Anda di halaman 1dari 23

PATOFISIOLOGI PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

(HEAD INJURY)

Oleh
KELOMPOK 5 B14-B
Ni Luh Ria Anggreni (213221281)
Ni Putu Elvian Febriana Putri (213221282)
Ni Made Sri Regiantari (213221283)
Ni Nyoman Tri Ariwangi (213221284)
Ni Luh Putri Kristina Mellani (213221285)
Putu Febya Mia Kalista (213221286)
Komang Putri Ayu Wikanti Riski (213221287)
Cok Istri Widyastri Dewi (213221288)
Ni Made Mezha Anindya Prabhaswari (213221289)
I Gede Dwi Yasa Sugiharta (213221290)
Ni Kadek Sumalini (213221291)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-nya
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa dengan judul “Patofisiologi
Pada Gangguan Sistem Persarafan (Head Injury)”tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah ikut terlibat
dan membantu dalam penyelesaian tugas ini. Penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan maupun isi dari materi yang kami tulis akan dalam makalah ini.
Semoga materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pikiran bag ipembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan

“Om Shanti, Shati,Shanti Om”

Denpasar, 16 Februari 2022

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................................. 1
D. Manfaat............................................................................................................................... 1
BAB II
LANDASAN TEORI .................................................................................................................... 2
A. Definisi ............................................................................................................................... 2
B. Patofisiologi danPathway ................................................................................................... 3
C. Etiologi / Faktor Predisposisi danPresipitasi...................................................................... 5
D. Manifestasi Klinis / TandaGejala ....................................................................................... 5
E. Klasifikasi........................................................................................................................... 5
F. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................... 7
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan.......................................................................... 7
H. Data yang perlu dikaji / AsuhanKeperawatan .................................................................... 8
I. Diagnosa yang Mungkin Muncul ..................................................................................... 10
G. Rencana AsuhanKeperawatan .......................................................................................... 10
BAB III
PENUTUP ................................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan....................................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.Trauma atau cedera kepala (Brain
Injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau
dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan
perubahan – perubahan fungsi otak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari head injury?
2. Bagaimana patofisologi/pathway dari head injury?
3. Apasaja penyebab terjadinya injury?
4. Bagaimana manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang pada kasus dengan injury?
5. Bagaimana Konsep Dasar Askep pada pasien dengan head injury?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari head injury
2. Untuk mengetahui bagaimana patofisologi/pathway dari head injury
3. Untuk mengetahui apasaja penyebab terjadinya injury
4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang pada
kasus dengan injury
5. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Dasar Askep pada pasien dengan head
injury?

D. Manfaat
Dengan mempelajari pastofisiologi pada gangguan sistem persarafan head injury
diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya mahasiswa keperawatan.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma
yang terjadi (Price, 2005).
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma yang
dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari
gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi otak
(Black, 2005).
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah
trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury merupakan
trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

2
B. Patofisiologi danPathway
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.
Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara
relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung,
seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batangotak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, danhipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan
hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi
kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam
empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera
menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

3
Trauma kepala

Ekstrakranial Tulangkranial Intrakranial

Terputusnya
kontinuitas jaringan Terputusnya Jaringan otak
kulit, otot dan vaskuler kontinuitas rusak (kontusio,
jaringan laserasi)

Gangguansuplai -Perubahan outoregulasi


darah Resikoin Nyeri -Odem cerebral
feksi
-Perdarahan Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahanper
Hipoksia fusijaringan

Perubahan sirkulasi Gangg. fungsiotak 1. Bersihan jln.


CSS Gangg. nafas
Neurologis fokal 2. Obstruksi jln.
nafas
Mual – muntah 3. Dispnea
Peningkatan TIK Papilodema 4. Hentinafas
Pandangan kabur Defisit 5. Perub. Pola
Penurunan fungsi Neurologis nafas
pendengaran
Nyeri kepala
Girus medialis lobus
temporalis tergeser Gangg. Resikotidakefektifn
persepsisen yajln. nafas
Resikokurangnya sori
volume cairan
Herniasi unkus
Tonsilcerebelumtergeser Kompresi medulaoblongata

Mesesenfalon Resikoinjuri
Resikogangg.
integritaskulit
Immobilisasi

Gangg. Kurangnyape
kesadaran Cemas rawatandiri

4
C. Etiologi / Faktor Predisposisi danPresipitasi
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
1. Traumatumpul.
2. Trauma tajam(penetrasi).

