BEDAH KELOMPOK
Oleh:
ATOK TIRTO SUWANDONO, S.KH
NIM. 180130100011003
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah Nya serta junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan PPDH Rotasi Bedah dan Radiologi Veteriner
yang dilaksanakan di Rumah Sakit Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya. Dalam menyelesaikan penulisan laporan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada drh. Viski Fitri Hendrawan M. Vet, selaku coordinator rotasi
Bedah dan Radiologi, drh. Novan Rickyawan selaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan selama kegiatan ini dan pembuatan proposal.
Penulis juga berterimakasih kepada orang tua, keluarga atas kasih sayang dan dukungan
serta doa tak terhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan ini. Teman PPDH
Kelompok 5, Ompa lompa gelombang 5, atas semangat dan kekompakan. Semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan penulisan laporan ini yang tidak dapat disebut satu
persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah
diberikan agar laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Atok Tirto Suwandono, S.KH
NIM. 180130100011003
Menyetujui,
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB 4 HASIL ................................................................................................................ 24
4.1 Sinyalemen ................................................................................................ 24
4.2 Obat-obatan ............................................................................................... 24
4.3 Monitoring hewan selama operasi ............................................................. 26
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................................ 32
5.1 Analisa prosedur ........................................................................................ 32
5.2 Analisa hasil .............................................................................................. 33
5.3 Masa operasi .............................................................................................. 34
BAB 6 PENUTUP ......................................................................................................... 41
6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 42
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Anatomi Saluran Pencernaan Anjing ....................................... 5
Gambar 5.1 Pemasangan duk dan diberi alkohol iodin, insisi kulit,
subkutan dan musculus ........................................................... 36
Gambar 5.2 Handling dan insisi usus ........................................................ 37
Gambar 5.3 Penjahitan usus ...................................................................... 38
Gambar 5.4 Penjahitan musculus dengan pola terputus sederhana
dan subkutan ........................................................................... 39
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Alat dan bahan yang digunakan pada bedah Enterotomi ........... 18
Tabel 4.1 Obat-obatan ................................................................................ 24
Tabel 4.2 Monitoring hewan selama operasi .............................................. 26
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan bedah enterotomi yaitu :
1. Untuk mengetahui tindakan pre-operasi enterotomi
2. Untuk mengetahui tindakan bedah enterotomi apabila terdapat suatu gangguan
atau benda asing di dalamnya.
3. Untuk mengetahui manajemen penanganan pasca-operasi enterotomy
1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat melakukan bedah enterotomi yaitu mahasiswa PPDH
mampu mengetahui tindakan pre-operasi dan post operasi serta perawatan bedah
enterotomi.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
itu adalah teknik yang paling mahal dan paling invasif (bukan prosedur rawat
jalan), (2) tidak memungkinkan seseorang untuk mendeteksi lesi mukosa, (3) tidak
memungkinkan seseorang untuk mendapatkan sampel mukosa sebanyak mungkin
sebagai endoskopi fleksibel, dan (4) dimungkinkan untuk mengambil sampel
jaringan nondiagnostik jika teknik yang tepat tidak diikuti. Indikasi lain untuk
enterotomi termasuk pengangkatan benda asing dan pemeriksaan luminal.
(Fossum, 2013)
Secara umum usus dibagi menjadi dua bagaian, yaitu usus kecil dan usus besar,
usus kecil panjangnya rata-rata 4 meter pada anjing yang yang terdiri dari duodenum,
jejunum dan ileum. Sedangkan usus besar terdiri dari caecum, colon dan rectum yang
panjangnya kira-kira 60 cm (Frandson, 1992). Fungsi utama usus halus yaitu untuk
penyerapan misel yang diperlukan oleh tubuh dan membantu proses pencernaan.
Fungsi usus besar adalah sebagai organ penyerap air, penampung dan pengeluaran
bahan-bahan feces (Aiache, 1983).
4
Gambar 2.1. Anatomi Saluran Pencernaan Anjing (Dyce et.al., 2010).
5
1. Fase Inflamasi
Ketika pembuluh darah pecah, proses pembekuan dimulai dari
ransangan kolagen terhadap platelet. Agregasi platelet bersama degan eritrosit
akan menutup kapiler untuk menghambat pendarahan. Selanjutnya, sel yang
mengalami kerusakan akan mengeluarkan sitokin proinflamasi yang berfungsi
sebagai faktor kemotaktik dari sel radang seperti sel polimorfonuklear,
makrofag, dan limfosit yang bergerak menuju area luka (Eming et al., 2007).
Neutrofil merupakan sel radang pertama yang dijumpai pada daerah
luka, biasanya mulai muncul dalam 24 jam pertama setelah kerusakan, fungsi
utamanya untuk mengeliminasi benda asing, bakteri, sel dan matrik jaringan
yang rusak. Sel Mast merupakan sel yang kaya dengan granula berisi berbagai
macam enzim, histamin dan berbagai jenis mediator kimia lain yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi pada daerah sekitar luka.
Bahan aktif yang dilepaskannya akan memicu serangkaian proses yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga sel
monosit bisa dengan mudah bermigrasi kedalam jaringan yang luka (Eming
et al., 2007).
Sel Monosit dalam darah akan menjadi teraktivasi dan menjadi
Makrofag setelah 48 jam, yang berperan besar dalam tahap inflamasi
penyembuhan luka dan gangguan terhadap fungsi Makrofag akan
mengganggu penyembuhan luka. Setelah teraktivasi, sel Makrofag sendiri
juga akan menghasilkan Platelet Derived Growth Factor (PDGF) dan
Transforming Growth Factor-Beta (TGF-β). Sifat fagositik dari Makrofag
bertujuan untuk mengeliminasi sel dan matrik yang rusak, Netrofil yang penuh
dengan patogen, benda asing dan sisa bakteri yang masih tersisa. Adanya
wound macrophage menandakan akhir proses inflamasi dan segera
dimulainya proses proliferasi. Limfosit juga dijumpai pada lokasi terjadinya
luka, namun sel ini dinyatakan tidak terlalu memiliki peran yang menonjol
6
dalam proses peyembuhan luka dan peran pastinya masih perlu ditelaah lebih
lanjut (Eming et al., 2007).
