Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS YURIDIS DAN ETIKA

KESEHATAN KELALAIAN MEDIK

Disusun Oleh

Nama : YULIANTI

ANDRIANI NPM :

2402022019

Dosen : dr. Andi Erlina, MARS, MH, CMC

Tugas Ujian Tengah Semester

Mata Kuliah : Hukum dan Etika Kesehatan

PRODI MAGISTER ADMINISTRASI


RUAH SAKIT SEKOLAH PASCA
SARJANA UNIVERISTAS
YARSI MEI 2023
UTS HUKUM DAN ETIKA KESEHATAN
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi......................................................................................................................................i
BAB I.
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
I.1 Latar Belakang…................................................................................................1
I. 2 Tujuan Penulisan….............................................................................................2
I. 3 Manfaat Penulisan…...........................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4
II. 1 Tinjauan tentang Kelalaian.................................................................................4
II. 2 Tinjauan tentang Kelalaian Medis......................................................................5
II. 3 Tinjauan tentang Hukum Kesehatan...................................................................6
II. 4 Tinjauan tentang Sistem Hukum Indonesia........................................................8
BAB III ANALISIS YURIDIS DAN ETIKA KESEHATAN....................................11
III. 1 Analisis Yuridis berdasarkan Hukum Pidana...................................................11
III. 2 Analisis Yuridis berdasarkan Hukum Kesehatan..............................................13
III. 3 Analisis Etika Kesehatan dan Etika Kesehatan Sesuai Syariah........................16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................18
BAB V DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

UTS HUKUM DAN ETIKA KESEHATAN ii


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Profesi Dokter dalam perkembangannya di Indonesia, diatur dalam Undang-Undang Nomor


29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Praktik kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat
dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok professional
kedokteran tertentu yang berkompetensi dan memenuhi standar tertentu dan mendapat izin dari
institusi yang berwenang, serta bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan
oleh organisasi profesi. Dengan demikian terlihat bahwa kehadiran profesi kedokteran bertujuan
untuk memberikan perbaikan dan perlindungan kesehatan bagi masyarakat khususnya pasien dalam
ruang lingkup pelayanan kesehatan.

Dasar hubungan antara dokter dan pasien adalah atas dasar kepercayaan dari pasien atas
kemampuan dokter untuk berupaya semaksimal mungkin menyembuhkan penyakit yang
dideritanya. Pasien percaya bahwa dokter akan berupaya semaksimal mungkin menyembuhkan
penyakitnya, tanpa adanya kepercayaan dari pasien yang melandasi hubungan medik maka akan
sia-sia upaya dari dokter menyembuhkan pasien. Dokter merupakan bagian dalam masyarakat,
karenanya dokter juga mengenal berbagai tanggung jawab terhadap norma-norma yang berlaku di
masyarakat dimana dokter bertugas.

Dalam menjalankan tugas profesi, dokter senantiasa harus memperhatikan kewajiban sebagai
petugas kesehatan. Kewajiban- kewajiban tersebut sesuai dengan yang diamanatkan dalam
KODEKI (Kode Etik Kedokteran). Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran, menentukan kewajiban Dokter adalah: (1) Memberi Pelayanan Medik
sesuai dengan Standar Profesi dan Standar Operasional serta kebutuhan medis Pasien; (2) Merujuk
pasien ke Dokter atau Dokter gigi lain yang mempunyai kemampuan yang lebih baik, apabila tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; (3) Merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang Pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia; (4) Melakukan
pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas
dan mampu melakukannya; (5) Menambah Ilmu Pengetahuan dan mengikuti perkembangan Ilmu
Kedokteran atau Kedokteran Gigi.

UTS HUKUM DAN ETIKA 1


KESEHATAN
Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat
mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan
kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Landasan bagi dokter untuk dapat melaksanakan
tindakan medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang
dimiliki yang diperoleh melalui Pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimilikinya, harus
terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dokter dengan perangkat keilmuan yang dimiliknya mempunyai karakteristik yang khas.
Kekhasannya terlihat dari pembenaran yang dibenarkan oleh hukum yaitu diperkenankan
melakukan tindakan medis terhadap tubuh manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan
derajat kemanusiaan.

Kewajiban dokter yang diatur dalam KODEKI (Kode Etik Kedokteran) merupakan upaya
yang harus dilakukan dokter sebagai profesi luhur, dimana dituntut harus memiliki Etika, moral dan
keahlian dalam melaksanakan Praktik Kedokteran serta menjalankan kewajibannya kepada Pasien.
Sedangkan dalam pemberian pelayanan kesehatan, Dokter juga tidak terlepas dari suatu fakta
1
bahwa sebagai manusia mereka tidak luput dari kesalahan.

Kesalahan terjadi pada setiap pekerjaan, tentu dengan berbagai konsekuensi. Kesalahan
tersebut biasa berupa ketidakberhasilan (error) ataupun adanya suatu kelalaian (negligence/culpa)
dalam menjalankan tugas yang dijalankan. Contohnya dalam suatu tindakan yang mengakibatkan
kefatalan bagi tubuh seorang pasien. Dibidang kedokteran dikenal dengan istilah medical error dan
medical negligence. Medical error dan Medical negligence mengacu pada kesalahan dan kelalaian
yang terjadi di bidang medis. Kesalahan (error) adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh Dokter
sebagai manusia, namun tidak dengan kelalaian (negligence). Dalam suatu usaha dokter dalam
pemberian pelayanan kesehatan khususnya dalam tindakan medis yang berkualitas tinggi kepada
pasien, maka sangat penting sekali untuk mempelajari hasil-hasil yang negatif (advers event),
dalam hal ini seperti peristiwa yang mengakibatkan cacat atau hanya mengakibatkan luka-luka
2
saja.