D. Manifestasi Klinis / TandaGejala


1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit ataulebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual danmuntah
6. Pusingkepala
7. Terdapathematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untukdibangunkan

E. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepalaberdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):
A. Minor
a. GCS 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,hematoma.
B. Sedang
d. GCS 9 –12
e. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
f. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
C. Berat
g. GCS 3 – 8
h. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24jam.
i. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematomaintrakranial.
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
5
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulangtemporal.

6
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur ataufraktur).
2. CTScan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid
jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imagingresonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/
luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax Xray
Untuk mengidentifikasi keadaanpulmo.
6. Pemeriksaan fungsipernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa GasDarah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagaiberikut:
1. Observasi 24jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebihdahulu.
3. Berikan terapi intravena bila adaindikasi.
4. Pasien diistirahatkan atau tirahbaring.
5. Profilaksis diberikan bila adaindikasi.
6. Pemberian obat-obat untukvaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obatanalgetik.
8. Pembedahan bila adaindikasi.

7
9. Farmakologi
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus
30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam
selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu
diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour).
Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg
berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan
neurologis pada penderita trauma saraf spinalakut.

H. Data yang perlu dikaji / AsuhanKeperawatan


1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera
setelahkejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes,
biot, hiperventilasi,ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruhPTIK
c. Sistem saraf:
 Kesadaran GCS.
 Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi sarafkranial.
 Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayatkejang.
d. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar  tanyakan polamakan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dancairan.
 Retensi urine, konstipasi,inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatanotot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia atau
afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraffasialis.
8
g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien darikeluarga.

9
I. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udemotak
2. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas diotak
3. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukansputum
4. Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporos-
coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis padapasien
6. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasiperifer.

G. Rencana AsuhanKeperawatan
Dx. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan Mempertahan- Independent:
perfusi kan dan 1. Monitor dan 1. Refleks membuka mata
jaringan otak memperbaiki catat status menentukan pemulihan
sehubungan tingkat neurologis tingkat kesadaran. Respon
dengan udem kesadaran dengan meng- motorik menentukan
otak fungsimotorik. gunakan metode kemampuan berespon
GCS. terhadap stimulus eksternal
Kriteria hasil : dan indikasi keadaan
Tanda-tanda kesadaran yang baik. Reaksi
vital stabil, pupil digerakan oleh saraf
tidak ada kranial oculus motorius dan
peningkatan untuk menentukan refleks
intrakranial batang otak. Pergerakan mata
membantu menentukan area
cedera dan tanda awal
peningkatan tekanan
intracranial adalah
terganggunya abduksimata.

2. Monitor tanda- 2. Peningkatan sistolik dan

10
tanda vital tiap penurunan diastolik serta
30 menit. penurunan tingkat kesadaran
dan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Adanya
pernapasan yang irreguler
indikasi terhadap adanya
peningkatan metabolisme
sebagai reaksi terhadap
infeksi. Untuk mengetahui
tanda-tanda keadaan syok
akibat perdarahan.

3. Pertahankan 3. Perubahan kepala pada satu


posisi kepala sisi dapat menimbulkan
yang sejajar dan penekanan pada vena
tidakmenekan. jugularis dan menghambat
aliran darah otak, untuk itu
dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
4. Hindari batuk 4. Dapat mencetuskan respon
yang otomatik peningkatan
berlebihan, intrakranial.
muntah,
mengedan,
pertahankan
pengukuaran
urin dan hindari
konstipasi yang
berkepanjangan

5. Observasi 5. Kejang terjadi akibat iritasi


kejang dan otak, hipoksia, dankejang
lindungi pasien dpt meningkatkan tekanan

11
dari cedera intrakrania.
akibatkejang.

Kolaborasi:
6. Berikan oksigen 6. Dapat menurunkan hipoksia
sesuai dengan otak.
kondisi pasien.

7.Berikan obat- 7. Membantu menurunkan


obatan yang tekanan intrakranial secara
diindikasikan biologi/kimia seperti osmotik
dengan tepat diuritik untuk menarik air
dan benar. dari sel-sel otak sehingga
dapat menurunkan udem
otak, steroid (dexame-tason)
utk menurunkan inflamasi,
menurunkan edema jaringan.
Obat anti kejang utk menu-
runkan kejang, analgetik
untuk menurunkan rasa nyeri
efek negatif dari peningkatan
tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk
menurunkan panas yang
dapat mening-katkan
pemakaian oksigenotak.