2. Fase Proliferasi (Fibroblas, Regenerasi)
Proliferasi sel umumnya dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik,
luka, kematian sel, atau bahkan oleh deformasi mekanis jaringan. Sel yang
sedang berproliferasi berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang
sudah ditentukan yang disebut siklus sel. Siklus sel tersebut terdiri atas fase
pertumbuhan prasintesis 1 atau G1, fase sintesis DNA atau S, fase
pertumbuhan pramitosis 2 atau G2, dan fase mitosis atau M. sel istirahat
berada dalam keadaan fisiologis yang disebut G0 (Guyton, 2014).
Pemulihan jaringan yang cedera dilakukan dengan pemusnahan dan
pembuangan jaringan yang rusak (melalui proses peradangan yang telah
disebutkan di atas), regenerasi sel atau pembentukan jaringan granulasi.
Meskipun sebagian besar jaringan tersusun terutama dari sel-sel dalam G0
(yang secara berkala memasuki siklus sel) terdapat juga kombinasi sel-sel
yang saling membelah, sel-sel yang mengadakan diferensiasi akhir dan sel-sel
induk. Luka jaringan berat atau menetap yang disertai kerusakan pada sel
parenkim dan kerangka dasar jaringan menimbulkan suatu keadaan yang
pemulihannya tidak dapat dilaksanakan melalui regenerasi parenkim saja.
Pemulihan terjadi melalui penggantian sel parenkim nonregeneratif oleh
jaringan ikat.
Proses ini memiliki tiga komponen umum yaitu, pembentukan
pembuluh darah baru (angiogenesis), migrasi dan proliferasi fibroblas dan
deposisi matriks ekstraselular. Pemulihan dimulai dalam waktu 24 jam setelah
luka melalui migrasi fibroblas dan induksi proliferasi fibroblas dan sel
endotel. Rekrutmen dan stimulasi fibroblas dikendalikan oleh banyak faktor
pertumbuhan, meliputi PDGF, faktor pertumbuhan fibroblas dasar basal
fibroblast growth factor (bFGF) dan TGF-β. Sumber dari berbagai faktor ini
7
antara lain: endotel yang teraktivasi dan sel radang terutama sel makrofag
(Guyton, 2014).
Setelah 3-5 hari, muncul jenis jaringan khusus yang mencirikan
terjadinya penyembuhan yang disebut jaringan granulasi. Gambaran
makroskopisnya adalah berwarna merah muda, lembut dan bergranulasi,
seperti yang terlihat di bawah keropeng pada luka kulit. Gambaran
histologisnya ditandai dengan proliferasi fibroblas dan kapiler baru yang halus
dan berdinding tipis di dalam matriks ekstraselular yang longgar (Guyton,
2014).
Awal penyembuhan, fibroblas mempunyai kemampuan kontraktil dan
disebut miofibroblas, yang mengakibatkan tepi luka akan tertarik dan
kemudian mendekat, sehingga kedua tepi luka akan melekat. Berlangsungnya
penyembuhan membuat fibroblas bertambah. Sel ini menghasilkan kolagen,
sehingga jaringan granulasi yang kemudian akan mengumpulkan matriks
jaringan ikat secara progresif, akhirnya akan menghasilkan fibrosis padat
(pembentukan jaringan parut kolagen), yang dapat melakukan remodelling
lebih lanjut sesuai perjalanan waktu (Guyton, 2014).
8
maksimal terlihat pada luka. Pada akhir fase ini, permukaan luka kulit mampu
menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai
kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan (Sjamsuhidayat, 2005).
Penyembuhan luka sangat penting untuk mengembalikan integritasnya
sesegera mungkin dan merupakan suatu proses kompleks dan dinamis dengan
pola yang dapat diprediksikan. Fase proliferasi merupakan salah satu tahap
penting pada penyembuhan luka dan terjadi setelah fase inflamasi (Atik dan
Iwan, 2009). Fase proliferasi atau fase fibroplasia akan cepat terjadi, apabila
tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi (Suriadi, 2007).
Penyembuhan luka sangat diperlukan untuk mendapatkan kembali
jaringan tubuh yang utuh. Beberapa faktor yang berperan dalam mempercepat
penyembuhan, yaitu faktor internal (dari dalam tubuh) dan faktor eksternal
(dari luar tubuh). Faktor eksternal yang dapat mempercepat penyembuhan
luka yaitu dengan cara irigasi luka menggunakan larutan fisiologis (NaCl
0,9%) serta penggunaan obat-obatan sintetik dan alami (Suriadi, 2007)
1. Atropine sulfat
Atropin Sulfat adalah obat golongan antikolinergik yang bekerja pada reseptor
muskarinik (antimuskarinik), menghambat transmisi asetilkolin yang
dipersyarafi oleh serabut paskaganglion kolinergik. Atropin sulfat dapat
menekan sekresi air liur, mucus, bronkus, dan keringat. Selain itu juga
menyebabkan dilatasi pupi, dan menghambat peristaltik usus. Atropin sulfat
terabsorsi dengan baik secara oral, IM, inhalasi atau endotracheal. Setelah obat
dimasukan secara IV akan berefek sekitar 3-4 menit pasca injeksi. Atropine
akan terdistribusi dengan baik kesepanjang tubuh dan menuju CNS, plasenta
dan dapat terdistrubusi ke susu dalam jumlah yg sedikit. Atropin akan
dimetabolisme di hati dan akan di ekresi melalui urin. Indikasi dan
9
penggunaan atropin sulfat dalam medis veteriner ialah sebagai premedikasi.
Dosis Atropin sulfat sebagai premedikasi adalah 0.02 – 0.04 mg/kg secara
subkutan (SC), intramuscular (IM) atau intra vena (IV) (Plumb, 2008).
2. Acepromazine
Acepromazine digunakan sebagai transquilizer pada anjing, kucing dan kuda.
Acepromazine bersifat anti-kholinergik, anti-emetik, antispasmodik,
antihistamin, dan memblok alpha-adrenergik. Acepromazine menyebabkan
hipotensi dan menurunkan vasomotorik. Dapat juga berpengaruh terhadap
respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh. Acepromazine adalah golongan
phenothiazine neuroleptik yang mempunyai potensi untuk memblok
postsinapsis reseptor dopamin. Dopamin terutama berfungsi sebagai
penghambat aktivitas otak. Acepromazine mendepres susunan syaraf pusat
(CNS) sehingga menghasilkan efek sedasi, relaksasi otot, dan menurunkan
aktifitas refleks. Selain itu efek lainnya adalah anti kholinergik, antihistamin
dan memblok alpha-adrenergik. Acepromazine seperti golongan phenothiazine
lainnya dimetabolisme di hati dan ekresinya melalui urin. Acepromazine
digunakan sebagai agen preanestesi, sebagai pengontrol satwa liar, antiemetik
pada anjing dan kucing dan sebagai tranquilizer pada kuda. Acepromazine akan
lebih efektif apabila dikombinasikan dengan tranquilizer lainnya dan dengan
senyawa yang mempunyai potensi sebagai anestesi general. Tranquilizer harus
diberikan dalam dosis yang kecil selama anestesi general dan hewan yang
lemah, hewan dengan penyakit jantung, hypovolemik atau shock.
