Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DOKUMENTASI

ETIK DAN LEGALITAS

PENDOKUMENTASIAN KEPERAWATAN

Dosen Pembimbing:

Ns.Sri Hayulita M,kep.

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Herry Putra

Lusy Hayati Fitri

Mutiara Defiska

Rahmatul Jannah

Sri Ernawati

Suci Wifen Mayesa

STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

DIII KEPERAWATAN II B

2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena dengan ridho,
rahmat dan karunia dapat menyelesaikan makalah ini berjudul “Etik dan Legalitas
Pendokumentasian Keperawatan”

Banyak sekali rintangan dan godaan yang penulis hadapi dalam menulis
makalah ini, baik saat mencari referensi, media dan terutama dari penulis sendiri
yaitu rasa bosan dan malas yang sekali datang, namun berkat bantuan dan
dorongan dari dosen dan teman-teman akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
namun demikian penulis berusaha seoptimal mungkin untuk mendapatkan hasil
yang baik untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam meningkatkan kemampuan penulis dikemudian hari. Akhir
kata, penulis juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
penulis khususnya.

Bukittinggi, Desember 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap
pada kesejahteraan manusia namun masih banyak masyarakat yang tidak
mengetahui apa saja yang harus dilakukan seorang perawat dalam memenuhi
kebutuhan pasiennya.
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat merupakan
tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme
dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkalitas.Untuk itu perawat
memerlukan landasan komitmen yang tinggi untuk meningkatkan potensi kerja
seorang perawat.
Oleh karna itu, dibentuklah kode etik keperawatan yang menjadi acuan dasar
perawat dalam menjalankan profesinya.Dalam menghadapi pasien , seorang
perawat harus mempunyai etika , karena yang dihadapi perawat adalah juga
manusia.Perawat harus memperlakukan pasien atau klien secara bermartabat.
Dengan etika yang baik diharapkan seorang perawat bisa menjalin hubungan yang
lebih akrab dengan pasien.Dengan hubungan yang baik ini, maka akan terjalin
sikap saling menghormati dan menghargai diantara keduanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu etika dan legalitas dokumentasi keperawatan?
2. Apa saja pelanggaran yang terjadi dalam keperawatan?
3. Apa saja pelanggaran yang di sengaja perawat ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kode etik keperawatan,
2. Untuk mengetahui berbagai jenis kode etik keperawatan,
3. Untuk mengetahui fungsi dari kode etik keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aspek Legal dan etik Dokumentasi Keperawatan

Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum praktik keperawatan
mengacu pada hukum nasional yang berlaku di suatu negara. Hukum adalah
aturan tingkah laku yang ditetapkan dan diberlakukan oleh pemerintahan suatu
masyarakat.Di indonesia hukum dibagi dua, yakni hukum pidana dan hukum
perdata.

Hukum pidana atau hukum publik adalah produk hukum yang mengatur
hubungan individu dengan pemerintah, yang menggambarkan kekuasaan
pemerintah yang berwenang (pemerintah terlibat langsung didalamnya).

Hukum perdata atau hukum sipil adalah produk hukum  yang mengatur
hubungan antar manusia. Misalnya: kontrak, pemilikan harta, praktik
keperawatan, pengobatan dll.

Sumber hukum utama:

1. Konstitusi
2. Badan legislatif
3. Sistem peradilan (yudikatif)
4. Peraturan administratif

a. Peraturan perundang-undangan di bidang keperawatan:

Untuk melindungi masyarakat dan perawat dalam praktik keperawatan, perlu


disusun peraturan perundang-undangan keperawatan sebagai aspek legal dari
profesi keperawatan. Perundang-undangan  yang mengatur praktik keperawatan
disebut undang-undang atau peraturan praktik keperawatan. Bentuk perundang-
undangan tersebut diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenjang peraturan
perundang-undangan.

b. Jenjang peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:

1. UUD
2. UU
3. Peraturan pengganti undang-undang (PERPU)
4. Peraturan pemerntah (PP)
5. Keputusan presiden (Keppres)
6. Keputusan menteri (Kepmen)
Dalam praktik keperawatan, perlu diperhatikan peraturan perundangan tentang
pendidikan keperawatan dan peraturan perundang-undangan setelah lulus
pendidikan keperawatan sebagai berikut:

1. Peraturan perundangan tentang pendidikan keperawatan

Peraturan perundangan ini memuat aturan yang mengatur penyelenggaraan


pendidikan keperawatan, baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya.
Program yang perlu diatur antara lain sebagai berikut:

1. Program vokasional dengan jenjang pendidikan setingkat SLTA, misalnya


Sekolah perawat kesehatan.
2. Program diploma dengan jenjang pendidikan D III keperawatan dan D IV
keperawatan.
3. Program bakaloriat dengan jenjang pendidikan peguruan tinggi di
fakultas/universitas. Program bakaloriat ini terdiri atas program sarjana
strata I, sarjana strata II (master), dan program sarjana strata III (doktor).
4. Program pendidikan berkelanjutan/pelatihan yang dapat diprogramkan
sesuai dengan jenjang pendidikan yang ada.
5. Program rumah sakit dan puskesmas untuk praktik mahasiswa pendidikan
keperawatan, yang memuat standar peralatan dan tenaga minimal untuk
tempat praktik mahasiswa keperawatan yang dapat menjemin mutu praktik
yang optimal.

2. Peraturan perundangan yang mengatur setelah lulus pendidikan


keperawatan

Dalam kaitan dengan praktik kepeerawatan ini, disiapkan peraturan perundangan


yang mengatur penempatan dan praktik keperawatan, antara lain sebagai berikut:

1. Peraturan perundangan tentang sistem penempatan tenaga perawat, baik di


dalam negeri maupun diluar negeri.
2. Peraturan perundangan tentang kewenangan praktik keperawatan yang
dikaitkan dengan sertifikasi registrasi dan lisensi keperawatan.
3. Peraturan perundangan tentang etika profesi keperawatan yang
dikeluarkan oleh organisasi profesi dan pemerintah.
4. Peraturan perundangan tentang standar profesi keperawatan sesuai dengan
undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992, pasal 53 ayat 1-4 yang diatur
oleh peraturan pemerintah. Peraturan perundangan ini pada hakikatnya
mencegah pelanggaran dan kejahatan dalam praktk keperawatan. Jika
pelanggaran terjadi dengan alasan tertentu, peraturan perundangan ini juga
mengatur bagaimana mengatasinya dan sanksi-sanksinya.
B. Pelanggaran yang sering terjadi dalam perawatan adalah sebagai
berikut:
1. Pelanggaran

 Perlakuan seseorang yang dapat merugikan orang lain berupa harta atau
milik lainnya secara disengaja atau pun tidak disengaja. Jika ada tuntutan
hukum, biasanya diselesaikan secara perdata dengan mengganti kerugian
tersebut.

Contoh : menghilangkan barang titipan klien atau merugikan nama baik klien

2. Kejahatan

 Suatu perlakuan merugikan orang lain, tetapi perbuatan tersebut dianggap


merugikan publik. Karena terlalu parah, kejahatan yang dianggap tindakan
perdata (tort) dapat digolongkan sebagai tindakan kriminal (tindakan
pidana). Tindak kriminal/pidana ini dapat dijatuhi hukum denda atau
penjara atau kedua-duanya.

3. Kecerobohan luarbiasa yang menunjukkan bahwa pelaku tidak


mengindahkan sama sekali nyawa orang lain (korban). Kejahatan ini dapat
dikenakan tindak perdata maupun pidana
4. Kealpaan mematuhi undang-undang kesehatan yang mengakibatkan
tewasnya orang lain atau mengonsumsi/mengedarkan obat-obat terlarang.
Kejahatan ini dapat dianggap sebagai tindakan kriminal (lepas dari
kenyataan disengaja atau tidak)
5. Kecerobohan dan praktik sesat

 Kecerobohan adalah suatu perbuatan yang tidak akan dilakukan oleh


seseorang yang bersikap hati-hati dalam situasi yang sama. Dengan kata
lain, perbuatan yang dilakukan di luar koridor standar keperawatan yang
telah ditetapkan dan dapat menimbulkan kerugian. Apabila hal tersebut
terjadi dan ada penuntutan, hakim/juri biasanya menggunakan saksi ahli
(orang yang ahli di bidang tersebut).

Contoh:

1. Sembarangan mengurus barang pribadi klien (pakaian, uang, kacamata dll)


sehingga rusak atau hilang
2. Tidak menjawab tanda panggilan klien yang dirawat sehingga klien
mencoba mengatasinya sendiri dan terjadi cedera
3. Tidak melakukan tindakan perlindungan pada klien yang mengakibatkan
klien cedera, misalnya tidak mengambilkan air panas dari dekat klien yang
mengakibatkan air tersebut tumpah kena klien dan klien mengalami luka
bakar
4. Gagal melaksanakan perintah perawatan, gagal memberi obat secara tepat
atau melaporkan tanda/gejala yang tidak sesuai dengan kenyataan, tidak
menyelidiki perintah yang meragukan sebelumnya sehingga dengan
kelalaian/kegagalan tersebut menimbulkan cedera

 Selanjutnya secara profesional dikatakan bahwa kecerobohan sama dengan


pelaksanaan praktik buruk, praktik sesat atau malpraktik.

