Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN APLIKASI HASIL PENELITIAN TERHADAP PENGARUH

TERAPI GUIDED IMAGERY TERHADAP NYERI PADA PENDERITA


REUMATHOID ARTHRITIS

Disusun oleh :

Talenta Putri Kezia


201811054

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES ST.ELISABETH SEMARANG
TAHU N AJARAN 2021/2022
FORMAT PEMBUATAN LAPORAN APLIKASI HASIL PENELITIAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rheumathoid arthritis (RA) adalah kelainan autoimun yang
mempengaruhi sendi kecil tubuh, yang mempengaruhi banyak jaringan
dan organ, namun pada prinsipnya merusak sendi-sendi sinovial.1 Rasa
nyeri pada penderita RA pada bagian sinovial sendi, sarung tendo, dan
bursa akan mengalami penebalan akibat radang yang diikuti oleh erosi
tulang dan destruksi tulang disekitar sendi.2 Banyak orang
menganggap sepele rheumatoid arthitis dan menganggap penyakit itu
sebagai radang sendi biasa, sehingga mereka terlambat melakukan
pengobatan. Rheumatoid Artritis tidak boleh diabaikan karena
termasuk kategori penyakit autoimun. Penyakit autoimun tersebut
bersifat progresif yang bisa menyerang fungsi organ tubuh lainnya
dalam waktu yang cepat.3
Di Indonesia prevalensi rheumatoid arthritis 23,3%- 31,6% dari
jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2007 lalu, jumlah pasien ini
mencapai 2 juta orang, dengan perbandingan pasien wanita tiga kali
lebih banyak dari pria. Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga
tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami
kelumpuhan.3Pasien atau penderita rheumathoid arthritis,biasanya
merasakan nyeri, kaku sendi,penurunan kekuatan otot dan lain- lain.
Nyeri merupakan salah satu masalah atau keluhan pada penderita
reumathoid arthritis, Rasa nyeri pada penderita rheumathoid arthritis
didapatkan skala nyeri rata-rata adalah nyeri sedang. Untuk
mengurangi rasa nyeri biasanya menggunakan terapi analgetik dan
terapi relaksasi. Terapi relaksasi dapat menurunkan emosi dan fisik
individu dari kecemasan, ketegangan dan stres. Salah satu terapi
relaksasi adalah dengan menggunakan terapi guide imagery. Guide
imagery merupakan tehnik relaksasi yang bertujuan agar seseorang
dapat mencapai suatu efek positif tertentu dengan cara mengosongkan
pikiran dan memenuhi pikiran mereka dengan menggunakan hal-hal
yang membuatnya merasa damai dan menenangkan.4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami dan mampu mengaplikasikan intervensi
kesehatan dengan terapi guided imagery terhadap nyeri pada
penderita rheumathoid arthritis.
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian guided imagery
2. Mahasiswa mampu menjelaskan cara kerja terapi guided
imagery
3. Mahasiswa mampu mempraktikkan cara kerja terapi guided
imagery
C. Manfaat
1. Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai terapi
guided imagery yang memiliki manfaat dalam mengatasi
nyeri pada pasien rheumathoid arthritis.
2. Masyarakat mampu menerapkan ilmu yang diperoleh untuk
mengobati secara mandiri ketika dirumah
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Rheumathoid Arthritis
1. Definisi rheumathoid arthritis
Rheumathoid arthritis (RA) adalah kelainan autoimun yang
mempengaruhi sendi kecil tubuh, yang mempengaruhi banyak
jaringan dan organ, namun pada prinsipnya merusak sendi-sendi
synovial.1 Rheumathoid arthritis adalah penyakit kronis yang
menyebabkan beberapa tanda dan gejala seperti nyeri, kekakuan,
4
serta fungsi banyak sendi dan gerak mengalami keterbatasan.
Rasa nyeri pada penderita RA pada bagian sinovial sendi, sarung
tendo, dan bursa akan mengalami penebalan akibat radang yang
diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi.2

2. Penyebab rheumathoid arthritis


Penyebab pasti rheumathoid arthritis sampai sekarang
masih belum diketahui, penyebab rheumathoid arthritis adalah
imunologi, genetic, hormonal, dan diet. Penyebab rheumathoid
arthritis tidak diketahui akan tetapi faktor genetik, lingkungan,
imunologi, dan faktor-faktor infeksi memainkan peran penting,
sementara faktor sosial ekonomi, psikologis, dan gaya hidup dapat
mempengaruhi progresivitas dari penyakit rheumathoid arthritis.