Acepromazine jangan digunakan pada hewan yang lemah, betina bunting, breed
giant, greyhound, dan boxer Dosis acepromazine sebagai sedasi adalah 0,05 - 1
mg/kgBB secara SC, IM, or I IV (Plumb,2008).
3. Ketamin
Ketamin HCL dalam veteriner berfungsi untuk restraint atau sebagai agen
anastesi. Ketamine adalah anastesi umum yang mempunyai efek signifikan
namun memiliki kekurangan yaitu mempunyai efek mendepresi system
10
cardiopulmonar. Cara kerja ketamine yaitu menghambat GABA, dan memblok
serotonin, norepinephrine, dan dopamine di CNS. Pada kucing pemberian obat
ini akan menyebabkan sedikit penurunan suhu. Ketamin akan menginduksi
peningkatan cardiac output, detak jantung, tekanan arteri dan pulmo. Setekah
di injeksikan pada kucing, obat akan bekerja setalah 10 menit. Ketamin akan
terdistribusi pada semua jaringan dengan cepat, dengan level tertinggi ada di
otak, hati, paru paru, dan lemak. Obat akan dimetabolisme di hati dan di eksresi
di urin. Sebelum digunakan sebaikanya kucing diberikan terlebih dahulu
atropine sulfat untuk mengurangi hipersalivasi. Dosis ketamin untuk anastesi
yaitu 2 – 4 mg/kg IV atau 11 – 33 mg/kg IM (Plumb, 2008)
4. Xylazine
Alpha-2 adrenoreceptor ini memiliki potensi sedativa dan analgesika. Xylazine
bekerja pada reseptor alpha-1 dan 2. Efek agonist xylazine pada reseptor alpha
terletak di jantung yaitu dengan mendepres sistem kardiovascular (Seymour
and Novakovski, 2007). Pada pemberian dengan rute intramuscular absorsi
xylazine cukup cepat, pada kucing dan anjing onset pemberian obat ini baik
secara intramuscular maupun subkutan sekita 10-15 menit dan 2-5 menit pada
pemberian intra vena. Efek analgesik yang ditimbulkan hanya sekitar 15-30
menit, akan tetapi efek sedativ yang dihasilkan dapat bertahan sekitar 1-2
jam tergantung dari besarnya dosis yang diberikan. Dosis xylazine pada
kucing yaitu 1,1 mg/kg BB secara intra vena dan 1,1-2,2 mg/kg BB secara
intra muscular atau sub kutan (Plumb, 2008).
5. Ketoprofen
Ketoprofen adalah obat yang digunakan untuk meredakan gejala peradangan,
seperti nyeri, akibat penyakit asam urat, artritis, atau terkilir. Selain itu, obat ini
juga bisa digunakan untuk meredakan nyeri pasca operasi. Peradangan
ditimbulkan akibat zat prostaglandin yang dihasilkan oleh enzim cyclo-
oxygenase (COX). Dalam meredakan gejala tersebut, ketoprofen bekerja
11
dengan menghambat enzim COX dalam menghasilkan prostaglandin. Dosis
ketoprofen sebesar 2-5 mg/kgBB diberikan selama 5 hari pasca operasi
6. Amoxicilin
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ika
tan penisilin - protein PBPs – Protein
binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan
akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya bi
osintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Dosis
amoxcilin sebesar 11-22 mg/kgBB diberikan selama 5 hari pasca operasi
(Plumb, 2008).
12
ventilasi teratur bersifat thoracoabominal, frekuensi napas meningkat, pupil
midriasis, reflek cahaya menurun
- plane 3
ventilasi teratur bersifat abdominal, pupil melebar, reflex laring dan
peritoneum negative, tonus otot menurun
- plane 4
Ventilasi tidak teratur, pupil midriasis, tonus otot menurun, reflex spinter
ani dan kelenjar air mata negative
d. Stadium 4
Stadium ini ditandai dengan pulsus cepat, paralisa otot dada, dilatasi pupil,
bola mata seperti ikan, kemudian pasien berakhir dengan kematian.
Setelah pasien teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada posisi
dorsal recumbency dan keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan meja operasi,
kemudian daerah yang akan diincisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dan Iodium
tincture 3%, pasang duck steril pada daerah abdomen. Untuk entromi, langkahnya
sebagai berikut (Fossum, 2013) :
1) Insisi kulit melalui linea median, dari umbilicus ke caudal sepanjang kurang
lebih 5-6 cm, kulit dan jaringan subcutan diincisi dengan menggunakan scalpel,
preparasi tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba, kemudian bagian kiri dan
kanan linea alba dijepit dengan allis forceps, kemudian dengan ujung gunting atau
scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba.
2) Irisan diperpanjang dengan menggunakan gunting lurus (sebagai pemandu, jari
telunjuk dan jari tengah tangan kiri di letakkan di bawah linea alba agar organ dalam
tidak tergunting).
3) Kemudian intestinum dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari intestinum yang
akan disayat diikat dengan kain kasa kemudian kain kasa tersebut diklem.
13
4) Dibuat sayatan pada permukaan intestinum dan benda asing dikeluarkan,
usahakan agar usus tetap dalam keadaan basah dengan cara membilas dengan
penstrep 1%.
5) Kemudian mucosa dijahit dengan pola simple continous dan serosa dijahit
dengan pola lambert dengan menggunakan cat gut 000/0000.
6) untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran usus.
Setelah dipastikan tidak bocor, intestinum dimasukkan kembali ke rongga abdomen,
kemudian peritoneum dijahit dengan menggunakan benang nilon simple interrupted,
musculus dan fascia dijahit dengan benang cat gut pola simple continous dan kulit
dijahit dengan nilon pola simple interrupted.
Untuk Entrectomy, langkah operasi yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :
1) Insisi dilakukan pada garis tengah (linea alba) bagian kaudal dengan panjang
10cm yang diperkirakan cukup untuk mengeluarkan usus halus.
