Anda di halaman 1dari 13

INVESTIGASI WABAH DAN KLB

Penanggulangan Kejadian Luar Biasa


Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD)
KELOMPOK 6

1. AFRI SISTIKA 225130053P

2. ARDHI WIRATAMA PUTRA 225130023P

3. BERMAN SIMANGUNSONG 225130101P

4. ENDAH WAHYU NINGSIH 225130056P

5. SYALINA KHOIRUNISA 225130092P

6. TRI DEWA MAHENDRA SAYIH 225130084P

7. WINDY ALFI AULIA 225130041P

8. YASMIN PUTRI ZAHWA 225130026P

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara geografis, Indonesia merupakan negara yang dikelilingi oleh Benua Asia, Benua Australia, Samudra
Pasifik, dan Samudera Hindia. Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa sehingga beriklim tropis. Iklim tersebut
berdampak pada suhu, curah hujan, pencahayaan, kelembaban, dan angin yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan hewan dan tumbuhan, termasuk vektor penyakit. Banyaknya vektor penyakit yang berkembang
subur di iklim tropis, membuat Indonesia menjadi daerah endemis penyakit menular. Salah satunya adalah
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti yang
telah terinfeksi virus dengue. Penyakit DBD pertama kali ditemukan di Indonesia, yaitu di Kota Surabaya pada
tahun 1968. Pada saat itu, tercatat sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang di antaranya meninggal dunia.1
Sejak saat itu, penyakit DBD menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di
Indonesia telah terjangkit penyakit DBD.
Penyebaran penyakit DBD hingga menjadi KLB sangat terkait dengan perilaku masyarakat dalam menjaga
kebersihan dan kesehatan lingkungan. Keberadaan vektor nyamuk di tempat perindukan di tempat
penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, ember, kaleng bekas, vas bunga, dan lainnya juga
menjadi faktor yang perlu diperhatikan sehingga pemberantasan dilakukan melalui pendekatan perubahan
perilaku, kebersihan lingkungan dan pemberantasan tempat perindukan nyamuk. Ketika sudah ada penderita
DBD di tengah masyarakat, biasanya permintaan dilakukannya fogging atau pengasapan akan meningkat.
Pemerintah telah menyatakan penyakit DBD sebagai salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah atau
KLB..
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas Rumusan Maka perumusan masalah nya sebagai
berikut :
1. Apa itu Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD )
2. Apa itu Epidemiologi Penyakit DBD
3. Bagaimana Cara Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Demam
Berdarah Dengue ( DBD ) ?
 
 
C. Tujuan Penulisan
4. Untuk Mengetahui Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD )
5. Untuk Mengetahui Epidemiologi Penyakit DBD
6. Untuk Mengetahui Cara Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit
Demam Berdarah Dengue ( DBD )
 
 
 
 
 
 
A. Demam Berdarah Dengue ( DBD )
a. Definisi

Demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan vektor DBD (Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus). Kedua nyamuk tersebut berbadan kecil, hitam dan berbintik putih disekujur badan,
memiliki gambar kepala kecapi maupun garis lurus pada kepalanya. Habitat di air bersih meliputi genangan air bersih, vas
bunga, sela daun, maupun tanaman hidroponik. Ae. Aegypti lebih hidup didalam rumah dan suka dengan tempat yang
gelap dan sering hinggap pada baju yang digantung, sedangkan Ae. Albopictus hidup di kebun atau diluar rumah.

Penyakit DBD ditandai dengan gejala klinis meliputi mendadak demam tinggi, perdarahan seperti mimisan/muntah atau
berak darah, nyeri perut/ulu hati, penderita gelisah dan berkeringat. Selain gejala klinis juga didukung hasil laborat berupa
penurunan kadar trombosit (trombositopenia) < 100.000, meningkatnya kadar hematokrit, efusi pleura. Diagnosa DBD
ditegakkan dengan ditemukannya dua kriteria klinis ditambah satu kriteria laboratoris.