3. Patofisiologi
Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan
sinovial yang melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya,
dihasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut
selanjutnya akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya terjadi pembentukan
pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya
permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan
merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami perubahan
degeneratif dengan menghilangnya kemampuan elastisitas pada
otot dan kekuatan kontraksi otot.

4. Tanda dan gejala rheumathoid arthritis


a. Sakit Persendian disertai kaku dan gerakan terbatas
b. Lambat laun membengkak, panas merah,lemah
c. Semua sendi bisa terserang,panggul,lutut,pergelangan
tangan,siku,rahang,dan bahu.
d. Lemah
e. Demam
f. Tachikardi
g. Berat badan Turun
h. Anemia
Secara lebih rinci pada tahap permulaan akan timbul nyeri pada
sendi – sendi, sendi – sendi panas dan membengkak, demam (pireksia),
anemia, berat badan menurun, kekuatan berkurang. Sedangkan pada
tahap lanjut akan ditemukan adanya kekakuan terutama pagi hari,
gerakan menjadi terbatas, nyeri dan nyeri tekan, deformitas bertambah
pembengkakan, kelemahan dan depresi.5

B. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman personal dan respon subjektif
yang berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain. Nyeri
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang dapat disebabkan karena kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial. Nyeri merupakan pengalaman sensori
yang tidak menyenangkan, unsur utama yang harus ada untuk
disebut sebagai nyeri adalah rasa tidak menyenangkan.4

2. Tanda Dan Gejala Nyeri


Tanda dan gejala nyeri ada bermacam–macam perilaku
yang tercermin dari pasien. Secara umum orang yang mengalami
nyeri akan didapatkan respon psikologis berupa :
a. Suara: Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas
b. Ekspresi wajah: Meringiu mulut
c. Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup
rapat/membuka mata atau mulut, menggigit bibir
d. Pergerakan tubuh: Kegelisahan, mondar – mandir, gerakan
menggosok atau berirama, bergerak melindungi bagian tubuh,
immobilisasi, otot tegang.
e. Interaksi sosial: Menghindari percakapan dan kontak sosial,
berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu

Gejala dan tanda menurut PPNI(2016) adalah sebagai


berikut:
a. Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif: mengeluh nyeri
2. Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,
dan sulit tidur.
b. Gejala dan Tanda Minor
1.Subjektif : tidak tersedia
2.Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik
diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.
3. Etiologi Nyeri
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma,
mekanik, thermos, elektrik, neoplasma (jinak dan ganas),
peradangan (inflamasi), gangguan sirkulasi darah dan kelainan
pembuluh darah serta yang terakhir adalah trauma psikologi.
Menurut etiologinya nyeri dibagi ke dalam nyeri nosiseptik serta
nyeri neuropatik, sebagai berikut :
a. Nyeri nosiseptik ialah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh
rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan
aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang
bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri) nyeri yang
ditimbulkan oleh mediator nyeri, seperti pada pasca trauma-
operasi dan luka bakar. Nyeri nosiseptif biasanya memberikan
respon terhadap analgesik opioid atau non opioid.
b. Nyeri neuropatik yaitu nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan
neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang
meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya
digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk, seperti pada
diabetes mellitus dan herpes zoster. Nyeri neuropatik sering
memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.

4. Klasifikasi Nyeri
Nyeri diklasifikasikan berdasar beberapa hal, antara lain
a. Berdasarkan waktu durasi nyeri:
1) Nyeri akut: nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan,
mendadak akibat trauma atau inflamasi, tanda respons
simpatis, penderita anxietas sedangkan keluarga suportif.
2) Nyeri kronik: nyeri yang berlangsung lebih dari 3 bulan,
hilang timbul atau terus menerus, tanda respons parasimpatis,
penderita depresi sedangkan keluarga lelah.
b. Berdasarkan etiologi:
1) Nyeri nosiseptif: rangsang timbul oleh mediator nyeri,
seperti pada pasca trauma operasi dan luka bakar.
2) Nyeri neuropatik: rangsang oleh kerusakan saraf atau
disfungsi saraf, seperti pada diabetes mellitus, herpes zooster.
c. Berdasarkan lokasi:
1) Nyeri superfisial: nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam,
terlokasi.
2) Nyeri somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, tumpul,
kurang terlokasi.
3) Nyeri visceral: nyeri berasal dari organ internal atau organ
pembungkusnya, seperti nyeri kolik gastrointestinal dan kolik
ureter.
4) Nyeri alih/referensi: masukan dari organ dalam pada tingkat
spinal disalahartikan oleh penderita sebagai masukan dari
daerah kulit pada segmen spinal yang sama.
5) Nyeri proyeksi: misalnya pada herpes zooster, kerusakan
saraf menyebabkan nyeri yang dialihkan ke sepanjang bagian
tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak tersebut sesuai
dermatom tubuh.
6) Nyeri phantom: persepsi nyeri dihubungkan dengan bagian
tubuh yang hilang seperti pada amputasi ekstremitas.