I.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai kelalaian medis dalam sistem hukum
Indonesia
2. Untuk memperoleh jawaban atas permasalaahn mengenai ketentuan yuridis
terhadap terjadinya kelalaian medis sesuai sistem hukum Indonesia

UTS HUKUM DAN ETIKA 2


KESEHATAN
I.3 Manfaat Penulisan
Suatu penulisan tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu diharapkan dapat memberikan manfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum kesehatan serta memperkaya
referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang kajian mengenai kelalaian medis.

UTS HUKUM DAN ETIKA 3


KESEHATAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan tentang Kelalaian


a. Pengertian Kelalaian
Kelalaian asal kata lalai yang berarti: tindakan yang kurang hati- hati, tidak
mengindahkan (kewajiban, pekerjaan), lengah. Lalai diterjemahkan dari culpa atau
schuld (Bld) atau debt, guilt, fault (Inggris), yang artinya “kekhilafan atau kelalaian
yang menimbulkan akibat hukum, dianggap melakukan tindak pidana yang dapat
dikenai sanksi atau dituntut. Kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati yang
pada umumnya orang lain yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam keadaan
tersebut, ia merupakan suatu tindakan yang pada umumnya orang lain yang wajar dan
hati-hati tidak akan melakukan dalam keadaan yang sama, atau kegagalan untuk
melakukan apa yang oleh orang lain pada umumnya dengan hati-hati dan wajar justru
3
akan melakukan dalam keadaan yang sama.

b. Macam – macam kelalaian


Macam – macam kelalaian terdiri dari 2 hal, yaitu sebagai berikut :
(1) Kealpaan perbuatan apabila hanya melakukan perbuatannya itu sudah merupakan
suatu peristiwa pidana, sehingga tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan
tersebut (Pasal 205 KUHP)
(2) Kealpaan akibat merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu
sendiri sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat
atau matinya orang lain (Pasal 359, 360 dan 361 KUHP).

Kelalaian dapat dibagi dalam 2 (dua ) gradasi yaitu:

a) Kelalaian ringan (culpa levis). Kesalahan ini dinilai dengan mem- bandingkan
perbuatan pelaku dengan perbuatan orang yang lebih ahli dari golongan si pelaku.
Perlakuan yang berbeda antara pelaku dengan orang yang lebih ahli dari golongan si
pelaku di dalam menangani hal yang sama menunjukkan kelalaian ringan si pelaku.
Apabila tindakan seseorang berbeda dalam keadaan dan kondisi sama dengan tindakan
orang yang dikategorikan lebih kemampuannya, maka tindakan itu termasuk dalam
kealpaan/culpa kecil (culpa levis);

UTS HUKUM DAN ETIKA 4


KESEHATAN
b) Kelalaian berat (culpa lata). Kelalaian ini disebabkan oleh kekurang hati-hatian
yang mencolok. Untuk menentukan gradasi kesalahan ini, harus membandingkan
perbuatan pelaku dengan perbuatan rata-rata orang lain yang segolongan dengan
pelaku. Bila yang dilakukan pelaku berbeda dengan perbuatan rata-rata orang lain
yang segolongan dengannya dalam menangani keadaan, pelaku masuk dalam kategori
culpa lata. Apabila kelalaian itu sudah mencapai tingkat tertentu dan tidak
mempedulikan benda atau keselamatan jiwa, sifat kelalaian itu bisa berubah menjadi
delik. Dalam hukum pidana, untuk menilai seorang bertindak hati-hati atau sebaliknya
adalah dengan membandingkan tindakan orang tersebut dengan tindakan orang lain
dalam situasi dan kondisi yang sama. Apabila tindakan seseorang tidak sama/berbeda
dengan tindakan orang lain pada umumnya dinyatakan tidak berhati-hati (culpa
3
lata/grove schuld)

II.2 Tinjauan tentang Kelalaian Medis


Peristilahan kelalaian adalah kesalahan yang tidak disengaja. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kelalaian berasal dari kata lalai yang bermakna lengah, kurang
hati-hati atau tidak mengindahkan satu kewajiban atau satu pekerjaan. Sementara itu,
kelalaian itu sendiri adalah keadaan, perbuatan kesalahan bukan karena ketidaktahuannya,
melainkan karena semata-mata. Kelalaian dalam dunia medis merupakan satu perbuatan
salah oleh seorang dokter dalam melaksanakan pekerjaan atau kewajibannya sehingga
menyebabkan satu kerugian kepada orang lain.

Istilah kelalaian adalah terjemahan dari negligence secara umum bukanlah satu
pelanggaran hukum atau kejahatan. Seseorang dikatakan lalai manakala dia bertindak acuh
atau tidak memperdulikan apa yang menjadi kewajibannya. Menurut Guwandi, seseorang
dikatakan telah melakukan satu kelalaian manakala dia tidak memperhatikan kepentingan
orang lain sebagaimana lazimnya dalam tata pergaulan hidup di masyarakat. Selama akibat
dari kelalaiannya tersebut tidak membawa kerugian ekonomi, atau tidak mengakibatkan
luka maupun kematian orang lain, atau kerugian-kerugian tersebut hanya meyangkut
masalah sepele, maka tidak ada akibat hukum bagi seseorang yang melakukan kelalaian.
Prinsip ini berdasarkan satu adagium de minimis not curat lex, the law does not concern it
self with trifles, hukum tidak mencampuri hal-hal yang sepele. Namun sebaliknya, jika
kelalaian tersebut menyebabkan kerugian ekonomi, dan menimbulkan luka atau bahkan
kematian orang lain, maka atas kelalaian tersebut dapat diambil tindakan hukum terhadap
pembuatnya. Tindakan hukum yang dapat dijalankan terhadap pembuat kelalaian tersebut
4
adalah berupa tindakan hukum administrasi, perdata bahkan tindakan hukum pidana.

