Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH TERAPI SENAM OTAK ( BRAIN GYM )

TERHADAP FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA


DI POSBINDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BABAKANSARI KOTA BANDUNG

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Menyelesaikan Pendidikan


Progran Studi Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :

M SOPIYULLOH
NIM 4002190049

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES DHARMA HUSADA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia tua merupakan tahap akhir dari perkembangan manusia. Pada tahap
ini merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan maksimal dan
kemudian mulai menyusut akibat berkurangnya jumlah sel dalam tubuh.
Selain itu, tubuh mengalami penurunan fungsi secara perlahan yang disebut
proses penuaan (Maryam, dkk, 2008). WHO dan UU No 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan
bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Dalam buku ajar geriatric
Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi Martono (1994) juga
mengatakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Jumlah lansia di seluruh dunia saat ini diperkirakan lebih dari 625 juta.
Jumlah orang lanjut usia di dunia meningkat pesat dibandingkan dengan
populasi kelompok usia lainnya. Sejauh ini, populasi 60 tahun dari 11 negara
anggota WHO di Asia Tenggara adalah sekitar 142 juta jiwa, dan
diperkirakan akan terus meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050 (Kompas,
2012). Pada tahun 2008, penduduk lanjut usia Indonesia adalah 21,2 juta
jiwa dengan harapan hidup 66,8 tahun. Pada tahun 2020, jumlah lansia
diperkirakan mencapai 28,8 juta jiwa dengan harapan hidup 71,1 tahun
(Arita, 2011).
Berdasarkan prakiraan dasar Sensus Penduduk (SP) 2017, provinsi di
Indonesia dengan UHH terendah ke tertinggi adalah DKI Jakarta (71,4 tahun),
Jawa Tengah (72,7tahun) dan Kalimantan Timur (72,9 tahun) provinsi DIY
(74,2 tahun), (Kompas, 2018). Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia tahun
2010-2035, jumlah penduduk lansia di Jawa Barat Pada tahun 2017 sebanyak
4,16 juta jiwa atau sekitar 8,67 persen dari total penduduk Jawa Barat, yang
terdiri dari sebanyak 2,02 juta jiwa (8,31 persen) lansia laki-laki dan sebanyak
2,14 juta jiwa (9,03 persen) lansia perempuan(4).
Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap manusia. Pada tahap ini manusia
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, dimana terjadi
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa penyakit kronis/menahun,
gejala penyakitnya tidak khas, fungsi organ yang menurun, tingkat
kemandirian berkurang, sering disertai masalah nutrisi. Apabila hal ini terjadi
maka masalah utama yang akan muncul dengan jumlah terbanyak adalah
terjadinya penurunan kesehatan di usia lanjut, yang dikarenakan pada usia
lanjut terjadi kemunduran fungsi fisik. Dalam proses menua, sel otak juga
mengalami penuaan. Fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena
factor alamiah atau karena faktor penyakit karena semakin bertambahnya usia,
proses menua adalah proses yang alamiah yang akan dialami oleh semua
makhluk hidup.
Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat
sebagai gejala-gejala kemunduran fisik pendengaran dan pengelihatan
berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban kemunduran lain yang
terjadi adalah gangguan kemampuan kognitif. Fungsi ini bertanggung jawab
untuk keterampilan bahasa, memori, aritmatika, orientasi dan banyak proses
berpikir lainnya. Kualitas fungsi kognitif juga akan mempengaruhi setiap
orang yang memenuhi perannya dalam berbagai bidang kehidupan (Faham,
2012) Sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pada lansia yang
berimplikasi pada kemandirian dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari
(Nugroho, 2018). Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap manusia. Pada tahap ini
manusia mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
dimana terjadi kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa
penyakit kronis/menahun, gejala penyakitnya tidak khas, fungsi organ yang
menurun, tingkat kemandirian berkurang, sering disertai masalah nutrisi.
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan
gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia
dan atau keluarganya (istilah 14 I), yaitu : Immobility (kurang bergerak),
Instability (mudah jatuh), Incontinence (beser BAB/BAK), Intellectual
impairment (gangguan intelektual/ demensia), Infection (infeksi),
Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan
dan penciuman), Isolation (Depression), Inanition (malnutrisi), Impecunity
(kemiskinan), Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan),
Insomnia (sulit tidur), Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan
tubuh), Impotence(Gangguan seksual), Impaction (sulit buang air besar).
Fungsi ini bertanggung jawab untuk keterampilan bahasa, memori,
aritmatika, orientasi dan banyak proses berpikir lainnya. Kualitas fungsi
kognitif juga akan mempengaruhi setiap orang yang memenuhi perannya
dalam berbagai bidang kehidupan (Faham, 2012) Sehingga dapat menurunkan
kualitas hidup pada lansia yang berimplikasi pada kemandirian dalam
melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Nugroho, 2018). Salah satu cara untuk
menjaga fungsi kognitif pada lansia adalah dengan menstimulasi otak melalui
tidur dan istirahat. Hal ini membutuhkan konsentrasi atau perhatian, arah
(tempat, waktu, situasi) dan memori. Menurut ahli senam otak di American
Institute at Educational Kinesiology, Paul E. Dennison Ph.D. Meski
sederhana, Brain Gym dapat meningkatkan kemampuan kognitif lansia (Franc,
2016).
Latihan otak dapat membantu menjaga kemampuan kognitif yang masih
ada. Latihan ini membantu daya ingat dan mencegah kemerosotan. Pemberian
pelatihan juga dapat membantu lansia mempertahankan kualitas hidupnya
dengan memanfaatkan secara optimal kemampuan yang ada. Salah satu cara
untuk mengatasinya adalah dengan terus merangsang otak Anda. Saat ini,
senam otak dan olahraga/latihan otak sedang diperkenalkan (Dennison, 2018).
Kesehatan otak tidak hanya dibutuhkan oleh anak muda, tetapi juga oleh orang
tua. Senam selain memberikan kebugaran jasmani bagi lansia juga merupakan
terapi untuk meningkatkan daya ingat jangka pendek. Hal ini senada dengan
penelitian yang dilakukan oleh Faried Rahman dkk (2016). Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Pipit Festi (2017) menemukan bahwa senam otak yang
dilakukan setiap hari selama 3 minggu mempengaruhi fungsi kognitif lansia. 7
dari 10 (70%) pasien yang mendapat terapi senam otak mengalami
peningkatan, dan hanya 3 (30%) yang konstan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas di rumuskan masalah penelitian sebagai
berikut ” Bagaimana pengaruh terapi senam otak (brain gym) terhadap fungsi
kognitif pada lansia di Posbindu wilayah keja Puskeskesmas Babakansari di
kota Bandung “

C. Tujuan Penelitian
a) Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi “ Pengaruh
terapi senam otak (brain gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia di
Posbindu wilayah kerja Puskesmas Babakansari di kota Bandung ”
b) Tujuan khusus
A. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada lansia sebelum dilakukan
tindakan senam otak (brain gym).
B. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada lansia sesudah di lakukan senam
otak (brain gym).
C. Mengidentifikasi pengaruh senam otak terhadaf fungsi pada lansia
sesudah di berikan senam otak (brain gym).