5. Pengukuran Intensitas Nyeri


Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang
dipengaruhi oleh psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga
mengukur intensitas nyeri merupakan masalah yang relatif sulit.
Ada beberapa metode yang umumnya digunakan untuk menilai
intensitas nyeri, antara lain :
a. Verbal Rating Scale (VRSs)
Metode ini menggunakan suatu word list untuk mendiskripsikan
nyeri yang dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau
kalimat yang menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan
dari word list yang ada. Metoda ini dapat digunakan untuk
mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali muncul
sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi beberapa
kategori nyeri yaitu: tidak nyeri (none) ,nyeri ringan (mild)
,nyeri sedang (moderate) ,nyeri berat (severe) dan nyeri sangat
berat (very severe).

b. Numerical Rating Scale (NRSs)


Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan
range dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan
menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari angka 0-
10. ”0”menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan ”10”
menggambarkan nyeri yang hebat.

Skor 1 dengan skala 0 : tidak nyeri


Skor 2 dengan skala 1-3 : nyeri ringan
Skor 3 dengan 4-6 : nyeri
sedang
Skor 4 dengan 7-9 : nyeri berat
Skor 5 dengan skala 10 : nyeri hebat

Keterangan :
0: tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan secara obyektif responden dapat berkomunikasi
dengan baik
4-6 : nyeri sedang secara obyektif responden mendesis, menyerngai
dapat menunjukkan lokasi nyeri
7-9 : nyeri berat secara obyektif responden tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri
10 : nyeri hebat secara obyektif rsponden kadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih bisa merespon tindakan.

c. Visual Analogue Scale (VASs)


Metode ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas
nyeri. Metoda ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang
menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat
hebat. Pasien menandai angka pada garis yang menggambarkan
intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan menggunakan
metoda ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan
intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat
digunakan dalam berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah
tidak dapat digunakan pada anak-anak dibawah 8 tahun dan
mungkin sukar diterapkan jika pasien sedang berada dalam nyeri
hebat.

d. McGill Pain Questionnaire (MPQ)


Metode ini menggunakan check list untuk mendiskripsikan
gejala-gejal nyeri yang dirasakan. Metode ini menggambarkan
nyeri dari berbagai aspek antara lain sensorik, afektif dan
kognitif. Intensitas nyeri digambarkan dengan merangking dari
”0” sampai ”3”.
e. The Faces Pain Scale
Metode ini dengan cara melihat mimik wajah pasien dan
biasanya untuk menilai intensitas nyeri pada anak-anak.12

C. Konsep Terapi Guided Imagery


1. Definisi Guided Imagery
Guided imagery (imajinasi terbimbing) merupakan suatu
cara yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan salah satu
upaya untuk menenagkan seseorang saat dalam kondisi sulit.
Guided imagery atau imajinasi terbimbing adalah suatu tehnik
untuk mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar
untuk mengimajinasikan bayangan gambar yang membawa
ketenangan dan keheningan Terapi yang menggunakan imajinasi
seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk
mencapai suatu efek positif disebut dengan guided imagery.
Guided imagery termasuk dalam tindakan keperawatan
nonfarmakologis yang bermamfaat sebagi pereda nyeri.
2. Mekanisme Guided Imagery
Guided imagery adalah tehnik relaksasi yang diberikan
kepada seseorang dengan memfokuskan seseorang untuk
membayangkan atau mengimajinasikan tentang hal-hal yang
mereka sukai. Bayangan yang terbentuk tersebutkan dijalankan
kebatang otak menuju sensor thalamus. Dithalamus rangsangan
diformat sesuai dengan bahasa otak, sebagian kecil rangsangan itu
ditranmisikan ke amigdada ke korteks serebri, didalam korteks
serebri terjadilah proses asosiasi pengindraan dimana rangsanagan
dianalisis dan disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak
mengenali objek dan arti kehadiran tersebut. Hipokkampus
berperan sebagai penentu sinyal yang dianggap penting atau tidak
sehingga jika hipokampus memutuskan sinyal yang masuk adalah
penting maka sinyal tersebut akan disimpan sebagai ingatan.
BAB III

METODOLOGI EBP

A. Kerangka konsep

Nyeri Sedang Nyeri Ringan

Terapi Guided
Imagery

B. Sasaran, Waktu
Sasaran : Pasien di Ruang Vincent, kamar 10 di Rs. Santa Elisabeth
Semarang.
Waktu : 25 - 27 Juli 2021

C. Prosedur kerja
No Aspek
A Pra Interaksi
1 Verifikasi data
B Fase Orientasi
1 Memberi salam/menyapa klien
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan tindakan
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menanyakan kesiapan pasien
C Fase Kerja
1 Mencuci tangan
2 Menjaga privasi pasien
3 Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman.
4 Instruksikan pasien memejamkan mata secara perlahan.
5 Instruksikan pasien agar tenang dan mengendorkan otot-otot
tubuh dari ujung kaki sampai dengan otot wajah , dan rasakan
rileks.
6 Mendorong klien agar rileks, mengosongkan pikirannya dan
memenuhi dengan hal yang dapat membuat menyenangkan.
7 Meminta klien untuk membayangkan tempat yang disukai
(misalnya: pengunungan, pantai, air terjun, atau tempat yang
menyenangkan), tempat yang dapat membuat klien merasa lebih
nyaman dan bebas dari segala gangguan.

8 Pendengaran klien difokuskan pada semua detail dari


pemandangan tersebut, pada apa yang terlihat, terdengan dan
mencium dimanapun mereka berada.
9 Klien didorong untuk menikmati setiap imajinasi yang telah
dirasakan.
D Fase Terminasi
1 Merapikan pasien
2 Mengevaluasi perasaan pasien.
3 Menyampaikan rencana tindak lanjut
4 Berpamitan
5 Merapikan alat
6 Mencuci tangan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Hasil Penelitian Jurnal

Distribusi Frekuensi Data Demografi Penderita Rheumatoid


Arthritis Di Gampong Jeulingke Kecamatan Syiah Kuala Kota
Banda Aceh Tahun 2019.
No. Jenis Kategori Frekuensi(f) Persentasi(%)
1. Umur Dewasa awal 3 30
Lansia awal 4 40
Lansia lanjut 3 30
Total 10 100
2. Pendidikan SD 1 10
SMP 2 20
SMA 3 30
PT 4 40
Total 10 100
3. Pekerjaan Bekerja 6 60
Tidak Bekerja 4 40
Total
4. Jenis Kelamin Laki – laki 3 30
Perempuan 7 70
Total 10 100
Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa responden dengan lansia
awal lebih banyak 4 responden atau sebesar 40%, pendidikan sarjana
sebanyak 4 orang responden atau sebesar 40%, pekerjaan yang bekerja
sebanyak 6 orang responden atau sebesar 60 %, dan jenis kelamin
perempuan lebih banyak 7 responden atau 70%.
Pengaruh Terapi Guided Imagery Terhadap Respon Nyeri
Pada Penderita Reumathoid Arthritis Di Gampong Jeulingke Kota
Banda Aceh Tahun 2019
No Variabel n Mean SD P value
1. Sebelum terapi guided 10 6.20 632
imageri
0.000 ≤ 0.05
2. Sesudah terapi guided 10 4.60 516
imageri

Tabel di atas memperlihatkan bahwa rata-rata nyeri sebelum diberi


terapi guide imageri yaitu 6.20 dengan nilai standar deviasi (SD)
sebesar 6.32. Sedangkan nilai rata-rata nyrei setelah diberi terapi guided
imageri yaitu 4.60 dengan nilai standar deviasi (SD) sebesar 516. Hasil
uji statistik memperlihatkan nilai P value 0,000 yang artinya ada
Pengaruh Terapi Guided Imagery Terhadap Respon Nyeri Pada
Penderita Reumathoid Arthritis Di Gampong Jeulingke Kota Banda
Aceh Tahun 2019

