PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh :
M SOPIYULLOH
NIM 4002190049
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia tua merupakan tahap akhir dari perkembangan manusia. Pada tahap
ini merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan maksimal dan
kemudian mulai menyusut akibat berkurangnya jumlah sel dalam tubuh.
Selain itu, tubuh mengalami penurunan fungsi secara perlahan yang disebut
proses penuaan (Maryam, dkk, 2008). WHO dan UU No 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan
bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Dalam buku ajar geriatric
Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi Martono (1994) juga
mengatakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Jumlah lansia di seluruh dunia saat ini diperkirakan lebih dari 625 juta.
Jumlah orang lanjut usia di dunia meningkat pesat dibandingkan dengan
populasi kelompok usia lainnya. Sejauh ini, populasi 60 tahun dari 11 negara
anggota WHO di Asia Tenggara adalah sekitar 142 juta jiwa, dan
diperkirakan akan terus meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050 (Kompas,
2012). Pada tahun 2008, penduduk lanjut usia Indonesia adalah 21,2 juta
jiwa dengan harapan hidup 66,8 tahun. Pada tahun 2020, jumlah lansia
diperkirakan mencapai 28,8 juta jiwa dengan harapan hidup 71,1 tahun
(Arita, 2011).
Berdasarkan prakiraan dasar Sensus Penduduk (SP) 2017, provinsi di
Indonesia dengan UHH terendah ke tertinggi adalah DKI Jakarta (71,4 tahun),
Jawa Tengah (72,7tahun) dan Kalimantan Timur (72,9 tahun) provinsi DIY
(74,2 tahun), (Kompas, 2018). Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia tahun
2010-2035, jumlah penduduk lansia di Jawa Barat Pada tahun 2017 sebanyak
4,16 juta jiwa atau sekitar 8,67 persen dari total penduduk Jawa Barat, yang
terdiri dari sebanyak 2,02 juta jiwa (8,31 persen) lansia laki-laki dan sebanyak
2,14 juta jiwa (9,03 persen) lansia perempuan(4).
Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap manusia. Pada tahap ini manusia
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, dimana terjadi
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa penyakit kronis/menahun,
gejala penyakitnya tidak khas, fungsi organ yang menurun, tingkat
kemandirian berkurang, sering disertai masalah nutrisi. Apabila hal ini terjadi
maka masalah utama yang akan muncul dengan jumlah terbanyak adalah
terjadinya penurunan kesehatan di usia lanjut, yang dikarenakan pada usia
lanjut terjadi kemunduran fungsi fisik. Dalam proses menua, sel otak juga
mengalami penuaan. Fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena
factor alamiah atau karena faktor penyakit karena semakin bertambahnya usia,
proses menua adalah proses yang alamiah yang akan dialami oleh semua
makhluk hidup.
Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat
sebagai gejala-gejala kemunduran fisik pendengaran dan pengelihatan
berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban kemunduran lain yang
terjadi adalah gangguan kemampuan kognitif. Fungsi ini bertanggung jawab
untuk keterampilan bahasa, memori, aritmatika, orientasi dan banyak proses
berpikir lainnya. Kualitas fungsi kognitif juga akan mempengaruhi setiap
orang yang memenuhi perannya dalam berbagai bidang kehidupan (Faham,
2012) Sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pada lansia yang
berimplikasi pada kemandirian dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari
(Nugroho, 2018). Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap manusia. Pada tahap ini
manusia mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
dimana terjadi kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa
penyakit kronis/menahun, gejala penyakitnya tidak khas, fungsi organ yang
menurun, tingkat kemandirian berkurang, sering disertai masalah nutrisi.
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan
gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia
dan atau keluarganya (istilah 14 I), yaitu : Immobility (kurang bergerak),
Instability (mudah jatuh), Incontinence (beser BAB/BAK), Intellectual
impairment (gangguan intelektual/ demensia), Infection (infeksi),
Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan
dan penciuman), Isolation (Depression), Inanition (malnutrisi), Impecunity
(kemiskinan), Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan),
Insomnia (sulit tidur), Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan
tubuh), Impotence(Gangguan seksual), Impaction (sulit buang air besar).
