Disusun Oleh:
Fitria Devy (1811102413072)
Mellyinda Aprilyatul Jannah (1811102413109)
Mentari Cahya Ningrum (1811102413111)
Nilam Safitri (1811102413130)
Novi Aulia Rahman D Loi (181102413133)
1
Daftar isi
2
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu
indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya
adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus malpraktek dikalangan kedokteran,
diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan
mencekam para tenaga kedokteran yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses
pelayanan kesehatan dimasa yang akan datang. Masalahnya tidak setiap upaya
pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang
pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi
malpraktek.
Kasus malpraktek yang sering dipahami sebagai kelalayan dokter juga harus
dianalisis lebih dalam terkait alat-alat kedokteran yang menjadi penunjang
keberhasilan pada proses pelayanan kesehatan. Terkait kasus-kasus yang muncul
mengenai malpraktek, kasus yang baru-baru ini terjadi adalah dugaan kasus
malpraktek Mauren di Rumah Sakit Awal Bros Tangerang Banten. Mengingat semakin
maraknya kemunculan kasus-kasus malpraktek yang terjadi akhir-akhir ini bersamaan
dengan semakin meningkatnya kemajuan dalam pelayanan medis, maka kasus
malpraktek ini harus dikaji sebagai sebuah kasus kriminalitas yang terjadi akibat suatu
kelalayan dan propesionalitas tenaga kedokteran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dilihat masih adanya pelayanan kesehatan
oleh tenaga medis yang kurang memuaskan pada pasien. Maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang permasalahan malpraktek tenaga
medis dan upaya pencegahannya.
1 3
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama yang
berkaitan dengan malpraktek tenaga medis.
2. Memahami permasalahan yang berkaitan dengan malpraktek tenaga
medis serta upaya-upaya untuk mencegahnya.
3. Memahami tuntutan hukum terhadap malpraktek tenaga medis.
4
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Malpraktik
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan
“praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya
demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan
adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau
tenaga keperawatan (perawat danbidan) untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang
lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los
Angelos, California, 1956).
Menurut Stedman’s Medical Dictionary
Malpraktek adalah salah cara mengobati suatu penyakit atau luka karena
disebabkan sikap tindak yang acuh, sembarangan atau berdasarkan motivasi
criminal.
Menurut Coughlin’s Dictionary Law
Malpraktek adalah sikap tindak professional yang salah dari seorang yang
berprofesi, seperti dokter, ahli hokum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan.
Menurut Balck’s Law Dictionary
Malpraktek adalah sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam
ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini pada umumnya dipergunakan terhadap
sikap tindak dari para dokter , pengacara, akuntan.
Menurut The Oxford Illustrated Dicionary
5
Malpraktek adalah sikap tindak yang salah; (hokum) pemberian pelayanan
terhadap pasien yang tidak benar oleh profesi medis; tindakan yang illegal untuk
memperoleh keuntungan sendiri sewaktu dalam posisi kepercayaan.
Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai
dengan standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam - macam
malpraktek yang dapat dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang
dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup
dua atau lebih jenis malpraktek. Secara garis besar malprakltek dibagi dalam dua
golongan besar yaitu:
A. Malpraktik Medik (medical malpractice)
6
B. Malpraktik Etik (ethical malpractice)
Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu
tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter
yang dapat dikatagorikan sebagai melpraktik perdata antara lain :
Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan
memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa
perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu)
yang merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang
salah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalauian. Contoh malpraktik pidana
dengan sengaja adalah :
7
1) Melakukan aborsi tanpa tindakan medik
2) Mengungkapkan rahasia kedokteran dengan sengaja
Terdiri dari 4 unsur yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktek
atau kelalaian telah terjadi (Vestal.1995):
8
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya
berdasarkan standar profesi.
Contoh: :
Contoh:
Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien. Seperti tingkat
kesadaran pada saat masuk.
Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai
kebijakan rumah sakit.
9
Cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap
kewajiban perawat terhadap pasien atau gagal menggunakan cara pengaman yang
tepat yang menyebabkan klien jatuh dan mengakibatkan fraktur.
Fraktur panggul, nyeri, waktu rawat inap lama dan memerlukan rehabilitasi.