2. Hasil Penelitian Mahasiswa


a. Sebelum dilakukan intervensi
Responden Sebelum intervensi
1 Skala nyeri5
Penelitian ini dilakukan kepada satu orang responden yang
mengalami nyeri kaku dan bengkak pada persendian tangan dan kaki
akibat Reumathoid Arthritis, intervensi di berikan selama 3 hari dihari
ke kedua dengan skala nyeri pre intervensi yaitu skala 5, dengan jenis
kelamin perempuan dan berusia 62 tahun.
b. Sesudah dilakukan intervensi
Tabel hasil assesmen skala nyeri, sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi terapi guided imagery.
Responden Sebelum intervensi Sesudah intervensi
1 Skala 5 Skala 3
Dari analisa tabel di atas, diketahui sebelum dilakukan
intervensi terapi guided imagery, pasien mengalami nyeri skala 5 (nyeri
sedang). Pasien diberi intervensi terapi guided imagery 1 kali selama 20
menit, dengan tehnik relaksasi yang diberikan kepada pasien denagan
memfokuskan diri untuk membayangkan atau mengimajinasikan tentang
hal-hal yang mereka sukai. Pasien memilih posisi setengah duduk,
sebagai posisi yang nyaman, saat diberi intervensi terapi guided imagery.
Hasil akhir setelah dilakukan terapi guided imagery, pasien mengalami
penurunan skala nyeri, yaitu dari skala 5 (skala sedang) menjadi skala 3
(skala ringan).

B. Pembahasan Penelitian
1. Pembahasan penelitian jurnal
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa
sebelum diberikan terapi guided imageri responden memiliki nyeri
dengan rata-rata ( mean) sebesar 6.20. sedangkan setelah diberikan
terapi guided imageri, responden memiliki nyeri 4.60. Hasil uji statistik
memperlihatkan nilai P value 0,000 yang artinya ada Pengaruh Terapi
Guided Imagery Terhadap Respon Nyeri Pada Penderita Reumathoid
Arthritis Di Gampong.

2. Pembahasan penelitian mahasiswa


Guided imagery atau imajinasi terbimbing adalah suatu tehnik
untuk mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk
mengimajinasikan bayangan gambar yang membawa ketenangan dan
keheningan. Perbedaan teknik relaksasi imajinasi terbimbing (Guided
Imagery) dengan teknik relaksasi lainnya adalah teknik ini
menggunakan kekuatan pikiran pasien untuk membayangkan hal positif
dengan mengarahkan tubuh untuk menyembuhkan diri, memelihara
kesehatan melalui komunikasi dalam tubuh yang melibatkan semua
indra. Tehnik ini merupakan suatu cara yang bertujuan untuk
mengurangi kecemasan dan salah satu upaya untuk menenangkan
seseorang saat dalam kondisi sulit. Guided imagery termasuk dalam
tindakan keperawatan nonfarmakologis yang bermamfaat sebagi pereda
nyeri, dengan tehnik relaksasi yang diberikan kepada seseorang dengan
memfokuskan seseorang untuk membayangkan atau mengimajinasikan
tentang hal-hal yang mereka sukai.
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa kepada satu orang
responden dengan jenis kelamin perempuan yang berusia 62 tahun,yang
mengalami nyeri kaku dan bengkak pada persendian tangan dan kaki
akibat Reumathoid Arthritis,pasien diberi intervensi terapi guided
imagery dilakukan selama 20 menit, dengan memfokuskan diri untuk
membayangkan atau mengimajinasikan tentang hal-hal yang mereka
sukai. Bayangan yang terbentuk tersebut akan dijalankan kebatang otak
menuju sensor thalamus. Dithalamus rangsangan diformat sesuai
dengan bahasa otak, sebagian kecil rangsangan itu ditranmisikan ke
amigdala ke korteks serebri, didalam korteks serebri terjadilah proses
asosiasi pengindraan dimana rangsanagan dianalisis dan disusun
menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak mengenali objek dan arti
kehadiran tersebut. Hipokampus berperan sebagai penentu sinyal yang
dianggap penting atau tidak sehingga jika hipokampus memutuskan
sinyal yang masuk adalah penting maka sinyal tersebut akan disimpan
sebagai ingatan. Terapi Audio Guided imagery menggunakan
pengalihan perhatian sehingga mengurangi nyeri yang dirasakan dengan
membayangkan hal-hal yang menyenangkan, sehingga klien mampu
menurunkan persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan. Mekanisme
imajinasi positif mampu melemahkan psiko-neuro immunologi yang
mempengaruhi respon stres, bahwa hanya satu impuls yang dapat
berjalan sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu waktu dan
jika ini terisi dengan pikiran lain maka sensasi rasa sakit tidak dapat
dikirim ke otak oleh karena itu rasa sakit berkurang. Langkah – langkah
yang diberikan kepada pasien yaitu yang pertama menjelaskan
pengertian,tujuan dan langkah – langkah yang akan diberikan kepada
pasien,menyanyakan kesanggupan pasien, menanyakan keluah dan
nyeri yang dirasakan pasien sebelum dilakukan terapi. Kemudian
perawat mencuci tangan, dan menjaga privasi pasien. Posisikan pasien
pada posisi yang paling nyaman. Dan instruksikan pasien memejamkan
mata secara perlahan.Instruksikan pasien agar tenang dan
mengendorkan otot-otot tubuh dari ujung kaki sampai dengan otot
wajah , dan rasakan rileks.Mendorong pasien agar rileks,
mengosongkan pikirannya dan memenuhi dengan hal yang dapat
membuat menyenangkan. Meminta pasien untuk membayangkan
tempat yang disukai (misalnya: pengunungan, pantai, air terjun, atau
tempat yang menyenangkan), tempat yang dapat membuat klien merasa
lebih nyaman dan bebas dari segala gangguan. Pendengaran klien
difokuskan pada semua detail dari pemandangan tersebut, pada apa
yang terlihat, terdengan dan mencium dimanapun mereka berada. Klien
didorong untuk menikmati setiap imajinasi yang telah dirasakan.
Terakhir mengevaluasi mengenai perasaan pasien dan nyeri yang
dirasakan setelah diberikan terapi. Tindakan ini memerlukan waktu selama
kurang lebih 20 menit setiap kali pemberian tindakan. Sehingga pada
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa ini, terdapat penurunan
intensitas nyeri dengan skala nyeri pre intervensi yaitu skala 5 (skala
sedang) dan post intervensi menjadi skala 3 (skala ringan).

Jadi dapat disimpulkan bahwa memang, terapi guided imagery


ini dapat menurunkan skala nyeri, dan efektif di rekomendasikan sebagai
salah satu bentuk intervensi penanganan nyeri secara nonfarmakologi.
Gambar 1. Foto – foto proses implementasi pada pasien di ruang vincent,
kamar 10 di Rs. Santa Elisabeth Semarang.

Menjelaskan tujuan dan langkah – langkan terapi,dan menanyakan kesiapan


pasien.

Menanyakan skala nyeri yang dirasakan pasien sebelum diberikan terapi.


Mencuci tangan

Menjaga privasi pasien


Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman.

Instruksikan pasien memejamkan mata secara perlahan.


Instruksikan pasien agar tenang dan mengendorkan otot-otot tubuh dari
ujung kaki sampai dengan otot wajah , dan rasakan rileks.

Mendorong klien agar rileks, mengosongkan pikirannya dan memenuhi


dengan hal yang dapat membuat menyenangkan.
Pendengaran klien difokuskan pada semua detail dari pemandangan
tersebut, pada apa yang terlihat, terdengan dan mencium
dimanapun mereka berada.

Klien didorong untuk menikmati setiap imajinasi yang telah dirasakan.


Evaluasi menanyakan perasaan pasien dan nyeri yang di rasakan pasien
setelah diberikan terapi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi A. Rheumatoid Arthritis. JK Unila.2019 Maret;3(1):168 –


171p.http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/222
2/2191.
2. Chabib L, Ikawati Z, Martien R,Ismail H. Review Rheumatoid Arthritis:
Terapi Farmakologi, Potensi Kurkumin dan Analognya, serta
Pengembangan Sistem Nanopartikel. Jurnal Pharmascience.2016
Februari;3(1):12-13p.
3. Elsi M. Gambaran Faktor Dominan Pencetus Arthritis Rheumatoid Di
Wilayah Kerja Puskesmas Danguang Danguang Payakumbuh Tahun 2018.
Menara Ilmu.2018 Juli;12(8): 99-101p.
4. Ayuza Mutika N ,Mulfianda R, Desreza N. Pengaruh Terapi Guided
Imagery Terhadap Respon Nyeri Pada Penderita Reumathoid Arthritis Di
Gampong Jeulingke Kota Banda Aceh. SEMDI UNAYA.2019 Desember;
5. Risnanto, Insani U. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah:
Sistem Muskuloskeletal. ed 1 Yogyakarta:Deepublish; 2014 April 16. 63-
64P.
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Asuhan_Keperawatan
_Medikal_Bed/Si88DAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Tanda+dan+Gejala
+Rheumatoid+arthritis+(RA)&pg=PA70&printsec=frontcover .
6. Meity Sulistia Ayu N. Efektifitas Terapi Audio Recorded Guided Imagery
Dengan Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pasien Pasca Operasi
Fraktur. Jurnal Keperawatan.2017 Juli;7(2):726-729p.

Anda mungkin juga menyukai