DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
MARIANA C1814201084
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
2
pemasyarakatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam
bidang penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika yang mengamanatkan pencegahan, perlindungan, dan penyalamatan
bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika serta menjamin pengaturan
upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika,
dimana pada pasal 54 menyebutkan bahwa “korban penyalahguna dan pecandu
narkotika wajib rehabilitas”. Undang-undang tersebut juga sudah mengatur
bahwa rehabilitasi adalah alternative lain dari hukuman penjara. Rehabilitasi
adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan nonmedis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang
menderita sindrom ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional
seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik,
mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki
tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2002)
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pencegahan primer yang dapat dilakukan untuk klien
dengan HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui tentang NAPZA
3. Untuk mengetahui penyebab penyalagunaan NAPZA
4. Untuk mengetahui klinis dari penyalgunaan NAPZA
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyalgunaan NAPZA
6. Untuk mengetahui penanggulangan NAPZA
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa hiv/aids adalah suatu
sindrom atau kumpulan tanda dan gejala akibat penurunan dari kekebalan
tubuh yang didapat atau tertular atau terinfeksi virus hiv/aids.
4
tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua
hal, yaitu :
Peningkatan kesehatan misalnya , dengan pendidikan kesehatan
reproduksi tentang HIV/AIDS , standarisasi nutrisi, menghindari seks bebas
, secreening , dan sebagainya.
Prelindungan kusus , misalnya : imunisasi, kebersihan prinadi, atau
pemakaian kondom.
B. PENYALAGUNAAN NAPZA
2.3 Defenisi
Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lain ( NAPZA ) adalah bahan atau
zat atau obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi
tubuh terutama otak atau susunan sistem saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependdensi)
terhadap NAPZA.
NAPZA sering disebut juga juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang
bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan dan
pikiran. Ada kata lain yang berhubungan dengan NAPZA,yaitu NARKOBA
yang merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat Berbahaya. Istilah ini
sangat popular dimasyarakat termasuk media massa dan aparat penegak
5
hukum yang sebenarnya mempunyai makna yang sama dengan NAPZA. Ada
juga yang menggunakan istilah ‘Madat’ untuk NAPZA. Namun istilah ini tidak
disarankan karena istilah tersebut hanya berkaitan dengan penggunaan jenis
narkotika turunan opium saja.
6
biasa diinginkannya. Sedangkan sindroma putus obat merupakan
suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat akdiktif
secara rutin, pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang
digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan
kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan.
7
dosis tinggi dapat memicu sirosis hepatik, hepatitis alkoholik maupun
gangguan sistem persarafan.
10
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda, sehingga seluruh perasaan dapat terganggu.
Golongan ini tidak digunakan untuk terapi medis.
11
dengan orang tuanya. Mereka jarang menghabiskan waktu luang dan
bercanda dengan orang tuanya (Jehani, dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman
kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong
atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang. Menurut
Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA justru datangnya dari
teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini dapat menciptakan
keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang bersangkutan sukar
melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak hanya pada saat
perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan juga menyebabkan
seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan yang menyebabkan
kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan terlepas
ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam
pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini memengaruhi
si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak
dan seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar
melepaskan diri dari teman kelompoknya.
4. Karakteristik Individu
1) Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA adalah
mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan
masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan sedang
mencari identitas diri serta senang memasuki kehidupan kelompok. Hasil
temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba
Departemen Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70%
penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah anak usia sekolah (Jehani,
dkk, 2006).
2. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang menyatakan
apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA. Akan
tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir, kepemimpinan,
pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan dalam keluarga.
12
3. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa
penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan prevalensi
68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan karyawan BUMN
dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).
c. Secara sosial
Dampak sosial yang memperkuat pemakaian NAPZA. Proses ini biasanya
diawali dengan perpecahan didalam kelompok sosial terdekat seperti
keluarga, sehingga muncul konflik, dengan orang tua, teman-teman, pihak
sekolah atau pekerjaan. Perasaan dikucilkan oleh pihak-pihak ini
kemudian menyebabkan si penyalahguna bergabung dengan kelompok
orang –orang serupa, yaitu para payalahguna NAPZA.
13
(cadel), apatis, mengantuk, agresif, curiga.
Bila overdosis : napas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit
teraba dingin, napas lambat atau berhenti (meninggal).
Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,
menguap terus menerus, diare, rasa sakit diseluruh tubuh, takut air
hingga malas mandi, kejang, kesadaran menurun.
Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak peduli
terhadap penampilan dan kebersihan, gigi tidak terawatt dan
keropos, terdapat bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh
lain (pada para pengguna jarum suntik).
b. Perubahan sikap dan perilaku
Prestasi sekolah ataupun kerja menurun, sering tidak mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan, membolos, pemalas, kurang
bertanggung jawab.
Pola tidur berubah, begadang, sulit bangun dipagi hari,mengantung
disiang hari.
Sering berpergian hingga larut malam, kadang tidak pulang tanpa
memberi tahu terlebih dahulu,
Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar
bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah.