Pertolongan pertama yang dilakukan bila menemui gejala DBD antara lain beri penderita banyak minum, kompres air
hangat, beri obat penurun panas dan segera bawa penderita ke fasilitas kesehatan. Fogging (Pengasapan) berfungsi untuk
membunuh nyamuk DBD dewasa, tidak dapat memberantas DBD, karena bersifat rehabilitatif (sementara). Untuk
melakukan fogging, harus memenuhi beberapa syarat antara lain, ditemukan > 1 penderita DBD dan atau > 3 DD dan
ditemukan 5% jentik, terdapat Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS) dan Penyelidikan Epidemiologi (PE).
b. Daur Hidup Nyamuk Aedes Aegypti
 
1. Telur
Telur berbentuk pipih, lonjong, berwarna hitam dan berukuran ± 0,8 mm yang mengapung satu per satu pada permukaan
air jernih, atau menempel pada dinding tempat penampungan air. Diperlukan waktu ± 2 hari (setelah telur terendam air)
untuk menjadi bentuk larva / jentik. Telur dapat bertahan di tempat kering ± 6 bulan. Sekali bertelur, nyamuk betina
menghasilkan sebanyak ± 100 butir

2. Larva/Jentik
Di fase ini nyamuk bisa mengganti kulitnya sebanyak 4 kali. Pergantian kulit menyesuaikan perubahan ukuran nyamuk
sebelum melakukan fase transisi pupa. Sekitar 5 sampai 8 hari larva / jentik akan berubah menjadi pupa.

3. Pupa/Kepompong
Pupa berbentuk seperti koma tidak perlu makan dan memakan waktu sekitar 2 – 4 hari untuk berkembang menjadi
nyamuk.

4. Nyamuk Dewasa
Nyamuk berwarna dasar hitam dengan bintik putih di badan dan kaki. Nyamuk dewasa muncul dengan cara menelan
udara untuk memperluas ukuran perutnya, sehingga kepompong terbuka dan muncullah kepala nyamuk sebelum terbang
ke udara. Setelah keluar dari pupa, nyamuk akan beristirahat di permukaan air sementara waktu. Aktivitas menggigit
nyamuk biasanya mulai pagi dan petang hari (09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00). Setelah menghisap darah, nyamuk
beristirahat di tempat gelap dan lembab di dalam atau luar rumah untuk menunggu proses pematangan telurnya.
c. Tanda Utama Penyakit DBD

 Demam tinggi (≥ 390C) mendadak terus menerus berlangsung 2 – 7 hari. Akhir fase demam setelah hari ke-3 (saat
demam mulai menurun), hati – hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam hari ke-3 sampai ke-6 adalah
fase kritis terjadinya syok. Tanda syok antara lain :
a)Demam turun tetapi keadaan memburuk
b)Nyeri perut, produksi urin menurun
c)Muntah, gelisah, kulit menjadi dingin
d)Nadi cepat kadang tidak teraba, tekanan darah menurun / tidak terukur
e)Nyeri kepala
 Nyeri bagian belakang bola mata
 Nyeri otot dan tulang
 Ruam / petekie (dapat muncul pada hari pertama demam atau setelah demam hari ke-3). Untuk membedakan dengan
bekas gigitan nyamuk, tekan bagian bitnik merah dengan penggaris plastik transparan atau regangkan kulit. Apabila
binik merah menghilang saat penekanan/peregangan, berarti bukan petekie.
d. Penanganan Demam Untuk Pertolongan Pertama
• Istirahat di tempat tidur dan kurangi aktivitas
• Minum banyak (1-2 liter/hari). Semua cairan berkalori diperbolehkan kecuali cairan yang berwarna coklat dan merah
(susu coklat, sirup merah)
• Kompres hangat dapat dilakukan untuk mengendalikan demam
• Minum antipiretik (paracetamol) : dewasa (3×1 hari), anak – anak (10-15 mg/kgBB/kali
• Bila terjadi kejang, jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, tidak memberi apapun lewat mulut.
• Apabila dalam 2-3 hari panas tidak turun, atau panas turun disertai ruam, muntah, gelisah, mimisan segera diperiksakan
ke dokter.
B. Epidemiologi Penyakit DBD

Epidemiologi merupakan studi tentang penyebaran penyakit serta faktor-faktor yang memengaruhinya.
Penyebaran penyakit dikaji melalui frekuensi penyakit yang dihitung dalam angka prevalensi, insiden, CFR,
dan lainnya. Kegunaan epidemiologi adalah untuk menggambarkan penyakit yang terjadi di masyarakat secara
keseluruhan berdasarkan frekuensi, distribusi, dan determinan yang memengaruhinya.

