringan untuk merangsang perbaikan secara fisiologis, disebabkan oleh efek
ultrasound. Pemberian modalitas ultrasound akanmemberikan efek yang bertujuan untuk
20

mengatasi jaringan fibrotik yang timbul akibat adhesi pada jaringan ikat melalui efek mekanik
berupa cavitation dan microstreaming yang akan merangsang peningkatan aliran cairan
plasma serta peningkatan permeabilitas membrane sel khususnya terhadap ion kalsium dan
sodium sehingga akan merangsang proses peradangan fisiologis. Peningkatan jumlah
kalsium akan merangsang transport dari sel mast dan histamine yang bertujuan untuk
membersihkan debris dan merangsang monosit untuk mengeluarkan agen kemotaktis dan
growth factor untuk menstimulasi sel endothel dan fibroblast yang akan menstimulasi
pembentukan kolagen yang kaya akan vaskularisasi dan substansi jaringan untuk
mempercepat proses perbaikan jaringan. Disamping itu efek microstreamingakan
mengakibatkan peningkatan jumlah cairan pada sel dan berdampak peningkatan jumlah
pelumas pada fascia sehingga akan menimbulkan terjadinya lepasnya perlengketan dan
35
elastisitas jaringan meingkat.

Efek nonthermal tersebut juga akan menstimulasi saraf polimodal dan akan
dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu produksi “P subtance” untuk selanjutnya
terjadi inflamasi sekunder atau dikenal “neurogenic inflammation”. Namun dengan
terangsangnya “P” substance tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih
terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami
kerusakan. Pengaruh gosokan juga akan membantu “venous dan lymphatic”, sehingga akan
35
menghasilkan pumping action dan fleksibilitas kapsul sendi meningkat.

Efek thermal akan memberikan panas lokal pada kapsul sendi, otot ataupun ligament
yang dapat menimbulkan peningkatan aktivitas sel, vasodilatasi pembuluh darah yang
memberikan penambahan nutrisi, oksigen dan memperlancar pengangkutan sisa
metabolisme kembali ke jantung sehingga akan mengakibatkan penurunan iritasi ujung-ujung
saraf nosiseptor sehingga terjadi penurunan nyeri. Efek panas akan meningkatkan suhu
jaringan sehingga menimbulkan peningkatan elastisitas dan menurunkan viskositas serabut
kolagen sehingga akan meingkatkan ruang lingkup gerak sendi. Disamping itu efek ini
mempengaruhi aktifitas kontraktil otot rangka, mengurangi aktivitas spindel otot dan
mengurangi spasme otot. Namun demikian efek termal ultrasound pengaruhnya belum
signifikan mengingat durasi panas yang diperoleh hanya 1 (satu) menit pada tiap-tiap
36
jaringan.

Ultrasound tidak akan merubah proses perbaikan jaringan, tetapi mempercepat proses
perbaikan jaringan fibrotik dengan mempercepat induksi substansi penyebab inflamasi yang
terkontrol yang akan mempercepat proses proliferasi sehingga mempercepat pembentukan
jaringan baru dan akan diikuti oleh peningkatan ambang rangsang nyeri serta penurunan
21

perlengketan jaringan. Hal tersebut akan memberi dampak pada menurunnya nyeri dan
meningkatnya fleksibilitas serta lingkup gerak sendi lengan sehingga mampu meningkatkan
kemampuan aktivitas fungsional dan disabilitas menurun.

2.4 Neuromuscular Taping


2.4.1 Definisi Neuromuscular Taping
Neuromuscular Taping adalah plester yang dikembangkan oleh David Blow yang
mengambil komsep Kinesio tape yang diciptakan Dr Kenzo Kase, DC pada tahun 1973 di
Jepang. Setiap aplikasi yang diterapkan memiliki tujuan atau fungsi tertentu. Tehnik aplikasi
dari neuromuscular taping tidak bisa disamakan dengan classic taping. Neuromuscular
taping mengikuti alur otot atau saraf, bisa secara bebas diaplikasikan pada bagian tubuh,
dan tidak membatasi gerakan pasien yang bebas. Neuromuscular taping juga bisa diaplikasi
untuk lymphatic, dimana untuk meningkatkan aliran lymph dan darah. Dalam olahraga
6
kombinasi kedua taping ini sangat bermanfaat .
Setiap proses dalam mekanik, dinamik, fisika dan kedokteran tergantung dari semua
proses tersebut. Oleh sebab itu kecacatan kecil center of gravity (COG) bisa mengganggu
reaksi rantai fungsional kompleks. Hal tersebut juga terjadi pada tubuh, gaya otot, momen
dari lengan, dan ligament disekitar sendi bekerja dalam keseimbangan adalah individu bebas
dari ketidaknyamanan. Banyak nyeri menghasilkan gangguan fungsional dan mengakibatkan
gangguan interaksi atau keseimbangan. Seperti gangguan fungsional yang diinisiasi oleh
perbedaan fleksibilitas otot dan atau pengembangan otot pada sisi lain pada sendi (agonist
dan antagonist). Pada cedera tidak hanya keseimbangan yang terganggu tapi performance
dari reflex kontraksi proteksi berkurang. Edema dan bengkak mengganggu proses fisiologis
6
gerakan dan mengakibatkan nyeri .

2.4.2 Efek fisiologis Neuromuscular Taping


Aplikasi neuromuscular taping secara simultan memfasilitasi pengurangan edema,
meningkatkan aliran limfe dan darah, dan berkontribusi menormalkan fungsi otot dan
mendukung ligament dan tendon melalui proprioseptive. Hasilnya secara umum sangat cepat
6
untuk menurunkan nyeri, meningktkan fungsi sendi dan otot .
Jika jarak diantara kulit dan otot terganggu, contohnya oleh inflamasi otot, terdapat
aliran limfe menurun dan sistem limfe terganggu. Penekanan ini dan yang dihasilkan oleh
hambatan aliran limfe menstimulasi reseptor nyeri di dalam kulit lalu akan menyebabkan
nyeri lokal. Jika kulit pada bagian yang terkena diregang sebelum pemasangan
neuromuscular taping, kulit bersama-sama dengan neuromuscular taping, membentuk
seperti lilitan gelombang pada kembali ke posisi awal. Melalui pengangkatan dari kulit ini,
22

jarak diantara kulit dan jaringan subkutan meningkat. Limfe bisa mengalir melalui jarak ini
menuju ke sistem limfe lebih mudah, oleh karena pengurangan tekanan pada reseptor nyeri
dan memperkuat efek penyembuhan sendiri tubuh. Pada saat yang bersamaan jaringan
secara konstan dinaikkan dan diturunkan melalui gerakan tubuh. Aliran limfe dan sirkulasi
darah akan terstimulasi oleh cara yang sama dengan pump action. Pada kondisi lain ,
gerakan akan memastikan pemindahan yang terusmenerus dari kulit. Pergerakan kulit ini
6
mempengaruhi mechanoreceptor, yang gilirannya menyebabkan redaman nyeri .
Pemasangan pada lutut yang bengkak mampu memfasilitasi aliran dari limfe dan aliran
darah, meningkatkan jarak antara kulit dan facia, mengurangi penekanan pada nociceptors,
menghasilkan peningkatan kebebasan luas gerak sendi pada sendi lutut, dan oleh sebab itu
6
mencapai penyembuhan biomekanik secara natural.
Efek dari pemasangan neuromuscular taping pada otot mengakibatkan perubahan
pada tonus otot dan membantu kontrol otot. Tonus adalah keadaan tegang yang dijaga oleh
impuls dari sistem saraf pusat yang melalui signal saraf afferent (joint, muscle, skin) sebagai
regulasi peripheral feedback. Reseptor kulit diaktivasi dengan neuromuscular taping, oleh
sebab itu meningkatkan penambahan signal afferent perifer. Efek pemasangan
neuromuscular taping untuk membantu kontrol otot dengan sensitifitas dalam
(proprioception). Proprioception berfungsi untuk mengorientasikan tubuh pada suatu ruang.
Melalui mechanoreceptors, seseorang akan merasakan posisi dan pergerakan dari sendi.
Proprioceptive afferent dari mechanoreceptors terlibat dalam kontrol postural motor system
(static) dan diarahkan kemampuan gerak (dynamic). Sensornya ada di sendi, otot, tendon,
dan kulit.Proprioceptors dalam kulit adalah dicapai dengan pemasangan neuromuscular
taping. Dengan cara tersebut, informasi dari posisi dan pengerahan tenaga dan ekstremitas
6
dan tubuh ditransmisikan .
Neuromuscular taping berfungsi juga untuk membantu fungsi sendi. Pemasangan
neuromuscular taping untuk meningkatkan fungsi sendi dengan mempengaruhi tonus otot,
ketidakseimbangan bisa dikoreksi dan keseimbangan otot dikembalikan untuk grup otot.
Corrective functional dan aplikasi facia, seperti passive support, menghasilkan dalam
peningkatkan fungsi sendi, menyebabkan penurunan nyeri dan oleh sebab itu untuk
6
memendekkan proses penyembuhan.
Pemasangan neuromuscular taping pada kondisi maltracking patella sering
menggunakan tehnik full knee support, yaitu dimana neuromuscular taping dipasang untuk
membantu lutut untuk tetap stabil saat bergerak ataupun melakukan latihan. Neuromuscular
taping pada kondisi ini akan mencegah maltracking patella, menyeimbangkan otot-otot
6
quadriceps, mengurangi gesekan pada patella dan tendonnya saat dilakukan latihan CKC .
23