Fungsi ini bertanggung jawab untuk keterampilan bahasa, memori,
aritmatika, orientasi dan banyak proses berpikir lainnya. Kualitas fungsi
kognitif juga akan mempengaruhi setiap orang yang memenuhi perannya
dalam berbagai bidang kehidupan (Faham, 2012) Sehingga dapat menurunkan
kualitas hidup pada lansia yang berimplikasi pada kemandirian dalam
melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Nugroho, 2018). Salah satu cara untuk
menjaga fungsi kognitif pada lansia adalah dengan menstimulasi otak melalui
tidur dan istirahat. Hal ini membutuhkan konsentrasi atau perhatian, arah
(tempat, waktu, situasi) dan memori. Menurut ahli senam otak di American
Institute at Educational Kinesiology, Paul E. Dennison Ph.D. Meski
sederhana, Brain Gym dapat meningkatkan kemampuan kognitif lansia (Franc,
2016).
Latihan otak dapat membantu menjaga kemampuan kognitif yang masih
ada. Latihan ini membantu daya ingat dan mencegah kemerosotan. Pemberian
pelatihan juga dapat membantu lansia mempertahankan kualitas hidupnya
dengan memanfaatkan secara optimal kemampuan yang ada. Salah satu cara
untuk mengatasinya adalah dengan terus merangsang otak Anda. Saat ini,
senam otak dan olahraga/latihan otak sedang diperkenalkan (Dennison, 2018).
Kesehatan otak tidak hanya dibutuhkan oleh anak muda, tetapi juga oleh orang
tua. Senam selain memberikan kebugaran jasmani bagi lansia juga merupakan
terapi untuk meningkatkan daya ingat jangka pendek. Hal ini senada dengan
penelitian yang dilakukan oleh Faried Rahman dkk (2016). Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Pipit Festi (2017) menemukan bahwa senam otak yang
dilakukan setiap hari selama 3 minggu mempengaruhi fungsi kognitif lansia. 7
dari 10 (70%) pasien yang mendapat terapi senam otak mengalami
peningkatan, dan hanya 3 (30%) yang konstan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas di rumuskan masalah penelitian sebagai
berikut ” Bagaimana pengaruh terapi senam otak (brain gym) terhadap fungsi
kognitif pada lansia di Posbindu wilayah keja Puskeskesmas Babakansari di
kota Bandung “
C. Tujuan Penelitian
a) Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi “ Pengaruh
terapi senam otak (brain gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia di
Posbindu wilayah kerja Puskesmas Babakansari di kota Bandung ”
b) Tujuan khusus
A. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada lansia sebelum dilakukan
tindakan senam otak (brain gym).
B. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada lansia sesudah di lakukan senam
otak (brain gym).
C. Mengidentifikasi pengaruh senam otak terhadaf fungsi pada lansia
sesudah di berikan senam otak (brain gym).
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini dafat memberi manfaat untuk:
a. Bagi mahasiswa / Peneliti selajutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanju dan
menambahkan informasi informasi lainnya mengenai degenerative pada
lansia di Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Babakansari kota Bandung
b. Bagi peneliti
Suatu penambahan wawasan ilmu pengetahuan, dan pengalaman
yang sangat berharga dalam mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat dan
menambah wawasan mengenai ” Pengaruh terapi senam otak (brain gym)
terhadap fungsi kognitif pada lansia di Posbindu di wilayah kerja
Puskesmas Babakansari di Babakansari “.
c. Bagi lansia di wilayah kerja Puskesmas Babakansari di kota Bandung
Hasil yang di harapkan dalam penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan / wawasan tentang ” Pengaruh terapi senam otak (brain gym)
terhadap fungsi kognitif pada lansia di Posbindu di wilayah kerja
Puskesmas Babakansari di kota Bandung “.
d. Bagi posbindu
Hasil yang di harapkan di penelitian ini dapat memberikan
gambaran terapi senam otak kepada lansia sehingga pihak posbindu dapat
meningkatkan kualitas terapi senam otak.
E. Ruang Lingkup
Penelitian di ambil dengan studi kasus, data di ambil dengan
memeberikan kuesioner kepada lansia di Posbindu di wilayah kerja
Puskesmas Babakansari. Data di ambil sebelum dan sesudah lansia melakukan
senam otak selama beberapa hari.