Terdapat tiga hal yang memengaruhi terjadinya penyakit menular atau biasa disebut segitiga epidemiologi
penyakit menular, yaitu agent, host dan environment. Ketiganya saling memengaruhi satu sama lain. Agen
merupakan penyebab penyakit menular seperti virus, bakteri, protozoa, jamur, cacing, riketsia, dan lainnya.
Agen penyakit dapat bertahan di tubuh manusia dan juga binatang (zoonosis). Host atau induk semang dapat
terinfeksi agen penyakit namun tergantung pada kekebalan tubuhnya. Sedangkan environment merupakan
media kontak antara agen dan induk semang, yaitu berupa udara, sentuhan kulit, makanan yang telah
terkontaminasi, plasenta ibu hamil, dan lainnya.

Pada penyakit DBD, agen penyakit menular berupa virus dengue yang termasuk dalam famili Flaviridae
dan
genus Flavivirus, terdiri dari empat serotipe, yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus ditularkan kepada
manusia (host) melalui perantara gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpictus yang terinfeksi
virus dengue. Pada mulanya nyamuk tersebut berasal dari negara Mesir yang kemudian menyebar ke seluruh
dunia termasuk Indonesia melalui transportasi udara dan laut. Nyamuk tersebut hidup dengan subur di belahan
dunia yang mempunyai iklim tropis dan subtropis seperti Benua Asia, Afrika, Australia dan Amerika.
Faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD antara lain pertumbuhan penduduk yang tinggi,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, kontrol vektor nyamuk yang tidak efektif di daerah endemis, dan peningkatan
sarana transportasi.

Gejala klinis DBD ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, nyeri, mual, dan menifestasi perdarahan seperti mimisan atau
gusi berdarah serta adanya kemerahan di bagian permukaan tubuh pada penderita. Pada umumnya penderita DBD akan mengalami
fase demam selama 2-7 hari. Fase pertama terjadi selama satu hingga tiga hari. Penderita akan merasakan demam yang cukup
tinggi, yaitu 40oC. Pada fase kedua, penderita mengalami fase kritis pada hari keempat hingga kelima. Pada fase ini penderita
akan mengalami penurunan suhu tubuh hingga 37oC dan penderita akan merasa dapat melakukan aktivitas kembali (merasa
sembuh kembali). Pada fase ini jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, dapat terjadi keadaan fatal, yaitu penurunan
trombosit secara drastis akibat pemecahan pembuluh darah (pendarahan). Selanjutnya fase ketiga akan terjadi pada hari kelima dan
keenam di mana penderita akan merasakan demam kembali. Fase ini dinamakan fase pemulihan di mana trombosit akan perlahan
naik dan normal kembali.

Sampai saat ini, DBD masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi.
Kerugian sosial yang terjadi antara lain munculnya kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, berkurangnya usia
harapan dalam keluarga, dan berkurangnya usia harapan hidup masyarakat. Dampak ekonomi langsung adalah biaya pengobatan
yang cukup mahal, sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang dikeluarkan selain
pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan sakit. Upaya pemberantasan penyakit DBD dititikberatkan pada
pemberantasan nyamuk penularnya, di samping kewaspadaan dini terhadap kasus DBD untuk membatasi angka kematian.
Pemberantasan nyamuk dilakukan melalui penyemprotan insektisida. Namun selama jentiknya masih dibiarkan hidup, maka akan
timbul lagi kasus baru nyamuk DBD. Penyemprotan sebaiknya dibatasi pada wilayah yang berpotensi wabah atau KLB. Selain
penyemprotan insektisida, pemberantasan nyamuk juga dilakukan di tempat perindukan nyamuk. Tempat perindukan vektor
nyamuk Aedes dipengaruhi oleh jenis, ukuran dan warna wadah, air, suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan setempat.
A. Implementasi Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah ( DBD )
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/ VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) yang mengutamakan kajian epidemiologi dalam deteksi KLB. Terkait vektor DBD,
pengendalian vektor penyakit menular diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/Per/III/2010 tentang
Pengendalian Vektor. Pasal 5 menyebutkan bahwa pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan
secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya
dan/atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif.
Selain itu, kebijakan penanggulangan DBD tertera dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 92/Menkes/SK/II/1994
tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan Menteri Nomor 581/ Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue, Pokja DBD dibentuk di tingkat desa atau kelurahan dan dapat juga dibentuk di tingkat wilayah di
bawah desa atau kelurahan seperti dusun, RT dan RW.
Strategi pencegahan dan pengendalian KLB DBD dilakukan dengan upaya melakukan surveilans aktif berbasis
laboratorium, kesiapan dan tanggap darurat untuk pengendalian nyamuk, darurat rawat inap dan pengobatan penderita DBD,
pendidikan kesehatan masyarakat tentang diagnosis klinis dan manajemen DBD, pengendalian nyamuk Aedes di komunitas
Manajemen lingkungan merupakan upaya pengendalian vektor yang paling efektif, yaitu:
• Mengurangi habitat vektor seperti menutup tempat penyimpanan air, membuang limbah padat yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk.
• Penggunaan bilogi seperti predator nyamuk seperti capung, katak, dan ikan.
• Penggunaan bahan kimia yang memiliki sifat insektisida guna mengurangi populasi nyamuk di lingkungan setempat
seperti larvasida yang diterapkan langsung ke air dan adulticides yang digunakan dalam fogging untuk melawan nyamuk
dewasa. Contoh insektisida yang digunakan adalah organofosfat seperti fenitrothion, fenthione malathione, dan piretroid
seperti cypermethin, deltamethrin, dan permethrin.
 
a. Pengendalian Nyamuk Demam Berdarah
 
Pengendalian nyamuk demam berdarah dilakukan dengan cara fisik, biologi dan kimiawi.
1)Pengendalian Secara Fisik / Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),
pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
Perbaikan desain rumah.
 Sebagai contoh yaitu dengan 3 M Plus:
 Menguras dan menyikat
 Menutup tempat penampungan air
 Memanfaatkan / mendaur ulang barang bekas 
Plus Mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk, antara lain :
 Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer
 Menggunakan obat anti nyamuk
 Memasang kawat kasa jendela dan ventilasi
 Menggunakan kelambu
 Membersihkan lingkungan secara gotong royong
 Tidak menggantung pakaian di luar almari
 Meletakkan pakaian kotor ke dalam wadah tertutup
 Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras
 Menanam tanaman pengusir nyamuk
 Menutup lubang potongan bambu bersekat/lubang pohon dengan tanah
2) Pengendalian Secara Biologi
o Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-
14)
3) Pengendalian Secara Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan
lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut
dengan ”3M Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan
insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi
setempat
 
 
 
BAB III
KESIMPULAN
 KESIMPULAN
1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyebab penyakit DBD, penyakit DBD adalah penyakit
menular, disebabkan oleh gigitan nyamuk yang dapat mematikan. Penyakit DBD ditandai dengan; Demam tinggi yang mendadak
2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius), Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan
(anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala, Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi,
Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian, dan Munculnya bintik-bintik merah pada
kulit akibat pecahnya pembuluh darah. Penyebaran penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk pada pagi dan sore hari,
nyamuk ini senang dilingkungan/ genangan air yang bersih.
2. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan
”3M Plus”, yaitu menutup, menguras,menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan
jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi setempat

Anda mungkin juga menyukai