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran,
maka ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut
penggantian kerugian karena kelalaian, maka penggugat harus dapat
membuktikan adanya 4 unsur berikut :
Kerugian ini kadang kala tidak memerlukan pembuktian dari pasien dengan
diberlakukannya doktrin les ipsa liquitur, yang berarti faktanya telah berbicara.
Misalnya terdapatnya kain kassa yang tertinggal dirongga perut pasien, sehingga
10
menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokterlah yang harus
membuktikan tidak adanya kelalaian dalam dirinya. Namun tetap saja ada elemen
yuridis yang harus dipenuhi untuk menyatakan telah terjadi malpraktek yaitu :
Adanya tindakan dalam arti berbuat atau tidak berbuat. Tidak berbuat disini
adalah mengabaikan pasien dengan alasn tertentu seperti tidak ada biaya atau
tidak ada penjaminannya.
11
dimasyarakat dan juga berlaku dalam KUHP, misalnya pasal 48 tidak
memberlakukan ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan pidana
karena adanya daya paksa. Oleh karena itu untuk dapat dipidananya suatu kesalahan
yang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban dalam hukum pidana haruslah
memenuhi 3 unsur, sebagai berikut :
12
Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang tidak berupa kesengajaan, akan
tetapi juga bukan sesuatu yang terjadi karena kebetulan. Dalam kealpaan sikap batin
seseorang menghendaki melakukan perbuatan akan tetapi sama sekali tidak
menghendaki ada niatan jahat dari petindak. Walaupun demikian, kealpaan yang
membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain tetap harus
dipidanakan.Moeljatno menyatakan bahwa kesengajaan merupakan tindakan yang
secara sadar dilakukan dengan menentang larangan, sedangkan kealpaan adalah
kekurang perhatian pelaku terhadap obyek dengan tidak disadari bahwa akibatnya
merupakan keadaan yang dilarang, sehingga kesalahan yang berbentuk kealpaan
pada hakekatnya sama dengan kesengajaan hanya berbeda gradasi saja.
Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter mempunyai peraturan hukum yang
dapat dijadikan pedoman bagi mereka dalam menjalankan profesinya dan sedapat
mungkin untuk menghindari pelanggaran etika kedokteran.
Keterkaitan antara pelbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan
bibidang hukum baru dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara
khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan hukum positif
yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila diterapkan pada dokter
yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang berkembang di
Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas
dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.
Istilah hukum kedokteran mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari Health
Law yang digunakan oleh World Health Organization. Kemudian Health Law
diterjemahkan dengan hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran
kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang semula disebut
hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.
13
D. Ilustrasi kasus
(04 Mar 2011 Tangerang)
Dugaan kasus malpraktik yang terjadi di Rumah Sakit Awal Bros
Tangerang, Banten terhadap bayi Maureen Angela berusia delapan bulan yang kini
kehilangan jari kelingkingnya, masih perlu pembuktian. Tim Kementerian
Kesehatan juga telah diturunkan untuk mengawasi penyelesaian kasus tersebut.
Dalam jumpa pers yang digelar di lantai 5 RS Awal Bros Tangerang, Kamis {3/3)
sekitar pukul 13.00 WIB, Dr Elizabeth yang menangani Maureen menjelaskan,
Maureen datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada 16 November 2010
dengan alasan tidak sadar, kejang, nafas tersengal-sengal, denyut jantung sangat
cepat, demam tinggi, kekurangan cairan berat, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Menurutnya, tim dokter yang bertugas di IGD saat itu
mengambil langkah-langkah medis untuk mengatasi ke gawat daruratan tersebut
"Maureen diberi cairan bicnat yang disuntikkan jarum infus. Karena kandungan
pH darahnya asam, maka diberi cairan bicnat sebelum dilakukan tindakan, kami
telah meminta persetujuan keluarga dan telah disetujui, papar Elizabeth. Jarum
infus yang terpasang di tangan Maureen dibalut dengan perban agar jarum tidak
lepas. "Langkah yang sama juga dilakukan bagi pasien anak. Pemantauan
dilakukan dengan baik terbukti aliran infus berjalan dengan baik," ungkapnya.