D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini dafat memberi manfaat untuk:
a. Bagi mahasiswa / Peneliti selajutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanju dan
menambahkan informasi informasi lainnya mengenai degenerative pada
lansia di Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Babakansari kota Bandung
b. Bagi peneliti
Suatu penambahan wawasan ilmu pengetahuan, dan pengalaman
yang sangat berharga dalam mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat dan
menambah wawasan mengenai ” Pengaruh terapi senam otak (brain gym)
terhadap fungsi kognitif pada lansia di Posbindu di wilayah kerja
Puskesmas Babakansari di Babakansari “.
c. Bagi lansia di wilayah kerja Puskesmas Babakansari di kota Bandung
Hasil yang di harapkan dalam penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan / wawasan tentang ” Pengaruh terapi senam otak (brain gym)
terhadap fungsi kognitif pada lansia di Posbindu di wilayah kerja
Puskesmas Babakansari di kota Bandung “.
d. Bagi posbindu
Hasil yang di harapkan di penelitian ini dapat memberikan
gambaran terapi senam otak kepada lansia sehingga pihak posbindu dapat
meningkatkan kualitas terapi senam otak.

E. Ruang Lingkup
Penelitian di ambil dengan studi kasus, data di ambil dengan
memeberikan kuesioner kepada lansia di Posbindu di wilayah kerja
Puskesmas Babakansari. Data di ambil sebelum dan sesudah lansia melakukan
senam otak selama beberapa hari.
BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Berikut hasil temuan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul
penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu sebagai berikut :

Nama Judul peneliti Hasil penelitian


peneliti
Zulrizki Hasil penelitian ini
dkk Pengaruh Senam Otak Terhadap
menunjukkan mayoritas usia
Peningkatan Fungsi Kognitif
responden yang mengalami
Pada Lansia
penurunan fungsi kognitif
paling banyak berumur 60-70
tahun sebanyak 17 responden
(85%). Hasil analisa
mendapatkan faktor umur
adalah salah satu yang
mempunyai risiko
terhadappenurunan fungsi
kognitif.Semakin meningkat
umur responden semakin
tinggi resiko penurunan fungsi
kognitif
Perbedaan : Penelitian terdahulu yang di lakukan Zulrizki dkk 2018 membahas
bahwa senam otak secara signifikan bermanfaat dalam meningkatkan fungsi
kognitif lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif dibuktikan dengan
hasil yang bermakna skor nilai fungsi kognitif setelah dilakukan senam otak.
Sumber: Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 9 No 2 Desember 2018

Nama peneliti Judul peneliti Hasil penelitian


Yanuri Pengaruh Senam Otak Hasil penelitian dari
Sudarsono dkk Terhadap Peningkatan keseluruhan artikel yang
Fungsi Kognitif Pada Lansia direview dapat menjawab
tujuan penelitian, bahwa rata
– rata lansia sebelum
dilakukan latihan senam otak
mengalami gangguan kognitif
skala ringan ( 17 – 23) dan
setelah dilakukan senam otak
semua responden lansia tidak
mengalami gangguan kognitif
( 24 – 30). Bahkan sebagian
besar lansia merasakan
adanya efek langsung setelah
melakukan latihan senam
otak.

Perbedaan: Penelitian terdahulu yang di lakukan Yanuri Sudarsono dkk 2022


membahas bahwa Senam Otak merupakan salah terapi komplementer yang
dapat membantu meningkatkan fungsi kognitif pada lansia. Rata – rata lansia
yang diberikan latihan senam otak secara signifikan tidak mengalami
gangguan kognitif.

Sumber: Jurnal Indonesia Sehat: Healthy Indonesian Journal E.ISSN: 2828-4631


Vol. 1, No. 2, Agustus 2022, hlm. 158-165
Nana peneliti Judul peneliti Hasil peneliti
Fatsiwi Nunik Perbedaan efektivitas senam Berdasarkan hasil penelitian
Andari dkk otak terhadap peningkatan menunjukkan bahwa dari 15

Fungsi kognitif antara lansia responden lansia laki-laki


laki-laki dan perempuan sebagian besar responden
mengalami gangguan fungsi
kognitif sedang sebanyak 11
orang (73,3%), dan gangguan
fungsi kognitif berat sebanyak 4
orang (26,7%) dan dari 15
responden lansia perempuan
sebagian besar responden
mengalami gangguan fungsi
kognitif sedang sebanyak 11
orang (73,3%), dan gangguan
fungsi kognitif berat sebanyak 4
orang (26,7%).

Perbedaan: Penelitian terdahulu yang di lakukan Fatsiwi Nunik Andari dkk


2018 membahas perbedaan fungsi kognitif antara lansia lakilaki dan perempuan
setelah dilakukan intervensi senam otak pada lansia dengan gangguan fungsi
kognitif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah experiment,yaitu
Quasi experimentwithpre and posttest design.

Sumber: Jurnal Keperawatan Silampari Volume 2, Nomor 1, Desember 2018


B. Lansia
1. Pengertian
Lanjut usia adalah proses akhir yang akan dilalui setiap orang.
Mencapai tahap lanjut usia berarti seseorang telah berhasil melewati tiga
tahapan usia yakni usia anak, usia dewasa, dan usia lanjut atau
lansia(1).WHO (World Health Organization) pada tahun 2015
mengkategorisasikan lansia dengan batasan-batasan yang meliputi: usia
pertengahan (middle age) antara usia 45 tahun samapai 59 tahun, lanjut
usia (elderly) antara usia 60 tahun sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old)
usia 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni usia 90 tahun
keatas. Menurut Undang – Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Rentang usia
lansia adalah Pra lansia (45 – 59 tahun), Lansia 60 – 69 tahun), Lansia risti
(>70 tahun/ 60 tahun dengan masalah kesehatan)
Menua merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan
berlangsung secara alami sejak manusiadilahirkan sampai menua. Proses
ini berlangsung padasemua makhluk hidup termasuk manusia (Azizah,
2011). Menua diidentikkan dengan cirriciri berupa kemunduran fungsi
biologis tubuh yang tampak sebagai penurunan kondisi fisik, seperti kulit
yang tidak lagi kencang, adanya keriput, rambut banyak yang memutih,
gigi yang tanggal serta terjadi penimbunan lemak utamanya pada bagian
abdomen dan panggul.Penurunan lainnya adalah dalam hal berpikir seperti
pikun,disorientasi ruang, tempat, dan waktu serta sulituntuk menerima hal-
hal yang baru (Maryam, 2011).
Proses dari masa dewasa menjadi tua merupakan proses yang harus
dijalani. Proses ini biasanya menimbulkan suatu beban akibat menurunnya
fungsi organ tubuh manusia, yang menurunkan kualitas hidup seseorang,
namun banyak orang yang mencapai usia tuanya juga mengalami
kebahagiaan (Wahyunita, 2018).
Menua merupakan proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya . Usia lanjut atau lanjut usia bukan
merupakan suatu penyakit namun suatu tahap lanjut dan proses kehidupan
yang di tandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stress lingkungan (Nugroho, 2012).
2. Klasifikasi Lansia
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu
proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa decade.
Lansia dikelompokkan menjadi kelompok yaitu Lansia (elderly) : usia 14
60-74 tahun, Lansia tua (old) : usia 75-90 tahun dan Usia sangat tua (very
old) : usia di atas 90 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
3. Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2019) diuraikan sebagai
berikut yaitu :
a. Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Ratnawati, 2019).
b. Jenis kelamin
Lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya, ini
menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah
perempuan (Ratnawati, 2019).
c. Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI penduduk lansia ditilik dari
status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai
mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang
berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati,
dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini
disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia
perempuan yang berstatus 15 cerai mati lebih banyak dan lansia laki-
laki yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2019).
d. Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat
berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial
dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap
berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai
anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau
jaminan sosial (Ratnawati, 2019).
e. Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan
bahwa pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat
sedikit yang bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan
pendidikan diharapkan akan menjadi lebih baik.
f. Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes
RI (2020) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin rendah angka
kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin
baik. Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 16 sebesar
25,05%, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang
di antaranya mengalami sakit. Penyakit terbanyak adalah penyakit
tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok, diabetes
mellitus (Ratnawati, 2019).
4. Perubahan pada Lanjut Usia
Perubahan lada lanjut usia melalui proses menua terlebih dahulu yang
dapat mengakibatkan terjadinya banyak perubahan pada lansia yang
meliputi (Potter & Perry, 2018):
a. Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada
persepsi pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang
memiliki kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap dirinya
sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik, emosi, atau
sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering,
penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan refleks batuk,
pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan sebagainya.
Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat
lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus
menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi
kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan.
b. Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan
sosial. Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya
berhubungan dengan penyakit dan tingkat keparahannya yang akan
memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan seorang
lansia. Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku
aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk
menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak dalam
ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah
kesehatan.
c. Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar
neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan
kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala gangguan
kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan
berhitung, serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses
penuaan yang normal.
d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan
proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia
seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan
yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh 18
pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan
keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan
kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2019) perubahan psikososial erat kaitannya
dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia
yang memasuki masa-masa pensiun akan mengalami
kehilangankehilangan seperti kehilangan finansial (pedapatan
berkurang), Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas), Kehilangan
teman/kenalan atau relasi dan Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa hal sebagai berikut:
1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara
hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya
hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya
pengobatan bertambah.
3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan
kesulitan.
6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga.
8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri)
5. Permasalahan Lanjut Usia
Lansia atau usia lanjut rentan terhadap berbagai masalah kehidupan
yaitu Masalah umum yang dihadapi oleh lansia diantaranya (Potter &
Perry, 2018):
a. Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja,
memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi
lain, usia lanjut dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin
meningkat seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi
seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial
dan rekreasi. Lansia yang memiliki pensiun kondisi ekonominya
lebih baik karena memiliki penghasilan tetap setiap bulannya.
Lansia yang tidak memiliki pensiun, akan membawa kelompok
lansia pada kondisi tergantung atau menjadi tanggungan anggota
keluarga.
b. Masalah sosial
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya
kontak sosial, baik dengan anggota keluarga atau dengan
masyarakat. kurangnya kontak sosial dapat menimbulkan perasaan
20 kesepian, terkadang muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika bertemu
dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti anak kecil.
c. Masalah kesehatan
Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya
masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi
fisik dan rentan terhadap penyakit.
d. Masalah psikososial
Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan sehingga membawa lansia
kearah kerusakan atau kemrosotan yang progresif terutama aspek
psikologis yang mendadak, misalnya, bingung, panik, depresif, dan
apatis. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor
psikososial yang paling berat seperti, kematian pasangan hidup,
kematian sanak saudara dekat, atau trauma psikis (Potter & Perry,
2018).