2) Pembuluh darah yang mensuplai usus yang akan dipotong (daerah gangrenous)
diligasi rangkap pada perbatasan antara mesenterium dengan usus.
3) Selanjutnya dengan dua jari isi usus disisihkan ke arah usus yang tidak
dipotong.
4) Pada batas-batas usus yang akan dipotong masing-masing dijepit dengan dua
hemostatik forcep yang ujung-ujungnya dilapisi dengan karet, membentuk sudut
kirakira 300 terhadap sisi antimesenterika bagian yang akan dipotong.
5) Setelah dilakukan pemotongan di antara ligasi rangkap pada pembuluh darah,
dilanjutkan pemotongan usus di antara dua hemostatik forcep yang ditempatkan pada
bagian proksimal maupun distal usus halus.
6) Anastomosis usus dilakukan dengan aposisi ujung ke ujung dengan pola jahitan
sederhana terputus menggunakan benang catgut kromik 3-0 dengan jarum lengkung
diameter bulat.
7) Penempatan setiap simpul jahitan berjarak kira-kira 3 mm.
14
8) Bagian mesenterika yang terpotong dipertautkan kembali dengan benang catgut
kromik 3-0 pola jahitan sederhana terputus.
9) Selama prosedur operasi berlangsung, secara periodik usus dibasahi dengan
larutan NaCl fisiologi steril guna mencegah kekeringan usus.
10) Untuk pengujian terhadap kemungkinan kebocoran pada tempat anastomosis, di
bagian kranial dan kaudal (3cm dari tempat anastomosis) dibendung dengan jari
selanjutnya 10 ml larutan NaCl fisiologi steril diinjeksikan kedalamnya.
11) Apabila terdapat kebocoran maka terlihat rembesan cairan pada tempat
anastomosis. Setelah diyakini tidak ada kebuntuan da kebocoran, usus halus
kemudian dikembalikan kedalam rongga abdomen.
12) Dinding abdomen dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana
terputus.
13) Jaringan subkutan dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana
menerus.
14) Kulit dijahit dengan benang silk 2-0 dengan pola jahitan sederhana terputus.
15) Irisan kulit yang telah dijahit diolesi dengan antiseptik iodium tinktur 3%.
Selama prosedur operasi berlangsung, anjing diinfus dengan larutan ringer’s
dekstrosa 5% sebanyak 40 ml/kg berat
2.8 Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan tindakan pengobatan esensial untuk pasien dalam kondisi
kritis atau memerlukan perawatan intensif. Terapi cairan harus menjadipilihan dan
mendapat perhatian yangserius terutama pada pasien anjing dan kucing yang telah lama
tidak mau makan dan minum. Volume cairan yang bersirkulasi secara efektif dalam
tubuh adalah cairan yangterdapat dalam intravaskular (buluhdarah). Volume cairan
yang bersirkulasi dipengaruhi konsentrasi elektrolit,protein plasma, dan partikel lain
yang berperan aktif dalam proses osmosis.
Ada dua tipe utama cairan yang dapat digunakan dalam terapi, yaitu kristaloid
dan koloid. Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil
15
sehingga membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan kristaloid dapat
mengganti dan mempertahankan volume cairan ekstraselular. Oleh karena 75-80%
cairan kristaloid yang diberikan secara IV menuju ruang ekstravaskular dalam satu jam
pada hewan normal, maka cairan kristaloid sangat diperlukan untuk rehidrasi
interstisial.Konsentrasi natrium dan glukosa pada kristaloid menentukan osmolalitas
dan tonisitas larutan. Pada kebanyakan situasi kritis, cairan kristaloid isotonis
pengganti elektrolit yang seimbang, seperti cairan Ringer laktat, digunakan untuk
mengganti elektrolit dan bufer pada konsentrasi khas cairan ekstraselular. Garam
normal (cairan natrium klorida 0,9%) juga merupakan cairan pengganti yang isotonis
tetapi tidak seimbang dalam hal elektrolit dan bufer. Cairan kristaloid dalam volume
besar yang diberikan dengan cepat secara IV menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik intravaskular dan penurunan COP dengan cepat. Hal tersebut
mengakibatkan ekstravasasi ke interstisial.
Cairan koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar
sehingga membran kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut. Larutan koloid
merupakan pengganti cairan intravaskular. Darah total, plasma, dan albumin pekat
mengandung koloid alami dalam bentuk protein, terutama albumin. Dextran
dan hydroxyethyl starches (HES) adalah koloid sintetis yang dalam penggunaannya
dapat digabung dengan darah total atau plasma, tetapi tidak dianggap sebagai pengganti
produk darah ketika albumin, sel darah merah, antitrombin, atau protein koagulasi
dibutuhkan. Pemulihan dehidrasi dengan menggunakan kombinasi koloid dan
kristaloid membutuhkan volume yang lebih sedikit, dan waktu pemulihan dicapai lebih
cepat. Apabila ditambah koloid, jumlah infus kristaloid dapat berkurang 40-60%
dibandingkan menggunakan kristaloid saja. Kombinasi kristaloid, koloid sintetis, dan
koloid alami sering diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Pemberian terapi cairan pada saat operasi diperlukan untuk mencegah hipotensi
yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah, penurunan gfungsi kardiovaskular,
kehilangan darah, kehilangan cairan evaporasi. Selain itu untuk mencegah ascidosis
16
karena depresi pernafasan (asidosis respiratorik), penurunan fungsi jantung (asidosis
metabolic).
17
BAB 3
METODOLOGI
Alat dan bahan yang digunakan pada bedah enterotomi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini;
Tabel 3.1 Alat dan bahan yang digunakan pada bedah Enterotomi
Nama Alat Jumlah Nama Bahan Jumlah
Towel clamp 4 buah Catgut chromic 3.0 1 buah
Alice tissue 2 buah Benang silk 1 buah
forceps
Blade (no. 10) 1 buah Tampon steril Secukupnya
Pinset anatomis 1 buah Kasa steril Secukupnya
Pinset cirurgis 1 buah Kapas Secukupnya
Artery clamp 2 buah` Masker 3 buah
(Rochester pean)
Artery clamp 6 buah Gloves 3 pasang
(mosquito)
Needle holder 1 buah Spuit 3 cc 1 buah
Gunting tajam 1 buah Underpad 1 buah
tumpul
Gunting tajam 1 buah IV catheher 24 G 1 buah
tajam
18
Gunting tumpul 1 buah Alcohol 70% Secukupnya
tumpul
Needle taper 12 1 buah Iodine 1 % Secukupnya
Neddle round 12 1 buah Infus RL 1 buah (500 ml)
Nierbeken 1 buah Hipafix Secukupnya
Termometer 1 buah Atropin sulfate
digital
Stetoskop 1 buah Ketamin
Drape 1 buah Xylazine
Infus set 1 buah Amoxicilin
Ketoprofen
NS flushing
Bioplacenton®
3.2.1 Pre-operasi
Persiapan pre-operasi meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1. Persiapan ruang operasi dan sterilisasi alat
Ruang operasi dibersihkan menggunakan desinfektan. Sedangkan meja
operasi didesinfeksi dengan menggunakan alkohol 70%. Penerangan ruang
operasi sangat penting untuk menunjang operasi, oleh karena itu sebelum
diadakanya operasi persiapan lampu operasi harus mendapatkan penerangan
yang cukup agar daerah/situs operasi dapat terlihat jelas.
Perlengkapan bedah seperti Hand gloves, Hair cap, dan Masker
disterilisasi dengan cara dibungkus koran kemudian dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 1210C selama 15 menit. Sterilisasi pada alat bedah minor
dilakukan dengan cara mencuci bersih seluruh alat-alatnya kemudian
19
dikeringkan. Selanjutnya semua peralatan dibungkus koran dan disterilkan
menggunakan oven dengan suhu 1210C selama 15 menit. Setelah itu, gunting
dan jarum disterilisasi kembali dengan menggunakan alkohol 70% sebelum
digunakan.
2. Persiapan hewan
Sebelum operasi dijalankan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
kondisi tubuh hewan secara umum. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah hewan memenuhi persyaraant untuk dilakukan operasi atau tidak. Bila
hewan dinyatakan memenuhi syarat, maka operasi dapat dilaksanakan.
Hewan harus dipuasakan makan selama 6-8 jam dan puasa minum selama 4-
8 jam sebelum hewan pasca pemberian anestesi. Sehari sebelum operasi
hewan dimandikan atau diseka dengan air bersih (bila tidak memungkinkan
untuk mandi) operasi dilakukan dengan tujuan mengosongkan isi lambung
agar tidak terjadi emesis pada bila rambutnya kotor dan dikeringkan dengan
handuk kering atau alat pengering. Sebelum melaksanakan operasi dilakukan
pencukuran rambut di area yang akan diinsisi yaitu daerah abdomen. Setelah
area insisi bersih dari rambut berikan antiseptik berupa iodine 10%.
Dilakukan infus menggunakan larutan ringer laktat, karena untuk
meminimalisir adanya kekurangan ion dalam tubuh.
3. Persiapan operator
Sebelum operasi dilaksanakan operator dan asisten operator
mempersiapkan diri dengan mencuci tangan menggunakan sabun antiseptic
(Chlorhexidine 4%) mulai dari ujung tangan sampai batas siku, kemudian
dibilas dengan air bersih yang mengalir, dan dikeringkan dengan handuk steril.
Selama operasi, operator dan asisten operator harus menggunakan masker,
penutup kepala, dan surgery glove yang steril untuk menghindari kontaminasi.
20
3.3 Prosedur Operasi
Setelah pasien teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada posisi
dorsal recumbency dan keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan meja operasi,
Setelah bagian abdomen dibersihkan
Lakukan Incisi pada kulit lewat linea median, dari umbilicus ke caudal sepanjang
kurang lebih 5 cm, kulit dan jaringan subcutan diincisi dengan menggunakan scalpel,
preparasi tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba, kemudian pada bagian kiri
dan kanan linea alba dijepit dengan allis forceps,lalu dengan ujung gunting atau scalpel
dibuat irisan kecil pada linea alba tersebut. Irisan diperpanjang dengan menggunakan
gunting lurus (sebagai alat pemandu, gunakan jari telunjuk serta jari tengah tangan kiri
di letakkan di bawah linea alba agar organ yang ada di dalam tidak
tergunting. Kemudian intestinum dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari intestinum
yang akan disayat dipegang oleh co-operator menggunakan jari.
Kemudian Dibuat sayatan pada permukaan intestinum, usahakan agar usus tetap
dalam keadaan basah dengan cara membilas dengan larutan NS. Kemudian mucosa
dijahit dengan pola simple interupted dengan menggunakan cat gut chromic dan PGA
000/0000.Untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran usus.
Setelah dipastikan tidak bocor, intestinum dimasukkan kembali ke rongga abdomen,
kemudian peritoneum dijahit dengan menggunakan benang cut gut chromic simple
interrupted, musculus dan fascia dijahit dengan benang cat gut chromic dengan pola
intradermal dan kulit dijahit dengan silk pola simple continus.
Untuk Entrectomy, langkah operasi yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :
1) Insisi dilakukan pada garis tengah (linea alba) bagian kaudal dengan panjang 10cm
yang diperkirakan cukup untuk mengeluarkan usus halus.
2) Pembuluh darah yang mensuplai usus yang akan dipotong (daerah gangrenous)
diligasi rangkap pada perbatasan antara mesenterium dengan usus.
3) Selanjutnya dengan dua jari isi usus disisihkan ke arah usus yang tidak dipotong.
21
4) Pada batas-batas usus yang akan dipotong masing-masing dijepit dengan dua
hemostatik forcep yang ujung-ujungnya dilapisi dengan karet, membentuk sudut
kirakira 300 terhadap sisi antimesenterika bagian yang akan dipotong.
5) Setelah dilakukan pemotongan di antara ligasi rangkap pada pembuluh darah,
dilanjutkan pemotongan usus di antara dua hemostatik forcep yang ditempatkan pada
bagian proksimal maupun distal usus halus.
6) Anastomosis usus dilakukan dengan aposisi ujung ke ujung dengan pola jahitan
sederhana terputus menggunakan benang catgut kromik 3-0 dengan jarum lengkung
diameter bulat.
7) Penempatan setiap simpul jahitan berjarak kira-kira 3 mm.
8) Bagian mesenterika yang terpotong dipertautkan kembali dengan benang catgut
kromik 3-0 pola jahitan sederhana terputus.
9) Selama prosedur operasi berlangsung, secara periodik usus dibasahi dengan larutan
NaCl fisiologi steril guna mencegah kekeringan usus.