BAB II
A. Penelitian Terdahulu
Berikut hasil temuan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul
penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu sebagai berikut :
C. Fungsi kognitif
Fungsi kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk menerima,
mengolah, menyimpan dan menggunakan kembali semua masukan sensorik
secara baik terdiri dari unsur memperhatikan (atensi), mengingat (memori),
berkomunikasi (bahasa), bergerak (motorik) dan merencanakan atau
melaksanakan keputusan (eksekutif) sehingga memegang peranan penting
(Gallo, 1998 dalam Yusuf A, dkk 2010).
Definisi secara luas mengartikan kognitif sebagai proses mental yang
mengendalikan perhatian seseorang, memberikan perintah pada kemampuan
seseorang untuk beraktivitas sesuai dengan informasi, serta dibutuhkan dalam
berbagai aktivitas pada kehidupan sehari-hari. Kinerja dalam menyelesaikan
tugas dan pengambilan keputusan menjadi fungsi penting kognitif, hal tersebut
juga akan mempengaruhi bidang Pendidikan secara jangka panjang (Dean et
al., 2017).
a) Fungsi Kognitif Pada Lansia
Lansia telah mengalami perubahan besar dalam hidup mereka. Secara
umum kinerja dalam fungsi kognitif akan menurun seiring dengan
bertambahnya usia (Craik & Salthouse, 2008). Hampir semua lansia
mengalami penurunan kognitif dengan prevalensi yang mengalami
kenaikan seiring bertambahnya usia. Perubahan biologis yang dialami
serta proses penuaan menjadi penyebab penurunan kognitif (Coresa,
2017). Fungsi kognitif akan mengalami pengurangan kemampuan dalam
meningkatkan fungsi intelektual, pemprosesan informasi melambat serta
banyak informasi hilang selama transmisi disebabkan karena efisiensi
transmisi saraf pada otak semakin berkurang, hal tersebut juga akan
menyebabkan, menurunya kemampuan mengakumulasi informasi baru
dan mengambil informasi dari ingatan. Kemampuan mengingat memori
yang baru saja terjadi lebih mudah dari pada mengingat memori yang
sudah berlalu (Pranaka, 2006).
Pada awal penuaan akan terjadi penurunan kecepatan dalam
memproses informasi, yang akhir-akhir ini sering dihubungkan dengan
hilangnya integritas dari white matter (Penke et al., 2010). Orang dewasa
berusia 50 tahun akan mengalami perubahan volume otak yang cukup
besar, dengan tingkat penurunan tahunan 0,35% apabila dibandingkan
dengan 0,12% pada dewasa muda. Metabolisme otak juga akan mengalami
perubahan sesuai dengan pertambahan usia, dengan mengurangnya tingkat
metabolisme pada aliran darah, oksigen, dan, glukosa(Chen et al., 2011).
b) Deklaratif Dan Prosedural
1) Deklaratif
Pada studi psikologi kognitif, salah satu bagian dari ingatan
adalah pengetahuan prosedural dan deklaratif. Atkinson dan Shiffrin
(dalam Solso, Maclin, & Maclin, 2007) menyatakan bahwa terdapat
tiga area penyimpanan pada ingatan, yaitu ingatan jangka panjang,
ingatan jangka pendek, dan ingatan sensori. Pada ingatan jangka
panjang terdapat pengetahuan prosedural dan deklaratif. Pengetahuan
deklaratif adalah pengetahuan yang terdiri dari rangkaian jaringan
konsep inti dalam bidang tertentu. Sehingga terjadi pengambilan
kembali informasi dengan tanda seperti pertanyaan dikarenakan
pengetahuan yang tidak disadari. Tanda yang diberikan hanya
memberikan alur pada sebagian kecil informasi yang ada. Atensi
langsung dibutuhkan dalam mengasah pengetahuan deklaratif (Berge
& Hezewijk, 1999). Kita secara tahu dan sadar selalu menggunakan
pengetahuan deklaratif.
2) Prosedural
Pengetahuan prosedural didefinisikan sebagai pengetahuan
yang berkaitan dengan tahapan yang harus dilakukan dalam
memecahkan suatu permasalahan. Prosedural merupakan jenis
pengetahuan yang mengacu pada aktivitas fisik seperti berlari dan
(beberapa) keterampilan kognitif seperti membaca buku, atau bermain
kartu. Secara verbal jenis pengetahuan ini sulit untuk diperlihatkan.