C. Fungsi kognitif
Fungsi kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk menerima,
mengolah, menyimpan dan menggunakan kembali semua masukan sensorik
secara baik terdiri dari unsur memperhatikan (atensi), mengingat (memori),
berkomunikasi (bahasa), bergerak (motorik) dan merencanakan atau
melaksanakan keputusan (eksekutif) sehingga memegang peranan penting
(Gallo, 1998 dalam Yusuf A, dkk 2010).
Definisi secara luas mengartikan kognitif sebagai proses mental yang
mengendalikan perhatian seseorang, memberikan perintah pada kemampuan
seseorang untuk beraktivitas sesuai dengan informasi, serta dibutuhkan dalam
berbagai aktivitas pada kehidupan sehari-hari. Kinerja dalam menyelesaikan
tugas dan pengambilan keputusan menjadi fungsi penting kognitif, hal tersebut
juga akan mempengaruhi bidang Pendidikan secara jangka panjang (Dean et
al., 2017).
a) Fungsi Kognitif Pada Lansia
Lansia telah mengalami perubahan besar dalam hidup mereka. Secara
umum kinerja dalam fungsi kognitif akan menurun seiring dengan
bertambahnya usia (Craik & Salthouse, 2008). Hampir semua lansia
mengalami penurunan kognitif dengan prevalensi yang mengalami
kenaikan seiring bertambahnya usia. Perubahan biologis yang dialami
serta proses penuaan menjadi penyebab penurunan kognitif (Coresa,
2017). Fungsi kognitif akan mengalami pengurangan kemampuan dalam
meningkatkan fungsi intelektual, pemprosesan informasi melambat serta
banyak informasi hilang selama transmisi disebabkan karena efisiensi
transmisi saraf pada otak semakin berkurang, hal tersebut juga akan
menyebabkan, menurunya kemampuan mengakumulasi informasi baru
dan mengambil informasi dari ingatan. Kemampuan mengingat memori
yang baru saja terjadi lebih mudah dari pada mengingat memori yang
sudah berlalu (Pranaka, 2006).
Pada awal penuaan akan terjadi penurunan kecepatan dalam
memproses informasi, yang akhir-akhir ini sering dihubungkan dengan
hilangnya integritas dari white matter (Penke et al., 2010). Orang dewasa
berusia 50 tahun akan mengalami perubahan volume otak yang cukup
besar, dengan tingkat penurunan tahunan 0,35% apabila dibandingkan
dengan 0,12% pada dewasa muda. Metabolisme otak juga akan mengalami
perubahan sesuai dengan pertambahan usia, dengan mengurangnya tingkat
metabolisme pada aliran darah, oksigen, dan, glukosa(Chen et al., 2011).
b) Deklaratif Dan Prosedural
1) Deklaratif
Pada studi psikologi kognitif, salah satu bagian dari ingatan
adalah pengetahuan prosedural dan deklaratif. Atkinson dan Shiffrin
(dalam Solso, Maclin, & Maclin, 2007) menyatakan bahwa terdapat
tiga area penyimpanan pada ingatan, yaitu ingatan jangka panjang,
ingatan jangka pendek, dan ingatan sensori. Pada ingatan jangka
panjang terdapat pengetahuan prosedural dan deklaratif. Pengetahuan
deklaratif adalah pengetahuan yang terdiri dari rangkaian jaringan
konsep inti dalam bidang tertentu. Sehingga terjadi pengambilan
kembali informasi dengan tanda seperti pertanyaan dikarenakan
pengetahuan yang tidak disadari. Tanda yang diberikan hanya
memberikan alur pada sebagian kecil informasi yang ada. Atensi
langsung dibutuhkan dalam mengasah pengetahuan deklaratif (Berge
& Hezewijk, 1999). Kita secara tahu dan sadar selalu menggunakan
pengetahuan deklaratif.
2) Prosedural
Pengetahuan prosedural didefinisikan sebagai pengetahuan
yang berkaitan dengan tahapan yang harus dilakukan dalam
memecahkan suatu permasalahan. Prosedural merupakan jenis
pengetahuan yang mengacu pada aktivitas fisik seperti berlari dan
(beberapa) keterampilan kognitif seperti membaca buku, atau bermain
kartu. Secara verbal jenis pengetahuan ini sulit untuk diperlihatkan.
Performa menjadi satu-satunya cara untuk memperlihatkannya (Berge
& Hezewijk, 1999). Peran penting pengetahuan prosedural dapat
terlihat dalam pembentukan struktur konsep dan memperoleh
pengetahuan deklaratif.
c) Aspek-Aspek Kognitif

Beberapa kegunaan fungsi kognitif pada seseorang antara lain:


atensi, bahasa, fungsi eksekutif, memori, dan kemampuan visuopasial.