UTS HUKUM DAN ETIKA 5


KESEHATAN
Kelalaian medis adalah kegagalan dokter atau tenaga medis lainnya untuk
memberikan standar pelayanan kesehatan yang diperlukan, sehingga mengakibatkan cedera
atau kerugian pada pasien. Kelalaian medis dapat terjadi ketika dokter atau tenaga medis
tidak mealkukan tindakan yang seharusnya dilakukan dalam pengobatan atau melakukan
tindakan yang seharusnya tidak dilakukkan dalam pengobatan. Kelalaian medis dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya pengalaman atau pengetahuan medis,
kesalahan diagnosis, kesalahan dalam meresepkan obat, kurangnya perhatian pada pasien
dan sebagainya. Konsekuensi kelalaian medis dapat sangat serius dan dapat mengakibatkan
cedera permanen, kematian atau kerugian finansial bagi pasien dan keluarganya. Oleh
karena itu, kelalaian medis sangat diperhatikan dan diatur oleh hukum dan etika kesehatan.
5

II.3 Tinjauan tentang Hukum Kesehatan


a. Pengertian Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan adalah pengetahuan yang mengkaji tentang bagaimana
sebuah penegakan aturan hukum terhadap akibat pelaksanaan suatu tindakan medik
atau kesehatan yang dilakukan oleh pihak yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan
yang dapat dijadikan dasar bagi kepastian tindakan hukum dalam dunia kesehatan.
Berdasarkan rumusan di atas, terkandung beberapa pengertian dalam pengertian
Hukum Kesehatan, yaitu :
1. Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan bidang
pemeliharaan kesehatan (Health Care) mengandung arti bahwa :
- Istilah ‘ketentuan’ lebih luas artinya daripada istilah peraturan hukum, karena
istilah ‘peraturan hukum’ umumnya tertulis
- Pengertian ‘ketentuan hukum’ termasuk pula ‘hukum tidak tertulis’. Misalnya:
imunisasi, pemberantasan dan tata cara mengatasi penyakit menular
2. Ketentuan yang tidak berhubungan dengan bidang pemeliharaan kesehatan
tetapi merupakan penerapan dari bidang hukum, antara lain :
a. Hukum Perdata, misalnya hubungan antara dokter dan pasien yang merupakan
:
- hubungan medis
- hubungan hukum karena adanya kontrak dengan tujuan penyembuhan (kontrak
Terapeutik), misalnya berdasarkan Pasal 1320 BW menyatakan bahwa syarat
sahnya suatu persetujuan adalah : adanya kesepakatan antara para pihak.
b. Hukum Pidana, dalam terjadi hal-hal seperti :
- Kelalaian yang mengakibatkan matinya seseorang (Pasal 359 KUHP)
- Kelalaian yang mengakibatkan luka berat atau cacat (Pasal 360 KUHP)
UTS HUKUM DAN ETIKA 6
KESEHATAN
c. Hukum Administrasi, misalnya Izin Praktek yang dikeluarkan oleh Depkes
yang harus dimiliki oleh setiap dokter praktek, Rumah Sakit, apotik, dll.
3. Pedoman Internasional, Hukum Kebiasaan, Jurisprudensi yang berkaitan
dengan Pemeliharaan Kesehatan (Health Care).
4. Hukum Otonom, ilmu dan literatur yang menjadi sumber hukum.

Menurut Anggaran Dasar PERHUKI, yang dimaksud dengan :


1. Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya, serta hak dan kewajiban
baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima layanan
kesehatan (health receivers) maupun sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan
(health providers) dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medik,
ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum, serta sumber-sumber hukum lainnya.
2. Hukum Kedokteran adalah bagian dari hukum kesehatan yang menyangkut
pelayanan medis.
Hukum Kedokteran (Law for Medicine) maupun Hukum Kesehatan adalah
pengetahuan tentang peraturan dan ketentuan hukum yang mengatur pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Yang dibicarakan adalah : hak dan kewajiban pasien,
hubungan Rumah sakit dengan Dokter Tamu, paramedis dengan pasien, izin tindakan
6
medis, malpraktek, konsep bayi tabung, kontrak terapeutik, medical negligence, dll.

b. Fungsi Hukum Kesehatan


Hukum mempunyai fungsi penting sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh
hukum itu sendiri, yaitu melindungi, menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Sejalan dengan asas hukum, maka fungsi hukum pun ada tiga, yaitu :
1. Fungsi Manfaat;
2. Fungsi Keadilan;
3. Fungsi Kepastian hukum
Ketiga fungsi hukum ini pada prinsipnya adalah ingin memberikan
‘perlindungan’ dari aspek ‘hukumnya’ kepada setiap orang atau pihak, dalam berbagai
bidang kehidupannya. Dengan kata lain, yang ingin diberikan adalah ‘perlindungan
hukum’ jika timbul persoalan-persoalan hukum dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Dalam pengertian melindungi, menjaga ketertiban dan ketentraman itulah
tersimpul fungsi hukum. Dalam fungsinya sebagai alat ‘social engineering’ (pengontrol
apakah hukum sudah ditepati sesuai dengan tujuannya), maka hukum dalam kaitannya
dengan penyelesaian masalah-masalah di bidang kedokteran/ kesehatan, diperlukan.

