TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Osteoarthritis
2.1.1 Definisi
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang
berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak
7
mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan . Osteoarthritis ialah suatu
penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago)
sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang
melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada
kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan,
8
nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi . American College of Rheumatology (2011)
mengartikan osteoarthritis sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada
tanda dan gejala sendi. Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya
pembentukan tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan
gejala khas pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila
melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah
melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan
10
istirahat .
Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun. Laki-laki di
bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan dengan wanita pada
umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi osteoarthritis lebih banyak
wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk pinggul wanita yang lebar dapat
menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi lutut. Osteoartritis juga sering ditemukan
pada orang yang kelebihan berat badan dan mereka yang pekerjaanya mengakibatkan
8
tekanan yang berlebihan pada sendi-sendi tubuh .
2.1.2 Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan oleh Altman et al menjadi 2 golongan, yaitu OA primer
11
dan OA sekunder.
1. Osteoartritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak
12
berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi . Meski
demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan. Pada orangtua, volume air
dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya,
3
4
kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang muda yang kecil.
Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan
sendi-sendi. Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat
membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar tulang,
menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga
13
menstimulasi pertumbuhanpertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendi-sendi.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun banyak
sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil (carpometacarpal,
metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral pada tulang belakang,
maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia
11
patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH).
2. Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi
lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik lokal
maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan
endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti
14
obesitas, operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.
2.1.3 Patogenesis
Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang
tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar sekarang menyatakan bahwa OA
ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum diketahui. Jejas mekanis
dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul
abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan
terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada
sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, humoral, genetik,
12
obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomik.
5
Gambar 1.
17
Konsep Etiopatogenesis Osteoartritis
Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA. Kartilago
sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas gesekan karena
terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “absorb shock”, penahan beban dari tulang.
Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago sehingga terjadi
15
kerusakan struktur proteoglikan kartilago, erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi.
Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks ekstraseluler,
yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan kolagen. Kondrosit
berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk penguat sendi dan proteoglikan
untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta memelihara matriks tulang rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh
darah sehingga proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di
kartilago, tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan
16,17
respon inflamasi sebelumnya.
Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru
untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. Namun dalam hal ini, kondrosit
gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi
dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang
berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Akibatnya, terjadi perubahan pada
diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga
18
kartilago sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.
6
Gambar 2.
14
Patogenesis Osteoartritis
Gambar 3.
20
Persendian Lutut Manusia
2. Jenis kelamin
14
Wanita berrisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria. Walaupun prevalensi
OA sebelum usia 45 tahun kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi di atas 50
12
tahun prevalensi OA lebih banyak pada wanita, terutama pada sendi lutut. Wanita
memiliki lebih banyak sendi yang terlibat dan lebih menunjukkan gejala klinis seperti
14
kekakuan di pagi hari, bengkak pada sendi, dan nyeri di malam hari.
Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan karena
12
turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause. Kondrosit memiliki
reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini dipengaruhi oleh
estrogen. Penelitian yang dilakukan pada beberapa tikus menunjukkan bahwa estrogen
menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor estrogen pada kondrosit, dan
peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan sintesis proteoglikan pada hewan
14
percobaan.
10
3. Ras
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko
23
menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga
26
memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan Kaukasia. Suatu studi lain
menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak terserang OA dibandingkan
23
kulit putih.
4. Genetik
Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut berhubungan
dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan,
seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk
struktur-struktur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat,
12
atau proteoglikan.
Sebuah studi menunjukkan bahwa komponen yang diturunkan pada penderita OA
sebesar 50% hingga 65%. Studi pada keluarga, saudara kembar, dan populasi
menunjukkan perbedaan antar pengaruh genetik menentukan lokasi sendi yang
terkena OA. Bukti lebih jauh yang mendukung faktor genetik sebagai predisposisi OA
adalah adanya kesesuaian gen OA yang lebih tinggi pada kembar monozigot
14
dibanding kembar dizigot.
5. Nutrisi
Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki peningkatan
23
risiko 3 kali lipat menderita OA lutut. Penelitian faktor nutrisi sebagai etiopatologi OA
membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian OA lutut pada individu dengan
defisiensi vitamin C dan E. Pada orang Asia, penyakit Kashin-Beck, salah satu jenis
OA, dapat disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh jamur. Hipotiroidisme
11
terjadi pada sebagian penderita OA karena defisiensi selenium.
6. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya osteoartritis
lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas OA terutama melalui
peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat badan. Tiga hingga enam kali
berat badan dibebankan pada sendi lutut pada saat tubuh bertumpu pada satu kaki.