1) Atensi
Atensi adalah sebuah proses yang kompleks berbentuk
kemampuan seseorang dalam menyaring stimulus dari lingkungan
dan mengindahkan informasi yang tidak penting serta berkaitan
dengan kemampuan untuk berkonsentrasi dan fokus dengan
stimulus yang didapatkan (Fillit et al., 2016). Lingkungan yang
memberikan stimulus akan menarik perhatian sehingga aktivitas
mental pada stimulus tersebut dapat dipusatkan. Secara sadar
maupun secara tidak sadar, proses tersebut dapat terjadi (Matlin,
2004).

2) Bahasa

Bahasa menjadi elemen dasar dalam menjalin komunikasi serta


dapat meningkatkan fungsi kognitif. Komunikasi verbal sangat
berkaitan dengan bahasa serta sangat tergantung dengan ingatan
juga fungsi eksekutif (Sacuiu, 2009). Terdapat 4 parameter dalam
fungsi bahawa yaitu: (Sadock, 2015):
1. Kelancaran, yaitu kemampuan untuk mengucapkan sebuah
kalimat secara spontan ataupun panjang

2. Penamaan yaitu kemampuan dalam memberikan sebuah nama


pada suatu objek.

3. Pengulangan yaitu kemampuan dalam mengulang sebuah kalimat.

4. Pemahaman yaitu kemampuan dalam memahami sebuah


perkataan.

3) Memori
Memori digunakan untuk untuk mengenali, mengingat, dan
menggunakan suatu informasi yang sebelumnya telah dipelajari.
Kemampuan untuk menggunakan serta mempertahankan ilmu
yang telah dipelajari dalam membantu membangun relasi dan
menjadi hal yang harus dipelajari (Dean et al., 2017). Terdapat 3
tahapan pada memori yaitu tahap pertama yakni encoding yang
berguna untuk memproses menerima, dan menggabungkan
beberapa informasi, tahap kedua yaitu storage adalah kemampuan
menyimpan informasi yang telah diproses dalam tahap encoding,
kemudian tahap yang ketiga yaitu retrieval adalah sebuah
kemampuan untuk dapat mengulangi informasi yang telah
disimpan dalam memori yang kemudian di interpretasikan dalam
sebuah kegiatan (Satyanegara et al., 2010).
Fungsi memori akan sangat dipengaruhi oleh ketiga tahapan
tersebut. Kemudian fungsi memori dibedakan menjadi tiga strata
sesuai dengan jangka waktu antara proses stimulus dengan proses
recall, yaitu :

a) Memori segera (immediate memory), memori ini terjadi pada


jangka waktu hanya beberapa detik antara stimulus dengan
recall. Perhatian (attention) sangat diperlukan untuk memori
ini.

b) Memori baru (recent memory), memori ini terjadi pada jangka


waktu yang lebih lama yaitu beberapa menit, jam, bulan
ataupun tahun.

c) Memori lama (remote memory), jangka waktu pada memori ini


sangat lama yaitu bisa bertahun-tahun atau bahkan seumur
hidup.

4) Visuospasial
Fungsi visuospasial adalah kemampuan untuk membuat
gambar atau meniru gambar dari berbagai bentuk objek seperti
segitiga atau atau kotak serta kemampuan dalam menyusun
sebuah balok- balok (Sadock & Sadock, 2015).
5) Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif adalah suatu proses kompleks yang
digunakan untuk memecahkan sebuah permasalahan. Fungsi ini
mengatur kesadaran pada suatu masalah, melakukan evaluasi,
serta melakukan analisa dan menemukan solusi dari sebuah
permasalahan (Sadock & Sadock, 2015). Fungsi ini juga
bertanggung jawab dalam memberikan arahan pada tingkah
laku diri sendiri supaya terarah dan memiliki tujuan seperti
pengorganisasian, membuat rencana, serta kemampuan
pemantauan diri (self monitoring) dan kemampuan mengatur
diri sendiri (self regulation) (Fatwikiningsih, 2016).

d) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Kognitif


Seorang lansia akan mengalami perubahan kognitif seperti
kecurigaan berlebih, sikap yang semakin egosentrik dan semakin
pelit. Sering kali memori jangka pendek, pikiran, kemampuan
motorik pada lansia akan terpengaruh. Faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan kognitif lansia antara lain, (Ratnawati,
2011)
1. Umur
2. Jenis pekerjaan
3. Kesehatan umum
4. Tingkat pendidikan
5. Jenis kelamin
e) Pencegahan Lansia Dalam Mempertahankan Fungsi Kognitif

Dalam upaya mempertahankan fungsi kognitif pada lansia terdapat


beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:

1. Membaca buku
2. Rutin olahraga
3. Menjaga pola hidup sehat
4. Tidur cukup
f) Karakteristik Demografi Penurunan Fungsi Kognitif Pada Lansia
1. Status Kesehatan
Hipertensi menjadi salah satu penyakit yang menjadi faktor paling
berpengaruh pada penurunan kognitif lansia. Efek penuaan pada
struktur otak dan penyakit vaskular lainnya dapat terjadi dikarenakan
peningkatan tekanan darah kronis, hal tersebut juga dihubungkan
dengan fungsi kognitif yang semakin memburuk (Briton, ddk 2008)
2. Faktor Usia
Sebuah riset telah melakukan pengukuran kognitif pada lansia
menghasilkan sebuah nilai di bawah skrining pada kelompok usia 60-
69 tahun sebesar 16% dan pada kelompok usia 70-74 tahun dengan
nilai 21%, serta pada kelompok usia 80 tahun keatas menghasilkan
nilai 40%. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
keterkaitan positif antara umur dengan penuaan fungsi kognitif
(Scanlon et, 2007)
3. Status Kesehatan Dan Pekerjaan
Kelompok dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih baik di
daripada kelompok dengan tingkat pendidikan yang rendah (Sacnlon
et, 2007). Resiko fungsi kognitif akan menurun 30-50% pada
seseorang yang memiliki aktivitas rendah dari pada yang aktif, hal
tersebut disebabkan karena terjadinya suatu aktifitas seperti pekerjaan
harian yang di lakukan lansia, maka otak akan terus
4. Jenis Kelamin
Penurunan kognitif pada wanita memiliki risiko yang lebih tinggi.
Hal ini di karenakan level hormon seks endogen yang berpengaruh
pada proses penurunan fungsi kognitif. Reseorer estrogen memilik
peran dalam fungsi belajar dan memori yang telah ditemukan dalam
area otak tersebut. Penurunan fungsi kognitif umum dan memori
verbal disebabkan karena level estradiol pada tubuh yang rendah.
Estradiol di perkirakan memiliki sifat neuroprotektif serta bisa
membatasi kerusakan yang diakibatkan oleh stres oksidatif yang
terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada klien
alzeimer (Myers, dkk 2008)
g) Terapi Untuk Meningkatkan Fungsi Kognitif
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu terapi
farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non
farmakologis. Terapi farmakologis pada pasien Alzheimer difokuskan
pada tiga domain: mempertahankan fungsi kognitif, perilaku dan gejala
kejiwaan. Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan untuk
mempertahankan fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam
program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi relaksasi dan
latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak, serta senam otak.
1. Terapi Farmakologis
Perawatan farmakologis merupakan sebuah cara terapi dengan
menggunakan obat untuk memperlambat atau menghentikan suatu
penyakit atau mengobati gejalanya. Efektivitas obat ini bervariasi dari
orang ke orang. Namun, tidak ada perawatan yang tersedia saat ini
untuk penyakit Alzheimer, hingga saat ini obat hanya memperlambat
atau menghentikan kerusakan neuron yang menyebabkan gejala
Alzheimer dan akhirnya membuat penyakit menjadi fatal. Jadi, obat
yang digunakan untuk proses terapi kolaboratif farmakologis yaitu
rivastigmine, galatamine, dan donezepil, akan tetapi setiap obat
tersebut memiliki efek samping (Santoso & Ismail, 2019).