UTS HUKUM DAN ETIKA 7


KESEHATAN
Karena fungsi hukum tersebut berlaku secara umum maka hal tersebut berlaku pula
dalam bidang Hukum Kesehatan dan Hukum Kedokteran.
Di dalam dunia Pelayanan Kesehatan (Health Care), pada dasarnya terdapat dua
kelompok orang yang selalu menginginkan ‘adanya kepastian hukum’. Sebab dengan
adanya kepastian tersebut, maka orang-orang tersebut akan merasa ‘terlindungi’ secara
hukum. Kedua kelompok tersebut ialah :
1. Kelompok Penerima Layanan Kesehatan (Health Receiver), antara lain adalah :
pasien (orang sakit) dan orang-orang yang ingin memelihara atau meningkatkan
kesehatannya.
» Kepastian Hukumnya : antara lain, adanya ijazah dan Surat Izin Praktek Dokter. »
Perlindungan Hukumnya : adanya ketentuan hukum (Perdata) yang memberi jaminan
ganti rugi jika terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
2. Kelompok Pemberi Layanan Kesehatan (Health Providers) antara lain adalah para
medical providers yaitu dokter dan dokter gigi, serta paramedis atau tenaga kesehatan
yaitu perawat, bidan, apoteker, asisten apoteker, analis atau laboran, ahli gizi, dan lain-
7
lain.

II.4 Tinjauan tentang Sistem Hukum Indonesia


a. Pengertian Sistem Hukum Indonesia

Dua cara yang selama ini digunakan untuk mengartikan istilah sistem hukum.
Pertama, yang mengartikan sistem hukum sebagai kesatuan dari komponen atau unsur
(sub-sistem) sebagai berikut: hukum materiil,hukum formil, hukum perdata, hukum
publik. Termasuk di dalam pandangan ini adalah yang melihat sistem hukum sebagai
kesatuan antar berbagai peraturan perundang-undangan, atau kesatuan antar peraturan
perundang-undangan dengan asas-asas hukum. Kedua, yang mengartika nsistem
hukum sebagai kesatuan dari komponen: struktur hukum, substansi hukum dan budaya
hukum.
Sistem hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa,
hukum Agama dan hukum Adat. Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat
Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak
terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau
yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat
dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

UTS HUKUM DAN ETIKA 8


KESEHATAN
b. Jenis – Jenis Sistem Hukum Indonesia

i. Hukum Perdata

Hukum perdata adalah serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan


hukum anatara orang satu dengan yang lain, dengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan.
ii. Hukum Pidana

Menurut Kansil, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran
dan kejahatan terhadap kepentingan umum, dimana perbuatan tersebut diancam
dengan hukuman yang merupakan siksaan.
iii. Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur tentang bentuk dan susunan
negara, serta alat-alat perlengkapan negara beserta tugasnya masing-masing.
iv. Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi
negara. Yaitu mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
v. Hukum Acara Perdata

Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana cara


mempertahankan ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim.
Ditinjau dari tugasnya hukum acara perdata berfugsi untuk menyelesaikan
perkara perdata, yaitu perkara yang timbul apabila hukum perdata materiil
dilanggar atau tidak ditaati
vi. Hukum Acara Pidana

Hukum Acara Pidana adalah peraturan yang mengatur bagaimana cara


mempertahankan berlakunya hukum pidana materiel. Hukum acara pidana
mengatur bagaimana prosedurnya apabila ada suatu perbuatan pidana yang
dilakukan.
vii. Hukum Adat

Adanya suatu kenyataan bahwa setiap kesatuan masyarakattentu ada tingkah laku
yang hidup dan terpelihara dalam penyelengaraan kehidupan masyarakat. Sebagai
tata cara yang sudah terbiasa atau lazim dilakukan sedari dahulu dan selalu
dipakai berdasarkan kenyataan bahwa itu patut maka tingkah laku atau tata cara
tersebut dalam masyarakat akan di “adat”kan. Dengan berbagai cara anggota
masyarakat melaksanakan, memperlakukan, mempertahankan aturan-aturan
tingkah laku itu dengan disertai akibat-akibat tertentu. Pengertian hukum adat

UTS HUKUM DAN ETIKA 9


KESEHATAN
menurut R. Sopepomo adalah hukum yang tidak tertulis yang meliputi peraturan
hidup yang tidak ditetapkan oleh pihak berwajib, tetapi ditaati masyarakat
berdasar keyakinan bahwaperaturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
viii. Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama
Islam. Sebagai sistem hukum, hukum islam mempunyai berbagai istilah kunci
yaitu: hukum, syari’ah, fiqh. Hukum Islam mengatur hubungan antara mahluk
dengan khaliknya, antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dan
hubungan antara manusia dengan benda-benda yang ada di alamini.
Hukum Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena
belum adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara
demokratis baik melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap
UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi
yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal
15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
yaitu : “Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan
pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya
8
menyangkut kewenangan peradilan umum”.

UTS HUKUM DAN ETIKA 10


KESEHATAN
BAB III
ANALISIS YURIDIS DAN ETIKA KESEHATAN

III. 1 Analisis Yuridis berdasarkan Hukum Pidana


Kelalaian medis adalah tindakan yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku
dalam profesi medis, dan dapat menimbulkan kerugian atau bahkan kematian pada pasien.
Dalam konteks hukum pidana, kelalaian medis dapat dianggap sebagai tindakan yang
9
melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana.

Dalam hukum pidana, ada tiga unsur yang harus terpenuhi agar suatu tindakan
dapat dianggap sebagai tindakan pidana, yaitu:

1. Unsur perbuatan (actus reus): tindakan yang dilakukan oleh pelaku.


2. Unsur kesalahan (mens rea): kesengajaan atau kelalaian dalam melakukan tindakan.
3. Unsur akibat (consequentia): akibat dari tindakan yang dilakukan oleh pelaku.