Tidak Mempertahan- Independent:


efektifnya pola kan pola napas 1. Hitung 1. Pernapasan yang cepatdari
napas yang efektif pernapasan pasien dapat menimbulkan
sehubungan melalui pasien dalam alkalosis respiratori dan
dengan depresi ventilator. satumenit pernapasan lambat
pada pusat meningkatkan tekanan Pa

12
napas di otak. Kriteria Co2 dan menyebabkan
evaluasi asidosis respiratorik.
Penggunaan
otot bantu 2. Cek 2. Untuk memberikan ventilasi
napas tidak pemasangan yang adekuat dalam
ada, sianosis tube pemberian tidalvolume.
tidak ada atau
tanda-tanda 3. Observasi ratio 3. Sebagai kompensasi ter-
hipoksia tdk inspirasi dan perangkapnya udara ter-
ada dan gas ekspirasi pada hadap gangguan pertukaran
darah dalam fase ekspirasi gas.
batas-batas biasanya 2 x
normal. lebih panjang
dariinspirasi

4. Perhatikan 4. Keadaan dehidrasi dapat


kelembaban dan mengeringkan sekresi/cairan
suhupasien paru sehingga menjadi kental
dan meningkatkan resiko
infeksi.
5. Cek selang 5. Adanya obstruksi dapat
ventilator setiap menimbulkan tidak ade
waktu (15 kuatnya pengaliran volume
menit) dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak
adekuat.

6. Siapkan ambu 6. Membantu memberikan


bag tetap berada ventilasi yang adekuat
di dekatpasien bilaada gangguan pada
ventilator.

13
Tidakefektifny Mempertahan- Independent:
a kebersihan kan jalan napas 1. Kaji dengan 1. Obstruksi dapat disebabkan
jalan napas dan mencegah ketat (tiap 15 pengumpulan sputum,
sehubungan aspirasi menit) perdarahan, bronchospasme
dengan kelancaran jalan atau masalah terhadaptube.
penumpukan Kriteria napas.
sputum Evaluasi
Suara napas 2. Evaluasi 2. Pergerakan yang simetris dan
bersih, tidak pergerakan dada suara napas yang bersih
terdapat suara dan auskultasi indikasi pemasangan tube
sekret pada dada (tiap 1jam yang tepat dan tidak adanya
selang dan ). penumpukansputum.
bunyi alarm
karena pe- 3. Lakukan 3. Pengisapan lendir tidak
ninggian suara pengisapan selalu rutin dan waktu harus
mesin, sianosis lendir dengan dibatasi untuk mencegah
tidak ada. waktu kurang hipoksia.
dari 15 detik
bila sputum
banyak.

4. Lakukan 4. Meningkatkan ventilasi untuk


fisioterapi dada semua bagian paru dan
setiap 2jam. memberikan kelancaran
aliran sertapelepasan
sputum.
Gangguan Kebutuhan Independent :
pemenuhan dasar pasien 1. Berikan 1. Penjelasan dapat mengu-
ADL dapat ter- penjelasan tiap rangi kecemasan dan
sehubungan penuhi secara kali melakukan meningkatkan kerja sama
dgn penurunan adekuat. tindakan pada yang dilakukan pada pasien
kesadaran pasien. dengan kesadaran penuhatau
(soporos- Kriteria hasil : menurun.

14
coma) Kebersihan
terjaga, 2. Beri bantuan 2. Kebersihan perorangan,
kebersihan untuk eliminasi, berpakaian, mandi,
lingkungan ter- memenuhi membersihkan mata dan
jaga, nutrisi kebersihandiri. kuku, mulut, telinga,
terpenuhi merupakan kebutuhan dasar
sesuai dengan akan kenyamanan yang harus
kebutuhan, dijaga oleh perawat untuk
oksigen meningkatkan rasa nyaman,
adekuat. mencegah infeksi dan
keindahan.

3. Berikan bantuan 3. Makanan dan minuman


untuk merupakan kebutuhan sehari-
memenuhi hari yang harus dipenuhi
kebutuhan untuk menjaga kelangsungan
nutrisi dan perolehan energi. Diberikan
cairan. sesuai dengan kebutuhan
pasien baik jumlah, kalori,
danwaktu.

4. Jelaskan pada 4. Keikutsertaan keluarga


keluarga diperlukan untuk men-jaga
tindakan yang hubungan klien - keluarga.
dapat dilakukan Penjelasan perlu agar
untuk menjaga keluarga dapat memahami
lingkungan peraturan yang ada di
yang aman dan ruangan.
bersih.

5. Berikan bantuan 5. Lingkungan yang bersih


untuk dapat mencegah infeksidan
memenuhi kecelakaan.

15
kebersihan dan
keamanan ling-
kungan.
Kecemasan Kecemasan Independent:
keluarga keluarga dpt 1. Bina hubungan 1. Untuk membina hubungan
sehubungan berkurang salingpercaya. terapeutik perawat-keluarga.
keadaan yang Dengarkan dengan aktif dan
kritis pada pa- Kriteri empati, keluarga akan merasa
sien. evaluasi : diperhatikan.
Ekspresi wajah
tidak 2. Beri penjelasan 2. Penjelasan akan mengu-rangi
menunjang tentang semua kecemasan akibat
adanya kece- prosedur dan ketidaktahuan. Berikan
masan. tindakan yang kesempatan pada keluarga
Keluarga akan dilakukan untuk bertemu dengan klien.
mengerti cara padapasien. Mempertahankan hubungan
berhubungan pasien dankeluarga.
dgn pasien.
Pengetahuan 3. Berikan 3. Semangat keagamaan dapat
keluarga me- dorongan spiri- mengurangi rasa cemas dan
ngenai tual untuk meningkatkan keimanan dan
keadaan, keluarga. ketabahan dalam menghadapi
pengobatan krisis.
dan tindakan
meningkat.
Potensial Gangguan Independent:
gangguan integritas kulit 1. Kaji fungsi 1.Untuk menetapkan
integritas kulit tidak terjadi motorik dan kemungkinan terjadinya lecet
sehubungan sensorik pasien padakulit.
dengan dan sirkuasi
immobilisasi, perifer
tidak
adekuatnya

16
sirkulasi 2. Kaji kulit pasien 2. Keadaan lembab akan
perifer. setiap 8 jam : memudahkan terjadinya
palpasipada kerusakankulit.
daerah yang
tertekan.

3. Ganti posisi 3. Dalam waktu 2 jam


pasien setiap 2 diperkirakan akan terjadi
jam.Berikan penurunan perfusi ke
posisi dalam jaringan sekitar. Maka
sikap anatomi dengan mengganti posisi
dan gunakan setiap 2 jam dapat
tempat kaki memperlancar sirkulasi
untuk daerah tersebut. Dengan posisi
yangmenonjol. anatomi maka anggota tubuh
tidak mengalai gangguan,
khususnya masalahsirkulasi
/perfusi jaringan. Mengalas
bagian yang menonjol guna
mengurangi penekanan yang
mengakibatkan lesi kulit.

4. Pertahankan 4. Meningkatkan sirkulasi dan


kebersihan dan elastisitas kulit dan
kekeringan mengurangi kerasakankulit.
pasien :
massage dengan
lembut di atas
daerah yang
menonjol setiap
2 jam sekali.

17
5. Pertahankan 5. Dapat mengurangi proses
alat-alat tenun penekanan pada kulit dan
tetap bersih dan menjaga kebersihankulit.
tegang.

6. Kaji daerah 6. Sebagai bagian untuk


kulit yang lecet memperkirakan tindakan
untuk adanya selanjutnya.
eritema, keluar
cairan setiap 8
jam.

7. Berikan 7. Untuk mencegah bertambah


perawatan kulit luas kerusakankulit.
pada daerah
yang rusak /
lecet setiap 4 - 8
jam dengan
menggunakan
H2O2.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma
yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian
dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi
otak (Black, 2005). Etiologi dari cedera kepala yaitu trauma tumpul dan trauma
tajam (penetrasi), dengan tanda dan gejala yaitu Hilangnya kesadaran kurang dari
30 menit ataulebih, Kebingungan, Iritabel, Pucat, Mual danmuntah, Pusingkepala,
Terdapathematoma.

B. Saran
Perlunya lebih banyak membaca dan sumber yang banyak dapat mengasah
dalam mengingat dan memahami suatu materi khusus nya pada pembahasan yang
terdapat dalam makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E. (2000). RencanaAsuhanKeperawatan


:PedomanUntukPerencanaandan PendokumentasianPerawatanPasien.
Edisi3 .Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1996). KeperawatanKritis, PendekatanHolistik, Volume II.


Jakarta : EGC.

Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. KonsepKlinik Proses-ProsesPenyakit. Edisi


6. Volume 2. Jakarta : EGC.
Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar MedikalBedah. Edisi 8. Volume
3.Jakarta : EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai