Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF

PADA PASIEN DENGAN END OF LIFE CARE

Aloysia Toanubun C1814201055

Lusia C L Namang C1814201079

Margaret K Silaban C1814201080

Maria C F Yamlean C1814201082

Maria Goreti D Wangak C1814201083

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIK STELLA MARIS

MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha kuasa atas berkat dan
pertolongan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan ini dengan baik. Dalam laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini, kami
membahas tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Paliatif dengan End Of Life Care

Penulis berharap ASKEP ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki maupun menambah isi dari ASKEP ini agar
menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan dan pengetahuan kami, kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca.

Kami mohon maaf apabila dalam penulisan ASKEP ini terdapat kesalahan pengetikan
dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis.

1 Desember 2020

Peyusun
DAFTAR ISI

Cover ……………………………………………………………………………………….

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………..

Daftar Isi …………………………………………………………………………………….

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………………….


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………..
C. Tujuan ………………………………………………………………………………..

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian End Of Life …………………………………………………………


B. Prinsip-Prinsip End Of Life …………………………………………………….
C. Perbedaan Mati Klinis dan Biologis ………………………………………….
D. Hubungan End Of Life Dengan Perawatan Palliative ………………………..
E. Hubungan End Of Life Dengan Perawatan Palliative ………………………..

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………..
B. Saran ……………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kondisi pasien tahap akhir kehidupan (end of life=EOL) tidaklah sama
problemnya.Kondisi psikologisnya juga beragam, terlbih pasien yang lanjut usia yang
memilikipotensi masalah psikososial. Berbagai modalitas terapi dilakukan yang
melibatkan banyak personel baik medis, paramedis dan non-medis dengan pengobatan
medis dan complementary and alternative medicine (CAM). Tujuan pertolongan pada
EOL adalah agar sisa umur dapat selama mungkin dengan kualitas hidup yang sebaik
mungkin (bebas nyeri dan penderitaan lain). Perawatan paliatif dengan sistim perawatan
terpadu memberikan hasil yang memuaskan, caranya dengan tindakan medis (terutama
pain killer), dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai
akhir hayat. Idealnya dukungan terus diberikan kepada keluarganya yang merasa
kehilangan/berduka. Di Indonesia aturan telah ada sejak 1989, namun sosialisasi
layanan perawatan paliatif harus selalu digencarkan, mengingat sejumlah 93,5-100%
masyarakat belum tau “apakah paliatif itu?” perawatan paliatif bukan hanya bagi
penderita kanker stadium lanjut, tetapi juga penderita HIV/AIDS, gagal ginjal, gagal hati
berat, COP, demensia berat, dan para lanjut usia yang dependen total untuk Aktifitas
Hidup Dasar Sehari-harinya. Pengelolaan EOL membutuhkan pendekatan yang lebih
cermat, sabar, dan melibatkan profesi lain, lebih-lebih jika pasien memiliki comorbid
gangguan/penyakit. Dokter sebagai care manager menangani secara medis kondisi yang
mengancam jiwa dan gangguan yang lain (sesak nafas karena pneumonia, ISK,
konstipasi, mual, muntah, diare dengan dehidrasi, dekubitus, obstruksi saluran
pencernakan, dll) dan harus berkolaborasi dengan profesi lain (perawat, fisioterapi,
psikolog, pekerja sosial, rohaniwan, ahli gizi, pramurukti, dll). Case manager dapat
berpindah peran ke perawat yang memang sehari-hari mengelola pasien.
Perawatan EOL yang sifatnya paliatif bisa dilakukan di rumah sakit atau klinik, tetapi
juga dapat diberikan di rumah sehingga diperlukan caregiver. Pengetahuan penanganan
masalah sesak nafas, nutrisi, mual-muntah, sulit tidur, cemas-depresi, nyeri secara medis
dan CAM (doa, zikir, meditasi, terapi musik, terapi suara al-quran, dll, dukungan
keluarga, cara berkomunikasi, ilmu interaksi obat, discharge patient, ketajaman
placement, dll) harus disebarluaskan. Carefiver seharusnya memiliki sifat penyayang,
santun, sabar, simpatik, pintar, dan disiplin.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi end of life ?
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip end of life ?
3. Bagaimana teori the peacefull end of life ?
4. Apakah perbedaan mati klinis dan biologis ?
5. Apa sajakah isu end of life ?
6. Bagaimana hubungan end of life dengan perawatan palliative ?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada pasien paliatif dengan end of life ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi end of life
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip end of life
3. Untuk teori the peacefull end of life
4. Untuk mengetahui perbedaan mati klinis dan biologis
5. Untuk mengetahui isu end of life
6. Bagaimana hubungan end of life dengan perawatan palliative
7. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada pasien paliatif dengan end of life ?
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pengertian End Of Life