Dalam kasus kelalaian medis, unsur perbuatan dapat terpenuhi jika pelaku
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku dalam profesi medis,
misalnya memberikan dosis obat yang salah atau melakukan prosedur medis yang tidak
benar.

Unsur kesalahan dapat terpenuhi jika pelaku melakukan tindakan tersebut dengan
kelalaian atau tanpa mempertimbangkan risiko dan konsekuensi yang mungkin terjadi.
Misalnya, jika seorang dokter memberikan dosis obat yang salah karena tidak melakukan
pengecekan terlebih dahulu atau melakukan prosedur medis tanpa persiapan yang
memadai.

Unsur akibat dapat terpenuhi jika tindakan yang dilakukan oleh pelaku
menyebabkan kerugian atau bahkan kematian pada pasien.

Dalam hal ini, jika ketiga unsur tersebut terpenuhi, pelaku dapat dikenakan sanksi
pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pidana. Sanksi
pidana yang mungkin dikenakan antara lain berupa denda, kurungan, atau bahkan hukuman
mati dalam kasus yang sangat serius.

Secara umum kelalaian adalah satu pengertian normatif, dimana Jonkers


menyebutkan 4 unsur kesalahan (kelalaian) sebagai tolok ukur dalam hukum pidana,

UTS HUKUM DAN ETIKA 11


KESEHATAN
Pertama, Bertentangan dengan hukum; Kedua, Akibatnya dapat dibayangkan; Ketiga,
Akibatnya dapat dihindarkan; Keempat, Sehingga perbuatannya dapat dipersalahkan
kepadanya.

Kelalaian medis masuk dalam lapangan hukum pidana, bila terpenuhi syarat: sikap
batin dokter, perlakuan medis, dan akibat. Syarat dalam perlakuan medis adalah perlakuan
medis yang menyimpang. Syarat sikap batin adalah syarat sengaja dalam malpraktek
medis. Syarat akibat adalah mengenai timbulnya kerugian bagi kesehatan atau nyawa
pasien.
- Perlakuan Salah Dalam Kelalaian Medis
Perbuatan adalah wujud dari bagian perlakuan pelayanan medis. Terjadinya
malpraktek medis menurut hukum, di samping perbuatan dalam perlakuan medis
tersebut masih ada syarat sikap batin dan akibat.
- Sikap Batin Dalam Kelalaian Medis
Sikap batin adalah sesuatu yang ada dalam batin sebelum seseorang berbuat. Sikap
batin ini berupa, kehendak, pikiran, perasaan dan apapun yang melukiskan keadaan
batin seseorang sebelum berbuat. Kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam
batin ke dalam perbuatan tertentu yang dilarang disebut kesengajaan. Bila kemampuan
berpikir, berperasaan, dan berkehendak itu tidak digunakan sebagaimana mestinya
dalam hal melakukan suatu perbuatan yang pada kenyataannya dilarang maka
dinamakan kelalaian (culpa). (AdamiChazawi, 2007:85).
Sebelum perlakuan medis di wujudkan oleh dokter, ada 3 (tiga) arah sikap batin
dokter, (Adami Chazawi, 2007:85):
a) Sikap batin mengenai wujud perbuatan (terapi);

b) Sikap batin mengenai sifat melawan hukum perbuatan; dan

c) Sikap batin mengenai akibat dari wujud perbuatan.

Sikap batin yang diarahkan pada perbuatan umumnya berupa kesengajaan artinya
mewujudkan perbuatan memang dikehendaki. Bisa juga sikap batin pada perbutan,
baik aktif maupun pasif merupakan sikap batin kelalaian. Bila perlakuan yang akan
dijalankan pada pasien disadari melanggar standar profesi, namun tetap dijalankan
maka sikap batin yang demikian disebut kesengajaan. Sikap batin yang tidak
menyadari atau tidak mengetahui apa yang hendak diperbuat dokter sebagai
menyalahi standar dan dijalankan juga maka sikap batin yang demikian disebut
kelalaian. Kewajiban dokter yang hendak dijalankan dokter harus dipertimbangkan
sebagai hal yang melanggar standar profesi atau tidak. Akan tetapi, dokter tidak
mempertimbangkan dan setelah dijalankan ternyata melanggar standar profesi, hal

UTS HUKUM DAN ETIKA 12


KESEHATAN
tersebut termasuk

UTS HUKUM DAN ETIKA 13


KESEHATAN
kelalaian. Seorang profesional tidak dibenarkan memiliki sikap batin yang ceroboh
mengenai standar profesinya sendiri. Sikap batin dalam malpraktek medis pada
umumnya adalah sikap batin kealpaan. (Adami Chazawi, 2007:87-88)

- Adanya Akibat Kerugian Pasien

Dari sudut hukum pidana akibat yeng merugikan masuk dalam lapangan pidana. Bila
jenis kerugian tersebut masuk rumusan kejahatan menjadi unsur tindak pidana akibat
kematian, luka merupakan unsur kejahatan Pasal 359 dan 360 KUHP, bila kelalaian
perlakuan medis terjadi dan mengakibatkan kematian atau luka sesuai jenis yang
ditentukan dalam pasal 359 dan 360 KUHP maka perlakuan medis masuk dalam
kategori malpraktek pidana.
Dokter dari kedudukan atau kualitasnya sebagai profesional wajib mengetahui seluruh
aspek yang dapat berpengaruh oleh perlakuan medis yang hendak dijalankan yang
dapat menimbulkan akibat buruk bagi pasien.

III. 2 Analisis Yuridis berdasarkan Hukum Kesehatan


Kelalaian medis juga dapat diatur dalam hukum kesehatan, yaitu peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan di
Indonesia. Hukum kesehatan memiliki tujuan untuk melindungi masyarakat dan pasien dari
risiko kesehatan yang mungkin timbul akibat kelalaian medis.