2. Terapi Non-Farmakologis
Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan selain obat-
obatan. Terapi non-farmakologis sering digunakan dengan tujuan
mempertahankan atau meningkatkan fungsi kognitif, kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, atau kualitas hidup secara
keseluruhan. Mereka juga dapat digunakan dengan tujuan mengurangi
gejala perilaku seperti depresi, apatis, mengembara, gangguan tidur.
Terapi nonfarmakologis diperlukan untuk lebih mengevaluasi
efektivitas mereka dalam kehidupa sehari-hari
(Alzheimer’s Association, 2015). Terapi non farmakologis
antara lain: terapi teka teki silang; brain gym (senam otak); puzzle;
dan lain-lain. Terapi non farmakologis ini tidak memiliki efek
samping (Santoso & Ismail, 2019).
D. Senam otak
1. Pengertian
Senam otak merupakan serangkaian gerakan sederhana yang dapat
menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak atau latihan berbasis gerakan
tubuh sederhana yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Gerakan senam otak (brain gym) dibuat untuk merangsang otak kiri dan
kanan, memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak Pada prinsipnya
dasar senam otak (brain gym) adalah ingin otak tetap bugar dan mencegah
kepikunan (Ide, 2008 dalam Abdillah & Octaviani, 2018).

2. Manfaat Senam Otak

Sularyo T.et (2017) menyatakan bahwa beberapa manfaat senam otak


antara lain:

a. Meningkatkan belajar dan bekerja tanpa sakit


b. Dapat dipakai dalam waktu singkat (kurang dari lima menit)
c. Tidak memerlukan bahan atau tempat khusus
d. Dapat dipakai dalam semua situasi termasuk saat bekerja
e. Meningkatkan kepercayaan diri
f. Menunjukkan hasil dengan segera
g. Dapat dijelaskan secara neurofisologi
h. Sangat efektif dalam penanganan seseorang yang mengalami hambatan
keseimbangan
i. Memandirikan seseorang dalam hal belajar, mengaktifkan seluruh
potensi dan keterampilan yang dimiliki seseorang
j. Diakui sebagai salah satu teknik belajar yang paling baik oleh
National Learning Foundation USA dan sudah tersebar luas lebih dari
80 negara.

3. Indikasi

Indikasi senam otak bagi lansia antara lain:

a. Lansia yang masih bisa bergerak atau bekerja

b. Lansia dengan gangguan keseimbangan

c. Lansia dengan penurunan konsentrasi, gangguan proses berfikir dan


penurunan kemampuan daya ingat (Agustia, 2014).

4. Kontraindikasi
Kontraindikasi senam otak bagi lansia antara lain:
a. Lansia dengan stroke
b. Lansia yang mengalami tirah baring
c. Lansia dengan lumpuh total.
5. Gerakan Senam
Otak Menurut (Sularyo T.et., 2017) beberapa gerakan senam otak yang
sesuai bagi lansia antara lain:
a. Cross/Gerakan Silang
Menggerakkan secara bergantian pasangan kaki dan tangan yang
berlawanan, seperti pada gerak jalan di tempat, dilakukan lima kali
bagian tangan kanan ke kaki kiri dan lima kali untuk tangan kiri ke kaki
kanan. Pada lansia gerakan bisa disederhanakan dengan tidak usah
mengangkat kaki terlalu tinggi. Atau jika betul-betul tidak mampu,
maka gerakan bisa dibuat tangan yang menyentuh kaki secara silang,
sehingga kaki tidak perlu diangkat. Manfaat gerakan silang
mengaktifkan hubungan kedua sisi otak dan merupakan gerakan
pemanasan untuk semua keterampilan yang memerlukan penyebrangan
garis tengah bagian lateral. Selain mengaktifkan dua belahan otak,
gerakan inipun mampu meningkatkan daya pikir dan daya ingat,
meningkatkan koordinasi tubuh, dan merangsang kelancaran aliran
cairan otak.

b. Gerakan Lazzy Eight


Gerakan lazy eight seperti menggambar angka 8 tidur atau simbol
“tak terhingga” di depan mata, dengan ibu jari ditegakkan dan lengan
diluruskan ke depan. Gerakan dilakukan bergantian tangan kanan
terlebih dahulu, setelah itu tangan kiri masing-masing sebanyak lima
putaran. Pada saat tangan membentuk delapan tidur, maka mata
mengikuti gerakan tangan. Maka gerakan ini bisa melatih daya
penglihatan sekaligus memelihara ketajaman persepsi visual. Angka 8
digambar dalam posisi tidur dengan titik tengah yang jelas, yang
memisahkan wilayah lingkaran kiri dan kanan dan dihubungkan dengan
garis yang tersambung. Hal ini menstimulasi pusat koordinasi otak
kanan dan kiri, menjaga keseimbangan tubuh dan memelihara
psikomotorik lansia.
2

c. Putaran Leher
Gerakan ini berpusat pada gerakan kepala yang diputar di posisi
depan saja, setengah lingkaran dari kiri ke kanan dan sebaliknya dari
kanan ke kiri, masing-masing arah sebanyak lima putaran. Tidak
disarankan mernutar kepala hingga ke belakang. Gerakan ini dilakukan
secara pelahan dan disesuaikan dengan kemampuan lansia. Manfaat
pada gerakan ini, leher menunjang relaksnya tengkuk dan melepaskan
ketegangan yang disebabkan oleh ketidakmampuan menyebrangi garis
tengah visual. Bila gerakan ini dilakukan sebelum membaca dan
menulis akan memacu kemampuan penglihatan dengan kedua mata
(binokular) dan pendengaran kedua telinga (binaural) secara bersamaan.
Pada lansia, kemampuan membaca dan menulis kerapkali menurun,
maka dengan gerakan ini, dapat meminimalisir penurunan tersebut.

d. Mengaktifkan Tangan
Pada gerakan ini, salah satu tangan diluruskan ke atas di samping
telinga. Tangan kedua melewati bagian belakang kepala dan diletakkan
di bawah siku tangan pertama. Tangan yang lurus digerakkan (diputar)
ke arah luar, ke dalam, ke belakang dan ke muka sambil tangan kedua
menahannya dengan tekanan halus. Hembuskan napas saat otot tegang
atau diaktifkan. Gerakan dilakukan bergantian antara tangan kanan dan
kiri masing-masing tiga putaran. Manfaat gerakan ini dapat melepaskan
ketegangan di otot pundak dan dada bagian atas dan juga pangkal
lengan. Pundak adalah penopang rangka manusia, yang secara psiko-
fisiologis menjadi pusat beban manusia, terlebih jika manusia
mengalami kelelahan fisik dan ketegangan psikologis, maka pundak
menjadi terasa kaku bahkan nyeri. Dada dan pangkal lengan juga
merupakan pemilik otot-otot yang terhubung langsung dengan otot
pundak sehingga ketiga bagian tersebut berkorelasi serta saling
mendukung fungsinya. Dengan gerakan ini, maka pusat stres di tubuh
lansia bisa berkurang.