Performa menjadi satu-satunya cara untuk memperlihatkannya (Berge
& Hezewijk, 1999). Peran penting pengetahuan prosedural dapat
terlihat dalam pembentukan struktur konsep dan memperoleh
pengetahuan deklaratif.
c) Aspek-Aspek Kognitif
1) Atensi
Atensi adalah sebuah proses yang kompleks berbentuk
kemampuan seseorang dalam menyaring stimulus dari lingkungan
dan mengindahkan informasi yang tidak penting serta berkaitan
dengan kemampuan untuk berkonsentrasi dan fokus dengan
stimulus yang didapatkan (Fillit et al., 2016). Lingkungan yang
memberikan stimulus akan menarik perhatian sehingga aktivitas
mental pada stimulus tersebut dapat dipusatkan. Secara sadar
maupun secara tidak sadar, proses tersebut dapat terjadi (Matlin,
2004).
2) Bahasa
3) Memori
Memori digunakan untuk untuk mengenali, mengingat, dan
menggunakan suatu informasi yang sebelumnya telah dipelajari.
Kemampuan untuk menggunakan serta mempertahankan ilmu
yang telah dipelajari dalam membantu membangun relasi dan
menjadi hal yang harus dipelajari (Dean et al., 2017). Terdapat 3
tahapan pada memori yaitu tahap pertama yakni encoding yang
berguna untuk memproses menerima, dan menggabungkan
beberapa informasi, tahap kedua yaitu storage adalah kemampuan
menyimpan informasi yang telah diproses dalam tahap encoding,
kemudian tahap yang ketiga yaitu retrieval adalah sebuah
kemampuan untuk dapat mengulangi informasi yang telah
disimpan dalam memori yang kemudian di interpretasikan dalam
sebuah kegiatan (Satyanegara et al., 2010).
Fungsi memori akan sangat dipengaruhi oleh ketiga tahapan
tersebut. Kemudian fungsi memori dibedakan menjadi tiga strata
sesuai dengan jangka waktu antara proses stimulus dengan proses
recall, yaitu :
4) Visuospasial
Fungsi visuospasial adalah kemampuan untuk membuat
gambar atau meniru gambar dari berbagai bentuk objek seperti
segitiga atau atau kotak serta kemampuan dalam menyusun
sebuah balok- balok (Sadock & Sadock, 2015).
5) Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif adalah suatu proses kompleks yang
digunakan untuk memecahkan sebuah permasalahan. Fungsi ini
mengatur kesadaran pada suatu masalah, melakukan evaluasi,
serta melakukan analisa dan menemukan solusi dari sebuah
permasalahan (Sadock & Sadock, 2015). Fungsi ini juga
bertanggung jawab dalam memberikan arahan pada tingkah
laku diri sendiri supaya terarah dan memiliki tujuan seperti
pengorganisasian, membuat rencana, serta kemampuan
pemantauan diri (self monitoring) dan kemampuan mengatur
diri sendiri (self regulation) (Fatwikiningsih, 2016).
1. Membaca buku
2. Rutin olahraga
3. Menjaga pola hidup sehat
4. Tidur cukup
f) Karakteristik Demografi Penurunan Fungsi Kognitif Pada Lansia
1. Status Kesehatan
Hipertensi menjadi salah satu penyakit yang menjadi faktor paling
berpengaruh pada penurunan kognitif lansia. Efek penuaan pada
struktur otak dan penyakit vaskular lainnya dapat terjadi dikarenakan
peningkatan tekanan darah kronis, hal tersebut juga dihubungkan
dengan fungsi kognitif yang semakin memburuk (Briton, ddk 2008)
2. Faktor Usia
Sebuah riset telah melakukan pengukuran kognitif pada lansia
menghasilkan sebuah nilai di bawah skrining pada kelompok usia 60-
69 tahun sebesar 16% dan pada kelompok usia 70-74 tahun dengan
nilai 21%, serta pada kelompok usia 80 tahun keatas menghasilkan
nilai 40%. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
keterkaitan positif antara umur dengan penuaan fungsi kognitif
(Scanlon et, 2007)
3. Status Kesehatan Dan Pekerjaan
Kelompok dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih baik di
daripada kelompok dengan tingkat pendidikan yang rendah (Sacnlon
et, 2007). Resiko fungsi kognitif akan menurun 30-50% pada
seseorang yang memiliki aktivitas rendah dari pada yang aktif, hal
tersebut disebabkan karena terjadinya suatu aktifitas seperti pekerjaan
harian yang di lakukan lansia, maka otak akan terus
4. Jenis Kelamin
Penurunan kognitif pada wanita memiliki risiko yang lebih tinggi.