Setelah itu, kondisi Maureen berangsur-angsur membaik dan nyawanya
terselamatkan. "Dengan membaiknya kesehatan Maureen, maka kemungkinan
tangan Maureen bergerak-gerak sehingga mengakibatkan cairan infus merembes
ke tangan," paparnya.
Rembesan itu mengakibatkan kerusakan pada ujung jari kelingking kanan.
Kerusakan jaringan tersebut merupakan suatu hal yang sangat tidak diharapkan
terjadi. "Semua yang kami lakukan itu adalah upaya untuk menyelamatkan nyawa
pasien. Namun sampai dari resiko memang dapat terjadi dalam suatu proses
pengobatan terhadap siapa saja," kilahnya. Namun, sangat disayangkan Elizabeth
dan pihak RS Awal Bros tidak memberi kesempatan kepada wartawan untuk
bertanya lebih jauh.
"Kami selaku manajemen rumah sakit akan senantiasa menyediakan waktu
14
untuk berkomunikasi dengan keluarga pasien," katanya mengakhiri keterangan
persnya. Secara terpisah, Direktur Bina Upaya Rujukan Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan dr Chairul Rajab Nasution mengatakan,
kasus dugaan malpraktik di RS Awal Bros itu perlu pembuktian secara obyektif.
"Kita harus membuktikan secara obyektif, apakah ini kasus sebab akibat penyakit
sebelumnya atau karena ada kelalaian yang dilakukan oleh tim medis," kata
Chairul kepada wartawan di Kantor Kementerian Kesehatan, Kamis (3/3) sekitar
pukul 15.00 WIB.
Dia mengatakan, Kemenkes telah melakukan koordinasi terhadap kasus
dugaan malpraktik yang menimpa anak Maureen Angela. "Jika ada yang salah,
Kementerian Kesehatan pasti akan melakukan tindakan tegas sesuai dengan
kesalahan yang terbukti," kata Chairul. Untuk pembuktian itu, harus melalui
beberapa proses melalui Komite Medik Rumah Sakit untuk membuktikan secara
diagnostik medik. Sedangkan Kementerian Kesehatan sebagai regulator akan
melihat secara administratifnya.
RS, dokter Rumah Sakit Awal Bros, Kota Tangerang, belum menerima
surat panggilan dari Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota terkait pelaporan
sang dokter oleh orang tua Maureen (8 bulan). Dokter yang merawat Maureen itu
dilaporkan Linda Kurniawati (33) dan Budi Kuncahya (39) ke Polda Metro Jaya,
tapi dilimpahkan ke Polrestro Tangerang Kota. "Belum ada panggilan dari polisi
untuk dokter RS. Kami menunggu proses hukum berjalan," kata juru bicara
Rumah Sakit Awal Bros, dokter Elizabeth, saat dihubungi wartawan, Rabu
(9/3/2011). Dokter RS dilaporkan atas dugaan perawatan dari sang dokter yang
menyebabkan dua ruas jari kelingking Maureen putus. Pihak RS Awal Bros
berupaya menjalin komunikasi dengan keluarga Maureen. Usaha tersebut sebagai
iktikad baik RS yang dahulu bernama RS Global Medika untuk tidak
mengabaikan penderitaan yang dialami Maureen. "Keluarga pasien terakhir kali
kontak dengan kami pada tanggal 28 Februari 2011 saat Maureen kontrol
kesehatan rutin tiap akhir bulan," kata Elizabeth.
Sementara, ibu korban, Linda, mengatakan, belum tahu
perkembangan kasus hukum dokter yang merawat anaknya. Keluarga masih
15
menunggu proses hukum berjalan. Linda mengatakan, terakhir kali datang ke RS
Awal Bros pada 28 Februari 2011 lalu. Pihak RS menjanjikan akan melakukan
operasi 3-6 bulan mendatang. "Tapi, belum tahu untuk biaya operasi, apakah
gratis atau membayar lagi. Padahal, kami sudah keluar uang sampai puluhan juta
rupiah," ucap Linda. Seperti diberitakan, Maureen adalah korban dugaan tindak
malapraktik di RS Awal Bros pada November 2010. Akibat diberikan cairan
keras, yakni bicnat di infusnya, tangan Maureen membengkak, membiru, hingga
bernanah. Dokter bedah plastik sempat menyarankan jari Maureen diamputasi.