End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan kenyamanan
seseorang yang mendekati akhir hidup . End of life care adalah perawatan yang
diberikan kepada orang-orang yang berada di bulan atau tahun terakhir kehidupan mereka
End of life akan membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada
dalam fase tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan dapat
meningkatkan kenyamanan pasien tersebut. End of life merupakan bagian penting dari
keperawatan paliatif yang diperuntukkan bagi pasien yang mendekati akhir kehidupan
(Murish, 2010).
End of life bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik-baiknya dan
meninggal dengan bermartabat. End of life adalah salah satu kegiatan membantu
memberikan dukungan psikososial dan spiritual. Jadi dapat disimpulkan bahwa End of
life merupaka salah satu tindakan keperawatanyang difokuskan pada orang yang telah
berada di akhir hidupnya, tindakan ini bertujuan untuk membuat orang hidup dengan
sebaik-baiknya selama sisa hidupnya dan meninggal dengan bermartabat.

B. Prinsip-Prinsip End Of Life


Menurut NSW Health (2005) Prinsip End Of Life antara lain :
a. Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian
Tujuan utama dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun ketika
hidup tidak dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah untuk memberikan
kenyamanan dan martabat kepada pasien yang sekarat, dan untuk mendukung orang
lain dalam melakukannya.
b. Hak untuk mengetahui dan memilih
Semua orang yang menerima perawatan kesehatan memiliki hak untuk
diberitahu tentang kondisi mereka dan pilihan pengobatan mereka.Mereka memiliki
hak untuk menerima atau menolak pengobatan dalam memperpanjang hidup.Pemberi
perawatan memiliki kewajiban etika dan hukum untuk mengakui dan menghormati
pilihan-pilihan sesuai dengan pedoman.
c. Menahan dan menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup
Perawatan end of life yang tepat harus bertujuan untuk memberikan pengobatan
yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa tujuan utama perawatan untuk
mengakomodasi kenyamanan dan martabat, maka menahan atau menarik intervensi
untuk mempertahankan hidup mungkin diperbolehkan dalam kepentingan terbaik dari
pasien yang sekarat.
d. Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan
Keluarga dan tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerja sama untuk
membuat keputusan bagi pasien yang kurang bisa dalam pengambilan keputusan,
dengan mempertimbangkan keinginan pasien.
e. Transparansi dan akuntabilitas
Dalam rangka menjaga kepercayaan dari penerima perawatan, dan untuk
memastikan bahwa keputusan yang tepat dibuat, maka proses pengambilan keputusan
dan hasilnya harus dijelaskan kepada para pasien dan akurat didokumentasikan.
f. Perawatan non diskriminatif
Keputusan pengobatan pada akhir hidup harus non-diskriminatif dan harus
bergantung hanya pada faktor-faktor yang relevan dengan kondisi medis, nilai-nilai
dan keinginan pasien.
g. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan tidak berkewajiban untuk memberikan perawatan yang tidak
rasional, khususnya, pengobatan yang tidak bermanfaat bagi pasien.Pasien memiliki
hak untuk menerima perawatan yang sesuai, dan tenaga kesehatan memiliki tanggung
jawab untuk memberikan pengobatan yang sesuai dengan norma-norma profesional
dan standar hukum.
h. Perbaikan terus-menerus
Tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk berusaha dalam memperbaiki
intervensi yang diberikan pada standar perawatan end of life baik kepada pasien
maupun kepada keluarga.
C. Perbedaan Mati Klinis dan Biologis
Mati klinis ditandai dengan henti nafas dan jantung (sirkulasi) serta berhentinya
aktivitas otak tetapi tidak irreversibel dalam arti masih dapat dilakukan resusitasi jantung
paru dan kemudian dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi. (Soenarjo et al, 2013)
Mati biologis merupakan kelanjutan mati klinis apabila pada saat mati klinis tidak
dilakukan resusitasi jantung paru. Mati biologis berarti tiap organ tubuh secara biologis
akan mati dengan urutan : otak, jantung, ginjal, paru-paru, dan hati. Hal ini disebabkan
karena daya tahan hidup tiap organ berbeda-beda, sehingga kematian seluler pada tiap
organ terjadi secara tidak bersamaan. (Soenarjo et al, 2013)

Perbedaan Mati Klinis (Clinical Death) Mati Biologis (Biological Death)


Tanda Berhentinya detak jantung, denyut nadi Kematian yang terjadi akibat
dan pernafasan. degenerasi jaringan di otak dan
organ lainnya.
Fungsi Organ Beberapa organ seperti mata dan ginjal Beberapa organ akan mati (tidak
akan tetap hidup saat terjadi mati klinis. dapat berfungsi kembali) setelah
mati biologis.
Organ dalam Organ dalam tubuh dapat digunakan Organ dalam tubuh tidak dapat
tubuh sebagai transplantasi. digunakan untuk transplantasi.
Sifat Reversibel / dapat kembali Ireversibel/ tidak dapat kembali
Pemerikasaan Pemeriksaan keadaan klinis Pemeriksaan keadaan klinis dan
Pemeriksaan Neurologis
Suhu Tubuh Hipertermia (> 36 C) dan terkadang Hipotermia (< 36oC)
o

ditemui Hipotermia
Kriteria 1) Berhentinya detak jantung 1) Dilatasi bilateral dan fixaxi pupil
2) Berhentinya denyut nadi 2) Berhentinya semua reflek
3) Berhentinya pernafasan spontan. 3) Berhentinya respirasi tanpa
bantuan
4) Berhentinya aktivitas
cardiaovaskuler
5) Gambaran gelombang otak datar
D. Isu End Of Life
1. Konsep Do Not Resucitation
Do Not Resuscitate (DNR) atau Jangan Lakukan Resusitasi merupakan suatu
tindakan dimana dokter menempatkan sebuah instruksi berupa informed concent yang
telah disetujui oleh pasien ataupun keluarga pasien di dalam rekam medis pasien,
yang berfungsi untuk menginformasikan staf medis lain untuk tidak melakukan
resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR) pada pasien.
Pesan ini berguna untuk mencegah tindakan yang tidak perlu dan tidak diinginkan
pada akhir kehidupan pasien dikarenakan kemungkinan tingkat keberhasilan CPR
yang rendah (Sabatino, 2015). DNR diindikasikan jika seorang dengan penyakit
terminal atau kondisi medis serius tidak akan menerima cardiopulmonary
resuscitation (CPR) ketika jantung atau nafasnya terhenti. Form DNR ditulis oleh
dokter setelah membahas akibat dan manfaat dari CPR dengan pasien atau pembuat
keputusan dalam keluarga pasien (Cleveland Clinic, 2010).
American Heart Association (AHA) mengganti istilah DNR (Do Not Resuscitate)
dengan istilah DNAR (Do Not Attempt Resuscitate) yang artinya adalah suatu
perintah untuk tidak melakukan resusitasi terhadap pasien dengan kondisi tertentu,
atau tidak mencoba usaha resusitasi jika memang tidak perlu dilakukan, sehingga
pasien dapat menghadapi kematian secara alamiah, sedangkan istilah DNR (Do Not
Resuscitate) mengisyaratkan bahwa resusitasi yang dilakukan akan berhasil jika kita
berusaha (Brewer, 2008).
Keputusan penolakan resusitasi (DNAR) menurut Brewer (2008) melibatkan tiga
prinsip moral yang dapat dikaji oleh perawat, yaitu autonomy, beneficience, dan
nonmalefecience, ketiga prinsip tersebut merupakan dilema etik yang menuntut
perawat berpikir kritis, karena terdapat dua perbedaan nilai terhadap profesionalisme
dalam memberikan asuhan keperawatan, secara profesional perawat ingin
memberikan pelayanan secara optimal, tetapi disatu sisi terdapat pendapat yang
mengharuskan penghentian tindakan.

2. Tahapan DNR
Sebelum menulis form DNR, dokter harus mendiskusikannya dengan pasien atau
seseorang yang berperan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga pasien. Semua
hal yang didiskusikan harus didokumentasikan dalam rekam medis, siapa saja yang
mengikuti diskusi, dan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, isi diskusi
serta rincian perselisihan apapun dalam diskusi tersebut. Dokter merupakan orang
yang paling efektif dalam membimbing diskusi dengan mengatasi kemungkinan
manfaat langsung dari resusitasi cardiopulmonary dalam konteks harapan keseluruhan
dan tujuan bagi pasien. Formulir DNR harus ditandatangani oleh pasien atau oleh
pembuatan keputusahan yang diakui atau dipercaya oleh pasien jika pasien tidak
dapat membuat atau berkomunikasi kepada petugas kesahatan. Pembuat keputusan
yang dipercaya oleh pasien dan diakui secara hukum mewakili pasien seperti agen
perawat kesehatan yang ditetapkan dalam srata kuasa untuk perawatan kesehatan,
konservator, atau pasangan / anggota keluarga lainnya. Dokter dan pasien harus
menandatangani formulir tersebut, menegaskan bahwa pasien akan diakui secara
hukum keputusan perawatan kesehatannya ketika telah memberikan persetujuan
instruksi DNR ( EMSA).
Beberapa standar yang harus dilakukan pada saat diskusi menentukan
keputusan DNAR yaitu, dokter harus menentukan penyakit/kondisi pasien,
menyampaikan tujuan, memutuskan prognosa, potensi manfaat dan kerugian dari
resusitasi (CPR), memberikan rekomendasi berdasarkan penilaian medis tentang
manfaat/kerugian CPR, dokter penanggung jawab harus hadir dalam diskusi,
mendokumentasikan isi diskusi, dan alasan pasien/keluarga dalam pengambilan
keputusan ( Breault 2011).

3. Peran Perawat dan pelaksanaan DNR


Peran perawat dalam Do Not Resuscitation adalah membantu dokter dalam
memutuskan DNR sesuai dengan hasil pemeriksaan kondisi pasien.Setelah rencana
diagnosa DNR diambil maka sesegera mungkin keluarga diberikan informasi
mengenai kondisi pasien dan rencana diagnosa DNR. Perawat juga dapat berperan
dalam pemberian informasi bersama- sama dengan dokter ( Amestiasih, 2015).
Perawat sebagai care giver dituntut untuk tetap memberikan perawatan pada pasien
DNR tidak berbeda dengan pasien lain pada umumnya, perawat harus tetap
memberikan pelayanan sesuai dengan advice dan kebutuhan pasien tanpa mengurangi
kualitasnya. End of life care yang perawat lakukan dengan baik diharapkan dapat
memberikan peacefull end of life bagi pasien, seperti yang digambarkan dalam teori
keperawatan peacefull end of life oleh Rulland and Moore yang meliputi terhindar
dari rasa sakit, merasakan kenyamanan, penghormatan, kedamaian, dan mendapatkan
kesempatan untuk dekat dengan seseorang yang dapat merawatnya (Amestiasih,
2015).
Perawat sebagai advokat pasien, menerima dan menghargai keputusan
pasien/keluarganya sekalipun keputusan tersebut tidak sesuai dengan harapan
perawat, karena perawat tidak dibenarkan membuat keputusan untuk
pasien/keluarganya dan mereka bebas untuk membuat keputusan (Kozier et al, 2010).
Pemahaman tentang peran perawat sebagai pendukung dan advokasi pasien dapat
bertindak sebagai penghubung dan juru bicara atas nama pasien/keluarganya kepada
tim medis.
Menurut ANA (2004) Perawat sebaiknya memperhatikan dan berperan aktif
terhadap perkembangan kebijakan DNAR di institusi tempat mereka bekerja, dan
diharapkan dapat berkerja sama dengan dokter selaku penanggung jawab masalah
DNAR. Perawat berperan sebagai pemberi edukasi kepada pasien dan keluarga
tentang keputusan yang mereka ambil dan memberikan informasi yang relevan terkait
perannya sebagai advokat bagi pasien dalam memutuskan cara mereka untuk
menghadapi kematian.berperan dalam memberikan dukungan, bimbingan, tetapi tidak
menentukan pilihan terhadap pasien/keluarganya tentang keputusan yang akan dibuat.

E. Hubungan End Of Life Dengan Perawatan Palliative


Kondisi pasien tahap akhir kehidupan (end of life = EOL) tidaklah sama problemanya.
Ada yang gawat dan multipatologis, ada pula gawat dengan penyakit tunggal. Kondisi
psikologisnya juga beragam, terlebih pasien yang lanjut usia yang memiliki potensi
masalah psikososial. Penyandang penyakit yang sulit disembuhkan dan diperberat
komplikasi (terlebih sakit kanker end stage) akan menjadikan kualitas hidup rendah,
penderitaan lahir batin yang panjang, serta menjadi beban bagi sekitarnya. Berbagai
modalitas terapi dilakukan yang melibatkan banyak personel baik medis, paramedis dan
non medis dengan pengobatan medis dan CAM. Tujuan pertolongan pada EOL adalah
agar sisa umur dapat selama mungkin dengan kualitas hidup yang sebaik mungkin (bebas
nyeri dan penderitaan lain).
Perawatan paliatif dengan sistim perawatan terpadu memberikan hasil yang
memuaskan, caranya dengan tindakan medis (terutama pain killer), dukungan spiritual
dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Idealnya dukungan
terus diberikan kepada keluarganya yang merasa kehilangan/ berduka. Di Indonesia
aturan telah ada sejak 1989, namun sosialisasi layanan perawatan paliatif harus selalu
digencarkan, mengingat sejumlah 93,5-100% masyarakat belum tahu “apa perawatan
paliatif itu?” Perawatan paliatif bukan hanya bagi penderita kanker stadium lanjut, tetapi
juga penderita:
1. HIV/AIDS
2. gagal ginjal
3. gagal hati berat
4. COPD
5. demensia berat
6. lanjut usia yang dependen total untuk Aktifitas Hidup Dasar Sehari-
harinya

Pengeloaan EOL membutuhkan pendekatan yang lebih cermat, sabar, dan melibatkan
profesi lain, lebih-lebih jika pasien memiliki comorbid gangguan/ penyakit.

Dokter sebagai case manager menangani secara medis kondisi yang mengancam jiwa
dan gangguan yang lain (sesak nafas karena pneumonia, ISK, konstipasi, mual, muntah,
diare dengan dehidrasi, dekubitus, obstruksi saluran pencernakan, dll) dan harus
berkolaborasi dengan profesi lain (perawat, fisioterapis, psikolog, pekerja sosial, rohaniwan,
ahli gizi, pramurukti, dll). Di dalam prakteknya case manager dapat berpindah peran ke
perawat yang memang seharihari mengelola pasien.

Perawatan EOL yang sifatnya paliatif bisa dilakukan di rumah sakit atau klinik, juga
dapat diberikan di rumah (rawat rumah=home care) sehingga diperlukan caregiver. Care
giver (CG) bisa oleh keluarga (family caregiver), oleh tenaga terampil (perawat dengan
berbagai tingkat pendidikan dan keahlian khusus), maupun oleh tenaga terlatih sebagai
asisten perawat (pramurukti). Dokter dapat memberikan pendidikan perawatan sederhana
kepada pasien, care giver dan atau keluarganya, bagaimana cara merawat diri dan mencegah
perburukan, serta memberikan catatan gejala dn tanda kegawatan pasien (misalnya cirri-ciri
pasien yang dekat dengan akhir kehidupan). Pendidikan ini diberikan secara kerjasama
dengan perawat, ahli gizi, fisioterapis, dll.

Caregiver memiliki posisi yang sangat penting pada EOL, karena CG merupakan
kepanjangan tangan tenaga medis & paramedic. Pembekalan yang cukup dalam kasus yang
khusus sebaiknya diberikan kepada CG dengan bahasa yang sederhana, sekaligus mendidik
kea rah yang professional dan etis. Karea itu CG seharusnya memiliki sifat penyayang,
santun, sabar, simpatik, pintar dan disiplin.

Pengetahuan penanganan masalah sesak nafas, nutrisi, mual-muntah, sulit tidur,


cemasdepresi, nyeri secara medis dan CAM (doa, zikir, meditasi, terapi musik, terapi suara
al quran, dll, dukungan keluarga, cara berkomunikasi, ilmu interaksi obat, discharge
planning, ketajaman placement, dll) harus disebarluaskan melalui berbagai metoda dan
media.

Diajarkan kepada tim paliatif agar bagaimana teguh dalam prinsip tetapi lembut dan
luwes dalam penyampaian (terutama dalam penyampaian bad news), sehingga kualitas
hidupnya pasien EOL sebagus mungkin,bahagia sesering mungkin, bisa mandiri selama
mungkin dan bermanfaat seluas mungkin meski memiliki keterbatasan. Probosuseno (2010)
menyusun akronim tentang ringkasan Perawatan Paliatf, yakni:

1. P-pasien untung (Pain, Pembuangan : BAB & BAK, Sekret; Plan, Placement.
2. A-asupan nutrisi (makan-minum) yagh tepat
3. L-Lingkungan (jasmani, rohani, social), tegah-tengah orang yg di/me-
syayanginya)
4. I-istirahat; Iman (kuat) : husnul khotimah (haram & syirik No!)
5. A-antusias (energik SDM), Attitude : stewardship
6. T-team (nakes, relawan, dll), Tuntun dengan sabar : husnul khotimah
7. I-improve/day SDM-quality of life; idea & invention
8. I-improve/day SDM-quality of life; idea & invention
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

DIAGNOSA

1. Ansietas b/d krisis situasional


2. Distres spiritual b/d penyakit kronis
3. Berduka b/d kehilangan

INTERVENSI

No Diagnosa Keperawatan Hasil Yang diharapkan (SLKI) Rencana Keperawatan (SIKI)


1 Ansietas b/d krisis situasional Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi relaksasi (I.09326)
selama 3x24 jam diharapkan ansietas Observasi:
(L.09093)  Identifikasi teknik relaksasi
Menurun, dengan kriteria hasil : yang pernah efektif digunakan
1. Verbalisasi khawatir akibat  Identifikasi kesediaan,
kondisi yang dihadapi cukup kemampuan dan penggunaan
menurun teknik sebelumnya
2. Perilaku gelisah cukup menurun  Monitor respon terhadap terapi
3. Konsentrasi cukup membaik relaksasi
4. Pola tidur cukup membaik. Terapeutik :
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
 Gunakan suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
Edukasi :
 Jelasakan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenisa rekaksasi
yang tersedia (misalnya musik,
meditasi, napas dalam, relaksasi
otot progresif)
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman anjurkan aarileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulang
melatih teknik yang dipilih
2 Distres spiritual b/d penyakit kronis Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan spiritual (I.09276)
selama 3x24 jam diharapkan distress Ovbservasi:
spiritual (L.01006) membaik, dengan  Identifikasi pandangan tentang
kriteria hasil : hubungan antara spiritual dan
1. Verbalisasi makna dan tujuan kesehatan
hidup cukup meningkat  Identifikasi harapan dan
2. Verbalisasi perasaan tenang cukup kekuatan pasien
meningkat  Identivikasi ketaatan dalam
3. Verbalisasi penerimaan cukup beragama
meningkat
4. Verbalisasi perasaan percaya Terapeutik :
kepada orang lain cukup  Sediakan privasi dan waktu
meningkat. tenang untuk aktivitas spiritual
 Diskusikan keyakinan tentang
makna dan tujun hidup, jika
perlu
 Fasilitasi melakukan kegiartan
ibadah
Edukasi :
 Anjurkan berinteraksi dengan
keluarga, teman, dan atau orang
lain.
Kolaborasi :
 Atur kunjungan dengan
rohaniawan (mis: uztadz,
pendeta, romo, biksu
3 Berduka b/d kehilangan (D.0081) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan proses berduka (I.09274)
selama …x24 jam diharapkan berduka Obsevasi :
(L.09094)  Identifikasi kehilangan yang
Membaik, dengan kriteria hasil: dialami
1. Verbalisasi menerima kehilangan  Identifikasi proses berduka yang
cukup meningkat dialami
2. Verbalisasi harapan cukup  Identifikasi sifat keterikatan
meningkat pada benda yang hilang atau
3. Verbalisasi perasaan sedih orang yang meninggal
dipertahankan cukup menurun Terapeutik :
4. Menangis menurun  Tunjukan sikap menerima dan
5. Marah cukup menurun empati
6. Pola tidur cukup membaik  Motivasi agar mau
mengunggkapkan perasaan
kehilangan
 Motivasi agar untuk
menguatkan dukungan keluarga
atau orang terdekat
Edukasi :
 Anjurkan mengidentifikasi
ketakutan terbesar pada
kehilangan
 Anjurkan mengekspresikan
perasaan tentang kehilangan
 Anjurkan melewati proses
berduka secara bertahap
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan
kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup. End of life adalah perawatan yang
diberikan kepada orang-orang yang berada di bulan atau tahun terakhir kehidupan
mereka.
End of life care bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik-baiknya dan
meninggal dengan bermartabat. End of life care adalah salah satu kegiatan membantu
memberikan dukungan psikososial dan spiritual.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual.

B. Saran
Setelah pembaca mengetahui tentang Isu End Of Life di Keperawatan Kritis ,
diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan
bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Munn, JC, Dobbs, D, et.al. (2008). The end of life experience in long term care: five themes
identified from focus groups with residents, family members, and staff. The
Gerontologist 48.4
Murish, J., (2010). Development of an End of Life Care Pamhflet in the ICU. California.
Nanda International. 2014. Nursing Diagnoses;definition & Clasification. Tenth edision.
Wiley Blackwell.
Reinette Powars Murray. circle diagram: peaceful journey end of life process. (online).
http://www.endoflifejourney.com/circle.htm

Anda mungkin juga menyukai