26
Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makin besar Indeks Massa Tubuh (IMT),
16
risiko menderita OA lutut akan semakin meningkat. Penderita OA dengan obesitas
memiliki gejala OA yang lebih berat. Obesitas tidak hanya mengawali timbulnya
26
penyakit OA, tetapi juga merupakan akibat lanjut dari inaktivitas para penderita OA.
11
pada kartilago. Pada penelitian terhadap hewan coba, kartilago sendi yang
diimobilisasi menunjukkan sintesis aggrecan proteoglikan pada kartilago yang
mempengaruhi biomekanisnya, berhubungan dengan peningkatan MMP yang dapat
11
menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
12. Kebiasaan olah raga
Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA
yang lebih tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat menjadi suatu faktor
penentu lokasi pada individu yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan
12
dengan perkembangan dan beratnya OA. Atlet olah raga yang cenderung mengalami
benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton, dan kung fu
16
meningkatkan risiko untuk menderita OA lutut.
13. Jenis pekerjaan
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus,
misalnya tukang pahat, pemetik kapas, berkaitan dengan peningkatan risiko OA
12
tertentu. Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang menggunakan
kekuatan lutut dan kejadian OA lutut. Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada
pekerja fisik berat, terutama yang sering menggunakan kekuatan yang bertumpu pada
16
lutut, seperti penambang, petani, dan kuli pelabuhan.
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American College of
27
Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini.
Radiografi
o Umur > 50 tahun o Kaku pagi < 30 menit o Umur > 50 tahun
tulang o RF < 1 : 40
Gambar 2.4
29
Kriteria Penilaian OA menurut Kellgren-Lawrence
untuk mengetahui skor totalnya. Semakin besar skor menunjukkan semakin berat nyeri
dan disabilitas pasien OA lutut tersebut, dan sebaliknya. Validitas WOMAC berkisar antara
33
0,78-0,94, sedangkan reliabilitasnya antara 0,80-0,98 untuk OA lutut. Oleh karena itu,
WOMAC dapat digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.
energi akustik melalui deformasi yang dihasillkan oleh Kristal piezoelectric. Pada
transduser ultrasound, terdapat permukaan yang benar-benar menghasilkan gelombang
suara yang disebut dengan effective radiating area (ERA). Ultrasound memiliki beberapa
jenis transduser dengan ukuran ERA yang berbeda-beda. Besarnya area yang diobati
31
harus lebih besar sekitar 2 hingga 3 kali dibandingkan dengan ukuran ERA .
Ultrasound terapi memiliki rentangan frekuensi antara 0,75 hingga 3.0 MHz.
Dalam ultrasound terapi, frekuensi yang umumnya digunakan adalah 1 MHz dan 3 MHz.
Frekuensi pada ultrasoundmenentukan dalamnya penetrasi yang dihasilkan.
Penggunaan frekuensi 1 MHz mampu melewati jaringan superfisial dan utamanya
diabsorpsi pada jaringan yang lebih dalam pada kedalaman 2 hingga 5 cm. Sedangkan
pada frekuensi 3 MHz, energi yang dihasilkan diserap utamanya pada jaringan
31
superfisial sehingga menghasilkan penetrasi yang lebih dangkal sekitar 1 hingga 3 cm .
Ultrasound dapat menghasilkan dua jenis gelombang yaitu gelombang
countinuous dan pulsed. Pada gelombang continuous, gelombang yang dihasilkan tetap
konstan selama pengaplikasian dan energi yang dihasilkan sebesar 100%. Dengan
pulsed ultrasound, intensitas yang ditransmisikan akan diinterupsi secara periodik
sehingga memiliki fase on-time dan off-time. Dengan penggunaan gelombang pulsed,
31
rata-rata intensitas yang dihasilkan menjadi berkurang .
Amplitudo merupakan besarnya gelombang arah dari suatu gelombang.
Amplitudo dideskripsikan sebagai pergerakan partikel dalam suatu medium. Dalam
ultrasoundterapi, amplitude digambarkan sebagai besarnya intensitas yang dihasilkan
oleh generator. Intensitas merupakan power yang dihasilkan per unit area degan satuan
32
W/cm .
2.3.3 Transmisi Gelombang Ultrasound pada Jaringan Biologis
Tidak seperti gelombang elektromagnetik yang dapat ditransmisikan melalu
ruang vacuum, transmisi energi akustik pada ultrasound bergantung pada pergerakan
molekul. Pada ultrasound terdapat gelombang transversal dang gelombang longitudinal.