Dalam hukum kesehatan, kelalaian medis dapat dianggap sebagai pelanggaran


etika dan standar profesi medis. Hal ini dapat terjadi jika seorang dokter atau tenaga
kesehatan lainnya tidak memenuhi standar yang berlaku dalam melakukan tindakan medis,
seperti tidak melakukan pemeriksaan yang cukup, tidak memberikan pengobatan yang
tepat, atau tidak memberikan informasi yang cukup kepada pasien.

Konsekuensi hukum dari kelalaian medis dalam hukum kesehatan dapat berupa
tindakan disiplin, baik berupa sanksi administratif seperti peringatan atau pembekuan izin
praktek, atau sanksi etis seperti penghentian keanggotaan asosiasi profesi medis.

Namun, tindakan disiplin yang dilakukan oleh lembaga pengawas kesehatan tidak
selalu memiliki akibat pidana. Hal ini tergantung pada tingkat keparahan dari kelalaian
medis dan apakah tindakan tersebut juga melanggar ketentuan pidana yang berlaku.

UTS HUKUM DAN ETIKA 14


KESEHATAN
Dalam hal ini, jika kelalaian medis juga dianggap sebagai pelanggaran pidana,
maka tindakan hukum yang diambil akan mengacu pada ketentuan hukum pidana yang
berlaku, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, dokter dan tenaga
kesehatan lainnya harus memperhatikan standar etika dan profesi medis yang berlaku serta
ketentuan hukum yang mengatur tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan di Indonesia
untuk menghindari tindakan kelalaian medis yang dapat berakibat pada sanksi hukum yang
berat.

Seorang dokter harus bekerja menurut norma medische professionele standar yakni
bertindak dengan teliti, dan hati-hati menurut ukuran standar medis dari seorang dokter
dengan kepandaian yang rata-rata. Seorang dokter akan bertanggungjawab dan
dipersalahkan atas dasar profesional negligence apabila sikap tindaknya tidak berdasarkan
standar profesi yang berlaku umum. Seorang dokter dalam menjalankan keprofesiannya itu
harus mendasarkan kepada standar yang telah berlaku, baik itu standar profesi maupun
standar pelayanan medis. Oleh sebab itu, salah satu ukuran kelalaian medis adalah ketika
dokter tidak melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau
yang telah menjadi ukuran umum.

Siapakah yang berhak untuk menentukan standar profesi. Tidak lain adalah
kalangan dokter itu sendiri. Profesi dokter bersifat otonom, segala ketentuan yang
menyangkut pelaksanaan pekerjaan profesi ditentukan sendiri oleh kelompok profesi.
Kelompok profesi menentukan sendiri isi dari standar pelayanan yang dianggap benar.
Pemerintah disini sekedar menentukan kewajiban dokter untuk melaksanakan dan mentaati
isi dari standar profesi kedokteran dan perobatan yang dibuat oleh kelompoknya melalui
peraturan perundang-undangan dan juga memberikan ancaman sanksi hukum terhadap
yang melanggar. Di Indonesia telah berlaku satu peraturan bidang kedokteran yang khusus
mengatur hubungan antara dokter dengan pasien yaitu UUPK. Sebagaimana Pasal 51 huruf
a UUPK, yang mana mewajibkan dokter untuk mengikuti standar profesi dan standar
prosedur operasional dalam menjalankan profesinya. Pelanggaran atas kewajiban ini akan
diancam dengan pidana oleh Pasal 79 UUPK. Akan tetapi, pemerintah tidak dapat
menentukan isi standar profesi dan isi standar prosedur. Berkaitan dengan standar profesi
dan standar prosedur, Van der Mijn ialah ahli hukum kesehatan dari Belanda berpendapat
bahwa dalam melaksanakan profesinya, seorang tenaga kesehatan perlu berpegang kepada
tiga ukuran umum, yaitu kewenangan, kemampuan rata-rata, dan ketelitian umum (Wila
Chandrawila Supriadi, 2001:52).

Hukum medis berkaitan erat dengan bidang hukum lain, yaitu hukum perdata,
hukum administrasi dan hukum pidana. Oleh karena itu, semua kelalaian dalam bidang
UTS HUKUM DAN ETIKA 15
KESEHATAN
medis

UTS HUKUM DAN ETIKA 16


KESEHATAN
juga berkaitan dengan ketiga bidang hukum tersebut di atas. Di Indonesia, beberapa sarjana
membedakan kelalaian ke dalam dua bentuk, yaitu kelalaian medis etik, kelalaian medis
yuridis (hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi) (Soedjatmiko, 2001:3).
Kelalaian medis etis adalah dokter melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan
etika kedokteran. Sedangkan etika kedokteran adalah sebagaimana tercantum di dalam
Kode Etik Kedokteran Indonesia (yang selanjutnya akan disebut Kodeki) yang memuat
atau merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk
dokter (Soedjatmiko, 2001:4). Kelalaian medis etik ini merupakan dampak negatif dari
kemajuan teknologi kedokteran. Yaitu Kemajuan yang mestinya akan memberikan
kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan membantu dokter untuk mempermudah
untuk menentukan diagnosa dengan lebih cepat, lebih tepat dan akurat sehingga rehabilitasi
pasien bisa lebih cepat, tapi ternyata memberikan efek samping yang tidak diinginkan.
Efek samping maupun dampak yang negatif dari kemajuan tersebut adalah: Pertama,
Komunikasi antara dokter dengan pasien semakin berkurang, Kedua, Etika kedokteran
terkontaminasi dengan kepentingan bisnis, Ketiga, Harga pelayanan medis semakin tinggi,
dan sebagainya (Ngesti Lestari, 2001:53).