Namun, saran itu akhirnya tidak dilakukan hingga dokter bedah plastik menjalani
operasi pertama untuk mengangkat nanah di punggung telapak tangan Maureen.
Setelah operasi itu, jari di tangan kanan Maureen semakin mengerucut sampai
akhirnya pada bulan Desember 2010 dua ruas kelingking Maureen terputus.
E. Analisis Kasus
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di
media masa. Dugaan kasus malpraktek yang terbaru adalah kasus malpraktek
mauren yang mengalami putusnya dua jari kelingking mauren. Namun, sampai
kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya. Tadinya masyarakat berharap bahwa
UU Praktik Kedokteran itu akan juga mengatur masalah malpraktek medik.
Namun, materinya ternyata hanya mengatur masalah disiplin, bersifat intern.
Walaupun setiap orang dapat mengajukan ke Majelis Disiplin Kedokteran, tetapi
hanya yang menyangkut segi disiplin saja. Untuk segi hukumnya, undang-undang
merujuk ke KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) bila terjadi tindak
pidana.
Indonesia berdasarkan hukum tertulis, seharusnya tetap terbuka putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi yurisprudensi.
Masyarakat semakin sadar terhadap masalah pelayanan kesehatan, DPR yang baru
harus dapat menangkap kondisi tersebut dengan berinisiatif membentuk Undang-
Undang (UU) tentang Malpraktik Medik, sebagai pelengkap UU Praktik
Kedokteran. Bagaimana materinya, kita bisa belajar dari negara-negara yang telah
memiliki peraturan tentang hal tersebut. Harapan masyarakat, ketika mereka
merasa dirugikan akibat tindakan medis, landasan hukumnya jelas. Sedangkan di
16
pihak para medis, setiap tindakannya tidak perlu lagi dipolemikan sepanjang
sesuai undang-undang.
Ketidak tercantuman istilah dan definisi menyeluruh tentang malpraktek
dalam hukum positif di Indonesia, ambiguitas kelalaian medik dan malpraktek
yang berlarut-larut, hingga referensi-referensi tentang malpraktek yang masih
dominan diadopsi dari luar negeri yang relevansinya dengan kondisi di Indonesia
masih dipertanyakan. Inovasi pemerintah guna menangani kasus malpraktek dan
sengketa medik adalah lahirnya RUU Praktik Kedokteran. Dalam beberapa pasal,
RUU Praktik Kedokteran memang memberikan kepastian hukum bagi dokter
sekaligus perlindungan bagi pasien. Secara substansial, RUU yang terdiri dari 182
pasal ini memuat pasal-pasal yang implisit dengan teori-teori pembelaan dokter
yang umumnya digunakan dalam peradilan. RUU Praktek Kedokteran
memungkinkan sebuah sistem untuk meregulasi pelayanan medis yang
terstandardisasi dan terkualifikasi sehingga probabilitas terjadinya malpratek
dapat diatasi seminimal mungkin. Dengan dicantumkannya peraturan pidana dan
perdata serta peradilan profesi tenaga medis, harapan perlindungan terhadap
pasien dapat terealisasi.
Salah satu upaya untuk menghindarkan dari malpraktek adalah adanya informed
consent (persetujuan) untuk setiap tindakan dan pelayanan medis pada pasien.
Hal ini sangat perlu tidak hanya ntuk melindungi dari kesewenangan
tenaga kesehatan seperti doter atau bidan, tetapi juga diperlukan untuk melindungi
tenaga kesehatan dari kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum
dan perundang-undangan malpraktek. Kasus Mauren mauren memang harus
dianalisi oleh pihak-pihak terkait untuk menentukan dugaan-dugaan yang muncul
dan penyelesaian yang diajukan untuk mengatasi kasus ini.
F. Malpraktek Ditinjau dari Segi Hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan
unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa) seperti dalam kasus
malpraktek dalam bidang orthopedy yang kami ambil, maka adalah hal yang
sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena
dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan
17
hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-
nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus
sangat berhati-hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan
tugas-tugasnya karena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan
malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus)
saja.Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga
mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain.
Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik
yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan
malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang
mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359,
misalnya menyebutkan, “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya
orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya
keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (1)
‘Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun’. (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang
lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama
enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti
melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan
sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
18
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya
putusannya diumumkan.” Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti
merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan
atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian
(pencabutan izin praktik) dapat dilakukan.
Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh
seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah
menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang
menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada
korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata), “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian
yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi:
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang
hati-hatinya.”
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Tindak pidana malpraktek medis bermula dari pelanggaran hokum
administrasi. Pelanggaran hokum administrasi yang menjadi tindak pidana praktek
medis, potensial menjadi malpraktek pidana sekaligus malpraktek perdata. Seitap
malpraktek pidana sekaligus mengandung unsur malpraktek perdata. Tetapi
malpraktek perdata tidak selalu menjadi malpraktek pidana. Untuk melihat apakah
malpraktek medis masuk dalam lapangan perdata atau pidana, penentu pada akibat.
19
Dalam aspek hokum perdata hubungan antara dokter atau tenaga kesehatan
lainnya merupakan transaksi teraupetik yaitu hubungan hokum yang melahirkan hak
dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Beban pertanggung jawaban dokter terhadap
akibat malpraktek kedokteran karena wanprestasi lebih luas dari beban pertanggung
jawaban karena perbuatan melawan hokum dari pasal 1236 jo 1239 BW, selain
penggantian kerugian pasien juga dapat menuntut biaya dan bunga. Wujud kerugian
dalam wanprestasi pelayana dokter harus benar-benar akibat (causal verband) dari
perlakuan medis yang menyalahi standar profesi kedokteran dan SOP.
Dalam aspek hokum pidana Malpraktek medis bisa bisa masuk lapangan hokum
pidana apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dalam 3 aspek pidana yaitu : 1)
syarat sikap batin, 2) syarat dalam perlakuan medis, 3) syarat dalam hal akibat.
Malpraktek pidana yang sering terjadi didalam malpraktek medis adalah :1).
Penganiayaan (pasal 351, 352, 353, 354, 353. 2) kealfaan yang menyebabkan
kematian (pasal 359), 3) kealpaan yang menyebabkan luka-luka (pasal 360)
Aspek hokum administrasi Dari sudut hokum, pelanggaran hokum administrasi
kedokteran merupakan sifat melawan hokum perbuatan malpraktek. Hukum
Administrasi Kedokteran UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran ,
menentukan beberapa syarat bagi dokter untuk menjadi wewenang menjalankan
praktek.
B. Saran
Ada tidaknya perbuatan malpraktek sebaiknya dikaji terlebih dahulu apakah
sudah memenuhi unsure-unsur dalam malpraktek atau tidak. Dan malpraktek yang
selalu dikonotasikan dengan praktek seorang dokter belum tentu dilakukan oleh
seorang dokter tetapi juga seseorang yang membuat seolah-olah dengan meyakinan
orang lain bahwa ia adalah dokter, hal tersebut bukanlah malpraktek kedokteran
tetapi malpraktek pidana.
Dan penyelesaian kasus akibat terjadinya malpraktek sebaiknya diteliti terlebih
dahulu apakah diselesaikan dengan badan perlindungan konsumen, gugatan ganti
rugi atau pidana melalui aparat penegak hokum.
20
21
Daftar Pustaka
https://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/malpraktek-dan-pertanggungjawaban-
hukumnya/
https://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/malpraktek-dan-pertanggungjawaban-
hukumnya/
https://deniaprianichan.wordpress.com/2013/05/17/henry-campell-b/amp/
Dr. Veronica Komalawati, S.S.,M.H. Persetujuan Dalam Hubungan Dokter Dan Pasien.
Bandung, 1999.
Drs. H. Adami Chazawi, S.H. Malpraktik kedokteran. Bayumedia Publising Malang,
2007.
J. Guwandi, S.H. Hukum Medik FKUI. Jakarta, 2004.
KEMENKES RI. N0. 1076/MENKES/SK/VII/2003.
KUHP, KUHPer.
Rinanto Suryadhimartha, S.H.,M.Sc. Hukum Malpraktik Kedokteran. Yogyakarta,
Totalmedia 2011.
UU No. 29 Tahun 2009. Tentang Praktik Kedokteran.
22