6. Pelanggaran penghinaan

 Suatu perkataan atau tulisan yang tidak benar mengenai seseorang


sehingga orang tersebut merasa terhina atau dicemooh. Jika pernyataan
tersebut dalam bentuk lisan, disebut slander dan jika berbentuk tulisan
disebut libel.
 Contoh:

1. Pernyataan palsu
2. Menuduh orang secara keliru
3. Memberi keterangan palsu kepada klien

 Orang yang didakwa dengan tuduhan slander atau libel tidak dapat
diancam hukuman jika ia dapat membuktikan kebenaran pernyataannya
(lisan atau tulisan). Tuduhan ini dapat dibela dengan komunikasi
berprivilese, yakni komunikasi yang didasarkan pada anggapan bahwa
petugas profesional tidak dapat memberi pelayanan yang baik tanpa
pembeberan fakta secara lengkap mengenai masalah yang dihadapinya.
Jadi informasi berprivilese merupakan informasi rahasia antar petugas
profesional dengan kliennya, antara pengacara dengan kliennya, antara
kiai dengn pemeluk agamanya.

7. Penahanan yang keliru

 Penahanan klien tanpa alasan yang tepat atau pencegahan gerak seseorang
tanpa persetujuannya, misalnya menahan klien pulang dari rumah sakit
guna mendapat perawatan tambahan tanpa persetujuan klien yang
bersangkutan, kecuali jika klien tersebut mengalami gangguan jiwa atau
penyakit menular yang apabila dipulangkan dari rumah sakit akan
membahayakan masyarakat. Untuk itu rumah sakit mempunyai formulir
khusus yang ditandatangani klien/keluarga, yang menyatakan bahwa
rumah sakit yang bersangkutan tidak bertanggung jawab apabila klien
cedera karena meninggalkan rumah sakit tersebut.
8. Pelanggaran privasi

 Tindakan mengekspose/memamerkan/menyampaikan seseorang (klien)


kepada publik, baik orangnya langsung, gambar ataupun rekaman, tanpa
persetujuan orang/klien yang bersangkutan, kecuali ekspose klien tersebut
memang diperlukan menurut prosedur perawatannya
 Contoh:

1. Menyebar gosip atau memberi informasi klien kepada orang yang tidak
berhak memperoleh informasi itu
2. Memberi perawatan tanpa memerhatikan kerahasiaan klien, yaitu klien
dilihat/didengar orang lain sehingga klien merasa malu
3. Ancaman dan pemukulan

 Ancaman (assault) adalah suatu percobaan/ancaman, melakukan kontak


badan dengan orang lain tanpa persetujuannya
 Pemukulan (batter) adalah ancaman yang dilaksanakan]
 Setiap orang diberi kebebasan dari kontak badan dengan orang lain,
kecuali jika ia telah menyatakan persetujuannya.
 Contoh: jika klien dioperasi tanpa persetujuan yang
bersangkutan/keluarganya, dokter/rumah sakit tersebut dapat dituntut
secara hukum.
 Garis besar tentang persetujuan:

MASALAH IZIN KONTAK BADAN


Kapan diperlukan atau tidak Diperlukan:
diperlukan
 Pelayanan rutin rumah sakit
 Prosedur diagnosis
 Pengobatan non rutin pembedahan

Tidak diperlukan:

 Keadaan darurat: ancaman langsung


terhadap keselamatan atau kesalahan
 Para ahli sependapat bahwa keadaan klien
darurat
 Klien tidak mampu memberi persetujuan
dan orang yang berwenang tidak dapat
dihubungi
 Aksi sebagai respons terhadap komplikasi
selama operasi dan jika orang yang
berwenang tidak dapat dihubungi
 Jika klien pasrah saja
Konsekuensi tidak memperoleh  Perawat dan dokter dapat dituntut dengan
persetujuan tuduhan penyiksaan
 Rumah sakit dapat dituntut dengan
tuduhan penyiksaan karena rumah sakit
bertanggung jawab atas tindakan
pegawainya

Kriteria persetujuan yang sah  Tertulis (lisan, asal dapat dibuktkan


dipengadilan)
 Ditandatangani klien atau orang yang
secara hukum bertanggung jawab
 Klien (atau penandatangan) memahami
corak prosedur, resiko yang terkandung
dan kemungkinan konsekuensinya
 Prosedur yang dilaksanakan disetujui

Siapa yang menandatangani  Klien jika ia mampu


 Orang lain jika:
 Klien tidak mampu secara fisik, tidak
kompeten menurut hukum, masih di
bawah umur kecuali jika ia sudah
menikah atau mandiri
 Jika kemampuan reproduksi klien telah
berakhir, pasangan hidupnya yang
menandatangani

Jika klien tidak mau  Klien berhak menolak, tetapi ia harus


menandatangani menandatangani formulir sebagai bukti
penolakannya
 Pihak rumah sakit dapat memintakan
perintah pengadilan jika penolakan klien
membahayakan keselamatannya

9. Penipuan

 Pemberian gambaran salah secara sengaja yang dapat mengakibatkan atau


telah mengakibatkan kerugian atau cedera pada seseorang atau hartanya.
 Contoh: memberi data yang keliru guna mendapat lisensi keperawatan

 
C. Pelanggaran disengaja yang penting diketahui oleh seorang perawat:

Istilah hukum Definisi Contoh


Ancaman Membuat orang lain takut, kontak Mengancam
badan tanpa persetujuannya memukul seseorang
Penyiksaan Melakukan kontak badan dengan Memukul seseorang
seseorang tanpa persetujuannya
Penahanan yang Penahanan seseorang dengan cara yang Menahan klien di
keliru melanggar hukum tanpa persetujuannya rumah sakit sampai ia
membayar biaya
pengobatannya
Pelanggaran hak Pelanggaran hak seseorang untuk tidak Mengambil foto
privasi diganggu dan masalah pribadi tertentu seorang anak cacat
tidak dibeberkan kepada umum tanpa persetujuan
orang tuanya
Penghinaan Merugikan nama baik orang lain dngan Membuka aib klien
menyebar berita bohong mengenai dia kepada orang lain
kepada pihak ketiga
Libel Penghinaan tertulis Menuliskan bahwa
seseorang adalah
pencuri
Slander Penghinaan lisan Mengatakan
seseorang adalah
pencuri

  Dokumentasi legal yang isinya merupakan kondisi perkembangan klien


biasanya ditulis dalam bentuk chart. Chart memuat segala proses dan
perkembangan klien yang ditulis secara akurat. Chart mempunyai dua fungsi,
yaitu sebagai penyedia data mengenai klien dan merupakan laporan yang dapat
menjaga standar pelayanan. Adapun komponen-komponen dari data yang
legal adalah sebagai berikut:

1. Kondisi fisik, mental dan emosional.


2. Pengkajian, observasi, status kesehatan, dan hasil laboratorium.
3. Perilaku.
4. Respon terhadap stimulus, perubahan visual dan pendengaran, respon
verbal terhadap pertanyaan, respons terhadap lingkungan, dan perubahan
perilaku.
5. Asuhan keperawatan terapeutik.
6. Perawatan yang rutin, kontrol nyeri, terapi darah, dan penggantian cairan
intravena.
7. Pengawasan asuhan keperawatan.
8. Memonitor aktivitas motorik, tanda-tanda vital, status neurologi,
kardiovaskuler, cairan dan nutrisi.
9. Respon klien terhadap terapi.
10. Keseimbangan cairan, konsumsi makanan, intake dan output, status sirkulasi
dan pernapasan, serta edukasi dan nyeri.

a. Berikut ini adalah pedoman dalam membuat sebuah dokumen yang


legal:

1. Mengetahui tentang konteks malpraktik.


2. Memberi informasi yang akurat mengenai informasi klien seperti terapi
dan asuhan keperawatan.
3. Mencerminkan keakuratan penggunaan proses keperawatan, misalnya:
pengkajian keperawatan, riwayat kesehatan klien, rencana asuhan
keperawatan, dan intervensi.
4. Waspada terhadap situasi tertentu, misalnya klien dengan masalah yang
komleks atau yang membutuhkan perawatan yang intensif.
5. Dokumentasi yang legal selalu mencerminkan apa yang telah terjadi dan
yang telah dilakukan.
6. Dokumentasi keperawatan mencerminkan kolaborasi antara penyediaan
asuhan antara tenaga kesehatan lain dan perawat.
7. Dokumentasi yang rutin selalu mencerminkan gejala dan komplain oleh
klien 

b. Ruang lingkup jenis tindakan keperawatan yang didokumentasikan


adalah sebagai berikut:

1. Aspek legal: isinya data tentang kondisi.


2. Kesalahan: cedera dimana peraturan menyebabkan kerugian.
3. Kelalaian: kegagalan untuk merawat.
4. Malpraktik: kegagalan untuk menerapkan standar.
5. Duty: obligasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
6. Standar pelayanan: standar yang berlaku yang harus ditepati oleh orang
yang bersangkutan

c. Menurut Sue Dill Calloway, berikut ini adalah beberapa situasi yang
mempengaruhi proses litigasi:

1. Kesalahan pemberian pengobatan.


2. Kegagalan untuk melindungi klien.
3. Kegagalan untuk mengembalikan objek setelah pembedahan.
4. Klien terbakar.
5. Kegagalan untuk memonitor, mencatat dan melaporkan.
6. Dispensasi pengobatan.
7. Kesalahan mengidentifikasi klien.
8. Menggunakan alat yang rusak.
9. Kerusakan peralatan klien.
10. Kegagalan untuk menjelaskan tentang pekerjaan perawat dan edukasi.

11. Kegagalan dalam menggunakan teknik antiseptik.

12. Kegagalan untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.

13. Kegagalan untuk melaporkan chart yang adekuat.

d. Prinsip dalam memberikan asuhan harus disesuaikan dengan standar.


Berikut ini adaah elemen-elemen kelalaian yang dapat menjadi tuntutan:

1. Kegagalan untuk memberi asuhan sesuai dengan standar dan


menyebabkan kerugian.
2. Kegagalan untuk memberitahu standar yang berlaku.
3. Hubungan antara cedera dan perilaku.
4. Kerugian yang disebabkan karena kelalaian.

e. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan


dokumentasi keperawatan:

1. Jangan dihapus.
2. Gunakan tulisan yang mudah terbaca.
3. Jangan menulis komentar kritis bersifat pembalasan.
4. Betulkan semua kesalahan dengan segera.
5. Gunakan ejaan dengan segera.
6. Mencatat semua fakta.
7. Jangan dokumentasikan hasil pengkajian yang tidak menunjang masalah;
data bias dan terlalu subyektif; dapat menyebabkan perbedaan interpretasi;
dan ada istilah atau singkatan yang tidak lazim.

f. Aspek Legal Dalam Pendokumentasian Keperawatan

Terdapat 2 tipe tindakan legal :

1. Tindakan sipil atau pribadi

Tindakan sipil berkaitan dengan isu antar individu

1. Tindakan kriminal

Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan masyarakat


secara keseluruhan.
 

Menurut hukum jika sesuatu tidak di dokumentasikan berarti pihak yang


bertanggung jawab tidak melakukan apa yang seharusnya di lakukan. Jika perawat
tidak melaksanakan atau tidak menyelesaikan suatu aktifitas atau
mendokumentasikan secara tidak benar, dia bisa di tuntut melakukan mal praktik.
Dokumentasi keperawatan harus dapat diparcaya secara legal, yaitu harus
memberikan laporan yang akurat mengenai perawatan yang diterima klien.
Tappen,weiss,dan whitehead (2001) manyatakan bahwa dokumen dapat dipercaya
apabila hal-hal sbb :

 Dilakukan pada periode yang sama.Perawatan dilakukan pada waktu


perawatan diberikan.
 Akurat. Laoran yang akurat ditulis mengenai apa yang dilakukan oleh
perawwat dan bagian klien berespon.
 Jujur. Dokumentasi mencakup laporan yang jujur mangenai apa yang
sebenarnya dilakukan atau apa yang sebenarnya diamati.
 Tepat. Apa saja yang dianggap nyaman oleh seseorang untuk dibahas di
lingkungan umum di dokumentasikan

 
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat diterima


dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka perawat harus
memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral
disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan
demikian perawat yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan
keperawatan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai
dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi
jaminan bagi keselamatan pasien, penghormatan terhadap hak-hak pasien, dan
akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu
dalam menyelesaikan permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus
dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak
merugikan salah satu pihak.

B. SARAN

Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang
keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya
nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan sehingga akan
berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).
DAFTAR PUSTAKA

Camp, N. H. & Iyer, P. W. 2004.Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Marelli, T. M. 2007. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Potter, P. A. & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Nila, I. (2001). Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.


Nisya Rifiani, H. S. (2013). Prinsip-Prinsip Dasar Keperawatan. Jakarta Timur:
Dunia Cerdas.

Anda mungkin juga menyukai