2.4.3 Indikasi dan kontra indikasi Neuromuscular Taping


Indikasi neuromuscular taping adalah untuk membantu meningkatkan kontraksi otot,
untuk menormalkan tonus otot dan meningkatkan performance atlet.Untuk kondisi ini
kinesiology tape dipasang dengan tehnik fasilitasi. Neuromuscular taping juga mampu untuk
mengurangi nyeri dan penurunan muscle spasm yang disebabkan setelah cedera. Tehnik
inhibition dan pain management akan dipasang untuk kondisi ini karena akan membantu
mengurangi masuknya nociceptive ke sistem saraf pusat yang bisa mengurangi muscle
6
guarding dan spasm .
Neuromuscular taping juga diindikasikan jika ada kondisi sendi yang membutuhkan
stabilisasi, seperti kondisi Patellofemoral Stress Syndrome, Iliotibial Band Friction Syndrome,
dan Shoulder Instability bisa bermanfaat untuk dipasang kinesiology tape. Untuk kondisi
bengkak dan lymphedema, Neuromuscular taping berfungsi untuk mengurangi bengkak
dengan memberikan alur (pathway) untuk cairan yang berlebihan terakumulasi melewati jalur
tersebut. Neuromuscular taping juga bisa diberikan pada scar tissue pasca trauma atau
6
surgery .
Kontraindikasi dari Neuromuscular taping adalah pada luka terbuka, bekas luka yang
tidak kunjung sembuh, parchment seperti kondisi akut neurodermatitis atau psoriasis,
jaringan ikat sacral massage zone (zona genital) dalam hamil trimester pertama, alergi
dengan acrylic. Sebelum mengaplikasikan fisioterapis harus menanyakan apakah pasien
sedang menggunakan anticoagulants.Pendarahan kecil bisa terjadi pada kulit sebagai reaksi
dari efek pengangkatan dari penggunaan Neuromuscular taping. Pasien yang menggunakan
6
anticoagulants, menurut pengalaman akan menunjukkan gatal-gatal atau erupsi pada kulit
24

2.5 Kerangka Konsep

Faktor Internal Faktor Eksternal


(Usia) (Aktivitas sehari-hari)

Nyeri lokal pada


lutut

Osteoarthritis Ultrasound dan


Ultrasound
Lutut Neuromuscular
Taping

Peningkatan Aktifitas
fungsional

Gambar 2.8 Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep di atas, maka hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Pemberian ultrasound dan Neuromuscular Taping dapat meningkatkan aktifitas
fungsional pada penderita Osteoarthritis Lutut?

Anda mungkin juga menyukai