10) Untuk pengujian terhadap kemungkinan kebocoran pada tempat anastomosis, di
bagian kranial dan kaudal (3cm dari tempat anastomosis) dibendung dengan jari
selanjutnya 10 ml larutan NaCl fisiologi steril diinjeksikan kedalamnya.
11) Apabila terdapat kebocoran maka terlihat rembesan cairan pada tempat anastomosis.
Setelah diyakini tidak ada kebuntuan da kebocoran, usus halus kemudian dikembalikan
kedalam rongga abdomen.
12) Dinding abdomen dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana terputus.
13) Jaringan subkutan dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana menerus.
14) Kulit dijahit dengan benang silk 2-0 dengan pola jahitan sederhana terputus.
15) Irisan kulit yang telah dijahit diolesi dengan antiseptik iodium tinktur 3%. Selama
prosedur operasi berlangsung, anjing diinfus dengan larutan ringer’s dekstrosa 5%
sebanyak 40ml/kgBB.
22
3.4 Pengujian Kebocoran Usus
Pengujian terhadap kebocoran usus dapat dilakukan dengan cara:
1. Menekan jari kelingking ditempat persambungan\jahitan, maka akan terasa usus
buntu atau tidak.
2.Memijat usus didekat persambungan dan melintaskan isi usus melalui
persambungan, jika tempat persambungan bocor maka sebagian isi usus akan keluar.
3. Menyuntikan larutan NaCl Fisiologis kedalam lumen sambungan usus tersebut, bila
larutan tidak keluar maka sambungan sudah baik.
4. Jika sambungan usus tersebut buntu maka dapat dibuat irisan sepanjang 1 cm, kira-
kira 3 cm dari persambungan, lewat irisan tadi dimasukan hemostatik forseps untuk
membuka persambungan yang buntu tersebut.
5. Jika ada kebocoran maka pada tempat-tempat tersebut dijahit dengan
menggunakan metode cushing sampai kebocoran dapat diatasi.
23
BAB 4
HASIL
4.1 Sinyalemen
Nama : Diana
Ras : Domestik
Berat Badan : 8.8 Kg
Jenis kelamin : Jantan
Warna : Hitam Putih
Suhu : 38.2 C
CRT & Turgor : <2 detik
4.2 Obat-obatan
FUNGSI OBAT DOSIS VOLUME RUTE WAKTU
ADMINISTRASI
(mg/kg (ml)
BB)
24
Induksi Keta-Xyla 1.76 IV 11.00
anastesi
Epinephrine 1 12.25
0.25 mg/ml
15 mg/ml
100 mg/ml
20 mg/ml
200 mg/ml
50 mg/ml
25
4.3 Monitoring Hewan Selama Operasi
WAKTU I
PARAMETER PRE- 0' 5' 10' 15' 20' 25' 30' 35' 40' 45' 50' 55' 60'
ANESTESI
RESPIRASI
(x/menit) 32 36 56 64 60 60 48 52 40 28 32 36 28 32
DENYUT
JANTUNG 100 120 128 132 116 132 116 124 96 80 76 86 86 72
(x/menit)
TEMPERATUR 38.1 38.6 38.5 38.3 38.3 38.1 37.4 37.5 37.1 36.9 36.9 36.7 36.4 36.3
WAKTU II
PARAMETER PRE- 65' 70' 75' 80' 85' 90' 95' 100' 105' 110' 115' 120' 125'
ANESTESI
RESPIRASI 32 28 32 28 32 36 36 36 32 36 36 40 44
(x/menit)
DENYUT 68 68 62 58 58 64 60 58 56 62 66 76 76
JANTUNG
(x/menit)
TEMPERATUR 35.9 35.7 34.5 34.6 35 34.6 34.5 34.8 34.6 33.9 33.7 34 33.8
WAKTU III
PARAMETER PRE- 130' 135' 140' 145' 150' 155' 160' 165' 170' 175' 180' 185' 190'
ANESTESI
RESPIRASI 40 48 32 32 32 24 24 24 28 24 24 24 32
(x/menit)
26
No Tanggal Keterangan
27
SL : pink Poo : -
CRT : 1s Vom : -
Tur : 1s
5 14/12/2019 Temp : 38.2C Ma : ++ T/ gentamcyin salep
Pagi HR : 124x/mnt Mi : ++
RR : 50/mnt Pee : -
SL : pink Poo : ++
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
Sore Temp : 38.3C Ma : ++
HR : 124x/mnt Mi : ++
RR : 44x/mnt Pee : ++
SL : pink Poo : ++
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
6 15/12/2019 Temp : 38.5C Ma : ++ T/ Gentamcyin salep
Pagi HR : 140x/mnt Mi : ++
RR : 60x/mnt Pee : -
SL : pink Poo : ++
CRT : <2s Vom : -
Tur : 1s
Sore Temp : 38.4C Ma : ++
HR : 144x/mnt Mi : ++
RR : 60x/mnt Pee : ++
SL : pink Poo : +
CRT : <2s Vom : -
Tur : 1s
7 16/12/2019 Temp : 38.4C Ma : ++ T/ gentamcyin salep
Pagi HR : 140x/mnt Mi : ++
RR : 66x/mnt Pee : -
SL : pink Poo : -
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
Sore Temp : 38.4C Ma : ++
HR : 120x/mnt Mi : ++
RR : 60x/mnt Pee : ++
SL : pink Poo : -
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
8 17/12/2019 Temp : 38.6C Ma : ++ T/ gentamcyin salep
Pagi HR : 130x/mnt Mi : ++
RR : 54x/mnt Pee : ++
SL : pink Poo : ++
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
Sore Temp : 38.0C Ma : ++
HR : 120x/mnt Mi : ++
28
RR : 44x/mnt Pee : -
SL : pink Poo : ++
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
9 18/12/2019 Temp : 38.3C Ma : ++ pembersihan luka
Pagi HR : 120x/mnt Mi : ++
RR : 80x/mnt Pee : ++
SL : pink Poo : ++
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
Sore Temp : 38.3C Ma : ++
HR : 120x/mnt Mi : ++
RR : 80x/mnt Pee : ++
SL : pink Poo : -
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
10 19/12/2019 Temp : 38.6C Ma : ++ pembersihan luka
Pagi HR : 120x/mnt Mi : ++
RR : 60/mnt Pee : -
SL : pink Poo : -
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
Sore Temp : 38.6C Ma : ++
HR : 120x/mnt Mi : ++
RR : 60x/mnt Pee : ++
SL : pink Poo : ++
CRT : <2s Vom : -
Tur : <2s
Perkembangan Luka
Gambar Keterangan
10/12/2019
Luka hari ke 1
12/12/2019
Luka hari ke 3
29
14/12/2019
Luka hari ke 5
16/12/2019
Luka hari ke 7
30
18/12/2019
Luka hari ke 9
20/12/2019
Luka hari ke 11
31
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Analisa Prosedur
Prosedur bedah enterotomy merupakan teknik bedah dengan cara membuka
bagian usus sepanjang ±4 cm. Hal yang utama dalam setiap operasi yakni kebersihan
atau sterilitas baik sebelum operasi maupun setelah operasi. Sebelum melakukan
operasi, alat-alat bedah yang akan digunakan harus dicuci hingga bersih kemudian
disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 121oC selama 15 menit. Tujuan dari
sterilisasi ini adalah untuk membunuh bakteri serta spora bakteri. Persiapan operator
berupa operator menggunakan masker dan cap. Kemudian mencuci tangan
menggunakan larutan chlorhexidine 2% selama minimal 1-2 menit. Setelah itu,
operator menggunakan sarung tangan steril. Persiapan hewan berupa puasa selama 12
jam sebelum operasi, pemeriksaan fisik, uji hematologi, serta sterilisasi area insisi.
Prosedur selanjutnya adalah pemberian pre anasthesi atau sering disebut
premedikasi yang bertujuan untuk memperlancar induksi anastesi dan mengurangi efek
samping anastesi seperti mengurangi sekresi kelenjar saliva, mencegah efek
bradikardia dan vomit setelah ataupun selama anastesi, mendepres reflek vasovagal,
mengurangi rasa sakit dan mengurangi gerakan yang tidak terkendali selama recovery
menggunakan atropine sulfat diberikan melalui subcutan dan acepromazine diberikan
melalui muskulus yaitu muskulus semimembranosus atau semitendinosus. Setelah
pemberian zat anastesi dan anastesi dilakukan maka kemudian perlu juga diperhatikan
efek anastesi terhadap pasien. Jika pasien masih ada respon gerak dan rasa sakit perlu
diberikan tambahan dosis anastesi sepertiga dari dosis awal. Setelah dipastikan bahwa
respon pasien sudah tidak ada maka, hal selanjutnya yang perlu diperhatikan yakni
respon pasien terhadap zat anastesi, jika respon berlebihan maka denyut jantung,
pulsus, nafas suhu akan menurun dan pasien mencapai keaadaan kritis. Untuk
penanganannya dapat dilakukan penekanan pada daerah thorax dengan tujuan
32
membantu jantung berdenyut. Pemberian cairan infus dapat membatu pasien yang telah
kehilangan banyak energi dan menjaga kestabilan cairan dalam tubuh.
33
yang akan dilakukan incisi atau pembedahan dengan disemprotkan terlebih dahulu
sabun pada area yang akan dicukur, kemudian cukur di daerah abdomen, posterior
umbilical. Setelah semua bulu tercukur dengan bersih, kemudian daerah yang akan
diincisi dibersihkan dan disinfeksi dengan menggunakan iodine dan alcohol, caranya
dengan arah memutar dari dalam keluar, hal ini berfungsi untuk menjaga kesterilan
area yang akan diincisi. Setelah itu, buatlah sayatan sekitar 2-3 cm dari umbilicus arah
caudal, pada linea alba dengan panjang kurang lebih 3 - 5 cm. Preparir cutan dan
subcutan menggunakan gunting tajam tumpul hingga terlihat linea alba. Pada saat
terlihat linea alba, dilakukan insisi sepanjang 1 cm menggunakan blade. Insisi
diteruskan dengan menggunakan pinset anatomis dan gunting tajam tumpul dengan
bagian tajam di dalam. Setelah terbuka rongga abdomen, bagian insisi dexter dan
sinister dipertahankan tetap dalam kondisi terbuka menggunakan allice tissue forceps.
Selanjutnya dilakukan pencarian usus menggunakan jari tangan. Usus dikeluarkan,
bagian kiri dan kanan dari usus yang akan disayat diikat dengan kain kasa kemudian
kain kasa. Dibuat sayatan pada permukaan usus dan usahakan agar usus tetap dalam
keadaan basah dengan cara membilas dengan NaCl fisiologis. Kemudian usus dijahit
dengan pola simple interupted menggunakan chromic catgut. Cek secara keseluruhan
untuk memastikan tidak adanya kebocoran pada jahitan. Musculus dijahit dengan
menggunakan benang cat gut chromic dengan pola terputus sederhana, subkutan
dijahit dengan benang cat gut chromic pola menerus sederhana dan kulit dijahit dengan
benang cat gut chromic pola intradermal. Bagian luar kulit dijahit dengan benang silk
pola terputus sederhana. Kemudian diusapkan betadin diatas jahitan, diberi salep
genoint pada jahitan secara merata kemudian ditutup dengan kasa dan hypafix. Setelah
itu gunakan gurita untuk melindungi jahitan agar cepat kering, tidak ada kontaminasi
dan agar kucing tidak dapat menjilati bagian yang setelah operasi.
Sebelum melakukan operasi, alat-alat bedah yang akan digunakan harus dicuci
hingga bersih kemudian disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 121oC selama 15
34
menit. Tujuan dari sterilisasi ini adalah untuk membunuh bakteri serta spora bakteri.
Persiapan operator berupa operator menggunakan masker dan cap. Kemudian mencuci
tangan menggunakan larutan chlorhexidine 4% selama minimal 5 menit. Setelah itu,
operator menggunakan sarung tangan steril. Persiapan hewan berupa puasa selama 12
jam sebelum operasi, pemeriksaan fisik, uji hematologi, serta sterilisasi area insisi.
Pemeriksaan fisik dan uji hematologi bertujuan untuk memastikan hewan benar-benar
dalam kondisi sehat dan layak untuk dilakukan operasi. Sterilisasi area insisi dimulai
dengan mencukur rambut disekitar area insisi. Setelah itu, area insisi diberi antiseptik
berupa alkohol 70% kemudian menggunakan povidone iodine 10%. Pemberian
antispetik ini dilakukan menggunakan kapas dengan arah memutar dari dalam keluar
area insisi. Setelah itu, pasien diberi drape guna mengurangi kontaminasi.
35
A B C
Gambar 5.1 A. Pemasangan duk dan diberi alkohol iodin, B.Insisi kulit, C. Insisi
subkutan dan musculus (Dokumentasi pribadi,2019)
Selama proses operasi, pasien diberi cairan NaCl secara intravena menggunakan
dosis maintenance. Hal ini bertujuan sebagai tindakan preventif jika terjadi shock
hipovolemik akibat adanya perdarahan selama proses operasi. Perlakuan selanjutnya
yaitu pemberian anasthesi dengan injeksi kombinasi ketamine dan xylazine. Menurut
Katzug (2001), kombinasi ketamin dan xylazine dapat meningkatkan kerja masing-
masing obat yang mana xylazine memberikan efek muscle relaxant yang tidak dimiliki
oleh ketamin, sedangkan ketamin memberikan efek analgesik yang baik. Makin tinggi
dosis anastesi kombinasi ketamin-xylazine yang digunakan makan makin panjang pula
waktu pemulihan anastesinya. Ketamin-xylazine mempunyai sifat kerja yang berbeda
terhadap sistem syaraf otonom. Ketamin merupakan obat yang bersifat
simpatomimetik yang bekerja menghambat saraf simpatik pada sistem saraf pusat
dengan neurotransmiter noradrenalin sehingga menimbulkan dilatasi pupil, dilatasi
bronkiolus dan vasokonstriksi pembuluh darah. Xylazine merupakan obat
parasimpatomimetik yang bekerja menghambat saraf simpatis dengan reseptor
muskarinik. Reseptor muskarinik xylazine akan menekan sistem saraf pusat, sehingga
menimbulkan efek sedatif hipnotik.
Setelah itu anjing diletakkan pada meja operasi dengan posisi ventrodorsal.
Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan kain drape yang difiksasi dengan towel
36
clamp. Selanjutnya dilakukan laparotomi bagian abdomen dengan insisi pada caudal
midline. Titik orientasi yang digunakan untuk menentukan lokasi insisi adalah os
costae terakhir , umbilical, dan puting terakhir. Insisi dilakukan dua jari dibawah
umbilical dan maksimal diatas puting terakhir dengan panjang insisi 3-4 cm. Insisi
meliputi lapisan cutan/ kulit, subcutan, dan muskulus. Setelah terbuka dilakukan
pencarian usus menggunakan jari, Pada setiap kegiatan dilakukan irigasi menggunakan
normal saline. Tujuan dilakukan irigasi adalah untuk menghindari terjadinya
perlengketan antar organ dan menjaga kondisi tetap lembab.
Gambar 5.2 A. Usus dikeluarkan, B. Handling dan insisi usus (dokumentasi pribadi,
2019)
37
Gambar 5.3 Penjahitan usus dengan jahitan terputus sederhana dan dilakukan uji
kebocoran (Dokumentasi pribadi, 2019)
38
lubang bekas jarum. Tempatkan jahitan tambahan jika terjadi kebocoran di antara
jahitan. Tempatkan omentum di atas garis jahitan sebelum menutup perut. Gunakan
serosal patch dari omentum jika integritas usus terjadi kebocoran dari lubang bekas
jarum. Ganti instrumen dan sarung tangan yang terkontaminasi sebelum menutup
abdomen.
Gambar 5.4 A. Penjahitan musculus dengan pola terputus sederhana dan subkutan
dengan pola menerus sederhana, B.Penjahitan kulit dengan intradermal, C. Penjahitan
bagian luar kulit dengan pola menerus sederhana (Dokumentasi pribadi, 2019)
Penjahitan pada linea alba dan muskulus rectus abdominis dengan menggunakan
benang catgut chromic 3-0 dengan pola terputus sederhana. Dilanjutkan penjahitan
subkutan dengan pola menerus sederhana, penjahitan kulit dengan jahitan intradermal
dan penjahitan luar kulit dengan jahitan terputus sederhana menggunakan benang silk.
Setelah operasi, area disekitar jahitan dibersihkan menggunakan normal saline,
povidone iodine, dan salep genoint kemudian dibalut menggunakan kasa steril dan
hipafix. Pembalutan luka tersebut berfungsi agar luka operasi tetap bersih dan
menghindari anjing merusak jahitannya yang dapat menyebabkan infeksi. Penutupan
luka insisi dilakukan menggunakan kassa steril dan hypafix®.
Pemberian NaCl pada saat post operasi bertujuan untuk menjaga kestabilan cairan
tubuh dan dehidrasi, perdarahan dan shock sewaktu operasi berlangsung. Semakin
tinggi dosis anastesi kombinasi antara xylazine dan ketamine yang digunakan maka
39
semakin panjang pula waktu pemulihan anastesinya. Pengamatan post operasi meliputi
pemeriksaan temperatur, makan, defekasi, minum, urinasi, dan kondisi jahitan yang
dilakukan setiap hari. Penggantian penutup luka jahitan dilakukan setiap hari.
40
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
41
DAFTAR PUSTAKA
Aiache, 1983, Biofarmasetika, diterjemahkan oleh Widji Soeratri, Edisi II, 438-460,
Airlangga Press : Jakarta.
Atik, Nur dan Januarsih Iwan A. Rahman. 2009. Perbedaan Efek Pemberian Topikal
Gel Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Dengan Solusio Povidone Iodine Terhadap
Penyembuhan Luka Sayat Pada Kulit Mencit (Mus Musculus). Bagian Histologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians. Philadelphia : Mosby.
Dyce et.al,. 2010. Textbook of Veterinary Anatomy. 4rd edition. Saunders Elsevier.
Eming, S. A., Krieg, T., dan Davidson, J. M., 2007. Inflammation in Wound Repair:
Molecular and Cellular Mechanisms. J. Invest. Dermatol.
Fossum, Theresa Welch, et all. 2013. Small Animal Surgery 4rd Edition. Mosby
Elsevier.
Guyton AC, Hall JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Ibrahim, R. (2000). Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Syiah Kuala
University Press. Banda Aceh.
Plumb, D. 2008. Plumb’s Veterinary Drug Handbook Sixth Edition. Iowa: Blackwell
Publishing.
Plumb, D.C. 2011. Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Pharma Vet Inc. Stockholm,
Wisconsin
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC.
42
Suriadi, Rita Yuliani., 2007, Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung
setia.
Yudhi. 2010. Enterotomi dan Premedikasi serta Anastesi Umum. UGM. Yogyakarta.
Yusuf, I. 1995. Ilmu Bedah Khusus Veteriner. Diktat. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
43