Sering mendapat telepon dan didatangi oleh orang yang tidak
dikenal oleh keluarga, kemudian menghilang.
Sering berbohong dan meminta banyak uang dengan berbagai alas
an yang tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menujual
barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, terlihat
tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi.
Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar,
sikap bermusuhan, tertutup dan penuh rahasia.
15
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan
gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus
zat tersebut berhenti sendiri.
2) Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat
tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut
(Purba, 2008).
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para
mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan
mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
1) Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunaan
NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program
rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak
cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan
olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
yang bersangkutan.
2) Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang
semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan, sehingga
mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama rekannya
maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.
16
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama
bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini penting
dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian
anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara
menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya
pencegahan agar tidak kambuh.
3) Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan
misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat diadakan
di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila mereka telah
selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali ke
sekolah/kuliah atau bekerja.
4) Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur agama
dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA mempunyai arti
penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka
terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya diri, harapan dan
keimanan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan atau
keimanan ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri
seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat
kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
5) Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi)
yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan penyalahguna
NAPZA (yang telah selesai menjalani tahapan rehabilitasi) dan
keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam forum silaturahmi ini
adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah
yaitu keluarga yang harmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil
kekambuhan penyalahgunaan NAPZA
17
6) Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum silaturahmi,
mengalami kebingungan untuk program selanjutnya. Khususnya bagi
pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya pada
penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah menjadi
pengangguran; perlu menjalani program khusus yang dinamakan program
terminal (re-entry program), yaitu program persiapan untuk kembali
melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja
18
ETIOLOGI
PREDISPOSISI PRESIPITASI
DX : Stress Kemudahan
mendapatkan NAPZA
PENGGUNAAN NAPZA
NAPZA
Narkotika Psikotropika Zat adaktif (alkohol,
(heroin, kokain,ganja, (ekstasi, shabu, LSD, tembakau)
morfin, petudin, kodein) ampethamine, fenibarbital,
diazepam)
Transmisi
neurotransmiter
terganggu
Pemakanan berulang
Sayatan untuk Dx: resiko bunuh
Opiat diri
pengguna obat
Penumpukan zat dan
kerusakan sel Amfetamine
Euforia, Mengantuk, bicara
cadel, penurunan kesadaran
Selalu terdorong untuk
Keracunan & over dosisi bergerak berkeringat,
gemetar, depresi, paranoid,
cemas
Dx: Gangguan pola
tidur
Intoksikasi NAPZA
Dx: Ansietas
22
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta
Simangsong Jimmy. 2015. Penyalahgunaan Nrkoba di Kalangan Remaja. Daiakses
pada tanggal 1 November 2016
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 2009.
Asa Mandiri. Jakarta
Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Pedoman
Penyalahgunaan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan
Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (Napza).
Jakarta
Herdman, T Heather & Kamitsuru, Shigemi 2018-2020. Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda NIC-NOC edisi 11. Jakarta: EGC.
24
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYALAGUNAAN NAPZA
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama : Tn. A
b. Umur : 19 Tahun
c. Jenis kelamin : laki-laki
d. Agama : kristen
e. Alamat : jln. Datu Museng no 09
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan pada klien apakah pernah menggunakan narkotika,
psikotropika atau zat adiktif lainnya sebelumnya
b. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang menyebabkan
perubahan memori, perilaku, kognitif, alam perasaan dan kesadaran
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
keturunan
Pemeriksaan Fisik
25
a. Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan dijumpai
kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang menyebabkan perubahan
memori, perilaku, kognitif, alam perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : hipotensi/normal
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan keseimbangan cairan
elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : nyeri sendi, otot dan tulang
26
Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang berubah-
ubah, tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif (kegiatan yang dilakukan
berulang)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri b/d gangguan psikiatris
2. Stress berlebihan b/d stresor
3. Ketidakefektifan pola napas b/d geangguan neurologis
4. Ansietas b/d penyalagunaan zat
5. Gangguan pola tidur b/d pola tidur yang tidak menyehatkan
27
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
psikososial
28
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
29
Pencegahan Bunuh Diri
- Identifikasi kebutuhan keamanan
segera saat bernegoisasi untuk tidak
membahayakan diri atau kontrak
keamanan
- Monitor efek samping pengobatan dan
outcome yang diinginkan
- Implemntasikan tindakan yang
diperlukan untuk menurunkan distress
individu saat melakukan negoisasi
untuk tidak membahayan diri atau
melakukan kontrak keamanan.
- Atasi dan tangani penyakit psikiatrik
atau gejala-gejala yang mungkin
menempatkan pasien pada resiko
bunuh diri
- Berikan informasi menganai sumber-
sumber di komunitas dan program-
program penjangkauan/outreach
programs yang tersedia.
- Berikan pengobatan untuk menurunkan
kecemasan, agitasi, atau psikosis dan
mestabilkan alam perasaan dengan
tepat.
- Rujuk pasien pada penyedia perawatan
kesehatan mental
Dukungan Kelompok
- Identifikasi kelompok-kelompok
pendukung yang telah ada sebagai
pilihan kepada pasien
30
- Bantu kelompok melalui semua tahap
dalam proses, mulai dari orientasi
sampai terbangun kedekatan antar
anggota
- Ciptakan suasana yang menyenangkan
- Rujuk pasien ke dokter spesialis
2. Stress berlebihan b/d Tingkat stres Pengurangan Kecemasan
stresor Depresi
Kecemasan - Gunakan pendekatan yang tenang dan
Memisahkan diri menyakinkan
Peningkatan penggunaan obat - Kaji untuk tanda verbal dan non verbal
psikotropika kecemasan
- Puji/kuatkan perilaku yang baik secara
Tingkat Kecemasan tepat
Tidak dapat beristirahat
Perassan gelisah Peningkatan koping
- Berikan suasana penerimaan
Menarik diri
- Dukung kemampuan mengatasi situasi
Gangguan tidur
secara berangsur-angsur
Perubahan pada pola makan - Dukung aktivitas dalam komunitas
- Instruksikan pasien untuk
Menahan Diri Dari Bunuh Diri menggunakan teknik relaksasi sesuai
Menahan diri dari percobaan bunuh diri dengan kebutuhan
Mendapatkan pengobatan untuk - Dukung penggunaan sumber-sumber
kecanduan zat spiritual
Menggunakan kelompok dukungan - Dorong keluarga untuk mendampingi
sosial klien dengan cata yang tepat
Merencanakan masa depan - Atur penggunaan obat-obatan untu
mengurangi kecemasan secara tepat
Dukungan emosional
- Eksplorasi apa yang memicu emosi
31
pasien
- Rangkul dan sentuh pasien dengan
penuh dukungan
- Bantu pasien untuk mengnali perasaan
seperti marah, cemas atau sedih
- Dengarkan/ dorog ekspresi keyakinan
dan perasaan
- Dorong untuk berbicara atau menangis
sebagai cara untuk menurunkan respon
emosi
- Berikan bantuan dalam pembuatan
keputusan
- Rujuk untuk konseling sesuai
kebutuhan
3. Ketidakefektifan pola Tingkat kecemasan Terapi oksigen
napas b/d geangguan Tidak dapat beristirahat - Monitor kecemasan pasien yang
neurologis Perassan gelisah berkaitan dengan kebutuhan
Menarik diri mendpatakan terapi oksigen
Gangguan tidur - Sediakn oksigen ketika pasien
Perubahan pada pola makan dibawa/dipindahkan
- Anjurkan pasien untuk mendapatkan
oksigen tambahan sebelum perjalanan
udara atau perjalanan ke dataran tinggi
dnegan cara yang tepat
- Konsultasikan dengan tenaga
kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan selama kegiatan
dan/atau tidur
32
Monitor neurologi
- Monitor tingkat kesadaran
- Monitor ttv
- Hindari kegiatan yang bisa
meningkatkan teanan intrakranial
- Beritahu dokter mengani perubahan
kondisi pasien
- Mulailah melakukan tindakan
pencegahan sesuai peraturan, jika
perlu
Peningkatan koping:
Dukung sikap pasien terkait dengan
harapan yang realistis sebagai upaya
untuk mengatasi perasaan
ketidakberdayaan
Kenali latar belakang budaya/spiritual
pasien
Turunkan stimulus yang dapat diartikan
33
sebagai suatu ancaman dalam suatu
lingkungan tertentu
5. Gangguan pola tidur b/d Tidur: Peningkatan tidur:
pola tidur yang tidak Jam tidur monitor pola tidur pasien dan catat
menyehatkan Pola tidur kondisi fisik misalnya ketidaknyamanan
Kualitas tidur monitor makanan sebelum tidur dan
Perasaan segar setelah tidur intake minuman yang dapat
Tempat tidur yang nyaman memfasilitasi/mengganggu tidur
sesuaikan lingkungan misalnya cahaya,
kebisingan, suhu dan tempat tidur
bantu untuk menghilangkan situasi
stress sebelum tidur
ajarkan pasien dan orang terdekat
mengenai faktor yang berkonstribusi
terjadinya gangguan pola tidur
misalnya fisiologis atau psikologis
sesuaikan jadwal pemberian obat untuk
mendukung tidur/siklus bangun pasien
6. Ketidakseimbangan Status nutrisi: Manajemen nutrisi:
nutrisi: kurang dari Asupan gizi Monitor kalori dan asupan makanan
kebutuhan tubuh b/d Asupan makanan Monitor kecenderungan terjadinya
gangguan psikososial Asupan cairan penurunan berat badan
Energi Tawarkan makanan ringan yang padat
gizi
Anjurkan keluarga untuk membawa
makanan faforit pasien sementara
pasien berada di rumah sakit atau
fasilitasi perawatan yang sesuai
Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi
34
Manajemen cairan:
monitor tanda-tanda vital
berikan cairan dengan tepat
dukung pasien dan keluarga untuk
membantu dalam pemberian makan
dengan baik
berikan terapi IV, seperti yang
ditentukan
35