Anda di halaman 1dari 55

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF

PROPOSAL KUANTITATIF

Disusun Oleh :

‘Afiifatul ‘Ulya Kurniasih


NIM. P27228019216

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif

PROGRAM STUDI DIV OKUPASI TERAPI


KELAS ALIH JENJANG

JURUSAN OKUPASI TERAPI


POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2019
2

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian. Masing-masing

sub-bab tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

A. Latar Belakang Masalah

Laju perkembangan penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini

menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan

proporsi penduduk lanjut usia (Andini, 2013). Data dari World Population

Prospects (2015) menjelaskan ada 901 juta orang berusia 60 tahun atau lebih,

yang terdiri atas 12% dari jumlah populasi dunia. Pada tahun 2015 dan 2030,

jumlah orang berusia 60 tahun atau lebih diproyeksikan akan tumbuh sekitar

56% dari 901 juta menjadi 1,4 milyar dan pada tahun 2050 populasi lansia

diproyeksikan lebih 2 kali lipat di tahun 2015, yaitu mencapai 2,1 milyar

(United Nations, 2015). Jumlah penduduk lansia berdasarkan data proyeksi

penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia

di Indonesia (9,03%). Di prediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08

juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19

juta) (Kementrian Kesehatan RI, 2017). Di Provinsi Jawa Tengah, jumlah

lansia meningkat menjadi 4,31 juta jiwa atau sebesar 12, 59% (Badan Pusat

Statistik Jawa Tengah, 2017).

Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia

adalah seseorang yang telah berusia lebih dari 60 tahun. Lanjut usia adalah
3

periode dimana manusia telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi

dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu.

Lanjut usia juga identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan

mengalami berbagai macam penyakit (Ratmini dan Arifin, 2011). Kehilangan

dalam bidang sosial ekonomi, meningkatnya frekuensi kejadian jatuh dan

penurunan kognitif juga merupakan beberapa aspek yang dapat terjadi kepada

lansia (Maramis, 2009). Hasil penelitian Wreksoatmodjo (2011) menyatakan

bahwa penurunan fungsi kognitif lebih banyak dijumpai pada lansia yakni

sebesar 81.8%.

Kemampuan kognitif adalah kemampuan pengenalan dan penafsiran

seseorang terhadap lingkungannya yakni berupa perhatian, bahasa, memori,

visuospasial, dan fungsi memutuskan (Modul Neurobehavior, 2008). Memory

training (Latihan Memori) ialah program intervensi untuk meningkatkan

memori pada dewasa tua atau lansia. Beberapa strategi yang sering digunakan

dalam memory training yaitu strategi anagram, strategi menggunakan aplikasi

memorado dan strategi mnemonic. Mnemonic merupakan suatu strategi atau

teknik yang paling efektif dipelajari untuk membantu kinerja ingatan yang

dapat dioptimalkan dengan latihan (Acevedo & Lowenstein, 2007; Rebok,

Carlson & Langbaum, 2007; Suharman, 2005; Gordon & Berger, 2003).

Riset manfaat latihan memori pada lansia yaitu meningkatkan memori

(kognitif) pada lansia. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Hidayati,

Haryanto & Makhfudli (2011), yang hasil penelitiannya yaitu terdapat


4

peningkatan memori (kognitif) pada lansia setelah perlakuan memory training

(latihan memori).

Populasi lansia di Desa Gagaksipat terdapat 646 lansia (Badan Pusat

Statistik, 2017). Jumlah posyandu di Desa Gagaksipat ada 11 posyandu lansia.

Posyandu lansia di Desa Gagaksipat telah terdapat upaya untuk memperbaiki

kualitas penduduk lansia meliputi pemeriksaan status gizi melalui

penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik

indeks massa tubuh, pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensi

meter dan stetoskop, pemberian penyuluhan dan makanan tambahan (PMT),

contoh menu makanan yang diberikan yaitu dengan memerhatikan aspek

kesehatan dan gizi lansia serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari

daerah tersebut, pemberian obat-obatan serta kegiatan olahraga antara lain

senam lansia gerak jalan santai dan lain sebagainya untuk meningkatkan

kebugaran. Namun masih juga ditemukan lansia yang mengalami penurunan

tingkat kognitif.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap beberapa lansia di Desa

Gagaksipat belum pernah dilakukan kegiatan terkait memory training untuk

peningkatan kognitif terhadap lansia. Berdasarkan latar belakang di atas, akan

dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Latihan Memori terhadap

Kemampuan Kognitif Lansia di Desa Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali”.


5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, didapatkan beberapa

identifikasi masalah yaitu :

1. Di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Tengah terdapat peningkatan

jumlah lansia dari tahun ke tahun dan diperkirakan akan semakin

bertambah jumlahnya

2. Permasalahan pada lansia meliputi menurunnya daya tahan fisik,

perubahan pada sistem tubuh yang memicu terjadinya penyakit,

kehilangan dalam bidang sosial ekonomi, meningkatnya frekuensi

kejadian jatuh dan penurunan kognitif

3. Penurunan fungsi kognitif lebih banyak dijumpai pada lansia yakni sebesar
81.8% (Wreksoatmodjo, 2011)

4. Memory training ialah program intervensi untuk meningkatkan memori

pada dewasa tua atau lansia. Intervensi memory training ini digunakan

untuk meningkatkan kemampuan memori dengan mengajarkan metode

mnemonic

5. Posyandu lansia di Desa Gagaksipat belum pernah dilakukan kegiatan

terkait memory training untuk peningkatan kognitif terhadap lansia

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna dan

mendalam maka permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi

variabelnya. Oleh karena itu batasan masalah pada penelitian ini hanya yang
6

berkaitan dengan “Pengaruh Latihan Memori terhadap Kemampuan Kognitif

Lansia di Desa Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali”.

D. Perumusan Masalah

Masalah penelitian yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang

di atas adalah “Apakah terdapat pengaruh latihan memori terhadap

kemampuan kognitif lansia di Desa Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus.

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umumnya yaitu untuk mengetahui pengaruh latihan

memori terhadap kemampuan kognitif lansia di Desa Gagaksipat,

Ngemplak, Boyolali.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui :

a. Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan

b. Gambaran tingkat kognitif lansia yang diukur dengan instrumen

MMSE di Desa Gagaksipat sebelum diberikan latihan memori

c. Gambaran tingkat kognitif lansia yang diukur dengan instrumen

MMSE di Desa Gagaksipat sesudah diberikan latihan memori


7

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan dan

pengetahuan serta memperkaya kajian penelitian dibidang geriatri

khususnya tentang pengaruh latihan memori pada kognitif lansia. Hasil

penelitian dapat digunakan sebagai perbandingan dengan penelitian

sebelumnya bagaimana pengaruh latihan memori pada kognitif lansia

sekarang dan juga pembanding penelitian selanjutnya yang ingin

mempelajari tentang pengaruh latihan memori pada kognitif lansia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi lansia, penelitian ini bermanfaat sebagai upaya peningkatan

kognitif dengan latihan memori.

b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan

pertimbangan dalam memberikan pelayanan okupasi terapi kepada

pasien lansia.
8

BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada kajian teori ini akan dibahas tentang lansia (lanjut usia), kemampuan

kognitif dan memory training. Masing-masing sub-bab tersebut akan dijelaskan di

bawah ini.