Pada gelombang longitudinal, pergerakan molekul terjadi searah dengan arah
gelombang yang ditransmisikan. Pada gelombang longitudinal ini akan terjadi kompresi
dan refraksi pada molekul. Pada gelombang tranversal, pergerakan molekul terjadi
dalam arah yang tergak lurus dengan arah transmisi gelombang. Gelombang transversal
31
terjadi ketika energi suara melewati jaringan yang keras .
17
(1) Jelaskan kepada pasien tujuan, efek yang dirasakan selama pemberian
ultrasound.
19
(2) Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman dengan daerah lutu terlihat dengan
jelas tidak terhalang oleh pakaian ataupun rambut, posisi pasien tidur terlentang
atau duduk depan fisioterapis.
(3) Anjurkan pasien untuk memberitahu fisioterapis jika terdapat nyeri pada otot
ataupun jika nyeri yang dirasakan bertambah berat karena hal tersebut
menandakan bahwa kemungkinan terjadi burning di dalam jaringan tersebut.
(5) Nyalakan mesin generator ultraasound kemudian atur frekwensi dan intensitas
yang sesuai untuk kondisi tennis elbow adalah frekwensi 3 MHz, pilihan arus
kontinyu, intensitas 0,3- 1,0 W/cm2 dengan durasi sesuai dengan rumus waktu
intervensi pada paduan kalkulasi dosis ultrasound oleh Tim Watson.
(6) Kemudian coupling media diberikan pada treatment head yang digunakan adalah
aquasonik gel. Treatment head ditempatkan pada daerah lengan yang mengalami
stennis elbow, tranduser di gerakkan secara longitudinal searah serabut otot.
Adapun tujuan penerapan ultrasound dengan arah longitudinal adalah agar
intensitas peaks tidak menetap pada satu tempat saja, mendapatkan efek panas
yang merata pada seluruh area yang menjadi target terapi, mencapai area yang
lebih luas dan penyerapan gelombang ultrasound lebih optimal.
(7) Tanyakan pasien sensasi yang dirasakan sehingga intensitas dapat ditambah atau
dikurangi sesuai dengan toleransi pasien dan tidak melebihi 0,3–1,0 W/cm2.
(8) Setelah terapi selesai mesin dimatikan, lengan sampai bahu pasien dibersihkan
dengan menggunakan tissue/lap bersih begitu juga dengan treatment head dan
alat dirapikan kembali.
(9) Tanyakan keluhan yang dirasakan pasien setelah terapi apakah berkurang atau
timbul keluhan lain.
mengatasi jaringan fibrotik yang timbul akibat adhesi pada jaringan ikat melalui efek mekanik
berupa cavitation dan microstreaming yang akan merangsang peningkatan aliran cairan
plasma serta peningkatan permeabilitas membrane sel khususnya terhadap ion kalsium dan
sodium sehingga akan merangsang proses peradangan fisiologis. Peningkatan jumlah
kalsium akan merangsang transport dari sel mast dan histamine yang bertujuan untuk
membersihkan debris dan merangsang monosit untuk mengeluarkan agen kemotaktis dan
growth factor untuk menstimulasi sel endothel dan fibroblast yang akan menstimulasi
pembentukan kolagen yang kaya akan vaskularisasi dan substansi jaringan untuk
mempercepat proses perbaikan jaringan. Disamping itu efek microstreamingakan
mengakibatkan peningkatan jumlah cairan pada sel dan berdampak peningkatan jumlah
pelumas pada fascia sehingga akan menimbulkan terjadinya lepasnya perlengketan dan
35
elastisitas jaringan meingkat.
Efek nonthermal tersebut juga akan menstimulasi saraf polimodal dan akan
dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu produksi “P subtance” untuk selanjutnya
terjadi inflamasi sekunder atau dikenal “neurogenic inflammation”. Namun dengan
terangsangnya “P” substance tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih
terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami
kerusakan. Pengaruh gosokan juga akan membantu “venous dan lymphatic”, sehingga akan
35
menghasilkan pumping action dan fleksibilitas kapsul sendi meningkat.
Efek thermal akan memberikan panas lokal pada kapsul sendi, otot ataupun ligament
yang dapat menimbulkan peningkatan aktivitas sel, vasodilatasi pembuluh darah yang
memberikan penambahan nutrisi, oksigen dan memperlancar pengangkutan sisa
metabolisme kembali ke jantung sehingga akan mengakibatkan penurunan iritasi ujung-ujung
saraf nosiseptor sehingga terjadi penurunan nyeri. Efek panas akan meningkatkan suhu
jaringan sehingga menimbulkan peningkatan elastisitas dan menurunkan viskositas serabut
kolagen sehingga akan meingkatkan ruang lingkup gerak sendi. Disamping itu efek ini
mempengaruhi aktifitas kontraktil otot rangka, mengurangi aktivitas spindel otot dan
mengurangi spasme otot. Namun demikian efek termal ultrasound pengaruhnya belum
signifikan mengingat durasi panas yang diperoleh hanya 1 (satu) menit pada tiap-tiap
36
jaringan.