Hal ini di karenakan level hormon seks endogen yang berpengaruh
pada proses penurunan fungsi kognitif. Reseorer estrogen memilik
peran dalam fungsi belajar dan memori yang telah ditemukan dalam
area otak tersebut. Penurunan fungsi kognitif umum dan memori
verbal disebabkan karena level estradiol pada tubuh yang rendah.
Estradiol di perkirakan memiliki sifat neuroprotektif serta bisa
membatasi kerusakan yang diakibatkan oleh stres oksidatif yang
terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada klien
alzeimer (Myers, dkk 2008)
g) Terapi Untuk Meningkatkan Fungsi Kognitif
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu terapi
farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non
farmakologis. Terapi farmakologis pada pasien Alzheimer difokuskan
pada tiga domain: mempertahankan fungsi kognitif, perilaku dan gejala
kejiwaan. Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan untuk
mempertahankan fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam
program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi relaksasi dan
latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak, serta senam otak.
1. Terapi Farmakologis
Perawatan farmakologis merupakan sebuah cara terapi dengan
menggunakan obat untuk memperlambat atau menghentikan suatu
penyakit atau mengobati gejalanya. Efektivitas obat ini bervariasi dari
orang ke orang. Namun, tidak ada perawatan yang tersedia saat ini
untuk penyakit Alzheimer, hingga saat ini obat hanya memperlambat
atau menghentikan kerusakan neuron yang menyebabkan gejala
Alzheimer dan akhirnya membuat penyakit menjadi fatal. Jadi, obat
yang digunakan untuk proses terapi kolaboratif farmakologis yaitu
rivastigmine, galatamine, dan donezepil, akan tetapi setiap obat
tersebut memiliki efek samping (Santoso & Ismail, 2019).
2. Terapi Non-Farmakologis
Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan selain obat-
obatan. Terapi non-farmakologis sering digunakan dengan tujuan
mempertahankan atau meningkatkan fungsi kognitif, kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, atau kualitas hidup secara
keseluruhan. Mereka juga dapat digunakan dengan tujuan mengurangi
gejala perilaku seperti depresi, apatis, mengembara, gangguan tidur.
Terapi nonfarmakologis diperlukan untuk lebih mengevaluasi
efektivitas mereka dalam kehidupa sehari-hari
(Alzheimer’s Association, 2015). Terapi non farmakologis
antara lain: terapi teka teki silang; brain gym (senam otak); puzzle;
dan lain-lain. Terapi non farmakologis ini tidak memiliki efek
samping (Santoso & Ismail, 2019).
D. Senam otak
1. Pengertian
Senam otak merupakan serangkaian gerakan sederhana yang dapat
menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak atau latihan berbasis gerakan
tubuh sederhana yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Gerakan senam otak (brain gym) dibuat untuk merangsang otak kiri dan
kanan, memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak Pada prinsipnya
dasar senam otak (brain gym) adalah ingin otak tetap bugar dan mencegah
kepikunan (Ide, 2008 dalam Abdillah & Octaviani, 2018).
3. Indikasi
4. Kontraindikasi
Kontraindikasi senam otak bagi lansia antara lain:
a. Lansia dengan stroke
b. Lansia yang mengalami tirah baring
c. Lansia dengan lumpuh total.