A. Kajian Teori

1. Lanjut Usia

a. Definisi

Usia lanjut adalah hal yang harus diterima sebagai suatu

kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan

proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Supraba, 2015).

Menurut Hawari (2006) usia lanjut merupakan seorang laki-laki atau

perempuan berusia 60 tahun atau lebih, baik secara fisik masih

berkemampuan (potensial) ataupun karena sesuatu hal tidak mampu

lagi berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial).

Jadi dapat disimpulkan bahwa usia lanjut (lansia) merupakan

seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, secara fisik ada yang

masih berkemampuan dan ada yang sudah tidak berkemampuan.

b. Proses Menua

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring


9

dengan proses tersebut tubuh mengalami masalah kesehatan yang biasa

disebut penyakit degenerative (Maryam, 2008).

Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya

penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling

berinteraksi satu sama lain. Keadaan tersebut berpotensi menimbulkan

masalah kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa pada lanjut usia

(Thong, 2011).

Jadi dapat disimpulkan bahwa proses menua adalah proses

kemunduran fisik, psikis maupun sosial yang dialami orang tua

dewasa/lansia. Proses tersebut dapat menimbulkan penyakit

degeneratif.

c. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi usia pada lansia menurut (Kushariyadi, 2010) adalah

sebagai berikut:

1) Elderly yaitu seseorang yang berusia 60-65 tahun

2) Junior old age yaitu seseorang yang berusia 65-75 tahun

3) Formal old age yaitu seseorang yang berusia 75-90 tahun

4) Longevity old age yaitu seseorang yang berusia 90-120 tahun

d. Permasalahan Pada Lansia

1. Penurunan fungsi

a) Kehilangan dalam bidang sosial ekonomi

Kehilangan keluarga atau teman karib, kedudukan sosial,

uang, pekerjaan (pensiun) atau mungkin tempat tinggal, semua


10

ini dapat menimbulkan reaksi yang merugikan. Perasaan aman

dalam hal sosial dan ekonomi serta pengaruhnya terhadap

semangat hidup, rupanya lebih kuat dari pada keadaan fisik

(Maramis, 2009).

b) Seks pada usia lanjut

Orang usia lanjut dapat saja mempunyai kehidupan seks

yang aktif sampai umur 80-an. Libido dan nafsu seksual

penting juga pada usia lanjut, tetapi sering hal ini

mengakibatkan rasa malu dan bingung pada mereka sendiri dan

anak-anak mereka yang menganggap seks pada usia lanjut

sebagai tabu atau tidak wajar. Orang yang pada masa muda

mempunyai kehidupan seksual yang sehat dan aktif, pada usia

lanjut masih juga demikian. Biarpun sudah demikian, jika saat

muda sudah melemah, pada usia lanjut akan habis sama sekali

(Maramis, 2009).

c) Penurunan fungsi kognitif

Setiati, Harimurti & Roosheroe (2009) menyebutkan

adanya perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi

berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual,

berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak menyebabkan

proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama

transmisi, berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi

baru dan mengambil informasi dari memori, serta kemampuan


11

mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan

kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

d) Kejadian jatuh

Lansia mengalami penurunan fungsi tubuh yang

meningkatkan kejadian jatuh. Kejadian jatuh pada lansia dapat

mengakibatkan berbagai jenis cidera, kerusakan fisik dan

psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian

jatuh adalah patah tulang. Dampak psikologis adalah walaupun

cidera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan

jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk

ansietas, hilangnya rasa kepercayaan diri, pembatasan dalam

aktivitas sehari-hari dan fobia jatuh (Stanley, 2006).

2. Penyakit

Penyakit yang biasanya muncul pada lansia akibat

perubahan sistem tubuh antara lain hipotermia dan hipertermia

yang disebabkan karena perubahan pada sistem pengaturan suhu

(Setiati & Nina, 2009). Dehidrasi, hipertremia dan hipotremia

terjadi akibat gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Penyakit Parkinson terjadi pada lansia akibat dari kelainan fungsi

otak yang disebabkan oleh degenerative progresif (Rahayu, 2009).


12

2. Kemampuan Kognitif

a. Definisi

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,

sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti

kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun KBBI, 2016).

Menurut Ahmad (2012) kognitif adalah suatu proses berpikir

untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu

kejadian atau peristiwa.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif adalah

ketercapaian/kesanggupan individu atau kelompok yang dapat diamati

sebagai hasil atau proses memperoleh pengetahuan melalui

pengalaman belajar.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kemampuan

Kognitif

Menurut Djaali (2011) terdapat empat faktor yang mempengaruhi

perkembangan kemampuan kognitif yaitu :

1) Perkembangan organik dan kematangan sistem saraf

Seseorang yang memiliki kelainan fisik belum tentu mengalami

perkembangan kognitif yang lambat. Begitu juga sebaliknya,

seseorang yang pertumbuhan fisiknya sempurna bukan merupakan

jaminan pula perkembangan kognitifnya cepat. Sistem saraf turu

mempengaruhi proses perkembangan kognitif.


13

2) Latihan dan pengalaman

Perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh

latihan-latihan dan pengalaman.

3) Interaksi sosial

Perkembangan kognitif juga dipengaruhi oleh hubungan

dengan lingkungan sekitar, terutama situasi sosial, baik itu

interaksi antara teman sebaya maupun orang-orang terdekat.

4) Ekuilibrasi

Ekuilibrasi merupakan proses terjadinya keseimbangan yang

mengacu pada keempat tahap perkembangan kognitif menurut Jean

Piaget. Keseimbangan tahap yang dilalui tentu menjadi faktor

penentu bagi perkembangan kognitf.

c. Aspek-Aspek Kemampuan Kognitif

Fungsi kemampuan kognitif meliputi berbagai aspek berikut,

antara lain :

1) Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan

waktu.

2) Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4

parameter yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.


14

3) Atensi

Atensi merupakan kemampuan seseorang untuk merespon

stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar

lingkungannya.

d. Kemampuan Kognitif pada Lansia

Setiati, Harimurti & Roosheroe (2009) menyebutkan adanya

perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya

kemampuan meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi

transmisi saraf di otak menyebabkan proses informasi melambat dan

banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan

mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori

serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik

dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya

sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan

efisiensi dalam pemrosesan informasi.