Ultrasound tidak akan merubah proses perbaikan jaringan, tetapi mempercepat proses
perbaikan jaringan fibrotik dengan mempercepat induksi substansi penyebab inflamasi yang
terkontrol yang akan mempercepat proses proliferasi sehingga mempercepat pembentukan
jaringan baru dan akan diikuti oleh peningkatan ambang rangsang nyeri serta penurunan
21
perlengketan jaringan. Hal tersebut akan memberi dampak pada menurunnya nyeri dan
meningkatnya fleksibilitas serta lingkup gerak sendi lengan sehingga mampu meningkatkan
kemampuan aktivitas fungsional dan disabilitas menurun.
jarak diantara kulit dan jaringan subkutan meningkat. Limfe bisa mengalir melalui jarak ini
menuju ke sistem limfe lebih mudah, oleh karena pengurangan tekanan pada reseptor nyeri
dan memperkuat efek penyembuhan sendiri tubuh. Pada saat yang bersamaan jaringan
secara konstan dinaikkan dan diturunkan melalui gerakan tubuh. Aliran limfe dan sirkulasi
darah akan terstimulasi oleh cara yang sama dengan pump action. Pada kondisi lain ,
gerakan akan memastikan pemindahan yang terusmenerus dari kulit. Pergerakan kulit ini
6
mempengaruhi mechanoreceptor, yang gilirannya menyebabkan redaman nyeri .
Pemasangan pada lutut yang bengkak mampu memfasilitasi aliran dari limfe dan aliran
darah, meningkatkan jarak antara kulit dan facia, mengurangi penekanan pada nociceptors,
menghasilkan peningkatan kebebasan luas gerak sendi pada sendi lutut, dan oleh sebab itu
6
mencapai penyembuhan biomekanik secara natural.
Efek dari pemasangan neuromuscular taping pada otot mengakibatkan perubahan
pada tonus otot dan membantu kontrol otot. Tonus adalah keadaan tegang yang dijaga oleh
impuls dari sistem saraf pusat yang melalui signal saraf afferent (joint, muscle, skin) sebagai
regulasi peripheral feedback. Reseptor kulit diaktivasi dengan neuromuscular taping, oleh
sebab itu meningkatkan penambahan signal afferent perifer. Efek pemasangan
neuromuscular taping untuk membantu kontrol otot dengan sensitifitas dalam
(proprioception). Proprioception berfungsi untuk mengorientasikan tubuh pada suatu ruang.
Melalui mechanoreceptors, seseorang akan merasakan posisi dan pergerakan dari sendi.
Proprioceptive afferent dari mechanoreceptors terlibat dalam kontrol postural motor system
(static) dan diarahkan kemampuan gerak (dynamic). Sensornya ada di sendi, otot, tendon,
dan kulit.Proprioceptors dalam kulit adalah dicapai dengan pemasangan neuromuscular
taping. Dengan cara tersebut, informasi dari posisi dan pengerahan tenaga dan ekstremitas
6
dan tubuh ditransmisikan .
Neuromuscular taping berfungsi juga untuk membantu fungsi sendi. Pemasangan
neuromuscular taping untuk meningkatkan fungsi sendi dengan mempengaruhi tonus otot,
ketidakseimbangan bisa dikoreksi dan keseimbangan otot dikembalikan untuk grup otot.
Corrective functional dan aplikasi facia, seperti passive support, menghasilkan dalam
peningkatkan fungsi sendi, menyebabkan penurunan nyeri dan oleh sebab itu untuk
6
memendekkan proses penyembuhan.
Pemasangan neuromuscular taping pada kondisi maltracking patella sering
menggunakan tehnik full knee support, yaitu dimana neuromuscular taping dipasang untuk
membantu lutut untuk tetap stabil saat bergerak ataupun melakukan latihan. Neuromuscular
taping pada kondisi ini akan mencegah maltracking patella, menyeimbangkan otot-otot
6
quadriceps, mengurangi gesekan pada patella dan tendonnya saat dilakukan latihan CKC .
23
Peningkatan Aktifitas
fungsional
2.6 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep di atas, maka hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Pemberian ultrasound dan Neuromuscular Taping dapat meningkatkan aktifitas
fungsional pada penderita Osteoarthritis Lutut?