Tolok ukur satu kelalaian medis adalah diperlukan bagi mengetahui mana tindakan
dokter yang salah dan mana yang tidak. Dalam satu proses perobatan tidak selalu sesuai
dengan harapan pasien. Adakalanya proses pengobatan atau tindakan medis dokter tidak
berhasil atau dengan kata lain dokter mengalami satu kegagalan medis. Seringkali
kegagalan medis diidentikan dengan satu kesalahan atau kelalaian dokter. Dalam dunia
kedokteran dikenali satu istilah yang biasa disebut sebagai risiko medis, adalah suatu
keadaan yang tidak dapat dijangka sebelumnya,atau satu keadaan yang secara medis sudah
tidak dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan (Guwandi, 2007:67).

Di Indonesia, pengertian risiko medis itu tidak dirumuskan secara pasti dalam
perundang-undangan. Namun secara tersirat risiko medis disebutkan dalam Informed
consent atau persetujuan tindakan medis, adalah satu dokumen tertulis yang ditandatangani
oleh pasien yang mengizinkan suatu tindakan tertentu pada dirinya. Persetujuan tindakan
medis baru mempunyai arti hukum setelah dokter menginformasikan bentuk tindakan
berikut risiko yang akan terjadi. Selain sebagai suatu perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter, dokumen persetujuan tindakan medis juga diperlukan bagi dokter sebagai
legalitas tindakan medis dokter kepada pasien. Salah satu isi persetujuan tersebut adalah
bahwa pasien menyadari sepenuhnya atas risiko tindakan medis yang dijalankan oleh
dokter, dan jika dalam tindakan medis tersebut terjadi hal- hal yang tidak diinginkan, maka
pasien tidak akan melakukan penuntutan kemudian hari. Pencantuman pernyataan
sedemikian untuk
UTS HUKUM DAN ETIKA 17
KESEHATAN
menghindari tuntutan pasien yang kadang-kadang tidak memahami hakekat dari upaya medis
yang bersifat usaha atau rawatan.

Jadi, risiko medis adalah suatu peristiwa medis atau kondisi tidak pasti yang tidak
diharapkan oleh si pasien maupun dokter. Namun begitu, prediksi risiko telah disampaikan
oleh dokter kepada pasien sebelum seorang dokter melakukan tindakan tersebut. Mengenai
pertanggungjawabannya ada dua, yaitu risiko yang dapat dimintakan pertanggungjawaban
dan risiko medis yang tidak dapat juga dimintakan pertanggungjawaban hukum. Pada
dasarnya terhadap risiko medis dokter tidak dapat dimintai suatu pertanggungjawaban
hukum sepanjang telah melakukan tindakan sebagaimana telah dijelaskan di atas. Namun
ada juga risiko medis yang dapat dimintakan suatu pertanggungjawaban kepada dokter
manakala risiko medis itu bermula dari praktik yang salah. Misalnya pada perbuatan
pengguguran bayi atau yang biasa dikenali sebagai tindakan aborsi. Risiko medis akibat
aborsi juga dapat menyebabkan kematian. Akibat timbul dari tindakan sedemikian adalah
salah satu contoh risiko medis yang dapat dimintakan suatu pertanggungjawaban kepada
dokter yang bersangkutan.

III. 3 Analisis Etika Kesehatan dan Etika Kesehatan Sesuai Syariah


Etika dan hukum secara umum merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup
dalam bermasyarakat. Keduanya sama-sama mengajak untuk bersikap dan berprilaku
manusiawi dan juga sama-sama mengatur hak dan kewajiban individu dalam interaksi
sosial. Pada etika kesehatan, di mana masing-masing tenaga kesehatan memiliki kode etik,
tidak jarang pula terjadi pelanggaran, hal tersebut bisa terjadi disebabkan oleh adanya
pengaruh- pengaruh dari hubungan kekeluargaan, jabatan, lemahnya pengawasan dan
penegakan hukum, kurangnya lengkapnya sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk
menyampaikan keluhan tentang pelayanan kesehatan, masih rendahnya pengetahuan
masyarakat tentang kode etik profesi tenaga kesehatan, dan bahkan bisa juga terjadi karena
masih lemah atau kurangnya kesadaran dari tenaga kesehatan untuk menjaga martabat
10
luhur profesinya.

Etika kesehatan adalah seperangkat prinsip dan nilai moral yang digunakan dalam
praktik medis untuk membimbing dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan menghormati martabat manusia. Etika kesehatan
meliputi prinsip-prinsip seperti otonomi pasien, keadilan, beneficence, non-maleficence,
dan veracity.

UTS HUKUM DAN ETIKA 18


KESEHATAN
Etika kesehatan sesuai syariah memiliki pandangan dan prinsip yang berbeda-beda
dengan etika kesehatan biasa. Prinsip-prinsip etika kesehatan sesuai syariah didasarkan
pada ajaran agama Islam dan meliputi prinsip-prinsip seperti:

1. Tawakkal: percaya sepenuhnya kepada Allah dan meyakini bahwa kesehatan dan
kesembuhan sepenuhnya tergantung kepada kehendak-Nya.
2. Akhlaq: perilaku baik, menghormati pasien, dan memperlakukan mereka dengan adil
dan penuh kasih sayang.
3. Adl: keadilan dalam memberikan pelayanan kesehatan dan memperlakukan pasien
tanpa memandang status sosial atau ekonomi.
4. Ma'ruf: melakukan tindakan medis yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
5. Ihsan: memberikan pelayanan kesehatan dengan tulus dan sungguh-sungguh untuk
membantu pasien mencapai kesembuhan.