3. Memory Training

a. Definisi

Latihan biasanya didefinisikan sebagai suatu proses sistematis

yang dilakukan dalam jangka waktu panjang, berulang-ulang, progresif

dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan penampilan fisik (Bompa,

1994).
15

Memori adalah suatu proses dimana informasi yang didapat dari

proses pembelajaran disimpan dan diambil (Tortora, 2014).

Memory training ialah program intervensi untuk meningkatkan

memori pada lansia (Acevedo & Lowenstein, 2007; Rebok, Carlson &

Langbaum, 2007; Suharman, 2005; Gordon & Bergen, 2003).

b. Tujuan

Tujuan memory training yaitu untuk meningkatkan memori pada

lansia karena pelatihan ini merupakan pelatihan praktis

menggambarkan teknik-teknik yang dirancang untuk memberikan

strategi bagaimana mengingat informasi yang baru saja diterima

(Rijayanti, 2010).

c. Metode

Beberapa metode yang sering digunakan dalam memory training

yaitu anagram, aplikasi memorado dan mnemonic. Metode mnemonic

merupakan metode yang paling sering digunakan dalam teknik

memory training (Hidayati, Haryanto & Makhfudli, 2011).

d. Strategi

Kata Mnemonic berasal dari Yunani Kuno, yaitu kata Mnemosyne

yang artinya “dewi ingatan’. Mnemonic merupakan suatu strategi atau

teknik yang dipelajari untuk membantu kinerja ingatan yang dapat

dioptimalkan dengan latihan (Suharman, 2005). Belajar secara

mnemonic adalah nama lain dari belajar dengan jembatan keledai

(Wijaya, 2012).
16

Mnemonic merupakan suatu metode untuk membantu mengingat

dalam jumlah besar informasi yang melibatkan tiga unsur yaitu :

pengkodean, pemeliharaan dan mengingat kembali. Teknik-teknik

yang digunakan pada metode mnemonic yaitu teknik loci, chunking

(pengelompokkan), akronim, akrostik, rhymes and songs, imagery

visual, colour image link, teknik simonides (pasak lokasi), cerita

(Markowitz & Jensen, 2002).

1) Teknik loci

Menurut Turkington (2005) Teknik ini biasa dipakai oleh orator

untuk menghapalkan teks pidatonya, teknik loci ini juga bisa

disebut sebagai teknik tempat, sebab cara ini mengkombinasikan

antara memori visual/asosiasi fakta dengan tempat.

2) Chunking (pengelompokkan)

Menurut Turkington (2005) Chunking adalah teknik hafalan yang

digunakan ketika mengingat angka-angka, meskipun dapat juga

digunakan untuk mengingat hal-hal lain. Saat menggunakan teknik

ini untuk mengingat sesuatu, dapat dilakukan dengan mengurangi

jumlah benda yang diingat dalam memori dengan meningkatkan

ukuran dari setiap benda.

3) Akronim

Akronim adalah satu kata yang terbuat dari huruf pertama dari

serangkaian kata. Namun, sebuah akronim terkadang memasukkan

huruf kedua agar singkatan lebih mudah dibaca seperti


17

JABOTABEK. Sebuah akronim tidak selalu membentuk kata,

namun menggunakan imajinasi (Markowitz & Jensen, 2002).

4) Akrostik

Asmarani (2013) berpendapat bahwa penggunaan teknik akrostik

sering disebut sebagai metode kalimat. Teknik ini dilakukan

dengan mengambil beberapa huruf pertama dari kata yang akan

dihafal kemudian dirangkaikan menjadi untaian kata yang menarik.

5) Rhymes and songs

Teknik ini merupakan salah satu teknik dalam metode mnemonic

yang menggunakan lagu sebagai sarana dalam menghafalkan lirik

atau kata yang akan dihafalkan. Teknik ini juga dapat digunakan

untuk menghafal gerakan seperti gerakan senam, yoga dan lain

sebagainya (Matroji, 2004).

6) Imagery visual

Suharman (2005) berpendapat bahwa teknik imagery visual adalah

teknik yang paling efektif dibandingkan dengan metode yang lain.

Teknik ini mendorong subjek untuk menghadirkan gambaran objek

yang akan dihapal ke dalam fikirannya.

7) Colour image link

Teknik mnemonic dimana merupakan penjabaran dari strategi

keyword (strategi berbahasa inggris) yang menggunakan gambar

berwarna pada setiap alat peraganya (Khalid, 2014).


18

8) Teknik simonides (pasak lokasi)

Teknik ini membantu untuk mengingat suatu keadaan seperti

gambar yang membantu untuk mengingat (Turkington, 2005).

9) Teknik Cerita

Teknik cerita merupakan metode yang menyenangkan untuk

menghafalkan informasi yang tidak saling berhubungan ataupun

yang berhubungan dengan informasi dalam jumlah yang banyak.

Bahkan menurut DePorter dan Hernacki (2002) teknik ini cukup

baik untuk menghapalkan daftar-daftar istilah atau pola-pola

geografis.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian oleh Rijayanti (2010) tentang pengaruh memory training

terhadap peningkatan short term memory (kognitif) lansia dengan jumlah

sampel 22 lansia, diperoleh hasil bahwa ada peningkatan short term memory

pada kelompok eksperimen sedangkan untuk kelompok kontrol tidak

mengalami peningkatan dan cenderung menetap pada short term memory.

Melalui memory training, lansia dapat meningkatkan short term memory-nya

karena pelatihan ini merupakan pelatihan praktis menggambarkan teknik-

teknik yang dirancang untuk memberikan strategi bagaimana mengingat

informasi yang baru saja diterima. Dalam penelitian ini terdiri dari 8 jenis

pelatihan diantaranya adalah anagram, huruf campur aduk, rute, bilangan

“DOR”, konsentrasi daya ingat, menggali perhatian lebih, memperhatikan

sesama dan angka deret.


19

Penelitian yang dilakukan di UPTD Griya Wreda Surabaya tentang

pengaruh memory training dengan metode mnemonic terhadap memori jangka

pendek lansia (α = 95%) diperoleh hasil bahwa tingkat kognitif lansia di

UPTD Griya Wreda Surabaya mengalami peningkatan memori jangka pendek

lansia (Hidayanti, Haryanto & Makhfudli, 2011).

Memory training interventions for older adults: A meta-analysis,

pelatihan memori pada lansia dapat memberikan efek peningkatan pada

kemampuan kognitif lansia dengan tingkat kepercayaan 95% (Gross, Parisi,

Spira, Kueider, Ko1, Saczynski, Samus & Rebok, 2012)

Penelitian relevan yang lain mengenai “Penggunaan EEA (Explicit

Eksternal Aids) dengan IIA (Implicit Internal Aids) sebagai Mnemonic

Strategy Dalam Meningkatkan Memori Pada Lansia” oleh Niswah, Sudiana &

Harmayetty (2013) dengan responden sebanyak 18 responden. Diperoleh hasil

bahwa penggunaan EEA lebih efektif daripada penggunaan IIA, dengan kata

lain strategi mnemonic dapat digunakan sebagai salah satu strategi yang efektif

dalam peningkatan memori lansia.


20

C. Kerangka Teori

Kerangka Teori berdasarkan teori yang sudah ada pada penelitian ini

adalah:

Penurunan daya
tahan fisik

Munculnya berbagai
macam penyakit

Lansia Kehilangan dalam


bidang ekonomi

Meningkatnya
frekuensi jatuh

Penurunan kognitif

Memory Training
dengan metode
mnemonic

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Ket :

: diteliti : tidak diteliti

D. Kerangka Berpikir

Dengan menggunakan responden lansia yang mengambil karakteristik

pada aspek klasifikasi usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan terakhir

lansia. Akan dilakukan pengukuran tingkat kognitif lansia menggunakan Mini

Mental State Examination (MMSE) sebelum diberi perlakuan latihan memori

dan pengukuran tingkat kognitif lansia menggunakan Mini Mental State

Examination (MMSE) sesudah diberi perlakuan latihan memori, lalu dilihat

dari hasil perbedaan uji tersebut. Maka akan didapat tujuan dari penelitian
21

yaitu pengaruh latihan memori terhadap kemampuan kognitif lansia di

Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali.

Pengukuran Pengukuran
Lansia kognitif dengan Intervensi kognitif dengan
MMSE MMSE
(pre test) (post test)

Perbedaan
(Uji Beda)

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh latihan

memori (memory training) terhadap kemampuan kognitif lansia di Desa

Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali.


22

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang desain penelitian, populasi dan sampel,

variable penelitian, teknik pengumpulan data, definisi operasional, instrumen

penelitian, analisis data dan jadual penelitian.

A. Desain Penelitian

Menurut Sugiyono (2016) terdapat beberapa bentuk Desain

eksperimen, yaitu: (1) pre-experimental (nondesign), yang meliputi one-shot

case studi, one group pretest-posttest, intec-group comparison; (2) true-

experimental, meliputi posttest only control design, pretest-control group

design; (3) factorial experimental; dan (4) Quasi experimental, meliputi time

series design dan nonequivalent control group design. Desain pada penelitian

ini yaitu pre-experimental design, one group pretest-posttest design.

Pre-experimental yaitu peneliti yang mengamati suatu kelompok

utama dan melakukan intervensi sepanjang penelitian. Pada rancangan ini

tidak ada kelompok kontrol untuk diperbandingkan dengan kelompok

eksperimen yang disebut pre-experimental design (Cresswell, 2009). The one

group pretest-posttest design, terdapat pretest sebelum diberi perlakuan, hasil

perlakuan dapat diketahui dengan lebih akurat, karena dapat membandingkan

dengan keadaan sebelum diberi perlakuan (Sugiono, 2016).


23

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2016) menyatakan, “Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi pada penelitian ini yaitu

seluruh lansia di Desa Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2016) Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengukuran sampel

merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sampel yang

diambil dalam melaksanakan penelitian suatu objek. Untuk menentukan

besarnya sampel bisa dilakukan dengan statistik atau berdasarkan estimasi

penelitian. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa

sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi atau dapat

menggambarkan keadaaan populasi yang sebenarnya, dengan istilah lain

harus representative (mewakili). Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu teknik purposive sample. Purposive sampling adalah

teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2016). Pertimbangan tertentu yang dimaksudkan: a) lansia

dengan usia 60 tahun ke atas, b) mampu membaca, c) mampu

berkomunikasi verbal, d) mampu memahami instruksi dengan baik, e)

bersedia menjadi responden.


24

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini

terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel

terikatnya yaitu tingkat kognitif pada lansia. Variabel bebasnya yaitu memory

training (latihan memori).

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan data

(Sugiyono, 2016). Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian

ini yaitu dengan cara tes menggunakan pemeriksaan Mini Mental State

Examination (MMSE) dilakukan sebelum dan sesudah intervensi aktivitas

latihan memori (memory training).

Pretest menggunakan pemeriksaan Mini Mental State Examination

(MMSE) dilakukan secara langsung terhadap sampel penelitian sesuai

prosedur tes. Sampel mengerjakan tes sesuai dengan instruksi yang diberikan.

Peneliti memberikan penilaian sesuai dengan skor MMSE yang didapatkan.

Peneliti memberikan intervensi berupa latihan memori melalui

aktivitas yang menyenangkan yang telah disiapkan oleh peneliti. Aktivitas

tersebut berupa permainan yang dapat meningkatkan memori/kognitif lansia


25

Frekuensi intervensi dilakukan 12 kali tatap muka. Durasi dalam setiap

pemberian aktivitas kurang lebih 45 menit/sesi.

Selanjutnya peneliti akan memberikan pemeriksaan Mini Mental State

Examination (MMSE) yang kedua (posttest) untuk mengetahui intervensi

yang diberikan, apakah intervensi latihan memori berpengaruh terhadap

kemampuan kognitif lansia atau tidak.

E. Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2014) definisi operasional adalah penentuan

konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat

diukur. Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu :

Tabel 3.1 Definisi operasional


Alat Hasil Skala
Variabel Definisi Operasional
Ukur Ukur/Kategori Data
Kemampuan Kemampuan individu Mini Mental State Tidak ada Numerik
Kognitif dalam berfikir, Examination gangguan
menghafal, memahami, (MMSE). Bahasa kognitif (24-
mengaplikasi, Indonesia. 30), gangguan
menganalisis, mensistesis Pengumpulan data kognitif ringan
dan mengevaluasi menggunakan (18-23),
informasi yang diterima metode gangguan
wawancara kognitif berat
dengan durasi 5- (0-17)
10 menit. Tempat
pengumpulan data
yaitu di masing-
masing rumah
responden
Memory Suatu pelatihan untuk Modul latihan 1 = dilakukan Numerik
Training meningkatkan memori yang 0 = tidak
memori/daya ingat dilaksanakan di dilakukan
responden yang rumah kader
dilakukan dengan kesehatan dengan
menggunakan metode bentuk aktivitas
mnemonic dan beberapa responden
strategi yang meliputi dibentuk ke dalam
teknik loci, chunking, kelompok besar
akronim, akrotis, rhymes
and songs, imagery
visual, simonides dan
teknik cerita. Aktivitas
ini dilakukan sebanyak
26

12 kali pertemuan dengan


durasi 45 per sesi.

F. Instrumen Penelitian

1. MMSE (Mini Mental State Examination)

a. Gambaran

Mini Mental State Examination (MMSE) yaitu suatu instrumen

untuk menilai fungsi kognitif yang mencakup 11 pertanyaan yang

mengukur domain orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, recall dan

fungsi bahasa. MMSE dapat menjadi pemeriksaan penapisan, untuk

pedoman evaluasi lebih lanjut adanya disfungsi kognitif sehingga

dapat menginformasikan pada penderita, keluarga dan pengasuhnya

mengenai gambaran penurunan fungsi kognitif yang terjadi. MMSE

juga dapat menjadi data dasar untuk melihat efektifitas dari pengobatan

dan menentukan progresifitas dari gangguan kognitif (Folstein, 1975).

Tabel 3.2 Kisi – kisi pertanyaan pada MMSE


No Sub Item No. Item Skor Maksimal
1. Orientasi 1, 2
2. Registrasi 3
3. Atensi dan menghitung 4
4. Pengenalan kembali 5
5. Bahasa 6, 7, 8, 9, 10, 11
Total 30
Sumber: Folstein (1975)

b. Pelaksanaan

MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes ini

dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi

kesehatan atau tenaga terlatih maupun yang telah menerima instruksi

untuk penggunaannya.
27

c. Interpretasi MMSE

Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat

pemeriksaan:

1) Skor 24 – 30 = tidak ada gangguan kognitif

2) Skor 18 – 23 = gangguan kognitif ringan

3) Skor 0 – 17 = gangguan kognitif berat

Nilai skor dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, jenis

kelamin dan tingkat pendidikan terakhir. Selain itu dipengaruhi pula

oleh situasi tes saat diselenggarakan (Folstein, 1975).

2. Validitas dan Realibilitas MMSE (Mini Mental State Examination)

Reliabilitas untuk instrumen Mini Mental State Examination

(MMSE) telah di uji oleh National Institute of Mental Health USA.

Terdapat korelasi yang baik dengan nilai IQ pada Wechsler Adult

Intelegence Scale (WAIS). Sensitivitas instrumen ini didapatkan hingga

87% dan spesifitasnya 82% untuk mendeteksi fungsi kognitif

(Tatemichi, 1997). Selain itu instrumen Mini Mental State Examination

(MMSE) telah dicoba terapkan oleh Tedjasukmana dengan tingkat

sensitivitas 100% dan spesifitas 90% (Tedjasukmana, 1998).

Dua studi yang melakukan penelitian tehadap reliabilitas kuesioner

MMSE didapatkan hasil alpha crombach 0,82 (pada pasien usia lanjut

yang dirawat di pelayanan kesehatan) dan 0,84 (pada lansia yang tinggal di

panti jompo) sedangkan untuk validitas kuesioner MMSE telah terbukti

secara signifikan berkorelasi dengan berbagai tes lain yang mengukur


28

kecerdasan, memori dan aspek lain dari fungsi kognitif pada berbagai

populasi (Rush, 2000).

Uji validitas dan realibilitas pada Mini Mental State Examination

(MMSE) oleh Folstein et al (1975) untuk mengukur fungsi kognitif

dengan sensitivitas 100% dan spesifitas 90% (Hevea, 2013). MMSE telah

teruji validitas dan reliabilitasnya dan banyak digunakan dalam praktik

klinik dan penelitian.

G. Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden

terkumpul. Analisis data terdiri dari dua jenis, yaitu univariat dan bivariat.

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari

hasil penelitian (Notoatmodjo, 2003). Analisis bivariat merupakan analisis

untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif

maupun korelatif (Saryono, 2008). Pada penelitian ini menggunakan analisis

data kompleknya yaitu bivariat. Karena penelitian ini tujuannya mencari

pengaruh latihan memori (memory training) terhadap kemampuan kognitif

pada lansia, maka jenis hipotesisnya yaitu komparatif.

Teknik analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan penyajian data berupa tabel distribusi frekuensi yang menggambarkan

pengaturan data secara teratur di dalam suatu tabel. Data yang disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi sebelum dan sesudah diberikan tes MMSE

pada lansia di Desa Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali. Menurut Moh Pabundu

Tika (2005) sebelum melakukan analsis data, perlu dilakukan pengolahan data
29

terlebih dahulu. Tahap pengolahan data dalam penelitian ini meliputi editing,

coding, tabulating, dan processing.

A. Editing

Proses meneliti hasil survai untuk meneliti apakah ada response yang

tidak lengkap, tidak komplet atau membingungkan, dan apabila ada kasus

seperti ini ada beberapa cara untuk mengatasinya.

B. Coding

Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/

bilangan. Manfaatnya mempermudah penyimpanan data dan mempercepat

analisis data.

C. Tabulating

Langkah lanjut setelah pemeriksaan dan pemberian kode. Dalam tahap

ini data disusun dalam bentuk tabel agar lebih mempermudah dalam

menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. Tabel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah tabel frekuensi yang dinyatakan dalam persen.

D. Processing

Proses mengolah data yang sudah melalui tahap tabulasi untuk diolah

menggunakan SPSS.

Teknik analisis dalam penelitian ini digunakan untuk menguji

pengaruh latihan memori terhadap kemampuan kognitif lansia di Desa

Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali. Selanjutnya dilakukan uji normalitas

menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk menguji normalitas data yang efektif

dan valid digunakan untuk sampel berjumlah kecil kurang dari 50 sampel.
30

Tetapi, bila data tidak normal maka digunakan uji Wilcoxon (Dahlan, 2009).

Teknik analisis data menggunakan uji paired t-test berpasangan untuk

mengetahui nilai standard score sebelum dan sesudah intervensi latihan

memori dengan pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE)

menggunakan tingkat signifikansi (α = 0,05).


31

DAFTAR PUSTAKA

Acevedo, A, Loewenstein, D, A. (2007), ‘Nonpharmacological cognitive


interventions in aging and dementia, ‘Journal of Geriatric Psychiatry and
Neurology, vol.20, hal. 239-249.

Andini, N. K. (2013). Faktor-faktor Yang Memengaruhi Penduduk Lanjut Usia


Masih Bekerja.

Asmarani, Kartika. (2013). Efektivitas Metode Mnemonik Dalam Meningkatkan


Daya Ingat Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Satu Atap Sluke Pada Mata
Pelajaran Sejarah Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurusan Sejarah Fakultas
Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.

Badan Pusat Statistik. (2017). Kecematan ngemplak dalam angka 2017.


https://boyolalikab.bps.go.id. Diakses tanggal 6 Desember 2018.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2017). Jawa Tengah Dalam Angka.
https://jateng.bps.go.id/new/backend2/pdf_publikasi/ProvinsiJawaTengah-
Dalam-Angka2017.pdf Diakses tanggal 5 Desember 2018.

Bhinnety, M. (2008). Structure dan Proses Memori. Bulletin Psikologi. Vol 16 No


2. Fakultas Psikologi UGM.

Bompa, Tudor O. (1994). Theory and Methodology of Training. (third edition).


Dubuquea, Iowa: Kendal/Hunt Publishing Company.

Creswell, John W. (2009). Research Design : Qualitative, Quantitative, and


Mixed Methods Approaches. Newbury Park: Sage Publications.

Crum, RM, JC Anthony, SS Basset, MF Folstein. (1993). Population-Based


Norms for the Mini-Mental State Examination by Age and Educational
Level. Journal of the American Medical Association. Hal 2389.

Dadang, Hawari. (2006). Manajemen stress cemas dan depresi.Edisi 2. Jakarta:


Balai penerbit FKUI.

Dahlan, S. M. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam


Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Dahlan, S. M. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif,


Bivariat, dan Multivariat (5th ed). Jakarta : Salemba Medika.
32

DePorter, Bobbi dan Hernacki. Mike. (2002). Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. Kaifa. Bandung.

Djaali. (2011). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

DepKes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan


R.I.

Folstein, M. F., Folstein, S. E., McHugh, P. R. (1975). Mini-mental state: A


practical method for grading the cognitive state of patients for clinician. J
Psychiatr Ress. 12:189-98.

Hidayati N, Haryanto J & Makhfudli. (2014). Memory Training Meningkatkan


Memori Jangka Pendek Lansia. Universitas Airlangga: Surabaya.

Hurlock, E. B. (2012). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Kementrian Kesehatan RI. (2017). Analisis Lansia di Indonesia.


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lainlain/Analisis%2
0Lansia%20In donesia%202017.pdf. Diakses tanggal 9 Desember 2018.

Khalid, A. M. (2014). Efektivitas keyword mnemonic untuk meningkatkan


kemampuan mengingat arti asmaul husna. (Skripsi). Makassar:
Universitas Negeri Makassar.

Kolegium Neurologi Indonesia. (2008). Modul Neurobehavior Edisi 1.


Pemeriksaan Klinik Neurobehavior.

Lumbantobing. (2006). Kecerdasan pada Usia Lanjut dan Demensia. Edisi


keempat. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Maramis. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga.

Matroji. (2004). Sejarah untuk SMP Kelas IX. Jakarta.

Markowitz, K. & Jensen, E.. (2002). Otak Sejuta Gigabyte. Bandung: Kaifa.

Maryam, Siti. (2008). “Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”. Jakarta:


Salemba Medika.

Moh. Pabundu Tika. (2005). Metode Penelitian Geografi. Bumi Aksara: Jakarta.
33

Niswah, Sudiana & Harmayetty. (2013). Efektivitas Antara Penggunaan EEA


(Explicit Eksternal Aids) Dengan IIA (Implicit Internal Aids) Sebagai
Mnemonic Strategy Dalam Meningkatkan Memori Pada Lansia. Jurnal
Ilmu Keperawatan.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka


Cipta. Jakarta.

Papalia, D., Olds, S., Feldmen, R. (2008). Human Growth and Development. New
York: McGraw Hill.

Prayitno. (2002). Penduduk Lanjut Usia Tinjauan Teori, Masalah dan Implikasi
Kebijakan. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik.

Rahayu RA. (2009). Penyakit Parkinson. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Marcellus SK, Setiati S, editors. Ilmu Penyakit Dalam (5th ed). Jakarta:
InternaPublishing; p. 851-2.

Ramadian, D. A., Maja, J & Runtunewe, T. (2009). Gambaran Fungsi Kognitif


Lansia pada Lansia di Tiga Yayasan Manula di Kec. Kawangkoan. FK.
Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Ratmini & Arifin. (2011). Hubungan Kesehatan Mulut dengan Kualitas Hidup
Lansia. Jurnal Ilmu Gizi., 2(2): 139-147.
Rijayanti. (2010). Pengaruh Memory Training Terhadap Peningkatan Short Term
Memory Lansia. Universitas Muhammadiyah Malang: Malang.

Rebok, G, W, Carlson, M, C, Langbaum, J,B, S. (2007). ‘Training and


maintaining memory abilities in healthy older adults: Traditional and
novel approaches,’ Journal of Gerontology, vol. 62, hal. 53-61.

Sadli, Saparinah. (1983). Di Atas 40 Tahun: Kondisi Problematik Pria Wanita.


Jakarta: Sinar harapan.

Saryono. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia


Press.

Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. (2006). Proses Menua dan Implikasi


Kliniknya. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiadi S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, hal. 1339.
34

Setyopranoto I, Lamsudin R. (1999). Kesepakatan Penilaian Mini Mental State


Examination (MMSE). Journal Neuro Sains, Vol.1:3−76. Yogyakarta
RSUP Dr. Sardjito.

Sidiarto, L. D., Kusumoputro, S. (1999). Mild Cognitive Impairment (MCI)


Gangguan Kognitif Ringan. Berkala Neuro Sains Vol.1.No.1.

Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif DAN R&D (cetakan


ke- 14). Bandung: Alfabeta.

Suharman. (2005). Psikologi kognitif. Surabaya: Srikandi.

Supraba, N. (2015). Hubungan Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Dan Fungsi


Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia Di Wilayah Kerja
Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. Universitas Udayana:
Denpasar.

Tatemichi TK, Paik M, Bagiella P, Desmond DW, Stern Y, Sano M. (1997).


Cognitive Impairment After Stroke : Frequency, Patterns, and Relationship
to Functional Abilities. Journal Neurol Neurosurg and Psychiatry, Vol.
57:202─207.

Tedjasukmana R, Wendra A, Sutji H, Sidiarta K. (1998). The Mini Mental State


Examination in Healthy Individuals In Jakarta A Preliminary Study.
Journal Preliminary Study, Vol.15:4−8.

Tim Penyusun. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses di


http://kbbi.web.id/mampu, pada tanggal 9 Desember 2018.

Tortora, & Derrickson. (2014). Principles of anatomy and physiology (Vol. 14).
NewYork: Wiley. p. 567-595.

Turkington, Carol. (2005). Cara Mudah Memperbaiki Daya Ingat. Terjemahan


Kandiana Ari M. Platinum. Depok.
35

United Nations. (2015). World Population Ageing. http://www.un.org/en/develop


ment/desa/population/publications/pdf/ageing/WPA2015_Hig hlights.pdf.
Diakses tanggal 10 Desember 2018.

Wijaya, E. K. (2012). Pemanfaatan Modul Mnemonic (Modul Ingatan) Dalam


Pembelajaran Program Paket C Untuk Meningkatkan Hasil Belajar. E-
Journal UPI.

Wreksoatmodjo, B. R. (2011). Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang tinggal


di Keluarga dengan yang tinggal di Panti Jakarta barat.
36

MODUL

AKTIVITAS LATIHAN MEMORI (MEMORY TRAINING)


DI DESA GAGAKSIPAT, NGEMPLAK,
BOYOLALI

Disusun Oleh:

‘AFIIFATUL ‘ULYA KURNIASIH


NIM. P27228016080

PROGRAM STUDI DIII OKUPASI TERAPI


JURUSAN OKUPASI TERAPI
POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2019
37

Deskripsi Modul Latihan Memori Dengan Metode Mnemonic

Pendahuluan

Pembuatan modul ini bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan

penelitian yang berkaitan dengan proses pengambilan data karya tulis ilmiah.

Modul ini juga bertujuan sebagai pedoman dalam proses pelaksanaan latihan

memori yang dilaksanakan di RBM Desa Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali.

Sehingga program latihan memori dapat tersusun dengan baik dan sesuai yang

sudah direncanakan.

Modul ini berisi tentang aktivitas latihan memori yang akan dilaksanakan,

teknik atau strategi pelaksanaan latihan memori, tujuan aktivitas, alat dan bahan,

frekuensi dan durasi aktivitas, setting tempat dan instrumen yang digunakan untuk

mengukur kemampuan kognitif.

Bentuk Aktivitas

Bentuk kegiatan pada modul ini yaitu kegiatan permainan yang akan

peneliti terapkan untuk lansia. Kegiatan dalam bentuk permainan dipilih agar

lansia tidak merasa bosan dan diharapkan lansia menerima aktivitas latihan

memori tanpa terpaksa. Ada beberapa aktivitas dalam modul ini yang dibentuk ke

dalam 2 kelompok besar, tetapi tidak semua aktivitas dibagi ke dalam kelompok.

Tujuan Aktivitas

Tujuan aktivitas latihan memori yaitu untuk memberi perlakuan terhadap

lansia di Desa Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali. Diharapkan setelah pemberian


38

aktivitas latihan memori, lansia di Gagaksipat akan mengalami peningkatan

tingkat kognitifnya.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu adalah kartu

bergambar, stik eskrim, gelas plastik, isolasi bolak-balik, gunting, pin paku

styrofoam, whiteboard dengan dilapisi styrofoam, kertas hvs dan leaflet.

Frekuensi dan Durasi

Frekuensi terapi dalam aktivitas latihan memori ini yaitu 12 kali sesi

perlakuan dengan rata – rata lama terapi antara 45 menit/sesi. Parameter hasil

penelitian yang dinilai adalah perubahan kemampuan kognitif lansia setelah

mendapatkan terapi aktivitas latihan memori.

Setting Tempat

Setting tempat pada aktivitas latihan memori ini adalah rumah salah satu

lansia. Tempat duduk berbentuk U yang nantinya akan menghadap pada

whiteboard. Lansia duduk di tempat kursi yang sudah disediakan diatas tikar yang

sudah disediakan.

Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mini Mental State

Examination (MMSE). Instrumen ini digunakan untuk mengetahui kemampuan

kognitif pada seseorang.

Safety Precaution

Dalam modul aktivitas ini salah satu media yang paling sering digunakan

adalah kartu bergambar. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,


39

peneliti membuat kartu tersebut tidak memiliki sudut kartu yang lancip dan dibuat

tumpul agar tidak melukai lansia. Selanjutnya media yang sering digunakan yaitu

whiteboard dan pin paku styrofoam. Setelah aktivitas selesai, semua alat dan

bahan disimpan agar tetap awet dan bersih.


40

Modul Latihan Memori (Memory Training) pada Lansia

1. Hari pertama

a. Nama aktivitas : permainan orientasi waktu dan tempat

b. Teknik aktivitas : teknik simonides

c. Tahapan aktivitas :

1) Perkenalan antar lansia dan peneliti

2) Berdo’a dipimpin oleh salah satu lansia

3) Recall nama anggota kelompok dan peneliti

4) Lansia diperlihatkan kartu bergambar orang sedang menggosok gigi,

orang sedang makan, orang sedang bersekolah, suasana banjir, uang,

dokter, guru

5) Peneliti menempelkan kartu bergambar tersebut ke whiteboard yang

telah disediakan

6) Peneliti memberikan kartu yang bertuliskan jawaban dari kartu

bergambar yang telah ditempelkan lalu menginstruksikan lansia untuk

menempelkan kartu jawaban sesuai dengan kartu bergambar yang telah

ditempelkan

7) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menghafal jawaban dari setiap

aktivitas pada kartu bergambar

8) Peneliti menunjuk salah satu lansia untuk menyebutkan hafalannya

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (perkenalan, berdo’a, recall nama

anggota kelompok 10 menit, aktivitas latihan memori 25 menit)


41

2. Hari kedua

a. Nama aktivitas : permainan nama benda di dapur

b. Teknik aktivitas : teknik akronim

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya

3) Lansia diperlihatkan kartu bergambar yang isinya benda yang ada di

dapur

4) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menyebutkan nama benda-

benda tersebut

5) Peneliti menjelaskan cara menghafal nama benda tersebut dengan cara

menyingkatnya dengan metode akronim


42

6) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menempelkan kartu bertuliskan

singkatan nama benda tersebut di whiteboard yang telah tersedia

sesuai dengan gambar benda

7) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menghafal singkatan nama

benda “M2G3KP”

8) Peneliti menunjuk salah satu lansia untuk menyebutkan hafalannya

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, aktivitas latihan memori 35

menit)

3. Hari ketiga

a. Nama aktivitas : permainan kelompok warna

b. Teknik aktivitas : teknik chunking

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a yang dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi pertemuan sebelumnya


43

3) Lansia diperlihatkan kartu bergambar yang isinya kelompok warna

merah dan hijau

4) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menyebutkan nama dan warna

benda tersebut

5) Peneliti menjelaskan cara menghafal nama dan warna tersebut dengan

cara mengelompokkannya dengan teknik chunking

6) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menempelkan kartu bergambar

tersebut ke whiteboard yang telah tersedia sesuai dengan kelompok

warna

7) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menghafal benda berdasarkan

kelompok warna

8) Peneliti menunjuk salah satu lansia untuk menyebutkan hafalannya

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, aktivitas latihan memori 35

menit)
44

4. Hari keempat

a. Nama aktivitas : permainan dengar dan tirukan

b. Teknik aktivitas : teknik rhymes and songs

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya

3) Peneliti memberikan leaflet tentang langkah cuci tangan kepada lansia

4) Peneliti memperagakan gerakan cuci tangan sambil menyanyikan lirik

langkah cuci tangan lalu menginstruksikan lansia untuk menghafal

setiap gerakan pada lagu tersebut

5) Peneliti dan lansia memperagakan gerakan tersebut bersama-sama

6) Peneliti menunjuk salah satu lansia untuk memperagakan gerakan cuci

tangan

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, aktivitas latihan memori 45

menit)
45

5. Hari kelima

a. Nama aktivitas : permainan calculation with glass

b. Teknik aktivitas : teknik imagery visual

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya

3) Peneliti memperlihatkan sejumlah kartu yang berisikan pertanyaan

kalkulasi angka tanpa jawaban kepada lansia dan menempelkannya di

whiteboard

4) Salah satu lansia diinstruksikan untuk menyusun gelas sesuai kartu

yang berisikan pertanyaan dalam bentuk pertambahan ataupun

pengurangan disertai jawaban dari pertanyaan tersebut

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, aktivitas latihan memori 35

menit)
46

6. Hari keenam

a. Nama aktivitas : permainan ingat kata

b. Teknik aktivitas : teknik akrotis

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a yang dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya

3) Lansia diperlihatkan kartu bergambar yang isinya nama-nama planet

4) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menyebutkan nama-nama

planet tersebut

5) Peneliti menjelaskan cara menghafal nama planet tersebut dengan cara

menyingkatnya dengan teknik akrotis

6) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menempelkan kartu bertuliskan

singkatan nama planet tersebut di whiteboard yang telah tersedia

sesuai dengan gambar planet


47

7) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menghafal singkatan nama

planet “Main Volley Ball Membuat Jantung Sehat Untuk Nenek”

8) Peneliti menunjuk salah satu lansia untuk menyebutkan hafalannya

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, aktivitas latihan memori 35

menit)

7. Hari ketujuh

a. Nama aktivitas : permainan potong angka

b. Teknik aktivitas : teknik chunking

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a yang dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya

3) Lansia diperlihatkan kartu yang bertuliskan deretan angka

“081327479091”

4) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menyebutkan angka-angka

tersebut
48

5) Peneliti menjelaskan cara menghafal angka tersebut dengan cara

mengelompokkannya dengan teknik chunking

6) Peneliti menempelkan kartu angka tersebut di whiteboard yang telah

tersedia sesuai dengan pemotongan angka

7) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menghafal angka berdasarkan

pemotongan angka “081-327-479-091”

8) Peneliti menunjuk salah satu lansia untuk menyebutkan hafalannya

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (perkenalan, berdo’a, aktivitas latihan

memori 25 menit)

8. Hari delapan

a. Nama aktivitas : permainan ingat kata

b. Teknik aktivitas : teknik akrotis

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a yang dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya


49

3) Lansia diperlihatkan kartu bergambar yang isinya nama-nama pelangi

4) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menyebutkan nama-nama

pelangi tersebut

5) Peneliti menjelaskan cara menghafal nama pelangi tersebut dengan

cara menyingkatnya dengan teknik akrotis

6) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menempelkan kartu bertuliskan

singkatan nama pelangi tersebut di whiteboard yang telah tersedia

sesuai dengan gambar pelangi

7) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menghafal singkatan nama

pelangi “MeJiKuHiBiNiU”

8) Peneliti menunjuk salah satu lansia untuk menyebutkan hafalannya

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, aktivitas latihan memori 35

menit)
50

9. Hari kesembilan

a. Nama aktivitas : permainan lihat dan lakukan

b. Teknik aktivitas : teknik imagery visual

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a yang dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya

3) Peneliti memperlihatkan kartu bergambar yang isinya berbagai macam

bentuk (segitiga, segilima, segiempat, trapezium, ketupat, jajargenjang)

4) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menghafalkan setiap bentuk

dari kartu bergambar yang telah diperlihatkan sebelumnya

5) Setelah menghafal bentuk, peneliti menginstruksikan lansia untuk

membentuk/menirukan bentuk yang dihafal menggunakan stik eskrim

dan ditempelkan ke whiteboard yang telah disediakan

6) Peneliti mengkoreksi bentuk yang telah dibuat oleh lansia

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, aktivitas latihan memori 35

menit)
51

10. Hari kesepuluh

a. Nama aktivitas : permainan kelompokkan aku

b. Teknik aktivitas : teknik chunking

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya

3) Peneliti menunjukkan beberapa kartu bergambar yang isinya ikan,

ayam, bantal, guling, gayung, handuk, wajan, piring

4) Peneliti menempelkan kartu bergambar ke whiteboard yang telah

disediakan sambil menyebutkan nama benda pada kartu bergambar

5) Peneliti menginstruksikan kepada lansia untuk menghafalkan setiap

nama benda tersebut sesuai kelompok benda

6) Peneliti menunjuk salah satu lansia untuk menyebutkan seluruh

hafalannya
52

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, aktivitas latihan memori 35

menit)

11. Hari kesebelas

a. Nama aktivitas : permainan lihat dan lakukan

b. Teknik aktivitas : teknik imagery visual

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a yang dipimpin oleh salah satu lansia

2) Review materi sebelumnya

3) Peneliti memperlihatkan leaflet gerakan senam lansia yang berisi 10

gerakan dengan 9 kali hitungan

4) Peneliti menginstruksikan lansia untuk menghafalkan setiap gerakan

yang ada di leaflet tersebut

5) Setelah menghafal gerakan, peneliti menginstruksikan lansia untuk

menirukan setiap gerakan senam lansia


53

6) Peneliti bersama-sama dengan lansia menirukan dan menghafalkan

setiap gerakan senam lansia dalam leaflet tersebut

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, recall nama anggota

kelompok 10 menit, aktivitas latihan memori 35 menit)


54

12. Hari keduabelas

a. Nama aktivitas : pesan dan kesan

b. Teknik aktivitas : teknik narasi

c. Tahapan aktivitas :

1) Berdo’a dipimpin oleh salah satu lansia

2) Recall nama anggota kelompok dan peneliti

3) Review materi sebelumnya

4) Peneliti menginstruksikan kepada lansia untuk menuliskan kalimat

yang berisikan pesan dan kesan selama mengikuti terapi latihan

memori pada kertas yang telah disediakan

5) Peneliti memberitahu kepada lansia agar menuliskan 3 kata wajib yang

meliputi permainan, latihan dan memori

6) Setelah menuliskan pesan dan kesan, peneliti menginstruksikan semua

lansia untuk melipat kertas tersebut dan memasukkannya ke dalam

kotak yang telah disediakan

d. Durasi aktivitas : ±45 menit/sesi (berdo’a, recall nama anggota

kelompok 10 menit, aktivitas latihan memori 35 menit)


55

Anda mungkin juga menyukai