e. Burung Manguni
Gerakan ini merupakan memijat bahu. Otot bahu dipijat/diurut,
bahu kiri oleh tangan kanan dan kepala menoleh ke kiri, demikian
sebaliknya, bahu kanan oleh tangan kiri dan kepala menoleh ke kanan.
Pijatan menyeluruh, mulai dari pangkal bahu dekat leher hingga ke arah
lengan bagian bawah. Pijatan di bahu ini dilakukan masing-masing
selama 1 menit. Manfaat gerakan ini memiliki manfaat, pertama adalah
mengurangi ketegangan pada bahu. Pada lansia kemampuan
berkomunikasi seringkali menurun, bisa dikarenakan turunnya
kemampuan indera visual, atau bahkan mengalami gangguan seperti
demensia, dengan melakukan gerakan ini, maka bisa menekan hal
tersebut.
f. Luncuran Gravitasi
Pada gerakan ini, kedua tangan meraih punggung telapak kaki,
dengan posisi kaki disilangkan, dan kepala mencium lutut. Untuk
adiyuswa gerakan ini disederhanakan semampunya, seperti hanya
berusaha menyentuh lutut dan menundukkan kepala, dengan kaki tetap
disilangkan. Gerakan ini dilakukan selama 1 menit. Manfaat gerakan ini
merupakan aktivitas pembelajaran ulang gerakan untuk mengembalikan
keadaan alamiah dari otot betis dan paha belakang, pinggul dan
sekitarnya (pelviss). Gerakan ini menggunakan keseimbangan dan
gravitasi untuk melepaskan ketegangan pinggul dan pelvis, agar dapat
menemukan sikap tubuh duduk dan berdiri yang nyaman.

g. Saklar Otak
Saklar Otak adalah suatu gerakan menyentuh bagian dada atas,
tepatnya jaringan lunak di bawah tulang clavicula di kiri dan kanan
sternum, lalu memijat dengan satu tangan, sementara tangan yang lain
memegang pusar. Bisa sambil menundukan kepala dan berdoa ketika
memijat dada atas. Dilakukan selama kurang lebih 2 menit dengan
mengganti tangan kanan dan kiri. Manfaat gerakan saklar otak
merupakan titik akhir meridian ginjal dan berada dekat pembuluh darah
besar, sehingga apabila diaktifkan akan melancarkan pengaliran darah
yang kaya zat asam ke otak. Pada lansia terjadi penurunan minat makan
dan minum, dalam hal selera maupun kuantitas makanan dan minuman
yang dikonsumsinya. Terkadang alansia merasakan nyeri di perut akibat
zat asam yang terlalu dominan dalam organ pencernaan. Maka dengan
gerakan ini, bisa memperbaiki pola makannya dan merasakan badan
lebih segar. Secara menyeluruh, kondisi fisik dan kognitif yang baik
bisa menjernihkan pola pikir dan daya ingat.

h. Tombol Angkasa
Pada gerakan ini, ujung jari satu tangan menyentuh dan sedikit
menekan atas bibir, dan jari lainnya menekan lembut garis belakang
pada tulang ekor. Dilakukan selama kurang lebih 1 menit. Manfaat
gerakan tombol angkasa adalah titik akupuntur (di meridian governur)
yang berhubungan langsung dengan otak, tulang belakang dan pusat
system saraf. Dengan mengaktifkan tombol ini dimungkinkan untuk
relaks.
i. Menguap Berenergi
Gerakan ini adalah perpaduan dari menguap, dan memijat tulang
pipi dan rahang. Dilakukan sebanyak 5 kali menguap, dan pijatan
perlahan. Bisa selama 1 menit. Manfaat gerakan menguap merupakan
refleks penapasan alami yang meningkatkan peredaran udara ke otak
dan merangsang seluruh tubuh. Otak merupakan pusat kontrol dan
koordinasi seluruh aktivitas fisik, afeksi dan psikomotorik manusia,
dengan lancarnya peredaran darah ke otak, maka fungsi otak dapat lebih
optimal, dan metabolisme tubuh bisa lebih baik.

j. Pasang Telinga
Gerakan ini adalah gerakan memijat secara lembut daun telinga
sambil menariknya ke luar, mulai dan ujung atas, menurun sampai
sepanjang lengkungan dan berakhir di cuping, menggunakan ibu jari
dan telunjuk. Ketika memijat bisa sambil bernyanyi lagu-lagu pendek,
atau mendengarkan musik dan lagu. Gerakan dilakukan selama 1 menit.
Manfaat gerakan ini menolong lansia memusatkan perhatian terhadap
pendengarannya serta menghilangkan ketegangan pada tulang-tulang
kepala. Pendengaran seringkali berkurang ketika seseorang memasuki
usia tua. Selain itu, organ pendengaran juga sangat terkait dengan
keseimbangan tubuh. Pusat syaraf keseimbangan terletak di batang otak
dan bagian otak di sekitar telinga, sehingga pemijatan secara terstruktur
dan rutin, bisa meningkatkan kemampuan pendengaran dan
keseimbangan, serta menimbulkan perasaan relaks.

E. Kerangka teori

Sebeium
Penurunan fungsi kognitif
Senam otak
Variabel:

1. Usia
Sesudah
2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan

Ada Tidak
Sumber :

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah abtraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari
hal-hal yang bersifat khusus. Konsep hanya bisa diamati mealui konstruksi
atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Variabel adalah symbol atau
lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari suatu konsep
(Notoatmodjo, 2020).
Senam otak merupakan serangkaian gerakan sederhana yang dapat
menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak atau latihan berbasis gerakan
tubuh sederhana yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Gerakan
senam otak (brain gym) dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan,
memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak Pada prinsipnya dasar senam
otak (brain gym) adalah ingin otak tetap bugar dan mencegah kepikunan (Ide,
2008 dalam Abdillah & Octaviani, 2018).
Fungsi kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk menerima,
mengolah, menyimpan dan menggunakan kembali semua masukan sensorik
secara baik terdiri dari unsur memperhatikan (atensi), mengingat (memori),
berkomunikasi (bahasa), bergerak (motorik) dan merencanakan atau
melaksanakan keputusan (eksekutif) sehingga memegang peranan penting
(Gallo, 1998 dalam Yusuf A, dkk 2010).

Mengacu pada teori yang telah di paparkan diatas yang menjadi kerangka
konsep pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Senam otak

Sebelum di lakukan Sesudah di lakukan


senam otak senam otak

B. Variabel Peneltian
Variabel adalah karakteristik yang melekat pada populasi, berpariasi antara
satu orang dengan yang lainnya dan di teliti dalam satu penelitian, misalnya
jenis kelamin, berat badan, indeks massa tubuh, kadar hemoglobin. Suatu
karakteristik tidak disebut sebagai variabel jika sama ( tidak bervariasi ) dalam
suatu populasi. ( Klana Kusuma Dharma, 2017 )
Berikut ini jenis variabel penelitian:
1. Variabel bebas ( independent variable ) disebut juga variabel sebab yaitu
karakteristik dari subjek yang dengan keberadaannya menyebabkan
perubahan pada variabel lainnya. ( Klana Kusuma Dharma, 2017 )
Variabel independen pada penelitian ini yaitu Senam otak
2. Variabel terikat ( devendent variable ) adalah variabel akibat atau variabel
yang akan berubah akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada
variabel independent. ( Klana Kusuma Dharma, 2017 ) Variabel
independen pada penelitian ini yaitu fungsi kognitif.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu asumsi sementara tentang hubungan antara dua atau
lebih variabel yang diharapkan bisa memberikan jawaban sementara atas suatu
pertanyaan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011). Hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Nol (H0) H0: Tidak ada pengaruh latihan senam otak (brain
gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja
Puskesmas Babakansari Kota Bandung.
2. Hipotesis Alternatif (Ha) Ha: Ada pengaruh latihan senam otak (brain
gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja
Puskesmas Babakansari Kota Bandung.
D. Definisi oprasional
Penelitian pada dasarnya adalah mengukur / menilai variabel penelitian,
kemudian memberikan gambaran tentang variabel tersebut atau
menghubungkannya. Sehingga penting untuk menjelaskan variabel penelitian,
meliputi variabel – variabel yang diteliti, jenis variabel, definisi konseptual
dan oprasional, serta bagaimana melakukan pengukuran atau penelitian
terhadap variabel. ( Klana Kusuma Dharma, 2017 )
Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur


1. Variabel Latihan gerak sederhana SPO 1. Dilakukakan Ordinal
Independen: yang menyenangkan yang 2. Tidak
Senam Otak akan dilakukan oleh dilakukan
peneliti terhadap fungsi
kognitif pada lansia di
posbindu wilayah kerja
puskesmas babaansari kota
bandung yang mengalami
stres untuk mengurangi
gejala stres. Dengan
indikator SPO (Standar
Prosedur Operasional ):
1. Gerakan peningkat
energi (Dimensi
pemusatan): Sakelar otak,
tombol bumi, tombol
imbang, gerakan air,
tombol angkasa dan pasang
telinga.
2. Gerakan peregangan otot
(Dimensi pemfokusan):
Burung hantu, lambaian
kaki, pasang kuda-kuda,
luncuran gravitasi dan
mengaktifkan tangan.
3. Gerakan penguat sikap
(Dimensi pemusatan): Titik
postif dan kait relaks.
4. Gerakan penyeberangan
garis tengah (Dimensi
leteralis): Gerakan silang, 8
tidur dan coretan ganda
yang dilakukan selama 10-
15 menit sebanyak 2 kali
dalam sehari dengan selang
waktu istirahat selama 10
menit.
2. Variabel Respon emosional yang Kuesioner Nilai Skor Rasio
Dependen: Stres dirasakan mahasiswa DASS Stres Antara
a. Pre test tingkat akhir S1 15-42
b. Post test Keperawatan di STIKES
Muhammadiyah Samarinda
yang diakibatkan beberapa
faktor penyebab stres yang
disebut dengan stressor,
baik stressor internal
maupun ekternal. Stres
diukur menggunakan
kuesioner DASS yang diisi
selama 5-10 menit
E. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif


korelatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran
tentang hubungan antara dua atau lebih variabel penelitian (variabel
independen dengan dependen) yang diduga saling berkaitan atau
berhubungan (Notoatmodjo, 2020). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Pengaruh Latihan Senam Otak (Brain Gym) terhadap Fungsi
Kognitif Pada Lansia di Posbindu Wilayah kerja Puskesmas Babakansari
Kota Bandung.

2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data

Pendekatan yang digunakan adalah Cross Sectional, yaitu suatu penelitian


untuk mempelajari dinamika korelasi dengan cara pendekatan, observasi
atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approch)
(Notoatmodjo, 2020). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Pengaruh Latihan Senam Otak (Brain Gym) terhadap Fungsi Kognitif Pada
Lansia di Posbindu Wilayah kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung.

3. Populasi dan Sampel penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang


akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Menurut Sugiyono (2010) populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua lansia di Posbindu
Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung yaitu 70 orang.
2. Sampel

Sampel terdiri dari beberapa populasi terjangkau yang dapat di


gunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel, yang disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan (Alfianika, 2018). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 70
orang lansia dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Adapun kriteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah persyaratan umum yang diinginkan oleh


peneliti dengan tujuan untuk memenuhi subjek penelitiannya (Sani, 2017).
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain:

a. Lansia yang berusia diatas 60-74 tahun

b. Bersedia menjadi responden

c. Lansia yang bisa melihat dan mendengar

d. Lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitifnya

e. Lansia yang tidak mengalami penyakit kronis

2. Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi merupakan suatu persyaratan umum dari populasi


yang bisa mempengaruhi subjek yang memenuhi kriteria inklusi, tapi tidak
bisa disertakan menjadi subjek penelitian (Sani, 2017). Adapun kriteria
ekslusi pada penelitian ini antara lain:

a. Lansia yang kesulitan mendengar

b. Lansia yang memiliki hambatan gerakan fisik

c. Lansia yang kesulitan bicara


d. Lansia yang memiliki penyakit kronis

3. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total


sampling (Notoatmodjo, 2014). Berdasarkan penentuan tersebut,
peneliti mengambil sampel sebanyak 70 orang.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah (Notoatmodjo, 2012).
Peneliti juga harus mengetahui tentang jenis skala pengukuran data,
agar instrumen dapat diukur sesuai dengan permasalahan penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dua bagian yaitu
SPO (Standar Prosedur Operasional) senam otak (brain gym) dan
kuesioner terhadap fungsi kognitif pada lansia di posbindu wilayah kerja
puskesmas babakansari kota bandung yang hasilnya diketahui dengan cara
memberikan kuesioner sebelum dilakukan latihan senam otak (brain gym)
dan sesudah diberikan latihan senam otak (brain gym) kemudian diukur
tingkat pengaruh senam otak pada lansia. Instrumen penelitian ini akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kuesioner stres terdiri dari dua bagian yaitu bagian A, yang terdiri dari
data demografi responden meliputi kode responden, umur, 57 jenis kelamin
dan status perkawinan. Kemudian bagian B, data yang berisi pertanyaan
tentang stres. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur
variabel stres adalah kuesioner dalam bentuk baku yaitu Depression
Anxiety Stress Scale (DASS). Dalam Nursalam (2011) DASS adalah
penilaian tingkat stres terdiri dari 14 item meliputi item nomor 1, 6, 8, 11,
12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. Jumlah pertanyaan terdiri dari 14
item pertanyaan menurut DASS. Masing-masing gejala diberi penilaian
angka antara 0-3 yang artinya:
0. Tidak ada atau tidak pernah
1. Sesuai yang dialami sampai tingkat tertentu, atau kadangkadang
2. Sering
3. Sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap hari
Penentuan tingkat stres adalah dengan cara menjumlah penilaian dari
gejala-gejala yang dipilih responden dalam 14 item pertanyaan DASS,
dengan hasil:
1. Nilai 0 - 14 normal
2. Nilai 15 - 18 stres ringan
3. Nilai 19 - 25 stres sedang
4. Nilai 26 - 33 stres berat
5. Nilai >34 stres sangat berat
2. Standar Prosedur Operasional (SPO) Latihan Senam Otak (Brain Gym)
Masing-masing gerakan merupakan gabungan dari gerakan dimensi
lateralis, pemusatan dan pemfokusan. Satu sesi latihan senam otak (brain
gym) rata-rata memakan waktu antara 10-15 menit. Sedangkan satu
gerakan rata-rata memakan waktu antara 30 detik-1 menit (Yanuarita,
2012). Gerakan-gerakan senam otak menurut Dennison 2002 (dalam
Yanuarita, 2012) yaitu:
4. Metode Pengumpulan Data

Peneliti mendatangi lokasi penelitian untuk membuat kontrak waktu


pengumpulan data, lalu pada hari pengumpulan data peneliti menyepakati
dengan pihak Puskesmas, Peneliti didampingi dengan pihak petugas
Puskesmas Babakansari Kota Bandung. Kemudian sebelum pengumpulan
data dilakukan peneliti menjelaskan kepada calon responden mengenai
tujuan, manfaat, prosedur penelitian serta hak – hak responden sebelum
kuisioner tersebut diisi. Peneliti melakukan pendekatan kepada responden
untuk meminta ketersediaan menjadi responden penelitian, kemudian
peneliti membagi lembar persetujuan kepada responden.

Setelah responden memahami penelitian yang akan dilakukan,


responden diminta menandatangani lembar persetujuan (informed consent)
yang telah disediakan. Pada saat pengisian kusioner responden diberikan
kesempatan untuk bertanya apabila ada pertanyaan yang belum dipahami.
Pada pembagian kuesioner peneliti dibantu oleh teman sejawat yang telah
disamakan persepsinya. Apabila responden memiliki kesulitan untuk
menjawab pertanyaan maka peneliti akan membantu menjelaskan. Semua
jawaban kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan untuk dilakukan
pengolahan data.

5. Tekhnik Pengolahan dan Analisa Data

a. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari kuesioner masih data mentah sehingga


belum memberikan gambaran yang diharapkan oleh karena itu perlu
diolah agar penelitian yang dilakukan memberikan hasil (Notoatmodjo,
2020). Selanjutnya data yang telah dikumpulkan data diolah dengan cara
manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Editing

Editing yaitu hasil wawancara atau angket yang diperoleh perlu


disunting terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2020). Pada penelitian ini
kuisioner mulai dikumpul, peneliti mulai memeriksa kembali
kelengkapan isi kuisioner yang telah dikumpulkan dan jika terdapat
kuisioner yang belum terisi (belum lengkap), maka kuisioner tersebut
akan dikembalikan kepada responden yang bersangkutan untuk diisi
kembali.

2) Coding

Coding yaitu membuat kode atau kartu kode berupa kolom - kolom
untuk merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode ini
berisi nomor responden, dan nomor pertanyaan (Notoatmodjo, 2020).
Coding dilakukan untuk mempermudah memasukan data pada saat
dilakukan perhitungan, yaitu dengan mengganti data mentahn (yang
ada dalam kuisioner) yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data seperti
komputer. Kode dalam penelitian ini yaitu untuk variabel motivasi
tinggi diberi kode 1 dan motivasi rendah diberi kode 2, begitupun
dengan kunjungan prolanis jika baik diberi kode 1 dan kurang diberi
kode 2.

3) Entri data

Entriatau processing yaitu data yang telah berbentuk kode


dimasukan ke dalam program atau software computer (Notoatmodjo,
2020). Data yang telah diperloeh dalam penelitian ini melalui dua
tahap sebelumnya, yang kemudian dimasukan ke dalam master tabel
atau database computer menggunakan program yang telah ditentukan.

4) Cleaning

Cleaning yaitu pembersihan data dari setiap sumber atau responden


setelah dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan
adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan kemudian dilakukan
pembetulah atau koreksi (Notoatmodjo, 2020). Cleaning / pengecekan
kembali dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa
seluruh data yang telah dimasukan ke dalam mesin pengolahan data
memiliki kesalah atau tidak, yaitu dengan mendeteksi data yang
missin, mengetahui variasi data dan mendeteksi adanya data yang
tidak konsisten dengan menghubungkan dua variabel.

b. Analisis Data

Analisa bertujuan agar hasil pengumpulan data dapat dibaca dan


dipahami dengan mudah oleh peneliti dan orang lain. Data hasil riset
kuantitatif dapat dianalisis dengan uji statistika, sedangkan data yang diuji
disebut statistik. Statistik artinya data yang diperoleh dari sampel
(Suprajitno, 2016).
Data yang didapatkan di input kedalam lembar observasi.
Kemudian dilakukan penyuntingan. Data yang sudah dikumpulkan lalu
diolah meliputi identifikasi masalah penelitian, kemudian pengujian
masalah penelitian dengan menggunakan metode statistik dengan
menggunakan windows SPSS versi 22. Rumus statistik yang digunakan
untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap Pengaruh Latihan Senam
Otak (brain gym) Terhadap Fungsi Kognitif Pada Lansia di Posbindu
Wilayah Kerja Puskesmas Babakansari Kota Bandung.

Analisis univariat dan analisis bivariat adalah metode analisis yang


dipakai pada penelitian ini. Analisis univariat merupakan analisis yang
dipakai pada masing-masing variabel dari hasil penelitian (Notoadmojo,
2012).

Analisis ini dipakai untuk mendeskripsikan pengaruh terapi senam


otak terhadap fungsi kognitif pada lansia. Pada penelitian ini, peneliti
melakukan Analisa pada pengaruh senam otak terhadap gangguan fungsi
kognitif pada lansia. Karakteristik pada penelitian ini seperti jenis kelamin,
umur, tingkat Pendidikan dibentuk menjadi sebuah kategori yang
kemudian di analisis menggunakan analisis roporsi dalam tabel distribusi
frekuensi.

Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua


variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoadmojo, 2012).
Dalam penelitian ini analisis bivariate yang digunakan untuk menganalisis
pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia.

Metode analisis statistik untuk mengetahui perubahan sebelum dan


sesudah diberikan intervensi. Teknik analisis yang digunakan adalah Uji
Paired Samples t-test

F. Etika Penelitian
Penelitian memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atau
pihak lain dalam melakukan penelitian dengan mengajukan permohonan izin
kepada instansi tempat penelitian dilakukan. Setelah persetujuan diberikan
peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah pada etika

penelitian, yaitu :

1. Informed consent

Informed Consent adalah formulir persetujuan subjek yang


mencakup penjelasan manfaat penelitian, kemungkinan risiko
ketidaknyaman yang ditimbulkan, manfaat yang didapatkan serta
kerahasiaan identitas responden (Notoatmodjo, 2020). Lembar persetujuan
menjadi responden dalam penelitian ini diberikan kepada responden yang
akan diteliti disertai judul dan manfaat penelitian.
2. Anonymity

Anonymity adalah kerahasiaan identitas subjek / responden


(Notoatmodjo, 2020). Dalam penelitian ini peneliti tidak mencantumkan
nama responden dalam pengolahan data untuk menjaga kerahasiaan
responden, tetapi menggantinya dengan kode tertentu.

3. Confidentiality

Confidentiality adalah hak – hak dasar individu termasuk privacy


dan kebebasan individu dalam memberikan informasi (Notoatmodjo,
2020). Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, dan hanya data yang
dilaporkan dalam penelitian.

4. Justice

Justice adalah prinsip keterbukaan dan keadilan dalam sebuah


penelitian. Keadilan dalam penelitian ini yaitu dimana responden
mendapatkan tindakan yang sama seperti reponden lainnya.
5. Beneficience

Beneficience yaitu penelitian memperoleh manfaat sebanyak –


banyaknya dan berusasha untuk meminimalisir dampak yang merugikan
bagi subjek (Notoatmodjo, 2020). Prinsif peneliti untuk melakukan yang
baik tanpa merugikan orang lain dalam penelitian ini yaitu dengan
menghargai hak – hak responden yang ada.

6. Non Plagiatisme

Plagiatisme yaitu tindakan pencurian ide hasil pemikiran, dan


tulisan orang lain yang digunakan oleh penuis seolah – olah ide,
pemikiran dan tulisan orang lain tersebut, hasil pemikiran atau tulisannya
sendiri (Notoatmodjo, 2020). Oleh sebab itu, dalam penelitian ini peneliti
menyertakan sumber – sumber pustaka dalam penelitian serta lampiran
bukti penelitian dari peneiti sendiri sehingga dapat terhindar dari
plagiatisme.

G. Jadwal Penelitian

Tabel 3.3 Jadwal penelitian

No. Uraian Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

1. Pengajuan judul dan

Bimbingan Proposal
2. Sidang Proposal dan

revisi
3. Pelaksanaan
penelitian dan
bimbingan Skripsi
4. Sidang Skripsi dan

revisi

Anda mungkin juga menyukai