5. Gerakan Senam
Otak Menurut (Sularyo T.et., 2017) beberapa gerakan senam otak yang
sesuai bagi lansia antara lain:
a. Cross/Gerakan Silang
Menggerakkan secara bergantian pasangan kaki dan tangan yang
berlawanan, seperti pada gerak jalan di tempat, dilakukan lima kali
bagian tangan kanan ke kaki kiri dan lima kali untuk tangan kiri ke kaki
kanan. Pada lansia gerakan bisa disederhanakan dengan tidak usah
mengangkat kaki terlalu tinggi. Atau jika betul-betul tidak mampu,
maka gerakan bisa dibuat tangan yang menyentuh kaki secara silang,
sehingga kaki tidak perlu diangkat. Manfaat gerakan silang
mengaktifkan hubungan kedua sisi otak dan merupakan gerakan
pemanasan untuk semua keterampilan yang memerlukan penyebrangan
garis tengah bagian lateral. Selain mengaktifkan dua belahan otak,
gerakan inipun mampu meningkatkan daya pikir dan daya ingat,
meningkatkan koordinasi tubuh, dan merangsang kelancaran aliran
cairan otak.
c. Putaran Leher
Gerakan ini berpusat pada gerakan kepala yang diputar di posisi
depan saja, setengah lingkaran dari kiri ke kanan dan sebaliknya dari
kanan ke kiri, masing-masing arah sebanyak lima putaran. Tidak
disarankan mernutar kepala hingga ke belakang. Gerakan ini dilakukan
secara pelahan dan disesuaikan dengan kemampuan lansia. Manfaat
pada gerakan ini, leher menunjang relaksnya tengkuk dan melepaskan
ketegangan yang disebabkan oleh ketidakmampuan menyebrangi garis
tengah visual. Bila gerakan ini dilakukan sebelum membaca dan
menulis akan memacu kemampuan penglihatan dengan kedua mata
(binokular) dan pendengaran kedua telinga (binaural) secara bersamaan.
Pada lansia, kemampuan membaca dan menulis kerapkali menurun,
maka dengan gerakan ini, dapat meminimalisir penurunan tersebut.
d. Mengaktifkan Tangan
Pada gerakan ini, salah satu tangan diluruskan ke atas di samping
telinga. Tangan kedua melewati bagian belakang kepala dan diletakkan
di bawah siku tangan pertama. Tangan yang lurus digerakkan (diputar)
ke arah luar, ke dalam, ke belakang dan ke muka sambil tangan kedua
menahannya dengan tekanan halus. Hembuskan napas saat otot tegang
atau diaktifkan. Gerakan dilakukan bergantian antara tangan kanan dan
kiri masing-masing tiga putaran. Manfaat gerakan ini dapat melepaskan
ketegangan di otot pundak dan dada bagian atas dan juga pangkal
lengan. Pundak adalah penopang rangka manusia, yang secara psiko-
fisiologis menjadi pusat beban manusia, terlebih jika manusia
mengalami kelelahan fisik dan ketegangan psikologis, maka pundak
menjadi terasa kaku bahkan nyeri. Dada dan pangkal lengan juga
merupakan pemilik otot-otot yang terhubung langsung dengan otot
pundak sehingga ketiga bagian tersebut berkorelasi serta saling
mendukung fungsinya. Dengan gerakan ini, maka pusat stres di tubuh
lansia bisa berkurang.
e. Burung Manguni
Gerakan ini merupakan memijat bahu. Otot bahu dipijat/diurut,
bahu kiri oleh tangan kanan dan kepala menoleh ke kiri, demikian
sebaliknya, bahu kanan oleh tangan kiri dan kepala menoleh ke kanan.
Pijatan menyeluruh, mulai dari pangkal bahu dekat leher hingga ke arah
lengan bagian bawah. Pijatan di bahu ini dilakukan masing-masing
selama 1 menit. Manfaat gerakan ini memiliki manfaat, pertama adalah
mengurangi ketegangan pada bahu. Pada lansia kemampuan
berkomunikasi seringkali menurun, bisa dikarenakan turunnya
kemampuan indera visual, atau bahkan mengalami gangguan seperti
demensia, dengan melakukan gerakan ini, maka bisa menekan hal
tersebut.
f. Luncuran Gravitasi
Pada gerakan ini, kedua tangan meraih punggung telapak kaki,
dengan posisi kaki disilangkan, dan kepala mencium lutut. Untuk
adiyuswa gerakan ini disederhanakan semampunya, seperti hanya
berusaha menyentuh lutut dan menundukkan kepala, dengan kaki tetap
disilangkan. Gerakan ini dilakukan selama 1 menit. Manfaat gerakan ini
merupakan aktivitas pembelajaran ulang gerakan untuk mengembalikan
keadaan alamiah dari otot betis dan paha belakang, pinggul dan
sekitarnya (pelviss). Gerakan ini menggunakan keseimbangan dan
gravitasi untuk melepaskan ketegangan pinggul dan pelvis, agar dapat
menemukan sikap tubuh duduk dan berdiri yang nyaman.
g. Saklar Otak
Saklar Otak adalah suatu gerakan menyentuh bagian dada atas,
tepatnya jaringan lunak di bawah tulang clavicula di kiri dan kanan
sternum, lalu memijat dengan satu tangan, sementara tangan yang lain
memegang pusar. Bisa sambil menundukan kepala dan berdoa ketika
memijat dada atas. Dilakukan selama kurang lebih 2 menit dengan
mengganti tangan kanan dan kiri. Manfaat gerakan saklar otak
merupakan titik akhir meridian ginjal dan berada dekat pembuluh darah
besar, sehingga apabila diaktifkan akan melancarkan pengaliran darah
yang kaya zat asam ke otak. Pada lansia terjadi penurunan minat makan
dan minum, dalam hal selera maupun kuantitas makanan dan minuman
yang dikonsumsinya. Terkadang alansia merasakan nyeri di perut akibat
zat asam yang terlalu dominan dalam organ pencernaan. Maka dengan
gerakan ini, bisa memperbaiki pola makannya dan merasakan badan
lebih segar. Secara menyeluruh, kondisi fisik dan kognitif yang baik
bisa menjernihkan pola pikir dan daya ingat.
h. Tombol Angkasa
Pada gerakan ini, ujung jari satu tangan menyentuh dan sedikit
menekan atas bibir, dan jari lainnya menekan lembut garis belakang
pada tulang ekor. Dilakukan selama kurang lebih 1 menit. Manfaat
gerakan tombol angkasa adalah titik akupuntur (di meridian governur)
yang berhubungan langsung dengan otak, tulang belakang dan pusat
system saraf. Dengan mengaktifkan tombol ini dimungkinkan untuk
relaks.
i. Menguap Berenergi
Gerakan ini adalah perpaduan dari menguap, dan memijat tulang
pipi dan rahang. Dilakukan sebanyak 5 kali menguap, dan pijatan
perlahan. Bisa selama 1 menit. Manfaat gerakan menguap merupakan
refleks penapasan alami yang meningkatkan peredaran udara ke otak
dan merangsang seluruh tubuh. Otak merupakan pusat kontrol dan
koordinasi seluruh aktivitas fisik, afeksi dan psikomotorik manusia,
dengan lancarnya peredaran darah ke otak, maka fungsi otak dapat lebih
optimal, dan metabolisme tubuh bisa lebih baik.
j. Pasang Telinga
Gerakan ini adalah gerakan memijat secara lembut daun telinga
sambil menariknya ke luar, mulai dan ujung atas, menurun sampai
sepanjang lengkungan dan berakhir di cuping, menggunakan ibu jari
dan telunjuk. Ketika memijat bisa sambil bernyanyi lagu-lagu pendek,
atau mendengarkan musik dan lagu. Gerakan dilakukan selama 1 menit.
Manfaat gerakan ini menolong lansia memusatkan perhatian terhadap
pendengarannya serta menghilangkan ketegangan pada tulang-tulang
kepala. Pendengaran seringkali berkurang ketika seseorang memasuki
usia tua. Selain itu, organ pendengaran juga sangat terkait dengan
keseimbangan tubuh. Pusat syaraf keseimbangan terletak di batang otak
dan bagian otak di sekitar telinga, sehingga pemijatan secara terstruktur
dan rutin, bisa meningkatkan kemampuan pendengaran dan
keseimbangan, serta menimbulkan perasaan relaks.
E. Kerangka teori
Sebeium
Penurunan fungsi kognitif
Senam otak
Variabel:
1. Usia
Sesudah
2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
Ada Tidak
Sumber :
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah abtraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari
hal-hal yang bersifat khusus. Konsep hanya bisa diamati mealui konstruksi
atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Variabel adalah symbol atau
lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari suatu konsep
(Notoatmodjo, 2020).
Senam otak merupakan serangkaian gerakan sederhana yang dapat
menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak atau latihan berbasis gerakan
tubuh sederhana yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Gerakan
senam otak (brain gym) dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan,
memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak Pada prinsipnya dasar senam
otak (brain gym) adalah ingin otak tetap bugar dan mencegah kepikunan (Ide,
2008 dalam Abdillah & Octaviani, 2018).
Fungsi kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk menerima,
mengolah, menyimpan dan menggunakan kembali semua masukan sensorik
secara baik terdiri dari unsur memperhatikan (atensi), mengingat (memori),
berkomunikasi (bahasa), bergerak (motorik) dan merencanakan atau
melaksanakan keputusan (eksekutif) sehingga memegang peranan penting
(Gallo, 1998 dalam Yusuf A, dkk 2010).
Mengacu pada teori yang telah di paparkan diatas yang menjadi kerangka
konsep pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Senam otak
B. Variabel Peneltian
Variabel adalah karakteristik yang melekat pada populasi, berpariasi antara
satu orang dengan yang lainnya dan di teliti dalam satu penelitian, misalnya
jenis kelamin, berat badan, indeks massa tubuh, kadar hemoglobin. Suatu
karakteristik tidak disebut sebagai variabel jika sama ( tidak bervariasi ) dalam
suatu populasi. ( Klana Kusuma Dharma, 2017 )
Berikut ini jenis variabel penelitian:
1. Variabel bebas ( independent variable ) disebut juga variabel sebab yaitu
karakteristik dari subjek yang dengan keberadaannya menyebabkan
perubahan pada variabel lainnya. ( Klana Kusuma Dharma, 2017 )
Variabel independen pada penelitian ini yaitu Senam otak
2. Variabel terikat ( devendent variable ) adalah variabel akibat atau variabel
yang akan berubah akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada
variabel independent. ( Klana Kusuma Dharma, 2017 ) Variabel
independen pada penelitian ini yaitu fungsi kognitif.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu asumsi sementara tentang hubungan antara dua atau
lebih variabel yang diharapkan bisa memberikan jawaban sementara atas suatu
pertanyaan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011). Hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Nol (H0) H0: Tidak ada pengaruh latihan senam otak (brain
gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja
Puskesmas Babakansari Kota Bandung.
2. Hipotesis Alternatif (Ha) Ha: Ada pengaruh latihan senam otak (brain
gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia di Posbindu Wilayah Kerja
Puskesmas Babakansari Kota Bandung.
D. Definisi oprasional
Penelitian pada dasarnya adalah mengukur / menilai variabel penelitian,
kemudian memberikan gambaran tentang variabel tersebut atau
menghubungkannya. Sehingga penting untuk menjelaskan variabel penelitian,
meliputi variabel – variabel yang diteliti, jenis variabel, definisi konseptual
dan oprasional, serta bagaimana melakukan pengukuran atau penelitian
terhadap variabel. ( Klana Kusuma Dharma, 2017 )
Tabel 3.2 Definisi Operasional
1. Jenis Penelitian
1. Populasi
1. Kriteria inklusi
2. Kriteria ekslusi
a. Pengolahan Data
1) Editing
2) Coding
Coding yaitu membuat kode atau kartu kode berupa kolom - kolom
untuk merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode ini
berisi nomor responden, dan nomor pertanyaan (Notoatmodjo, 2020).
Coding dilakukan untuk mempermudah memasukan data pada saat
dilakukan perhitungan, yaitu dengan mengganti data mentahn (yang
ada dalam kuisioner) yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data seperti
komputer. Kode dalam penelitian ini yaitu untuk variabel motivasi
tinggi diberi kode 1 dan motivasi rendah diberi kode 2, begitupun
dengan kunjungan prolanis jika baik diberi kode 1 dan kurang diberi
kode 2.
3) Entri data
4) Cleaning
b. Analisis Data
F. Etika Penelitian
Penelitian memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atau
pihak lain dalam melakukan penelitian dengan mengajukan permohonan izin
kepada instansi tempat penelitian dilakukan. Setelah persetujuan diberikan
peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah pada etika
penelitian, yaitu :
1. Informed consent
3. Confidentiality
4. Justice
6. Non Plagiatisme
G. Jadwal Penelitian
Bimbingan Proposal
2. Sidang Proposal dan
revisi
3. Pelaksanaan
penelitian dan
bimbingan Skripsi
4. Sidang Skripsi dan
revisi