Dalam praktiknya, etika kesehatan sesuai syariah mengutamakan aspek spiritual


dan moral dalam memberikan pelayanan kesehatan. Seorang dokter atau tenaga kesehatan
yang mengikuti prinsip-prinsip etika kesehatan sesuai syariah akan berusaha untuk
memperhatikan nilai-nilai agama Islam dalam setiap tindakan medis yang dilakukan.

Namun demikian, prinsip-prinsip etika kesehatan sesuai syariah tidak selalu


berkonflik dengan prinsip-prinsip etika kesehatan biasa. Bahkan, beberapa prinsip etika
kesehatan seperti beneficence dan non-maleficence sejalan dengan prinsip-prinsip agama
Islam yang menekankan pentingnya membantu sesama dan tidak merugikan orang lain.

UTS HUKUM DAN ETIKA 19


KESEHATAN
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

Pola hubungan antara dokter dan pasien adalah perjanjian terapeutik, dimana faktor
perjanjian itu bukanlah hal yang utama dalam pola hubungan dokter pasien. Kewajiban
dokter dan kode etik kedokteran adalah sumber lain dari hubungan dokter dan pasien.
Hubungan dokter dan pasien diawali dari informed consent yaitu kewajiban untuk memberi
penjelasan berkaitan dengan penyakit dan beberapa pilihan terapi kepada pasien beserta
dengan risiko medis yang mungkin terjadi pada saat terapi dilakukan. Informed consent ini
adalah kewajiban dokter yang harus dilakukan sebelum memberikan pelayanan medis atau
tindakan medis. Persetujuan atau acceptance dari pihak pasien adalah persetujuan yang
diberikan oleh pihak pasien setelah mendapat informed consent dari dokter. Persetujuan ini
adalah dasar dari dokter untuk memberikan pelayanan medis atau tindakan medis kepada
pasien. Persetujuan diberikan setelah pasien sadar akan risiko medis yang mungkin terjadi
dan memberi izin kepada dokter untuk melakukan tindakan terapeutik.

Kelalaian medis dan risiko medis adalah dua hal yang berbeda. Kelalaian medis
terjadi karena tidak adanya unsur hati-hati dan berjaga-jaga dari dokter ketika memberi
suatu pelayanan medis kepada pasien. Kelalaian medis yang menimbulkan kerugian atau
hilangnya nyawa dari pasien memberikan hak kepada pasien atau keluarganya untuk
mengajukan gugatan perdata atau melaporkan kelalaian dokter kepada aparat penegak
hukum seperti kepolisian.

Risiko medis adalah sesuatu hal yang mungkin timbul pada saat diberikannya terapi
medis atau pengobatan. Risiko medis ini adalah sesuatu hal yang disadari oleh pasien
berdasarkan informed consent yang diberikan oleh dokter. Risiko medis yang terjadi akan
sangat sulit dianggap sebagai kelalaian karena pasien sudah menyadari dan memberikan
izin kepada dokter untuk dilakukannya terapi medis.

IV.2 Saran

Dalam hal pemberian layanan kesehatan atau terapeutik, dokter dan pasien harus
mengetahui hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Pasien berkewajiban untuk

UTS HUKUM DAN ETIKA 20


KESEHATAN
memberikan keterangan dan penjelasan terkait penyakit dan terapi atas kesehatan
sebelumnya kepada dokter. Pasien juga mempunyai hak untuk dapat menentukan pilihan
terapi yang tepat bagi dirinya itu setelah mendengarkan penjelasan tentang pilihan terapi
dan juga risiko medis yang kemungkinan timbul.

Dokter sebagai pihak yang memberi pelayanan kesehatan mempunyai kewajiban


untuk memberikan penjelasan kepada pasien terkait dengan penyakit yang telah diderita
dan kemungkinan atau alternatif terapinya (informed consent). Kesadaran akan hak dan
kewajiban para pihak dapat memberikan layanan kesehatan yang berkualitas kepada para
pengguna jasa kesehatan.

UTS HUKUM DAN ETIKA 21


KESEHATAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Anjeli Mondong. 2018. ‘Pertanggungjawaban Dokter atas Kelalaian Tindakan Medis yang
Mengakibatkan Cacat Tubuh pada Pasien ditinjau dari Pasal 360 KUHP’ Lex Crimen. Vol
7 No 4.
2. Chazawi, Adami. 2016. Malpraktik Kedokteran. Jakarta: Sinar Grafika.
3. Alifianto, Riza. 2018. ‘Risiko Medis dan Kelalaian terhadap dugaan malpraktik medis di
Indonesia’. Kajian masalah hukum dan pembangunan Vol XVIII. Surabaya: Perspektif.
4. Lesmonojati, Sigit. 2021. Pertanggungjawaban pidana atas perbuatan kelalaian pada
tindakan medis di rumah sakit. Surabaya: Scopindo Media Pustaka.
5. Ilahi, Wahyu Rizki Kartika. 2018. ‘Risiko Medis dan Kelalaian Medis dalam Aspek
Pertanggungjawaban Pidana’. Jurnal Hukum Volkgeist. Vol 2 No 2. Surabaya.
6. Takdir. 2018. Pengantar Hukum Kesehatan. Palopo: Lembaga IAIN Palopo.
7. Novekawati. 2019. Hukum Kesehatan. Semarang: Sai Wawai Publishing.
8. Harahap, Reni Agustina. 2021. Etika dan Hukum Kesehatan. Medan: Merdeka Kreasi.
9. Sulistiowati, E., Susanti, H., & Sari, A. (2018). ‘Konsep Malpractice dalam Praktik
Kedokteran’. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, Vol 9(2), 107-116.
10. Darwin, Eryati. 2020. Etika Profesi Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.

UTS HUKUM DAN ETIKA 22


KESEHATAN

Anda mungkin juga menyukai