Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR DEPRESI


1. Pengertian
Depresi adalah salah satu gangguan jiwa pada alam perasaan ( afektif,
mood) yang di tandai dengan kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah
hidup, tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau
berdosa, tidak berguna dan putus asa. (Yosep, 2010, hal 101)
Depresi adalah keadaan emosional yang dicirikan dengan kesedihan,
berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan, dan
keputusasaan. (Isaacs ,2004 ,hal 121).
Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa, dan tidak bahagia,
serta momponen somati : anoreksia, kostipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan
darah dan denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa
pada alam perasaan (afektif, mood). (Hidayat, 2008, 275)
2. Proses terjadinya depresi
Menurut Yosef, 2010, hal 275 proses terjadinya masalah pada klien depresi
biasanya diawali dari persepsinya yang negatif terhadap stressor. Klien
menggangap masalah sebagai sesuatu yang buruk.
3. Faktor penyebab depresi
Menurut Yosef, 2010, hal 276-277, depresi disebabkan oleh banyak faktor
antara lain : faktor heriditer dan genitik, faktor konstitusi, faktor kepribadian
pramoebid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia
dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Pada keluarga yang
salah satu orang tuanya mengalami depresi akan berpeluang 10-15 % untuk
memiliki anak yang akan menderita depresi dikemudian hari.
Ciri ciri orang yang mudah mengalami depresi
a. Mereka sukar merasa bahagia, mudah cemas, gelisah dan khawatir,
irritable, tegang dan agitatif.
b. Mereka kurang percaya diri, rendah diri, mudah mengalah dan lebih
senang berdamai untuk menghindari konflik dan kinfrontasi, merasa gagal
dalam usaha atau sekolah, lamban, lemah, lesu atau sering mengeluh sakit
ini dan itu.
c. Pengendalian dorongan dan impuls terlalu kuat, menarik diri, lebih suka
menyisih, sulit ambil keputusan, enggan bicara, pendiam dan pemalu,
menjaga jarak dan menghindari keterlibatan dengan orang lain.
d. Suka mencela, mengkritik, menyalahkan orang lain atau menggunakan
mekanisme pertahanan penyangkalan.
4. Tanda dan gejala
Menurut Yusuf, 2010, hal 277, berdasarkan data subyektif bahwa klien tidak
mampu mengutarakan pendapat dan malas bicara. Sering mengemukakan keluhan
somatik seperti : nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung, pusing.
Merasa dirinya sudah tidak bergunja lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup,
merasa putus asa.
Sedangkan berdasarkan data objektif menunjukkan bahwa gerak tubuh klien
terhambat, pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan
sering menangis.
Menurut Hidayat, 2008, hal 277, depresi ditandai dengan gejala sebagai
berikut :
a. Kemurungan, kesedihan, kelesuhan, kehilangan gaya hidup, tidak ada
semangat dan merasa tidak berdaya.
b. Merasa bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa.
c. Nafsu makan dan berat badan menurun.
d. Gangguan tidur (sulit tidur atau tidur berlebihan) disertai mimpi-mimpi
yang tidak menyenangkan, misalnya memimpikan orang yang telah
meninggal.
e. daya ingat menurun.
f. Agitasi atau retardasi motorik (gelisah atau perlambatan gerak motorik).
g. Hilang perasaan senang, semangat dan minat meninggalkan hobby.
h. Kreatifitas dan produktifitas menurun.
i. Gangguan hubungan seksual (libido menurun).
j. Timbunya pikiran-pikiran tentang kematian dan bunuh diri.
5. Jenis depresi
Menurut Isaacs, 2004, hal 121, depresi terbagi menjadi menjadi 3 yaitu terdiri dari
a. Unipolar
Adalah gangguan mood hanya depresi tanpa mania.
b. Bipolar
Gangguan mood dimana gejala-gejala mania telah terjadi paling sedikt satu kali;
dapat terjadi satu episode depresi, dapat juga tidak.
c. Gangguan depresi mayor
Dicirikan dengan sedikitnya 2 minggu depresi mood atau kehilangan minat
terhadap kesenangan dan aktivitas.
Menurut Cass, 1998, hal 87, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa 1dari 5
orang, pernah mengalami depresi dalam kehidupannya. Selanjutnya ditemukan bahwa
5%-15% dari pasien-pasien depresi melakukan bunuh diri setiap tahun. Sehingga dapat
ditemukan bahwa penyebab utama orang yang beresiko bunuh diri adalah orang yang
tidak dapat mengatasi depresi yang telah ia alami.

B. KONSEP DASAR BUNUH DIRI


Faktor yang mempengaruhi bunuh diri menurut psikolog dari benefit Strategic
HRD Hj. Rooswita mengatakan, “ depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi
timbul, karena terus menerus  mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan
pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri hidupnya. (Keliat, 2009, hal. 180).
Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya
untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri.
(Clinton, 1995, hal. 262).
Bunuh diri secara tradisional dipahami sebagai kegiatan mengakhiri
kehidupan. Bantuan dalam melakukan bunuh diri sangat berarti. Misalnya
menyediakan obat atau senjata. Tersedia untuk pasien sesuai dengan tujuan pasien.
Pasien yang secara fisik mampu, akan melakukan kegiatan utuk mengakhiri
hidupnya sendiri. (Taylor, 1997, hal 790).
Bunuh diri adalah menimbulkan kematian sendiri, upaya bunuh diri adalah
sengaja melakukan kegiatan tersebut. Isyarat bunuh diri adalah bunuh diri yang
direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain. Ancaman bunuh diri
adalah suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau non
verbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunh diri. (Sundeen, 1995, hal 866).
Menurut Maramis, 1992, hal 289 bunuh diri adalah segala perbuatan dengan
tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh
sesorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat.
2. Tahapan pada bunuh diri
Menurut Keliat, 2009, hal. 180, Tahapan bunuh diri terdapat tiga macam
perilaku bunuh diri, yakni sebagai berikut;
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, “tolong jaga anak-anak saya
karena saya akan pergi jauh!” atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri
hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus asa,
atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan
rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

3. Jenis bunuh diri


Menurut Yosep, 2010, hal 139, ada beberapa jenis – jenis dari bunuh diri yaitu
a. Anomik
Bunuh diri yang diakibatkan factor stress dan juga akibat tekanan
ekonomi. Factor lingkungan yang penuh tekanan (stress full) seperti saat ini,
tampaknya berperan dalam  mendorong orang untuk bunuh diri. Kemungkinan
terjadinya bunuh diri anomik ini tidak bisa diprediksikan.
b. Altruistic
Bunuh diri altruistic berkaitan dengan kehormatan seseorang,
kemungkinan bunuh diri bisa timbul karena gagal dalam melakukan suatu
pekerjaan, ataupun karena kejadian-kejadian lain yang berpengaruh pada
kehormatan seseorang.
c. Egoistic
Jenis egoistic ini kecenderungannya semakin meningkat walaupun
termasuk jenis yang mudah di prediksi, perkiraan tersebut bisa dikenali dari
cirri kepribadian serta respon seseorang terhadap kegagalan. Orang ini
umumnya suka meminta perhatian untuk eksistensi dirinya dan sangat
tergantung pada orang lain.
4. Respons protektif-diri dan perilaku bunuh diri
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung
atau tidak langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai
hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka pendek. (stuart,2006, hal 226)
Perilaku destruktif-diri tidak langsung meliputi setiap aktivitas yang
merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian.
Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian akibat
perilakunya dan biasanya akan menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi perilaku
ini biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri.
Rentang respons protektif-diri mempunyai peningkatan diri sebagai
respons paling adaptif, sedangkan perilaku destruktif-diri tidak langsung,
pencederaan diri dan bunuh diri merupakan respons mal adaptif. (Stuart, 2006, hal
227) 
Respons adaptif                                                                          Respons maladaptif
 

5. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart, 2006, hal. 228, lima domain faktor predisposisi yang
menunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus kehidupan  adalah
a. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mengalami gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang membuat individu beresiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan alam perasaan, penyyalah gunaan zat, dan
skizofrenia
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan risiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implusif, dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang
dini dan berkurangnya dukungan sosisal merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keuarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk perilaku destruktif diri.
d. Faktor biokimia
Data menunjukan bahwa proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan
dopamine dapat menimbulkan perilakuu destruktif diri. (Stuart, 2006, hal 228
6. Stresor pencetus
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan dialami
individu. Pencetusnya seringkali berupakejadian kehidupn yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan atau
ancaman pengurungan. Selain itu, dengan mengetahui seseorang yang mencoba atau
melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga dapat membuat
individu semkin rentan untuk melakukan perilaku destruktif-diri. (Stuart, 2006, hal
229)
7. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tingkat yang
bermakna. Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor risiko bunuh diri yang
diketahui pada setiap individu dan menentukan makna setiap elemen ini terhadap
potensial perilaku bunuh diri. (Stuart, 2006, hal 229)
8. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif diri. Seringkali pasien ini secara
sadar memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan
kuantitas hidup. Dilemma etis mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan
pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak mudah untuk menjawab bagaimana
mengatasi konflik ini. Perawat harus menjawabnya sesuai dengan system
keyakinannya sendiri. (Stuart, 2006, hal 230)
9. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah segala usaha yang diarahkan untuk menanggulangi
stress. Usaha ini dapat berorientasi pada tugas dan meliputi usaha pemecahan
masalah langsung. Dari sudut kedokteran dapat dikemukakan bahwa setidak-
tidaknya orang yang hendak melakukan bunuh diri egoistic atau anomik berada
dalam keadan patologis. Mereka semua mengalami gangguan fungsi mental yang
bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.
Menurut Stuart, 2006, hal.230, mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan  perilaku destruktif diri tidak langsung adalah :
a) Penyangkalan, mekanisme koping yang paling menonjol
b) Rasionalisme
c) Intelektualisasi
d) Regresi
C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri difokuskan pada pencegahan
bunuh diri. Pencegahan dapat dicapai karena semua individu ambivalen terhadap
hidup dan tidak ada seratus persen ingin mati. Pengkajian tingkah laku bunuh diri
termasuk aplikasi observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi
tanda spesifik, rencana yang spesifik. (Krisanty dkk,2009, hal. 293)
Menurut Hasson dalam buku Krisanty dkk,2009, hal. 293, hal utama yang
perlu dikaji adalah tanda dan gejala yang dapat menentukan tingkat resiko dan
tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada beberapa pendapat dan petunjuk yang dapat
dipilih oleh perawat, sebagai berikut :

Intensitas Resiko
Perilaku atau gejala
Rendah Sedang Tinggi
Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panic
Depresi Rendah Sedang Berat
Isolasi menarik diri Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak berdaya,
yang samar, tidak berdaya, putus putus asa,
menarik diri asa, menarik diris menarik diri,
protes pada diri
Fungsi sehari – hari Umumnya baik Baik pada Tidak baik pada
pada semua beberapa aktivitas semua aktivitas
aktivitas
Sumber – sumber Beberapa Sedikit Kurang
Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian besar
konstruktif konstruktif destruktif
Orang penting / Beberapa Sedikit atau Tidak ada
dekat hanya satu
Pelayanan psikiatri Tidak, sikap positif Ya, umumnya Bersikap negative
memuaskan terhadap
pertolongan

2. Diagnosa Keperawatan Pada Pasien dengan Resiko Bunuh Diri


Menurut Yosef, 2010, 277, diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dengan pasien
resiko bunuh diri yaitu :
a. Resiko Bunuh Diri.
b. Resiko mencederai diri.
c. Resiko Perilaku Kekerasan.
d. Resiko mutilasi diri.
3. Perencanaan
Berdasarkan Wilkinson, 2006, hal 442 : resiko mutilasi
a. bantuan dalam pengendalian marah : fasilitasi pengungkapan rasa marah
dengan cara yangt adaptif.
b. Manajemen perilaku : membahayakan diri : bantu pasien untuk menurunkan
atau menghilangkan mutilasi atau penganiayaan diri
c.  Manajemen lingkungan, keamanan : pantau dan manipulasi lingkungan fisik
untuk meningkatkan keamanan.
Berdasarkan Wilkinson, 2006, hal 562 : resiko membahayakan orang lain
a. bantuan dalam pengendalian marah : rasa marah dengan perilaku selain
kekerasan yang adaptif.
b. Pengelolaan lingkungan : pencegahan kekerasan : memantau dan
memanipulasi lingkungan fisik, untuk menurunkan potensi perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

Sumber
Iyus, Yosep., 2010, Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama
Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar : Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri edisi 3. Jakarta
: EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: EGC.
Krisanty, Paula. dkk.(2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta. Trans info Media.
Stuart, GW & Sunden, SJ. 2006. Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai